II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Merger dan Akuisisi Merger adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih guna membentuk satu perusahaan. Sedangkan akuisisi adalah prosedur dimana satu perusahaan membeli properti dan mengambil alih kewajiban dari perusahaan lain (Prasetya,, 2009). Tujuan merger bank dimaksudkan untuk mengurangi biaya tenaga kerja, biaya overhead dan mengkombinasikan antara efisiensi yang telah dicapai oleh partner merger, dan mengurangi jumlah cabang yang tingkat operasionalnya overlapping antara satu cabang dengan cabang lain (Smith 1996, diacu dalam Safitri 2006). Merger dan akusisi digunakan sebagai upaya restrukturisasi dan rekapitalisasi perbankan yang belum memiliki kinerja yang ideal. Ditinjau dari sudut kegiatan usaha perusahaan yang terlibat, merger dibagi atas tiga kelompok (Reed dan Lajoux, 1999, diacu dalam Pranawaningsih, 2011) yaitu : 1) Merger horizontal, yaitu merger yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang mempunyai jenis dan tingkatan usaha yang sama, dan sebelumnya justru saling bersaing di dalam memproduksi barang/jasa yang sama, atau menjual/memasarkan barang atau jasa yang sama dalam suatu wilayah pemasaran. 2) Merger vertikal, yaitu merger yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di dalam bidang/jenis yang sejenis, tetapi berbeda dalam tingkat operasinya. 3) Merger konglomerat, yaitu merger yang di lakukan oleh perusahaanperusahaan yang saling tidak mempunyai hubungan, baik dalam arti horizontal maupun vertikal. Akuisisi mengakibatkan
adalah
pengambilalihan
beralihnya
No.32/51/KEP/DIR pasal 1).
pengendalian
kepemilikan
suatu
terhadap
bank (SK
bank Dir.
yang BI
12
Pengambilalihan kepemilikan dapat berupa pembelian sebagian terbesar atau seluruhnya saham-saham dari perusahaan lainnya itu. Masing-masing perusahaan baik perusahaan yang mengambil alih maupun perusahaan yang diambil alih tetap mempertahankan aktivitasnya, identitasnya, dan kedudukannya sebagai perusahaan-perusahaan yang mandiri. Pengambilalihan perusahaan ini sering diistilahkan dengan “acquisition”, “take over”, dan “overname”, yaitu pengambilalihan suatu perusahaan (perusahaan target) oleh perusahaan lainnya (perusahaan raider) melalui penawaran untuk membeli sebagian atau seluruh saham dari perusahaan target dengan harga yang lebih tinggi dari nilai harga pasar yang normal. Akuisisi, jika dilihat di kamus berarti “the act of becoming the owner of certain property”, sementara itu, Lipton dan A Herzberg (1991), diacu dalam Safitri (2006)
menerangkan pengambilalihan dengan ungkapan berikut, take
overs provide a mechanism, where by company asset come under the control of a person, invariably accompany, which believes it can utilize the asset in a more sufficient way than was previously the case”. Disini tampak adanya tindakan atau mekanisme yang mengakibatkan adanya aset oleh satu pihak, dan pihak yang mengambilalih ini dapat mengelola asset yang ada secara lebih efisien dibandingkan jika hal itu dilakukan oleh perseroan sebelumnya. Pengertian secara luas dari akuisisi adalah pembelian hak atas suatu bagian perusahaan lain, sehingga akuisitor (perusahaan pembeli) dapat menguasai atau mengambil alih perusahaan lain (target company) dengan melalui control terhadapnya. Dapat juga dikatakan bahwa akuisisi adalah pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lainnya yang dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu yang pertama dengan mengambil alih aset perusahaan yang diambil alih. Misalnya, mesin-mesin, pabrik-pabrik. Sementara cara kedua, adalah membeli saham-saham dari perusahaan yang mengambil alih (Prasetya dalam Safitri, 2006). Akuisisi saham perusahaan merupakan salah satu bentuk akuisisi yang paling umum ditemui dalam kegiatan
akuisisi,
sebagai
contohnya adalah
banyak perbankan nasional dalam kurun waktu 1970-an sampai 1980-an, seperti Panin yang telah mengakuisisi Bank Lingga Arta, Bank Pembangunan Ekonomi, dan Bank Pembangunan Sulawesi, juga terjadi pada BCA yang telah mengakuisisi
13
Bank Sarana Indonesia, Bank Gemari, dan Indo Commercial Bank. Perusahaan yang mengakuisisi itu biasanya merupakan perseroan besar yang mempunyai dana yang cukup kuat, luas operasi usahanya, memiliki manajemen yang baik, serta biasanya tergolong dalam kelompok konglomerat. Ada perbedaan antara akuisisi saham dan akuisisi aset perseroan, akuisisi saham akan mengakibatkan perubahan mayoritas kepemilikan saham dan ada kemungkinan campur tangan dalam manajemen, karena segala untung rugi dan tanggung jawab serta risiko beralih kepada pemegang saham dan manajemen baru . Sebaliknya, bila dilakukan akuisisi terhadap aset perseroan yang biasanya berupa tanah, bangunan, mesin yang semuanya berupa aktiva tetap, maka pemegang saham lama akan memperoleh dana segar hasil akuisisi tersebut yang akan dipergunakan untuk membayar utangnya kepada pihak kreditur, setelah itu bisa saja perseroan tersebut dilikuidasi. Penggabungan usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara yang didasarkan pada pertimbangan hukum, perpajakan, atau alasan lainnya. Di Indonesia didorong oleh semakin besarnya pasar modal, transaksi merger dan akuisisi semakin banyak dilakukan. Bentuk-bentuk penggabungan usaha antara lain melalui merger dan akuisisi selain kedua bentuk tersebut masih ada bentukbentuk penggabungan usaha lainnya yaitu konsolidasi. Dari ketiga kelompok tersebut
yang banyak berkembang di Indonesia adalah merger dan akuisisi.
