TINJAUAN PUSTAKA Teori Perilaku Prososial Perilaku prososial adalah perilaku yang memiliki konsekuensi positif, perilaku prososial sebagai tindakan yang ditujukan untuk memberi bantuan atau kebaikan pada orang lain atau kelompok orang tanpa mengharapkan balasan dengan cara-cara yang cenderung mentaati norma sosial. Tindakan itu kadangkadang
memerlukan
pengorbanan
atau
resiko
pada
diri
sipelaku.
Orang yang prososial sama dengan orang yang sosial yaitu mereka yang perilakunya mencerminkan keberhasilan di dalam tiga proses sosialisasi, dimana proses sosialisasi itu sendiri adalah belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan perkembangan sikap sosial, sehingga mereka cocok dengan kelompok tempat mereka menggabungkan diri dan diterima sebagai anggota kelompok (Pradista 2009). Menurut Tan (1981) dalam Pradista (2009) perilaku prososial meliputi penampilan seseorang dalam tindakan yang diinginkan atau dikehendaki oleh masyarakat sekitar, seperti mau menolong orang lain, mampu mengontrol sifat agresif, pengungkapan perasaan diri sendiri atau orang lain, mampu melawan godaan (seperti godaan untuk mencontek), pengungkapan perasaan simpati kepada orang lain, mendahulukan kepentingan orang lain, mampu menahan diri dari pengungkapan rasa atau kepuasan diri sendiri, menjalankan tugas sebagaimana mestinya dan menaati peraturan-peraturan yang ada. Sedangkan menurut Wibawa, Arif dan Sosiawan (1997) dalam Pradista (2009) perilaku prososial adalah perilaku yang memiliki konsekuensi positif sebagai tindakan yang ditujukan untuk memberi bantuan atau kebaikan pada orang lain atau kelompok orang tanpa mengharapkan balasan dengan cara-cara yang cenderung mentaati norma sosial. Tindakan itu kadang-kadang memerlukan pengorbanan atau resiko pada diri sipelaku. Staub dalam Setiawan (2009) mendefinisikan perilaku prososial sebagai suatu perilaku yang memiliki konsekuensi sosial positif secara fisik maupun secara psikologis, dilakukan secara sukarela dan menguntungkan orang lain. Wrightsman dan Daux dalam Setiawan (2009) menjelaskan bahwa perilaku prososial merupakan tindakan yang mempunyai akibat sosial secara positif, yang ditujukan bagi kesejahteraan orang lain baik secara fisik maupun secara psikologis, dan perilaku tersebut merupakan perilaku yang lebih banyak
9 memberikan keuntungan pada orang lain daripada dirinya sendiri. Menurut Staub (Dayakisni dan Hudaniah 2006) dalam Setiawan (2009) ada tiga indikator yang menjadi tindakan prososial, yaitu: a. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pelaku. b. Tindakan itu dilahirkan secara sukarela. c. Tindakan itu menghasilkan kebaikan. Beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu; a. Self-gain: harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan. b. Personal values and norms: adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik. c. Empathy: kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan membagi (sharing), kejujuran (honesty), tanggung jawab (responsibility) kerjasama (kooperatif), menyumbang (donating), menolong (helping), dermawan (generousity) serta mempertimbangkan hak-hak kesejahteraan orang lain (Mussen et al, 1989 dalam Darmadji 2009). Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan di mana individu itu berada. Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku tertentu pula (Walgito 2003). Perilaku prososial juga bisa muncul dalam diri seseorang kalau individu memilliki kepercayaan. Dalam konteks ini terdapat beberapa teori yang dirangkum dari berbagai pendapat para ahli, yaitu: (a) teori insting, yang merupakan perilaku innate, perilaku yang bawaan, dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman; (b) teori dorongan (drive theory), yang bertitik tolak dari pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan tertentu. Dorongandorongan
ini
berkaitan
dengan
kebutuhan-kebutuhan
organisme
yang
mendorong organisme berperilaku; (c) teori insentif (incentive theory), yang bertitik tolak dari pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena
10
adanya insentif. Insentif atau disebut juga reinforcement di mana ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement yang positif berkaitan dengan hadiah yang akan mendorong organisme dalam berbuat, sedangkan reinforcement yang negatif berkaitan dengan hukuman yang akan dapat menghambat dalam organisme berperilaku; (d) teori atribusi, yang menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang apakah disebabkan oleh disposisi internal (seperti motif, sikap, dan sebagainya) ataukah disebabkan oleh keadaan eksternal; dan (e) teori kognitif, yang menjelaskan apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan (subjective expected utility). Perilaku prososial konsumen adalah perilaku ekologis konsumen antara lain memperhatikan bagaimana dampak produk yang dikonsumsi, melakukan penghematan energi, melakukan daur ulang, membeli produk organik dan membeli produk serta memanfaatkan secara bijaksana. Perilaku prososial merupakan suatu perilaku cerminan dari aspek kognitif yang melandasi individu dalam mengolah informasi dan membuat suatu keputusan. Perilaku prososial merupakan perilaku yang dipertimbangkan dengan memperhatikan segala sesuatu risiko dan konsekuensinya. Tidak semua individu bisa menerapkannya dalam kegiatan sehari-hari. Perilaku ini tidak bisa tumbuh begitu saja, tetapi merupakan sesuatu yang dipahami oleh individu dalam jangka waktu yang lama. Perilaku prososial merupakan perilaku yang ideal dan dianggap bisa menciptakan suatu tatanan hidup bermasyarakat yang bersih, langgeng, dan sehat. Keluarga bisa mengajarkan anak sebagai konsumen yang bijaksana sejak kecil. Orangtua bisa menjadi panutan anak dalam bertindak. Lingkungan sekitar yaitu teman, sekolah, dan masyarakat bisa mempengaruhi terbentuknya norma personal dalam diri individu.
Model Perilaku Prososial Ada dua model psikologis tradisi yang telah diterapkan untuk menjelaskan perilaku prososial yaitu theory of reasoned action yang diformulasikan oleh Fishbein dan Ajzen yang dalam perkembangannya menjadi theory of planned behavior dan norm activation theory.
11 Theory of Reasoned Action Menurut Jogiyanto (2007) dalam Ramdhani (2009) Theory Reasoned Action pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980. Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam TRA, Ajzen (1980) dalam Ramdhani (2009) menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms). Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen melengkapi TRA dengan keyakinan (beliefs). Pengaruh
sikap berasal dari keyakinan
terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma subjektif berasal dari keyakinan normatif (normative beliefs). Secara skematik TRA digambarkan seperti pada Gambar 1.