Praktek akuisisi di Indonesia umumnya dilakukan oleh satu grup (internal acquition) khusus pada perusahaan yang go publik. Merger dan akuisisi ini telah berkembang menjadi tren beberapa perusahaan perbankan. Pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan merger dan akuisisi yaitu motif ekonomi dan motif non ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimalkan kemakmuran
pemegang
saham. Termasuk motif ekonomi adalah motif untuk mencapai sinergi dan motif untuk mencapai posisi strategi. Motif strategi dimaksudkan untuk membangun keunggulan kompetitif jangka panjang perusahaan yang pada akhirnya bermuara kepada peningkatan nilai perusahaan atau peningkatan kemakmuran pemegang saham. Motif non ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi
14
tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subjektif atau ambisi pribadi pemilik atau menajemen perusahaan. Hanya alasan yang bersifat ekonomis dan rasional yang bisa diterima sehingga aktivitas Merger dan Akuisisi bisa di pertanggung jawabkan. 2.1.2. Definisi Efisiensi Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang cukup populer dalam dunia perbankan, di mana efisiensi merupakan suatu konsep yang secara umum telah digunakan dalam mengukur kinerja suatu perusahaan. Menurut Srivastava (1999), suatu perusahaan dikatakan efisien apabila perusahaan tersebut dapat meminimalkan biaya dalam menghasilkan output tertentu atau dapat memaksimalkan keuntungannya dengan menggunakan kombinasi input yang ada. Efisiensi dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input), atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari satu input yang dipergunakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisien menurut InterCAFE LPPM IPB, (2007), yaitu : 1) Mempergunakan jumlah unit input tertentu dapat menghasilkan output yang lebih banyak, 2) Menghasilkan output tertentu dengan menggunakan input yang lebih sedikit Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada, adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Coelli, et al. (1998) menyatakan bahwa konsep efisiensi secara umum dibedakan menjadi tiga yaitu: efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency), dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Konsep efisiensi disajikan pada Gambar 2 efisiensi teknis mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu. Sebuah bank secara teknis
15
dikatakan lebih efisien dibandingkan bank lain, apabila dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama, memperoleh output secara fisik yang lebih tinggi, titik A, namun tidak melibatkan faktor harga. Efisiensi harga atau alokatif mengukur tingkat keberhasilan bank dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marginalnya, titik B. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi dan efisiensi harga yang ditunjukkan oleh titik S’. Dalam perhitungan efisiensi menurut Coelli, et al. (1998) ada dua pendekatan yaitu dengan pendekatan input dan pendekatan ouput. Pendekatan input dijelaskan melalui kurva isocost yang ditunjukkan oleh kurva AA’ dan isoquant yang ditunjukkan oleh kurva BB’. Perbandingan yang dilakukan adalah dua penggunaan input terhadap satu output dengan asumsi constant return to scale. X₂ /Y P
B A S R
S’
0
B’
A’
X₁ /Y
Sumber : Coelli, et al (1998)
Gambar 2. Efisiensi Teknis dan Alokatif Misalkan bank yang diuji efisiensinya berada di titik P. Jarak antara SP menunjukkan adanya inefisiensi teknis yang merupakan jumlah input yang dapat dikurangi tanpa mengurangi jumlah output. Sehingga efisiensi teknis dapat dihitung dengan rasio dari 0S/0P. Titik S merupakan titik yang efisien secara teknis karena berada di kurva isoquant. Untuk efisiensi secara alokasi dihitung berdasarkan rasio 0R/0S. Jarak RS menunjukkan pengurangan biaya yang dapat dilakukan guna mencapai efisiensi secara alokatif. Pada akhirnya titik yang efisien secara alokatif dan teknis atau dengan kata lain efisiensi secara ekonomis
16
adalah di titik S’. Efisiensi teknis menurut Kumbhakar dan Lovell (2000), diacu dalam Ardhiana (2005) adalah “produsen dikatakan efisien secara teknis jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output dari yang telah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu”. Berdasarkan definisi di atas, efisiensi teknis dapat diukur dengan pendekatan dari sisi output dan sisi input. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi output merupakan rasio dari output observasi terhadap output batas. Indeks efisiensi ini digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur efisiensi teknik di dalam stochastic frontier. Pengukuran efisiensi teknis dari sisi input merupakan rasio input atau biaya batas (frontier) terhadap input atau biaya observasi. Bentuk umum dari ukuran efisiensi teknis yang dicapai oleh observasi ke-i pada waktu ke-t didefinisikan sebagai berikut (Coelli, et al. 1998): 𝑇𝐸𝑖 =
𝑦𝑖
exp(𝑥𝑖 𝛽)
=
exp(𝑥𝑖 𝛽−𝑢𝑖 ) 𝑒𝑥𝑝(𝑥𝑖 𝛽)
= exp(−𝑢𝑖 )
(2.1)
dimana TE adalah efisiensi teknis bank ke-i, y adalah variabel output bank,
x adalah variabel input bank, exp(−𝑢𝑖 ) adalah nilai harapan (mean) dari 𝑢𝑖 , jadi
0 ≤ 𝑇𝐸𝑖 ≤ 1. Nilai efisiensi teknis tersebut berhubungan terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data). 2.1.3. Konsep Efisiensi Konsep efisiensi ekonomi dalam institusi keuangan menurut Berger dan Mester (1997) terdiri dari tiga, yaitu: 1.
Efisiensi Biaya (Cost Efficiency) Efisiensi biaya mengukur seberapa dekat biaya bank tersebut dibandingkan terhadap biaya dari suatu bank yang beroperasi pada tingkat kinerja terbaiknya yang mana menghasilkan output yang sama dan dalam kondisi yang sama. Suatu bank dikatakan tidak efisien jika tingkat biaya dari bank tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat biaya bank frontier yang beroperasi pada tingkat kinerja terbaiknya (best practice).
17
2. Efisiensi Keuntungan (Standard Profit Efficiency) Efisiensi Keuntungan mengukur seberapa besar bank dapat menghasilkan maksimum profit dengan tingkat harga input dan harga output tertentu. Pendekatan profit efficiency secara konsep ekonomi jauh lebih baik dibandingkan dengan pendekatan cost efficiency (Berger dan Mester (2007)). Berger dan Mester (2007) menyatakan tentang konsep efisiensi keuntungan adalah superior terhadap efisiensi biaya untuk mengevaluasi keseluruhan kinerja dari sebuah perusahaan dan menyarankan sebuah model efisiensi keuntungan 3. Efisiensi Keuntungan Lainnya (Alternative Profit Efficiency) Efisiensi keuntungan lainnya mengukur seberapa besar bank dapat memperoleh keuntungan maksimum pada tingkat harga output tertentu dibandingkan dengan tingkat harga output. Standard profit efficiency dan cost efficiency dapat memberikan ukuran yang tepat tentang seberapa baik bank tersebut menghasilkan output dan menggunakan input relatifnya terhadap bank yang menjadi benchmark, menurut asumsi yang mendasarinya. Tetapi, jika asumsi tersebut tidak terpenuhi maka bisa digunakan alternative profit function. Alternative profit function bisa memberikan informasi yang berguna ketika satu atau lebih kondisi berikut ini berlaku: 1. Ada perbedaan kualitas output yang tidak tercakup dalam model dan perbedaan dalam banking services yang tidak dapat diukur. 2. Tingkat output tidak sama (output are not completely variable), misal antara bank kecil dengan bank besar. 3. Sifat/jenis pasar perbankan yang ada tidak bersifat persaingan sempurna (not perfectly competitive). 4. Data mengenai harga output kemungkinan tidak akurat. 2.1.4. Fungsi Biaya Pendekatan fungsi biaya banyak digunakan untuk menjelaskan efisiensi perusahaan yang beroperasi pada lingkungan yang diregulasi (Kumbhakar, 1991). Bank di Indonesia merupakan contoh dari perusahaan yang beroperasi pada lingkungan yang memiliki aturan sangat ketat. Output dari bank dalam
18
industri perbankan diasumsikan eksogen. Selama harga input eksogen (dengan mengasumsikan bahwa pasar kompetitif) dapat ditentukan dugaan dengan menggunakan fungsi biaya. Fungsi biaya diturunkan dari masalah perilaku bank yang meminimumkan biayanya secara umum: 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑖𝑧𝑒 𝐶 = 𝐶(𝑤, 𝑦)
𝑠𝑢𝑏𝑗𝑒𝑐𝑡 𝑡𝑜 𝑓(𝑥) = 𝑦
(2.2)
Dimana :
C = biaya w = vektor harga input x = vektor kuantitas input y = kuantitas output Fungsi biaya mengukur secara minimum biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu tingkat output tertentu dari beberapa harga input yang tetap. Karena fungsi biaya meringkas informasi mengenai informasi pilihan teknologi yang tepat untuk sebuah bank, maka perilaku dari fungsi biaya dapat menginformasikan banyak hal mengenai teknologi dari suatu perusahaan (dalam hal ini adalah bank). Dengan demikian fungsi biaya total (total cost) dari industri perbankan dapat dituliskan sebagai berikut. 𝐶(𝑤, 𝑦) = 𝑤𝑥(𝑤, 𝑦)
(2.3)
Fungsi di atas merupakan biaya minimum untuk memproduksi sejumlah y unit output, atau biaya termurah untuk memproduksi output. Dalam penelitian ini, persamaan 2.2 yaitu total biaya sebagai fungsi dari harga input dan kuantitas output akan diasumsikan mempunyai bentuk fungsi tertentu dan diestimasi dengan menggunakan metode ekonometrika. Fungsi biaya pada persamaan 2.2 mengasumsikan bahwa bank-bank secara ekonomi bertindak efisien. Error pada model yang demikian hanya diakibatkan oleh random noise dan kemungkinan salah dalam melakukan spesifikasi model. Padahal, ada beberapa sumber error dalam pendugaan fungsi biaya, yaitu: a) Inefisiensi teknis, dihasilkan dari kegagalan untuk memproduksi output maksimum yang sebenarnya dapat dihasilkan dengan menggunakan sejumlah input tertentu.