Behavioral Belief
Normative Belief
Attitude towards Behavior
Intention to Behave
Behavior
Subjective Norms
Gambar 1 Theory of Reasoned Action (Ajzen (1980) dalam Ramdhani, 2009)
Theory of Planned Behavior Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari TRA. Ajzen (1988) dalam Ramdhani (2009) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Chau dan Hu 2002) dalam Ramdhani ( 2009). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya
12
suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat di lakukannya yang bersumber pada keyakinan terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Ajzen (2005) dalam Ramdhani (2009) menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam TPB, sehingga secara skematik TPB digambarkan secara lengkap seperti Gambar 2.
Backgound Factors. Personal GeneralAttitudes PersonalityTrait Values
Behavioral Belief
Attitude Toward the Behavior
Emotions Intelligence Social Age, gender, Race, Etnicity, Education, Income, Religion.
Information Experience Knowledge Media Expo
Normative
Subjective
Beliefs
Norms
Control
Perceived Behavior
Beliefs
intention
Behavior
Control
Gambar 2 Theory of Planned Behavior (Ajzen (1980) dalam Ramdhani, 2009)
Norm Activation Theory Schwartz dan Howard (1981) mengembangkan Norm Activation Theory (NAT) (Gambar 3) untuk menjelaskan perilaku altruistik yaitu perilaku yang dilakukan untuk kepentingan orang lain, bermanfaat secara sosial dan menekankan nilai yang diberikan kepada orang lain. Norma personal atau personal norm (PN) di aktifkan oleh perilaku kesadaran dan keyakinan tentang tanggung jawab pribadi. Schwartz juga beranggapan bahwa kesadaran dan tanggung jawab berpengaruh terhadap perilaku
13
Awareness of
a behavior’s Consequences Personal Norm
Behavior
Responsibility beliefs
Gambar 3 Norm Activation Theory (Schwartz dan Howard, 1981)
Wall et al (2007) mengemukakan perbedaan TPB dan NAT seperti yang terdapat pada Tabel 1. Tabel 1 Perbedaan Theory of Planned Behavior dan Norm-Activation Theory No Theory of Planned Behavior
Norm-Activation Theory
1
Menekankan pada utilitas pribadi
2
Fokus pada eksternal (Subyektif Norm)
3
Terdapat perilaku yang di kontrol
Menekankan pada altruistik dan manfaat bagi orang lain yang di prioritaskan di atas kepentingan pribadi Fokus pada norma-norma internal (Personal Norm) NAT tidak ada kontrol
4
Terdapat niat (BI / Behavior Intention)
NAT tidak ada BI
Norm Activation Model Sebuah model yang umum digunakan untuk mempertimbangkan hasilhasil yang diharapkan bagi orang lain ketika menjelaskan perilaku prosocial adalah Norm Activation Model (NAM) yang di populerkan oleh Schwartz. NAM telah banyak digunakan pada penelitian untuk menjelaskan keinginan dan perilaku prososial. Model ini mengasumsikan bahwa perilaku prosocial adalah hasil dari aktivasi norma-norma pribadi yang didefinisikan sebagai kewajiban moral untuk melakukan atau menahan diri dari tindakan-tindakan tertentu (Schwartz dan Howard 1981). NAM menyebutkan bahwa norma-norma pribadi atau Personal Norm (PN) sudah diaktifkan ketika seseorang mengakui bahwa tidak bertindak prosocial akan mengakibatkan konsekuensi negatif bagi orang lain (Awareness of Consequences; AC) dan merasa bertanggung jawab atas konsekuensi negatif ini (Ascription of Responsibility; AR). Jika PN tidak
14
diaktifkan, tidak ada tindakan prososial yang akan diakui sebagaimana mestinya dan tidak ada tindakan prososial yang akan mengikuti. Penelitian prososial dan penelitian pro lingkungan lebih banyak menerapkan NAM sebagai modelnya. Perilaku pro lingkungan merupakan hal yang khusus di perilaku prososial, dimana perilaku pro lingkungan mensyaratkan seseorang juga bermanfaat untuk orang yang lain , tetapi sering kali tidak ada manfaat langsung yang di terima oleh individu yang terlibat dalam perilaku ini. Norm activation model dapat digunakan sebagai moderator dan mediator dalam menentukan perilaku, seperti yang terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. NAM sebagai mediator beranggapan bahwa AC dan AR memiliki efek tidak langsung pada niat dan perilaku melalui norma personal. PN diasumsikan untuk menjembatani hubungan antara AR, niat Prososial dan perilaku. AR diasumsikan untuk menjembatani hubungan AC dan PN. Jika NAM sebagai mediator implementasi kebijakan akan relatif lebih berhasil karena sasaran utamanya adalah kesadaran (AC) sebelum berfokus pada tanggung jawab dan norma. NAM sebagai moderator akan
meningkatkan tanggung jawab kemungkinan
cukup ketika mempromosikan perilaku prososial (De Groot dan Steg 2009)
Moderator Model
Awareness of
Consequences
Ascription of Responsibility
Personal Norm
Prosocial Intentions and
Behavior
Gambar 4 Norm Activation Model sebagai moderator (De Groot dan Steg 2009) Mediator Model
Awareness of Consequences
Ascription of Responsibility
Personal Norm
Prosocial Intentions and Behavior
Gambar 5 Norm Activation Model sebagai mediator (De Groot dan Steg 2009)
15 Penelitian yang dilakukan oleh De Groot dan Steg (2009) menyatakan bahwa dari lima penelitian menunjukkan NAM yang terbaik harus diartikan sebagai model mediator, bahwa perilaku prososial dapat dipromosikan dengan meningkatkan kesadaran terlebih dahulu dan kemudian meningkatkan tanggung jawab untuk masalah-masalah yang ada, hal ini memperkuat kewajiban moral untuk mengambil tindakan prososial. Kesadaran Sadar artinya merasa, tahu atau ingat (kepada keadaan yang sebenarnya),
keadaan
ingat
akan
dirinya.
Kesadaran
yang
dimiliki
oleh manusia merupakan bentuk unik dimana ia dapat menempatkan diri manusia sesuai dengan yang diyakininya (Wikipedia 2010). Menururt Siswanto (2010) konsep atau makna kesadaran dapat diartikan sebagai sikap perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri dengan dilandasai suasana hati yang ikhlas/rela tanpa tekanan dari luar untuk bertindak yang umumnya dalam upaya mewujudkan kebaikan yang berguna untuk diri sendiri dan lingkungannya. Teori kesadaran (cognotive theory) menyatakan bahwa perilaku merupakan respon positif atau negatif, tidak ada variabel-variabel lain yang turut mempengaruhinya. Dalam teori kesadaran proses belajar di pengaruhi oleh faktor-faktor seperti; sikap, keyakinan, pengalaman masa lalu dan kesadaran mengenai bagaimana memanfaatkan suatu keadaan untuk mencapai tujuan. Teori kesadaran lebih menekankan pada proses pemikiran seseorang yang sangat menentukan pola perilakunya. Kesadaran dalam mendukung usaha efisiensi dan konservasi energi hendaknya diikuti dengan pembentukan perilaku masyarakat yang hemat energi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), kesadaran lingkungan diartikan sebagai pengertian yang mendalam pada orang seorang atau sekelompok orang yang terwujud di pemikiran, sikap, dan tingkah laku yang mendukung pengembangan lingkungan. Menurut Soerjani (1987) dalam Utami (1998) kesadaran masyarakat mengenai masalah lingkungan sudah mulai tumbuh, tetapi tingkat kesadaran yang ada belum cukup tinggi untuk mengetahui perilaku mereka atau untuk menjadi motivasi yang kuat sehingga dapat melahirkan tindakan yang nyata dalam usaha perbaikan lingkungan hidup.