19
b) Inefisiensi alokatif, yaitu alokasi dari input tidak sesuai dengan pilihan proporsi input yang optimal, dengan harga input tertentu. c) White noise, menggambarkan gangguan yang berasal dari luar, faktor keberuntungan dan faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh bank. Input 2
E S
F I G S 0
Input 1
Sumber : Coelli, et all (1998)
Gambar 3. Inefisiensi Teknis dan Inefisiensi Alokatif Misalkan
kombinasi
input
sekarang
adalah
E,
isoquant
SS
mengindikasikan tingkat dari output yang dapat dihasilkan dengan menggunakan kombinasi input E. Perbandingan dari E dengan titik F menunjukkan adanya penggunaan kedua input yang berlebihan. Titik F menunjukkan adanya inefisiensi secara teknis maupun alokatif. Inefisiensi secara alokatif ditunjukkan oleh jarak dari titik ke I ke titik G. Sementara inefisiensi secara teknis ditunjukkan dari jarak antara titik I ke titik F. Pada penelitian ini, untuk mengetahui efisiensi dari perbankan akan dilakukan estimasi dari technical inefficiency dan allocative inefficiency dengan menggunakan metode frontier yang mengestimasi fungsi biaya dengan metode parametrik. Fungsi biaya yang dihasilkan merupakan fungsi biaya total yang dikeluarkan bank yang menjadi benchmark untuk mengukur inefisiensi dari suatu bank dengan cara membandingkan perbedaan biaya aktual yang dikeluarkan oleh bank dengan biaya minimum yang seharusnya dikeluarkan oleh bank tersebut. Perbandingan tersebut diperoleh dengan memanfaatkan error term, yaitu perbedaan hasil estimasi dengan biaya yang diestimasi melalui fungsi biaya. 2.1.5. Skala Ekonomi (Economies of Scale)
20
Secara teoritis, dari fungsi biaya dapat diturunkan beberapa analisis. Analisis yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah skala ekonomi. Sebuah bank dikatakan mencapai skala ekonomi (economies of scale) pada saat dapat melipatduakan output-nya dengan menggunakan biaya kurang dari dua kali lipat, dengan asumsi harga input sama. Sebaliknya skala ekonomi tidak tercapai (diseconomies of scale) apabila bank melipatduakan outputnya dengan menggunakan biaya lebih dari dua kali. Skala ekonomi merupakan suatu ukuran yang cukup penting dalam menilai kinerja suatu perusahaan, misalnya bank. Dengan melakukan evaluasi terhadap skala ekonomi (economies of scale) yang terjadi dapat diperoleh kesimpulan, apabila perusahaan berada dalam skala ekonomi (economies of scale), berarti masih terdapat ruang bagi perusahaan untuk mengeksploitasi skala dari perusahaannya (Srivastava, 1999). Konsep economies of scale equivalent dengan konsep increasing return to scale sebagai kasus khusus. Increasing return to scale tercapai apabila input dilipatduakan secara proporsional dengan harga input sama maka output akan meningkat lebih dari dua kali lipat. Peningkatan input dua kali lipat secara proporsional berimplikasi pada peningkatan biaya dua kali lipat. Dengan demikian kondisi increasing return to scale dari suatu bank menjamin tercapainya kondisi economies of scale. Skala ekonomi diperoleh dengan mencari turunan pertama dari fungsi biaya terhadap output: 𝑆𝐸 =
Dimana :
1
𝜕𝑐(𝑤,𝑦) � � 𝜕𝑦
(2.4)
w = variabel harga input y = variabel output SE > 1, menunjukkan increasing return to scale atau tercapainya skala ekonomi (economies of scale) SE = 1, menunjukkan constant return to scale atau tidak tercapainya skala ekonomi (economies of scale) maupun diseconomies of scale
21
SE < 1, menunjukkan decreasing return to scale atau tidak tercapainya skala ekonomi (diseconomies of scale). Dalam pengukuran skala ekonomi yang diturunkan dari fungsi biaya agregat, dapat diketahui apakah perbankan di Indonesia secara keseluruhan sudah mencapai skala ekonomi atau belum. 2.1.6. Fungsi Keuntungan Lainnya (Alternative Profit Efficiency) Dalam
pendekatan
alternative
profit
efficiency
ini
bank
akan
memaksimalkan keuntungan dengan memilih harga output, p, dan jumlah input, x, untuk sejumlah output, y, dan harga input, r, yang telah ditetapkan. Fungsi indirect profit yang sesuai disebut sebagai fungsi indirect profit alternatif yang merupakan solusi dari masalah optimasi berikut : max𝑝,𝑥 𝜋 = P’Q = (p,r)(y,-x)’
s.t g(p,y,r,z) = 0
(2.5)
h(y,x) = 0
di mana g (p,y,r,z) merupakan pricing opportunity set yang dimiliki oleh bank dalam mentransformasikan y,r,z menjadi harga output. Vektor z terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas yang tercermin dari antara lain NIM dan loan/asset ratio. Fungsi indirect profit yang terkait didapatkan dari hasil penyelesaian metode Lagrangian yang memberikan harga output optimum p = p(y,r,z) dan jumlah input x = x(y,r). Sehingga fungsi indirect profit alternative yang didapat adalah : π= P’Q = [ p(y,r,z),r][y,- x(y,r)]’ =π(y,r,z)
(2.6)
Dimana, y adalah harga-harga output, r adalah harga-harga input dan z faktorfaktor tetap yang mempengaruhi profitabilitas 2.1.7. Fungsi Transedental Logaritma (Translog) Fungsi translog adalah suatu fungsi yang fleksibel mengikuti populasi data yang digunakan. Fungsi translog ini dapat menentukan apakah struktur biaya dari suatu bank mengalami skala ekonomi (economies of scale) yang menurun (decreasing cost), meningkat (increasing cost) atau skala konstan (constant cost). Berbeda halnya dengan fungsi produksi yang biasa dikenal, misalnya fungsi Cobb-Douglas, di mana fungsi ini memiliki asumsi bahwa perusahaan mengalami