16
Tanggungjawab Tanggungjawab menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya artinya jika ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya, sedangkan bertanggungjawab adalah suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya.
Menurut Johannesen (1996) tanggungjawab mencakup unsur
pemenuhan tugas dan kewajiban, dapat dipertanggungjawabkan ketika dinilai menurut yang disepakati, dan dapat dipertanggungjawabkan menurut hati nurani kita sendiri. Kewajiban dan tanggungjawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care), melindungi, menjaga, dan melestarikan alam. Terkait dengan prinsip hormat terhadap alam menjadi tanggung jawab moral terhadap alam, karena secara ontologis adalah manusia bagian integral dari alam. Kenyataan ini melahirkan sebuah prinsip moral bahwa manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya dan integritasnya, maupun terhadap keberadaan dan kelestarian setiap bagian dan benda di alam semesta ini, khususnya makhluk hidup. Tanggungjawab ini bukan saja bersifat individual melainkan juga kolektif. Menurut Keraff dalam Sondurubun (2006) masalah lingkungan hidup memiliki kesatuan yang amat integral dengan masalah moral, atau persoalan perilaku manusia. Krisis energi secara global yang kita alami dewasa ini adalah juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global, karenanya kita perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang fundamental dan radikal. Dibutuhkan sebuah pola hidup atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang per orang, tetapi juga budaya masyarakat secara keseluruhan. Beberapa prinsip yang perlu dilakukan: 1. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature) 2. Prinsip Tanggung Jawab ( Moral Responsibility for Nature) 3. Solidaritas Kosmis ( Cosmic Solidarity) 4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam ( Caring for Nature) 5. Prinsip “No Harm” 6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
17 Prinsip tanggungjawab moral ini menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti, kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.
Norma Personal Menurut Schwartz (1973) dalam Aertsens et al (2009) yang dimaksud norma personal adalah keyakinan seseorang atas tindakan yang dianggap benar atau salah. Ketika sesorang tidak memiliki norma personal yang jelas terhadap tindakan tertentu, jika ia harus bertindak, maka ia dapat menetapkan norma berdasarkan nilai umum yang dimilikinya. Berdasarkan Schwartz (1977) dalam Aertsens et al (2009) norma personal teraktivasi adalah norma personal yang dirasakan sebagai kewajiban moral. Norma personal dapat mengacu pada norma sosial yang terinternalisasi, ataupun juga sebagai hasil dari penalaran mengenai konsekuensi perilaku moral. Schwartz dan Howard (1981) dalam De Groot dan Steg (2009) menyatakan bahwa norma personal adalah perasaan kewajiban moral untuk melakukan
atau
menahan
diri
dari
tindakan-tindakan
tertentu
yang
mengakibatkan tindakan prososial. Norma personal diaktifkan ketika seseorang mengakui bahwa tidak bertindak prososial akan mengakibatkan konsekwensi negatif bagi orang lain atau lingkungan. Norma personal dapat di artikan juga sebagai sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti kata hatinya terhadap tindakan atau perilaku yang akan dilakukannya. Norma personal merupakan aspek internal pada perilaku prososial, sedangkan aspek eksternalnya adalah norma sosial. Norma personal, terhadap keyakinan akan konsekuensi tindakan, merupakan sesuatu yang diyakini baik dan harus dilakukan oleh setiap individu dalam kegiatan keseharinya. Norma personal ini mempengaruhi tindakan yang ada dalam diri seseorang dan menjadi pedoman hidup. Norma personal bisa ditumbuhkan melalui aspek sosialisasi baik oleh keluarga, lingkungan, dan media.
Maksud Perilaku Maksud perilaku adalah kecenderungan atau indikasi dari keputusan seseorang untuk melakukan suatu tindakan (Crano dan Brewer (1986) dalam Kusumastuti 2004). Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Kusumastuti
18
(2004) mendefinisikan intensi berperilaku merupakan suatu konsep yang menunjuk pada seberapa besar kemungkinan subyektif seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Menurut Allport (1978) dalam Kusumastuti (2004) bahwa konsep intensi mempresentasikan harapan, keinginan, ambisi, aspirasi dan rencana seseorang yang akan dilakukannya di masa yang akan datang. Maksud berperilaku adalah niat atau maksud seseorang untuk melakukan sesuatu dengan perhatian yang diberikan kepada objek sikap. Niat untuk melakukan sesuatu ini tidak selalu menghasilkan perilaku aktual (Solomon 1999). Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan maksud berperilaku sebagai keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa Menurut
Sumarwan
(2002)
maksud
berperilaku
adalah
sebagai
kecenderungan dari seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap (produk atau merek tertentu). Shiffman dan Kanuk (2004)
mendefinisikan
maksud
berperilaku
sebagai
kesukaan
atau
kecenderungan yang akan dilakukan oleh seseorang melalui tindakan yang spesifik atau perilaku dalam cara tertentu dengan perhatian atau fokus pada objek sikap. Menurut Ramdhani (2008) niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya. Hal ini dapat di simpulkan bahwa intensi atau maksud perilaku merupakan konsep yang menunjuk pada seberapa besar kemungkinan, niat dan harapan seseorang untuk menunjukkan sikap dan tingkah laku tertentu di masa yang akan datang. Teori sikap dari Fishbein dan Ajzen menyatakan bahwa sikap memiliki tiga komponen yaitu: 1. komponen perasaan (affection). 2. komponen pemikiran (cognition). 3. komponen kecenderungan tingkah laku (conation).