22
skala ekonomi yang konstan. Sedangkan untuk fungsi keuntungan hanya bisa mengestimasi dari fungsi tersebut. 2.1.8. Penentuan Input dan Output Sebelum menganalisis efisiensi dari bank dengan menggunakan fungsi biaya yang sesuai, penelitian harus diawali dengan mendefinisikan tujuan dari bank dan memspesifikasikan input dan output yang digunakan oleh bank tersebut dalam kegiatan operasionalnya. Pendekatan yang paling umum dalam mengidentifikasikan input dan output dari bank ada tiga pendekatan berikut : asset approach, user–cost approach dan value-added approach (Berger dan Humphrey, 1992). a) Asset Approach Pendekatan ini dikenal juga dengan intermediate approach. Dalam pendekatan ini, asset yang digunakan sebagai output. Peranan bank adalah sebagai financial intermediaries antara liability holders dan fund beneficiaries (i.e. debtors). Pinjaman dan asset lainnya digunakan sebagai output dari bank, sementara deposito dan liabilities lainnya digunakan sebagai input dalam proses intermediasi. b) User-cost Approach Dalam pendekatan ini, net revenue disebabkan oleh salah satu asset tertentu atau item dari liability yang menentukan apakah suatu produk finansial akan didefinisikan sebagai input atau output. Dalam pendekatan ini, tidak jelas apakah monetary goods merupakan input atau output dalam suatu proses produksi. Jika financial returns dari asset melebihi opportunity cost of funds, maka instrument asset yang bersangkutan (dalam hal ini deposito) diperhitungkan sebagai output. Jika terjadi sebaliknya, maka instrument tersebut diperhitungkan sebagai input. c) Value-added Approach Pendekatan ini juga dikenal dengan production approach. Dalam valueadded approach baik liability maupun asset yang mempunyai nilai tambah yang substansial yang diperlakukan sebagai output, sementara liability dan asset lainnya diperlakukan sebagai input
atau sebagai intermediate products
23
tergantung dari atribut tertentu dari setiap kategori. Perbedaan value added approach dengan user cost approach adalah berdasarkan data dari biaya operasional yang sebenarnya dibandingkan dengan menentukan biaya secara eksplisit. Deposito selalu diperlakukan sebagai output. Dalam penelitian ini pendekatan yang akan digunakan adalah asset approach (intermediate approach) dengan pertimbangan bahwa bank merupakan intermediaries yang merubah deposito menjadi kredit, sehingga deposito digunakan sebagai input, bukan sebagai output. 2.1.9. Pengukuran Efisiensi Perhitungan efisiensi memiliki banyak bentuk dan metode. Pendekatan yang paling sederhana adalah dengan membandingkan rasio keuangan dari laporan keuangan dari laporan keuangan masing-masing bank yang menunjukkan tingkat efisiensi biaya (dalam hal ini BOPO) dan tingkat profitabilitas (ROE dan ROA), akan tetapi metode ini tidak bisa sepenuhnya digunakan dalam laporan keuangan yang kompleks seperti halnya institusi keuangan (Holis, 2006). Penelitian ini menggunakan pengukuran efisiensi perbankan yang dilakukan dengan menggunakan metodologi Frontier. Metodologi Frontier adalah metodologi menghitung efisiensi produksi individu yang diukur dengan membandingkannya terhadap standar tertentu. Dengan perkataan lain, efisiensi biaya dihitung dengan membandingkan biaya dari setiap bank terhadap suatu fungsi yang menjadi frontiernya. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Berger dan Humphrey (1997) sebelumnya, bahwa analisis frontier dibagi atas metode non parametrik dan parametrik dalam mengukur efisiensi institusi keuangan. Pendekatan nonparametrik terbagi atas 2, yaitu Data Envelopment Analysis (DEA) dan Free Disposal Hull (FDH). Pada metode parametrik ini terdapat tiga pendekatan utama, yaitu Stochastic Frontier Analysis (SFA), Distribution Free Approach (DFA), dan Thick Frontier Approach (TFA). SFA, kadang-kadang juga dijelaskan sebagai pendekatan frontier ekonomi, spesifik sebuah bentuk fungsi dari cost, profit, atau hubungan produksi sejumlah input, output, dan faktor lingkungan, dan memperhitungkan random error.
24
SFA disusun dari model error di mana inefisiensi diasumsikan mengikuti asimetri distribusi, biasanya half-normal, sementara random error mengikuti simetris distribusi, biasanya standard normal. Inilah kelemahan dari model stochastic frontier dimana secara umum tidak ada sebuah pengakuan terhadap bentuk penyebaran yang pasti dari variabel–variabel 𝜇𝑖 . Bentuk distribusi
setengah normal dan eksponesial adalah bentuk distribusi yang selama ini dipilih. Akan tetapi menurut Coelli, et al. (1998) kedua bentuk distribusi ini cenderung bernilai nol sehingga kemungkinan besar efek efisiensi yang dicari juga mendekati nol. Dalam Coelli, et al. (1998), Stevenson (1980)
menanggapi
kritikan ini dengan membuat bentuk penyebaran yang lebih umum seperti terpotong
normal (truncated-normal) dan dua parameter gamma untuk
menangkap efek inefisiensi teknis (Greene, 1990). Kedua distribusi tersebut memiliki bentuk distribusi yang lebih luas. Model pemotongan terhadap penyebaran normal lebih mudah dibandingkan model gamma. Penyebaran pemotongan normal adalah generalisasi dari penyebaran setengah normal. Penyebaran ini diperoleh dari pemotongan pada nilai nol dari penyebaran normal dengan nilai harapan variansnya adalah μ dan 𝜎 2 . Jika nilai μ adalah nol maka distribusinya adalah setengah normal.