19 Jika melihat dari teori Fishbein maka konsep intensi atau maksud perilaku pada penelitian ini masuk pada komponen yang ketiga. Dimana teori intensi menunjukkan pada ditampilkannya suatu tingkah laku pada situasi tertentu.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Hemat Listrik Karakteristik individu merupakan uraian suatu populasi yang dinyatakan dalam besaran (size), struktur dan distribusi (Suprapto dan Limakrisna 2007). Menurut De Fleur dan Rokeach (1989), perbedan individu sangat kuat mempengaruhi perilaku seseorang dan akan memberikan respons yang berlainan karena setiap orang memiliki tingkat predisposisi motivasional yang berbeda dalam memberikan respons. Selanjutnya Sumarwan (2004) menyatakan bahwa
faktor-faktor
pengetahuan
dan
yang
mempengaruhi
pengalaman
karakteristik
konsumen,
konsumen
kepribadian
adalah
konsumen
dan
karakteristik demografi. Menurut Engel et al, (1994) perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Pengaruh lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, pengaruh pribadi, situasi dan kelompok acuan. 2. Perbedaan individu, yang meliputi sumber daya konsumen, sikap, gaya hidup, dan demografi. 3. Proses psikologi, yang meliputi pemprosesan informasi, pembelajaran dan perubahan sikap dan perilaku. Menurut Asael (1984) dalam Nurjanah (2000), menyatakan bahwa karakteristik konsumen seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan dan pendapatan berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Karakteristik konsumen dapat berfungsi untuk mengetahui motivasi dan niat dalam melakukan tindakan.
Usia Usia seseorang dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap suatu barang atau jasa. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam pembuatan keputusan dan menjaga segala sesuatu, seperti barang dan jasa, sebagai sesuatu yang baru. Hal tersebut disebabkan oleh usia yang berpengaruh terhadap kecepatan seseorang dalam menerima sesuatu yang baru (Kotler 2002). Perbedaan usia akan mempengaruhi perbedaan selera dan kesukaan terhadap suatu barang atau jasa.
20
Pendidikan dan Pekerjaan Pendidikan adalah sumber daya manusia potensial yang merupakan kunci utama kemajuan suatu bangsa. Inti pendidikan itu sendiri (baik resmi atau tidak) pada dasarnya adalah proses alih informasi dan nilai-nilai yang ada. Selama proses itu terjadi, pengalaman dan kemampuan menalar atau pengambilan kesimpulan seseorang bertambah baik (Suntoro et al 1992). Tingkat pendidikan seseorang menggambarkan kesanggupan intelektual orang tersebut. Kesanggupan intelektual merupakan ciri khusus manusia yang membedakannya dari makhluk hidup lainnya (Sediaoetama 1991). Tingkat pendidikan
akan
mempengaruhi
proses
keputusan
dan
pola
konsumsi
seseorang. Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berfikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen atau pelanggan yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi. Umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar kemungkinan orang itu berpendapatan tinggi (Schiffman dan Kanuk 2004). Menurut Kasmir (2006) konsumen yang berpendidikan Sekolah Dasar memiliki pola pikir yang berbeda dalam memilih produk atau jasa dengan lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau sarjana. Selain itu, pelanggan yang memilki pendidikan sarjana lebih mampu bersikap kritis terhadap apa yang akan dilakukan.
Pendapatan dan Pengeluaran Pendapatan adalah sumberdaya material yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah yang umumnya diterima dalam bentuk uang. Tersedianya uang menentukan banyaknya benda ekonomi yang dibutuhkan oleh suatu keluarga untuk dapat membeli dan memiliki benda tersebut. Anggota keluarga yang menjadi sumber utama keuangan keluarga disebut pencari nafkah dan biasanya dipegang oleh ayah atau suami (Sediaoetama 1991). Pola pemakaian sumber keuangan sangat dipengaruhi oleh pola atau gaya hidup keluarga. Pendapatan yang tinggi akan membuat seseorang ingin membeli barang-barang elekrtonik untuk mempermudah dalam pekerjaan rumah, sehingga jumlah barang elektronik yang dimiliki semakin banyak. Mengetahui
21 pola pengeluaran rumahtangga merupakan salah satu cara untuk dapat mengetahui tingkat kehidupan masyarakat. Usaha Rumahtangga yang Membutuhkan Energi Listrik Listrik
pada tingkat rumahtangga tidak hanya digunakan untuk
kepentingan anggota rumahtangga saja, tetapi dapat juga digunakan untuk proses produksi usaha rumah tangga jika rumahtangga tersebut memiliki usaha. Dalam proses produksi yang dilakukan, terdapat beberapa jenis usaha di rumah tangga yang membutuhkan energi listrik. Jenis usaha rumah tangga tersebut antara lain usaha menjahit/konveksi, percetakan, salon, usaha makanan atau catering, laundry, dan usaha-usaha lainnya. Penggunaan energi listrik ini tentu menambah jumlah konsumsi listrik dalam rumahtangga. Oleh karena itu, usaha rumahtangga perlu diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi energi listrik dalam rumahtangga.
Kepemilikan Alat Elektronik di Rumahtangga Secara bahasa peralatan dapat diartikan sebagai benda yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001), listrik merupakan daya atau kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya pergesekan atau melalui proses kimia, dapat digunakan untuk menghasilkan panas atau cahaya, atau untuk menjalankan mesin. Jadi yang dimaksud dengan peralatan listrik adalah semua benda yang dapat digunakan untuk melakukan sesuatu yang dapat berfungsi jika menggunakan listrik sebagai sumber energinya. Sedangkan peralatan listrik rumah yaitu berkaitan dengan peralatan listrik yang biasa digunakan di rumah (Sunarto 2009). Pada saat ini hampir semua peralatan rumah tangga tidak bisa lepas dari penggunaan energi listrik yang lebih memberikan kepraktisan dalam pengoperasiannya (Susanta dan Agustoni 2007). Peralatan listrik rumah tangga pada umumnya sudah dirancang untuk pemakaian listrik yang hemat, namun pada prakteknya masih ditemukan pemborosan energi listrik. Hal ini dapat terjadi antara lain karena penggunaan peralatan dengan cara yang kurang tepat. Menurut Handoko (2010) pemanfaatan listrik dapat dibagi menjadi dua yaitu manfaat primer dan manfaat sekunder. Manfaat primer karena peran listrik sangat pokok dalam menunjang kegiatan rumahtangga, misalnya untuk penerangan dan sumber tenaga eksplorasi air. Susanta dan Agustoni (2007)
22
membagi manfaat primer menjadi tiga yaitu listrik untuk pencahayaan yang digunakan untuk menyalakan lampu-lampu listrik, listrik untuk pengudaraan, digunakan untuk menyalakan alat-alat pengudaraan buatan seperti kipas angin dan AC (air conditioner) dan listrik untuk tata air yang dimanfaatkan untuk menyalakan pompa air listrik dan pemanas air (water heater). Listrik memiliki manfaat sekunder karena listrik hanya digunakan untuk menunjang kegiatan yang dilakukan di dalam rumah, seperti sumber tenaga untuk televisi, radio, lemari es, microwave, mesin cuci dan peralatan listrik lainnya. Jumlah peralatan listrik yang dimiliki oleh sebuah rumahtangga lebih banyak dipengaruhi oleh daya listrik yang dimiliki, jumlah anggota keluarga, kebutuhan alat listrik masing-masing anggota rumahtangga, dan tipe rumah.
Pengetahuan Pengetahuan adalah sebagai kepercayaan konsumen terhadap
objek
(Solomon 1999). Hawkins, Best, dan Coney (2001) juga menyatakan bahwa pengetahuan adalah kepercayaan konsumen terhadap suatu objek. Menurut Schiffman dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang didefinisikan sebagai pengetahuan dan persepsi yang merupakan kombinasi dari pengalaman nyata terhadap suatu objek dengan informasi terkait dari sumbersumber lainnya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal ini dapat meliputi fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui (Winkel 2004). Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) mendefinisikan pengetahuan sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang relevan dengan fungsi pelanggan di pasar disebut pengetahuan pelanggan. Pengetahuan pelanggan terdiri dari informasi yang disimpan dalam ingatan, yaitu pengetahuan produk (product knowledge), pengetahuan pemakaian (usage knowledge) dan pengetahuan pembelian (purchase knowledge). Pengetahuan produk kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan produk meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan produk (Sumarwan 2002). Pada masyarakat pengguna listrik diharapkan mengetahui sejauh mana pelanggan tenaga listrik mengetahui proses, seperti dari energi minyak melalui pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), diubah menjadi tenaga
23 listrik, disalurkan melalui saluran udara bertegangan tinggi (SUTT), di distribusikan melalui saluran udara bertegangan rendah (SUTR) ke rumah-rumah dan industri. Pengetahuan pembelian mencakup berbagai informasi yang dimiliki konsumen dan berhubungan erat dengan pembelian produk.
Melalui jasa
pelayanan seperti mengajukan permohonan tambah daya atau pasang baru dapat dilakukan
oleh masyarakat langsung ke kantor pelayanan listrik.
Pengetahuan pemakaian menurut Sumarwan (2002) adalah bahwa suatu produk akan memberikan manfaat secara maksimal apabila produk tersebut digunakan
secara
tepat.
Masyarakat
sebagai
pelanggan
listrik
apabila
menggunakan listrik secara tepat, maka biaya penggunaan listrik menjadi lebih hemat. Biaya pemakaian tenaga listrik adalah merupakan biaya yang wajib di bayar oleh pelanggan tiap bulan, pemakaian energi dalam kWh meter, pemakaian pada waktu beban puncak pukul 17.00 – 22.00, pemakaian energi dapat di hemat melalui peningkatan dan kesadaran untuk lebih efisien dalam penggunaan peralatan listrik.
Sumber Informasi Keberadaan media informasi telah menjadi bagian dalam hidup manusia. Perkembangan teknologi informasi direspon oleh masyarakat yang menghendaki kemudahan akses yang berkaitan dengan jasa telekomunikasi. Interaksi yang tercapai
antara
manusia
dengan
teknologi
komunikasi
dan
informasi
mengakibatkan terjadinya perubahan pola hidup manusia modern masa kini (Deppen 1993) Menurut Kotler (2002) sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari empat kelompok: (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga dan kenalan, (2) sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang, kemasan dan pedagang di toko), (3) sumber publik (media massa dan organisasi penilaian konsumen), (4) sumber pengalaman atau percobaan (penanganan, pengujian dan penggunaan produk). Setiap sumber imformasi memberikan fungsi yang berbeda-beda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Informasi dari sumber komersial biasanya menjalankan fungsi pemberitahuan. Penggunaan sumber informasi yang berbeda dapat menuntun konsumen dalam keputusan pembelian yang berbeda. Dalam penyampaian informasi digunakan alat atau perangkat yang disebut media informasi. Media informasi diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu 1)
24
media cetak, seperti surat kabar, majalah dan lain-lain; 2) media elektronik, seperti radio, televisis dan film; 3) media tradisional, seperti papan pengumuman dan bedug (Mappiare et al (1995) dalam Restikowati 2007). Sumber
informasi
dapat
mempengaruhi
dan
mengubah
perilaku
seseorang dalam pengambilan sebuah keputusan. Sumber informasi selain melalui media dapat juga melalui kelompok acuan. Kelompok acuan adalah seseorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang (Sumarwan 2002), sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2004) kelompok acuan adalah orang atau sekelompok orang yang memberi pengaruh secara bermakna pada individu baik secara umum maupun spesifiktentang nilai, sikap atau perilaku. Kelompok acuan yang sering digunakan sebagai komunikasi pemasaran diantaranya adalah selebriti, pakar atau ahli, juru bicara dan para eksekutif perusahaan. Kredibilitas sumber informasi mempengaruhi perumusan pesan. Jika sumbernya sangat dihormati dan disukai oleh audien yang diharapkan, pesan tersebut kemungkinan lebih besar untuk di percaya. Sebaliknya, pesan yang dari suatu sumber yang tidak dapat dipercaya mungkin diterima dengan ragu-ragu dan mungkin ditolak (Schiffman dan Kanuk 2004). Menurut Kotler (1995), pesan yang disampaikan oleh sumber yang sangat dipercaya lebih persuasif. Kredibilitas sumber dipengaruhi oleh keahlian, sifat yang dapat dipercaya dan kesukaan. Keahlian merupakan pengetahuan khusus yang dimiliki komunikator untuk mendukung pernyataan yang disampaikan. Sifat yang dapat dipercaya berhubungan dengan anggapan seberapa obyektif dan jujur sumber tersebut, sedangkan kesukaan merupakan sikap konsumen yang dipengaruhi oleh suatu sumber informasi akibat tercapainya kesesuaian diantara dua penilaian.
Penghematan Energi Penghematan adalah proses, cara, perbuatan menghemat, artinya menggunakan dengan cermat dan tidak boros (Siregar 2006). Penghematan energi atau konservasi energi dalam Wikipedia (2010) adalah tindakan untuk mengurangi jumlah penggunaan energi. Penghematan energi dapat dicapai dengan penggunaan energi secara efisien dimana manfaat yang sama diperoleh dengan menggunakan energi lebih sedikit, ataupun dengan mengurangi konsumsi dan kegiatan yang menggunakan energi. Penghematan energi dapat
25 menyebabkan
berkurangnya
biaya,
serta
meningkatnya
nilai lingkungan,,
keamanan negara, keamanan pribadi, serta kenyamanan. Penghematan energi adalah unsur yang penting dari sebuah kebijakan energi. Penghematan energi menurunkan konsumsi energi dan permintaan energi per kapita, sehingga dapat menutup meningkatnya kebutuhan energi akibat pertumbuhan populasi. Hal ini mengurangi naiknya biaya energi, dan dapat
mengurangi
kebutuhan
pembangkit
energi
atau
impor
energi.