Inefisiensi harus memiliki truncated distribusi karena inefisiensi tidak bisa menjadi negatif. Inefisiensi dan error diasumsikan menjadi orthogonal pada input, output, dan variabel lingkungan dispesifik dalam persamaan estimasi. Inefisiensi yang diestimasi untuk berbagai perusahaan diambil dari rata-rata kondisi atau model dari distribusi inefisiensi, memberikan observasi error term (Berger dan Humphrey, 1997). Asumsi half-normal untuk distribusi inefisiensi secara relatif tidak fleksibel dan memperkirakan bahwa kebanyakan perusahaan yang dikelompokkan mendekati efisiensi penuh. Dalam prakteknya, meskipun, distribusi yang lain mungkin lebih tepat (Greene, 1990). Beberapa penelitian institusi keuangan telah menemukan bahwa secara spesifik lebih umum distribusi truncated normal untuk inefisiensi menghasilkan minor, tetapi signifikan secara statistik, hasil yang berbeda dari kasus khusus pada half-normal (Berger dan Humphrey, 1997). Walaupun demikian, metode ini yang memperhitungkan untuk asumsi secara fleksibel distribusi dari inefisiensi membuat kesulitan dalam
25
memisahkan inefisiensi dari random error dalam kerangka susunan error, semenjak truncated normal dan gamma distribusi mungkin dekat dengan distibusi simetris normal yang diasumsikan untuk random error (Berger dan Humphrey, 1997). Sementara itu, DFA juga spesifik sebuah bentuk fungsi untuk frontier, tetapi memisahkan inefisiensi dari random error dalam bentuk yang berbeda. Tidak seperti SFA, DFA membuat tidak kuat asumsi yang menjelaskan spesifik distribusi dari inefisiensi atau random error. Sebaliknya, DFA mengasumsikan bahwa efisiensi tiap perusahaan adalah stabil sepanjang waktu, dimana random error cenderung rata-rata menjadi nol sepanjang waktu. Estimasi dari inefisiensi untuk masing-masing perusahaan dalam set panel data adalah kemudian tergantung pada perbedaan antara rata-rata residual dan rata-rata residual dari perusahaan yang berada pada frontier, dengan beberapa perhitungan random error adalah nol. Dengan DFA, inefisiensi dapat mengikuti hampir semua distribusi, meskipun satu secara fair mendekati simetris, sepanjang inefisiensi tidak negatif (Berger dan Humphrey, 1997). Terakhir, TFA merupakan spesifik dari bentuk fungsi dan asumsi jarak kinerja yang diprediksi dengan yang tertinggi dan terendah kinerjanya mewakili random error, sementara jarak dalam kinerja yang diprediksi antara yang tertinggi dan terendah mewakili inefisiensi. Pendekatan ini mengesankan tidak ada asumsi distribusi pada inefisiensi yang lain atau random error kecuali mengasumsikan bahwa inefisiensi berbeda antara yang tertinggi dan terendah quartiles dan bahwa random error tetap dalam quartiles ini. TFA tidak mengemukakan point estimasi dari efisiensi untuk perusahaan individu tetapi merupakan yang diharapkan meskipun untuk mengemukakan sebuah estimasi dari level umum pada efisiensi secara keseluruhan. TFA mengurangi dampak dari point yang ekstrem pada data, sebagaimana DFA ketika rata-rata residual ekstrem saling berpotongan (Berger dan Humphrey, 1997). Pada umumnya bahasan mengenai SFA melibatkan fungsi biaya (stochastic cost frontier) dan fungsi produksi (stochastic production frontier) yang dianalogkan dengan fungsi keuntungan. Selanjutnya, penelitian ini akan menjelaskan metodologi frontier yang digunakan yaitu Stochastic Frontier Approach (SFA).
26
a) Analisis SFA pada cost frontier Analisis SFA didasarkan pada sebuah cost frontier, yang dapat diekspresikan dalam bentuk: 𝐸𝑖 ≥ 𝑐(𝑦𝑖 , 𝑤𝑖 , 𝛽), 𝑖 = 1,2, . . , 𝑛
(2.7)
Dimana:
𝐸𝑖 = 𝑤𝑖𝑇 𝑥𝑖 = ∑𝑛 𝑤𝑛𝑖 𝑥𝑛𝑖 adalah pengeluaran yang dilakukan oleh bank ke-i
𝑦𝑖 = (𝑦1𝑖 , … , 𝑦𝑚𝑖 ) ≥ 0 adalah vektor dari kuantitas output yang diproduksi oleh
bank ke-i.
𝑤𝑖 = (𝑤1𝑖 , … , 𝑤𝑛𝑖 ) > 0 adalah vektor harga input yang dihadapi oleh bank ke-i
𝑐𝑖 (𝑦𝑖 , 𝑤𝑖 , 𝛽) = cost frontier yang berlaku umum untuk semua bank β = vector
dari parameter yang harus diestimasi.