Berkurangnya permintaan energi dapat memberikan fleksibilitas dalam memilih metode produksi energi. Penghematan energi merupakan bagian penting dari mencegah atau mengurangi perubahan iklim. Penghematan energi juga memudahkan digantinya sumber-sumber tak dapat diperbaharui dengan sumber-sumber yang dapat diperbaharui. Penghematan energi sering merupakan cara paling ekonomis dalam menghadapi kekurangan energi, dan merupakan cara yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan meningkatkan produksi energi. Menurut
Yuliarto
(2006)
penghematan
energi
berbeda
dengan
mengurangi konsumsi energi karena pada penghematan energi output yang dihasilkan relatif sama, artinya ketika penghematan energi dilakukan, jumlah energi yang digunakan lebih efisien dibandingkan sebelum penghematan energi dilakukan. Pembatasan energi adalah memangkas konsumsi energi yang dapat berakibat pada menurunnya output yang selama ini di hasilkan.
Hemat Energi Listrik Energi berarti tenaga atau kekuatan atau kapasitas untuk melakukan dan menghasilkan gerak. Adapun energi listrik adalah tenaga yang dihasilkan oleh listrik, dan listrik sendiri terjadi karena adanya perpindahan electron suatu atom ke atom lain dari suatu zat. Pengertian hemat energi listrik adalah usaha untuk menggunakan energi listrik secara hati-hati atas dasar kehendak sendiri dengan mempertimbangkan kondisi sumber energi saat ini dan masa yang akan datang. Penggunaan listrik secara hemat selain berdampak positif bagi konservasi energi dan lingkungan, juga berdampak baik bagi PLN dan berdampak baik bagi pengurangan subsidi pemerintah. Tingkat keborosan penggunaan energi dapat diketahui dari elastisitas energi dan intensitas energi. Elastisitas energi adalah perbandingan antara
26
pertumbuhan konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi. Angka elastisitas energi di bawah 1,0 dicapai apabila energi yang tersedia telah dimanfaatkan secara produktif, sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju, yang besarnya berkisar 0,55-0,65. Sebuah bangsa dikatakan memiliki sistem ketahanan nasional yang kuat dari generasi ke generasi apabila kaya akan energi yang murah, terbarukan, tersedia di mana-mana, serta dimanfaatkan secara optimal dan produktif. Angka elastisitas energi Indonesia, berkisar 1,041,35, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tergolong negara yang boros energi. Angka tersebut sangat jauh bila dibandingkan dengan elastisitas energi negaranegara maju. Negara Jerman dapat mencapai elastisitas (-0.12) dalam kurun waktu 1998–2003. Energi di Indonesia masih banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak menghasilkan, tercermin dari tingginya elastisitas energi Indonesia (Statistik Ekonomi Indonesia 2007). Intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per PDB (Pendapatan Domestik Bruto). Semakin efisien suatu negara, maka intensitasnya akan semakin kecil. Selama ini, subsidi energi yang telah diterapkan pemerintah justru mengakibatkan pemborosan energi, karena penggunaannya kurang optimal. Terlihat dari intensitas energi yang relatif tinggi, yakni 482 TOE (ton-oil-equivalent) per sejuta dollar AS, artinya untuk menghasilkan nilai tambah 1 juta dollar AS, Indonesia membutuhkan energi 482 TOE. Intensitas energi Malaysia 439 TOE/juta dollar AS, dan intensitas energi rata-rata negara maju yang tergabung dalam OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan) hanya 164 TOE/juta dollar AS. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi penghematan energi di Indonesia masih cukup besar (Statistik Ekonomi Indonesia 2007).
Pelanggan Perusahaan Listrik Negara dan Tarif Dasar Listrik Masyarakat yang menjadi pelanggan PLN beraneka ragam. Pelanggan PLN dapat dikategorikan dari berbagai sudut pandang, yaitu (a) segi peruntukan ada 5 golongan besar; rumahtangga, badan sosial, bisnis, industri dan pelayanan publik, satu dengan yang lain berbeda kepentingan dalam penggunaan energi listrik, dan dikenakan tarif yang berbeda, (b) segi tegangan penyambungan tenaga listrik ada 3 kelompok, pelanggan listrik tegangan rendah, pelanggan listrik tegangan menengah, pelanggan listrik tegangan tinggi, (c) dari segi batas daya yang di gunakan, mulai 450 VA sampai lebih dari 6.600 VA.
27 Sebagian besar pelanggan PLN adalah pelanggan rumahtangga, terutama rumahtangga kecil dengan daya tersambung 450VA dan 900VA. Konsumsi listriknya juga kecil, yaitu rata-rata 78 kWh/bulan untuk pelanggan R1450 VA dan 118 kWh/bulan untuk pelanggan R1-900 VA. Pelanggan rumahtangga yang relatif besar R2 > 2200 VA mengonsumsi rata-rata 636 kWh/bulan, dan pelanggan R3> 6600 VA mengonsumsi rata-rata 1662 kWh/bulan.
Pengertian
dari 1 kWh misalkan untuk 5 lampu @ 20 watt,
dinyalakan rata-rata 15 jam per hari, maka dalam satu hari kelima lampu tersebut mengonsumsi listrik = 5 x 20 x 15 = 1500 watt.jam, atau = 1,5 kWh per hari, atau = 45 kWh per bulan (PT. PLN 2010). PT PLN mengeluarkan data pelanggan tahun 2009 tentang jumlah pelanggan dan konsumsi listrik pada masing-masing kelompok seperti terlihat pada Tabel 2. Pemerintah melalui Keputusan Presiden No 89 tahun 2002 membagi golongan tarif
dan batas daya listrik sesuai yang di inginkan oleh
masing-masing pelanggan rumahtangga seperti yang terdapat pada Lampiran 7.
Tabel 2 Konsumsi listrik dan besarnya rekening listrik per pelanggan per bulan dari setiap kelompok pelanggan di seluruh Indonesia
660.821 134.193 64.698
Konsumsi kWh/bulan per pelanggan 80 208 3.029
450, 900 VA 1300,2200 VA >2200sd6600 VA > 6600 VA 450, 900 VA 1300,2200 VA >2200sd200 kVA > 200 kVA
31.676.840 4.641.960 482.576 94.677 677.055 604.118 455.650 4.005
93 241 636 1.662 103 251 1.820 212.249
47.392 160.738 492.090 1.935.905 60.909 178.474 1.879.581 168.438.199
450, 900 VA 1300,2200 VA >2200sd200 kVA > 200 kVA 450, 900 VA 1300,2200 VA >2200 VA P3, T, C, M
620 1.719 36.919 8.363 38.545 29.956 39.274 227.760 39.879.749
122 241 8.294 419.544 108 243 4.593 1.606
68.896 176.984 6.611.097 256.966.271 80.562 185.933 4.015.622 1.232.282
Kelompok Pelanggan
Sosia sangat kecil Sosial kecil Sosial besar
sd 900 VA 1300,2200 VA > 2200 VA
Rumah sangat kecil Rumah kecil Rumah besar Rumah sangat besar Bisnis sangat kecil Bisnis kecil Bisnis besar Bisnis sangat besar Industri sangat kecil Industri kecil Industri besar Industri sangat besar Publik sangat kecil Publik kecil Publik besar Lainnya Total Sumber : PT. PLN (2010)
Jumlah Pelanggan
Rekening Rp/bulan per pelanggan 30.937 121.456 1.922.280
28
Pelanggan Rumahtangga Pengguna Listrik di Profinsi Jawa Barat. Data statistik mencatat bahwa pulau Jawa terbesar dalam mengkonsumsi energi listrik. Pelanggan sektor rumahtangga secara kwantitas adalah yang terbesar dibandingkan sektor industri, bisnis, maupun sektor publik, dan pemerintahan. Seperti yang terlihat pada Tabel 3 dimana pelanggan PLN yang terbesar di Profinsi Jawa Barat adalah pelanggan rumahtangga. Tabel 3 Jumlah pelanggan PLN menurut sektor Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Sumber:
Pelanggan Pelanggan industri rumahtangga 691.438 1.062.955 723.855 1.172.247 758.061 1.245.709 796.358 1.310.686 841.540 1.382.416 882.508 1.455.884 931.143 1.655.325 Badan Pusat Statistik (2008)
Tabel 4 memperlihatkan yang
disertai
dengan
Pelanggan usaha 26.796.675 27.885.612 28.903.325 29.997.554 31.095.970 32.174.485 33.118.262
Pelanggan umum 44.337 46.014 46.824 46.818 46.520 46.476 46.494
Jumlah pelanggan 33.366.446 29.827.728 30.953.919 32.151.416 33.366.446 34.559.353 35.751.224
adanya peningkatan pada jumlah penduduk
meningkatnya
jumlah
pelanggan
PLN.
Hal
ini
mengakibatkan peningkatan pula pada konsumsi listrik pada sektor tersebut.
Tabel 4 Jumlah pelanggan dan konsumsi tenaga listrik PLN per kapita dan per pelanggan di Profinsi Jawa Barat
Tahun
Jumlah penduduk
Jumlah pelanggan rumahtangga
2000 203.456,01 1.062.955 2001 208.900,60 1.172.247 2002 212.003,50 1.245.709 2003 215.152,38 1.310.686 2004 217.854,10 1.382.416 2005 220.553,07 1.455.884 2006 223.013.78 1.655.325 Sumber: Badan Pusat Statistik (2008)
Penjualan tenaga listrik 79.164,81 84.520,38 87.088,74 90.440,94 100.097,46 107.032,23 112.609,80
Konsumsi tenaga listrik per kapita 0,389 0,405 0,411 0,420 0,459 0,485 0.505
Konsumsi tenaga listrik per pelanggan 2,373 2,834 2,813 2,813 3,000 3,097 3.150
Kebijakan Pemerintah Tentang Hemat Energi Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999 dicantumkan, bahwa dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan energi harus dilakukan pengelolaan energi secara hemat dan efisien, dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan dalam negeri, peluang eksport, kelestarian sumber daya energi, serta perlu di perhatikan cadangan energi dewasa ini, seperti konsumsi energi primer
29 dan energi final komersial meningkat, pergeseran pemakaian energi final pada individu meningkat dan BBM masih mendominasi pemakaian energi. Pola kebijakan pemerintah dalam penggunaan energi yang efisien melalui program konversi energi atau penghematan energi listrik, secara teknis dilakukan di bawah pembinaan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT PLN, antara lain dengan melakukan berbagai upaya guna meningkatkan penghematan energi. Pemerintah
telah
mengeluarkan
beberapa
kebijakan
tentang
penghematan energi, diantaranya adalah: 1. SK Menteri ESDM No 2 th 2004 tentang kewajiban hemat energi dengan menggunakan teknologi efisien dan ramah lingkungan. 2. INPRES No 10 tahun 2005 tentang penghematan energi pada sektor pemerintahan. 3. INPRES No 2 tahun 2008 tentang penghematan energi di semua sektor. Inpres tersebut perlu diterapkan kepada seluruh elemen masyarakat dalam segala aktivitasnya, karena selama ini masyarakat Indonesia cenderung boros dalam pemakaian energi dan menggunakannya secara berlebihan. 4. Pencanangan gerakan hemat listrik nasional pun dilakukan oleh pemerintah pada tanggal 27 April 2008, pemerintah berharap masyarakat memiliki kesadaran dan membudayakan perilaku hemat dalam mengkonsumsi listrik. 5. PT PLN mengkampanyekan program lampu hemat energi pada rumahtangga kecil, kampanye matikan dua titik pada pukul 17.00-22.00. 6. Tahun 2008 PT PLN menggalakkan program pemasangan listrik prabayar dengan cara menggunakan token (semacam pulsa), diharapkan dengan listrik prabayar bisa membantu masyarakat mengedalikan konsumsi listrik untuk menggunakan listrik sesuai anggran biayanya. 7. Tahun 2010 PT PLN menerapkan strategi mekanisme tarif, yaitu melalui kebijakan pengenaan tarif keekonomian bagi pelanggan mampu. Dengan penerapan
tarif
keekonomian,
berarti
juga
mengurangi
subsidi
dari
pemerintah untuk pelanggan. Kebijakan pengenaan tarif keekonomian bagi pelanggan mampu dimaksudkan untuk mendorong pelanggan menggunakan listrik secara hemat dan seperlunya. Pengenaan harga listrik sesuai dengan harga keekonomian ini diharapkan: tumbuh kesadaran bahwa listrik itu tidak murah, terdorong untuk menghemat pemakaian listrik, mendukung program konservasi energi, dan berkurang subsidi pemerintah untuk listrik.
30
Himbauan
pemerintah
untuk
menghemat
energi
listrik
di
sektor
penerangan rumahtangga sangat berpotensi dalam menaikkan partisipasi masyarakat dalam menghemat energi dan mengurangi dampak pemanaan global. Sari et al (2003) menjelaskan, restrukturisasi ketenagalistrikan yang berdampak terhadap perusakan lingkungan karena tidak adanya insentif bagi penyalur untuk menerapkan pemakaian listrik secara hemat. Pentingnya pengelolaan dari sisi permintaan (Demand Side Management) melalui praktek efisiensi bukan saja mengurangi pemakaian listrik akan tetapi mengurangi dampak pemakaian berlebih yaitu kerusakan lingkungan. Dengan menggunakan telaah DSM, maka seluruh perilaku pelanggan menjadi penting diidentifikasi dan dikelola. PLN, menterjemahkan konsep DSM dengan pendekatan sebagai berikut. 1. Mendorong pelanggan menghemat pemakaian tenaga listrik. 2. Mendorong upaya peak-clipping, yaitu menurunkan Waktu Beban Puncak (WBP) melalui pembedaan tarif dan tarif Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) yang lebih tinggi bagi pelanggan-pelanggan tarif S-3, B-3, I-2, I-3, P-2, C dan T di Jawa-Bali 3. Mempertahankan blok tarif progresif (makin tinggi mengkonsumsi kWh, membayar makin mahal) bagi tarif rumahtangga.