Misalnya 𝐶𝐸𝑖 adalah efisiensi biaya dari bank ke-i, maka dari persamaan (2.7) dapat diketahui bahwa: 𝐶𝐸𝑖 =
𝑐(𝑦𝑖 ,𝑤𝑖 ,𝛽) 𝐸𝑖
(2.8)
Persamaan (2.8) mendefinisikan efisiensi biaya sebagai rasio dari biaya minimum yang mungkin terhadap biaya sebenarnya. Nilai 𝐶𝐸𝑖 ≤ 1. Semakin
kecil nilai dari 𝐶𝐸𝑖 menunjukkan bahwa bank yang bersangkutan semakin tidak
efisien.
Pada persamaan (2.7) cost frontier 𝑐(𝑦𝑖 , 𝑤𝑖 , 𝛽) bersifat deterministik.
Formulasi deterministic yang demikian mengabaikan fakta bahwa biaya mungkin dipengaruhi oleh gangguan acak (random shock) yang tidak dapat dikendalikan oleh bank. Stochastic cost frontier dapat dituliskan sebagai: 𝐸𝑖 ≥ 𝑐𝑖 (𝑦𝑖 , 𝑤𝑖 , 𝛽). exp{𝑣𝑖 }
(2.9)
Dimana: [𝑐𝑖 (𝑦𝑖 , 𝑤𝑖 , 𝛽). exp{𝑣𝑖 }] adalah stochastic cost frontier. Stochastic cost
frontier terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian deterministic 𝑐𝑖 (𝑦𝑖 , 𝑤𝑖 , 𝛽) yang berlaku
sama untuk semua bank dan bagian acak exp{𝑣𝑖 } yang berlaku khusus untuk masing-masing bank. exp{𝑣𝑖 } menangkap gangguan acak pada setiap bank. Jika
cost frontier bersifat stochastic, ukuran yang tepat untuk efisiensi biaya adalah: 𝐶𝐸𝑖 =
𝑐𝑖 (𝑦𝑖 ,𝑤𝑖 ,𝛽).exp{𝑣𝑖 } 𝐸𝑖
(2.10)
yang mendefinisikan efisiensi biaya sebagai rasio dari biaya minimum yang
27
dapat dicapai dalam lingkungan yang dikarakteristikan dengan exp{𝑣𝑖 } terhadap biaya yang sesungguhnya, nilai 𝐶𝐸𝑖 ≤ 1. Semakin kecil nilai dari 𝐶𝐸𝑖
menunjukkan bahwa bank yang bersangkutan semakin tidak efisien.
Pada umumnya bahasan mengenai SFA melibatkan fungsi biaya (stochastic cost frontier) dan fungsi produksi (stochastic production frontier). Fungsi stochastic cost frontier terdiri dari dua bagian, yakni bagian deterministic 𝑓(𝑙𝑛𝑦𝑖𝑡 , 𝑙𝑛𝑤𝑖𝑡 ) dan bagian acak 𝑢𝑖𝑡 + 𝑣𝑖𝑡 . Model dasar pada pendekatan ini
mengasumsikan bahwa biaya total yang dikeluarkan oleh sebuah bank berbeda dari biaya optimal karena adanya random noise 𝑣𝑖 dan komponen inefisiensi 𝑢𝑖 . Biaya total untuk bank ke-i dapat dituliskan dalam bentuk. ln 𝐶𝑖𝑡 = 𝑓(𝑙𝑛𝑦𝑖𝑡 , 𝑙𝑛𝑤𝑖𝑡 ) + 𝜀𝑖𝑡
(2.11)
Dimana:
𝐶𝑖𝑡 = biaya total dari bank ke-i pada periode ke-t
𝑦𝑖𝑡 = vektor kuantitas output yang dihasilkan bank ke-i pada periode ke-t 𝑤𝑖𝑡 = vektor harga input dari bank ke-i pada periode ke-t
𝜀𝑖𝑡 = komponen error yang terdiri dari dua bagian dalam bentuk: ℰ𝑖𝑡 = 𝑢𝑖𝑡 + 𝑣𝑖𝑡
𝑣𝑖𝑡 = faktor acak yang tidak dapat dikendalikan
𝑢𝑖𝑡 = faktor error yang dapat dikendalikan (inefisiensi)
Pada model persamaan (2.11), terdapat tiga spesifikasi distribusi dari komponen error 𝑣𝑖𝑡 dan komponen inefisiensi 𝑢𝑖𝑡 , yakni (Peresetsky, 2010): • •
𝑣𝑖𝑡 ~𝑁(0, 𝜎𝑣2 ), 𝑢𝑖𝑡 ~𝑁 + (0, 𝜎𝑢2 ) (normal dan setengah normal)
𝑣𝑖𝑡 ~𝑁(0, 𝜎𝑣2 ), dan komponen inefisiensi mempunyai sebaran normal terpotong (truncated normal distribution) 𝑢𝑖𝑡 ~𝑁 + (𝑚𝑖𝑡 , 𝜎𝑣2 ) di mana
𝑙 𝑚𝑖𝑡 = ∑𝑙 𝜇𝑙 𝑔𝑖𝑡 dan 𝑔 = (𝑔(1) , … . , 𝑔(1) ) merupakan vektor faktor yang
•
mempunyai dampak terhadap 𝑚𝑖𝑡 (Battese dan Coelli, 1995). (𝑣)
(𝑢)
2 2 𝑣𝑖𝑡 ~𝑁(0, 𝜎𝑣2 ), 𝑢𝑖𝑡 ~𝑁 + (0, 𝜎𝑢2 ) di mana 𝑙𝑛𝜎𝑣,𝑖𝑡 = 𝑎′ 𝑧𝑖𝑡 , 𝑙𝑛𝜎𝑢,𝑖𝑡 = 𝑎′ 𝑧𝑖𝑡
adalah fungsi linier dari variabel-variabel bank dan eksternal.