Sosialisasi Program Hemat Energi Listrik Listrik telah menjadi kebutuhan primer dalam masyarakat saat ini, tanpa listrik segala kebutuhan dan pekerjaan pun terhambat. Rumah membutuhkan pamakaian daya listrik yang tidak sedikit, terlebih lagi dengan semakin mendominasinya pemakaian barang-barang elektronik di rumah yang dapat menunjang efektifitas dan efisiensi waktu serta tenaga dalam menyelesaikan pekerjaan domestik. Penghematan listrik pada tingkat rumahtangga dapat menciptakan efisiensi konsumsi listrik nasional mengingat rumahtangga memiliki kontribusi yang sangat besar untuk konsumsi listriknya. Selain itu, dengan melakukan penghematan tentunya kita bisa lebih menekan pengeluaran untuk pembayaran tagihan listrik. Kementerian ESDM (2008c) dalam sosialisasi kebijakan penghematan pemakaian listrik menyatakan, pemerintah telah menginstruksikan kepada PT PLN untuk secepatnya melakukan penghematan kebutuhan listrik dengan upaya-upaya, diantaranya:
31 1. Mempercepat pergantian bahan bakar minyak solar (high speed diesel/HSD) menjadi minyak bakar (marine fuel oil/MFO). 2. Mempercepat pasokan gas, khususnya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Tawar. 3. Menurunkan susut jaringan dan meningkatkan efisiensi administrasi. 4. Menerapkan program penghematan BBM melalui pembagian lampu hemat energi (LHE) dan penerapan tarif non subsidi bagi pelanggan mampu. Dalam
penerapan tarif non subsidi, telah disiapkan kebijakan yang
mendorong masyarakat untuk berhemat dengan beberapa prinsip sebagai berikut: 1. Bahwa pelanggan yang memakai tenaga listrik sampai batas hemat tertentu (80 % dari pemakaian rata-rata nasional, pada kelompok tarifnya) akan dikenakan tarif bersubsidi. Sedangkan pelanggan yang tidak bisa berhemat (memakai melebihi batas hemat) akan dikenakan tarif non subsidi. 2. Pelanggan-pelanggan kecil seperti pelanggan 450 VA, 900 VA, 1.300 VA, dan 2.200 VA tetap membayar rekening seperti biasanya dan tidak terkena dalam kebijakan ini. Namun dihimbau untuk tetap berhemat. 3. Ketentuan akan diberlakukan kepada pelanggan R-3 dan termasuk pelanggan rumahtangga (R), pelanggan bisnis (B), pelanggan pemerintah (P) dengan daya mulai 6.600 VA. Ketentuan ini akan diberlakukan untuk rekening yang ditagihkan pada bulan Mei. 4. Dengan ketentuan ini maka skema kebijakan insentif dan disinsentif yang sebelumnya telah diusulkan oleh PT PLN (Persero) tidak digunakan lagi. 5. Basis perhitungan yang digunakan adalah berdasarkan tarif dasar listrik sesuai Keputusan Presiden No. 104 Tahun 2003, dimana tarif non subsidi merupakan penerapan tarif
Multiguna (Tarif M) yang telah diatur dalam
Kepres tersebut. PT PLN menyatakan prinsip-prinsip yang perlu di perhatikan dan menumbuhkan kesadaran hemat energi listrik di rumahtangga antara lain adalah: 1. Menyambung daya listrik dari PLN sesuai dengan kebutuhan, untuk rumahtangga kecil cukup menggunakan daya 450VA sampai 900VA dan untuk rumahtangga sedang cukup menggunakan daya 900VA sampai 1300VA. 2. Memilih peralatan rumahtangga yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan
32
3. Membentuk perilaku anggota rumahtangga yang hemat energi listrik, seperti menyalakan alat-alat listrik saat di perlukan. 4. Menggunakan alat listrik secara bergantian. 5. Menggunakan tenaga listrik untuk menambah pendapatan rumahtangga. 6. Memilih peralatan listrik yang hemat dalam penggunaan listrik. Gerakan hemat energi pada dasarnya adalah sebuah bentuk tindakan bagus karena akan membiasakan masyarakat untuk menggunakan sesuatu secara seefisien mungkin dan seperlunya. Dampak yang ditimbulkan jika masyarakat mengikuti anjuran hemat energi adalah pengeluaran yang harus dibayarkan juga bisa ditekan. Sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari (Putra 2008). Beberapa program sosialisasi yang telah dilakukan: 1. Pada tanggal 27 April 2008, pemerintah mencanangkan gerakan hemat energi bersamaan dengan diluncurkannya maskot hemat listrik berbentuk lampu pijar bernama kak bili (bijak listrik). 2. Pada tanggal 28 Mei 2008, PLN wilayah Batam bekerjasama dengan harian Tribun Batam mengadakan sosialisasi hemat listrik yang dilakukan bersama 500 siswa-siswi SD Charitas berupa pemutara film animasi dan presentasi. 3. Pada tanggal 3 Agustus 2008, PLN mengadakan sosialisasi penghematan listrik di Bandung bersama Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan menghasilkan gerakan hemat energi se-Jawa Barat. 4. 11 Oktober 2008, PLN wilayah Kendari bekerjasama dengan mahasiswa Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Elektro Universitas Haluoleo (Unhalu) untuk melakukan sosialisasi hemat energi yang bijak kepada masyarakat umum. 5. Pada tanggal 14 Februari 2009, PLN wilayah Jawa Timur mengadakan sosialisasi Generasi Hemat Listrik (Genematik) bersama siswa pelajar seSurabaya. 6. Pada tanggal 13 Februari 2010, PLN wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Elektro (HME) Universitas Hasanuddin (Unhas) melakukan sosialisasi penghematan listrik yang ditujukan kepada pelajar. 7. Pada tanggal 16 Februari 2010, PLN wilayah Pandeglang menggelar sosialisasi kelistrikan, serta menampung dan menerima keluhan masyarakat terkait pelayanan kelistrikan.
33 8. Pada tanggal 28 April 2010, Kota Malang menjadi duta Jawa Timur dalam pilot project Gerakan Nasional Hemat Listrik Masuk Sekolah. Tahap awal, SMKN 4, SMKN 6, SMKN 10, dan SMK PGRI 3 yang dijadikan sekolah contoh. 9. PLN distribusi wilayah Jawa Barat dan Banten melalui forum hemat energi yang di bentuk membuat panduan bagi pelanggannya bagaimana langkah menghemat biaya dengan cara menghemat listrik yang terdapat pada Lampiran 3. Buku panduan tersebut memuat tentang tips penghematan listrik di rumah dan bangunan gedung.