Untuk ketiga spesifikasi di atas diasumsikan bahwa untuk setiap 𝑢𝑖𝑡 dan
𝑣𝑖𝑡 tidak saling berkorelasi. Menurut Aigner, Lovell dan Schmidt (1977), asumsi
28
dari distribusi error, 𝑣𝑖𝑡 , merupakan two sided normal distribution sedangkan
distribusi dari komponen error inefisiensi, 𝑢𝑖𝑡 , diasumsikan one sided (half
normal distributed). Berdasarkan model SFA di atas, dapat diinformasikan cost efficiency (CE) bank ke-i pada periode ke-t sebagai:
dengan
𝐶𝐸𝑖𝑡 = exp[−𝑢𝑖𝑡 ]
(2.12)
𝑢𝑖𝑡 = 𝜂𝑖𝑡 𝑢𝑖 = exp[−𝜂(𝑡 − 𝑇)]𝑢𝑖
(2.13)
Disini η merupakan parameter yang akan diestimasi dan menunjukkan rate of decline in cost inefficiency. b) Analisis SFA pada Profit Function Pada metode SFA, profit dari suatu bank dimodelkan untuk terdeviasi dari profit efficient frontier-nya akibat adanya random noise dan inefisiensi. Fungsi alternative stochastic frontier yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bentuk umum (log) pada persamaan (2.14) berikut ini. 𝑙𝑛𝜋𝑖𝑡 = 𝑓(𝑙𝑛𝑦𝑖𝑡 , 𝑙𝑛𝑤𝑖𝑡 ) + 𝜀𝑖𝑡
(2.14)
Dimana 𝑦𝑖𝑡 merupakan vektor kuantitas output dari bank ke-i pada periode ke-t dan 𝑤𝑖𝑡 merupakan vektor harga input dari bank ke-i pada periode ke-t. Error
term, 𝜀𝑖𝑡 ,dari kedua fungsi ini terdiri dari dua komponen yang terlihat pada
persamaan (2.15) berikut ini. 𝜀𝑖𝑡 = 𝑢𝑖𝑡 + 𝑣𝑖𝑡
(2.15)
Dimana:
𝑢𝑖𝑡 = komponen inefisiensi
𝑣𝑖𝑡 = komponen error (bersifat random)
Spesifikasi mengenai komponen error 𝑣𝑖𝑡 dan komponen inefisiensi 𝑢𝑖𝑡
serupa dengan bahasan pada fungsi stochastic cost frontier. Berdasarkan model SFA, dalam konteks fungsi keuntungan, nilai technical efficiency (TE) dapat diformulasikan sebagai:
dengan
𝑇𝐸𝑖𝑡 = exp[−𝑢𝑖𝑡 ]
(2.16)
𝑢𝑖𝑡 = 𝜂𝑖𝑡 𝑢𝑖 = exp[−𝜂(𝑡 − 𝑇)]𝑢𝑖
(2.17)
29
Salah satu kritik dari pendekatan SFA adalah pendekatan ini membutuhkan asumsi distribusi yang ketat pada komponen error 𝑣𝑖𝑡 dan
komponen inefisiensi 𝑢𝑖𝑡 untuk menguraikan residual yang mana kondisi ini mungkin tidak dapat dipenuhi oleh data. Dalam literatur lain, selain menyebar setengah normal (half normal), ada beberapa sebaran lain bagi komponen
inefisiensi 𝑢𝑖𝑡 , yakni truncated normal, gamma, dan eksponensial (Peresetsky, 2010).
2.2. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dari penelitian ini terangkum dan disajikan dalam gambar 2.3. Dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi penelitiannya dalam mempelajari tingkat efisiensi bank-bank yang merger dan akuisisi, melihat hubungan antara tingkat efisiensi dengan berbagai indikator dan melihat faktorfaktor penentu inefisiensi bank dengan pendekatan statis.
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis kinerja (efisiensi) yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan meneliti skala ekonomi (economies of scale), dan tingkat operasional bank yang diukur dengan efisiensi biaya (cost efficiency) pada bank-bank di Indonesia.
30
Untuk mengukur skala ekonomi, digunakan ukuran Ray Scale Elasticity (RSCE).Dengan memperhatikan hasil RSCE dari seluruh bank maka dapat dilihat bank-bank mana saja yang memperlihatkan skala ekonomi dan akhirnya dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan untuk melakukan merger bank. Bentuk analisis statis lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengukur tingkat operasional bank yang dilihat berdasarkan efisiensi biaya dari setiap bank, maka dapat dibandingkan nilai efisiensi dari masing-masing bank dan dari sana dapat diambil kesimpulan bank mana yang lebih efisien, sehingga bisa ditentukan kemungkinan untuk melakukan merger atau tidak. 2.3. Hipotesis Penelitian Dasar logika dari pengukuran berdasar akuntansi adalah bahwa jika ”size” bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga semakin meningkat. Oleh karena itu kinerja perusahaan pascamerger seharusnya semakin baik dibandingkan dengan
sebelum merger dan akuisisi. Sehingga dapat disusun
hipotesis dalam penelitian ini, yaitu: 1. Proses merger dan akuisisi beberapa bank akan menghasilkan bank yang lebih efisien. 2. Bank-bank yang sudah dimerger/akuisisi mencapai skala ekonomi (economies of scale). 3. Bank-bank yang dimerger/akuisisi mempunyai efisiensi yang lebih baik di antara kelompok peer groupnya.