A.04
KELUARGA : TEMPAT PROSES BELAJAR PERILAKU PROSOSIAL Rini Lestari Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected]
Abstraksi. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dan memiliki nilai-nilai luhur, seperti perilaku prososial, tepo sliro, gotong royong. Kenyataan sekarang ini menunjukkan semakin lunturnya perilaku prososial dari kehidupan masyarakat, seperti tolong menolong, solidaritas sosial, kesejahteraan, kepedulian terhadap orang lain, namun di sisi lain kecenderungan sikap individualistik makin berkembang pesat. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya agar nilai-nilai luhur tidak semakin punah. Perilaku prososial merupakan hasil interaksi yang kompleks dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik secara internal (kepribadian, empati, emosi, pengalaman, religiusitas) dan eksternal (keluarga, guru, teman, budaya, situasi, pengasuhan, kondisi sosial ekonomi, media). Perilaku prososial dapat dikembangkan melalui proses belajar. Penelitian ini mencoba mengeksplorasi bagaimana dan dari siapa seorang anak belajar tentang perilaku prososial. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif yang melibatkan 75 siswa SMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak belajar perilaku prososial dari orangtuanya, kemudian guru, orang dewasa yang lain seperti pemuka agama, kerabat dan teman. Mereka menyampaikan bagaimana berperilaku prososial dengan diberikan contoh langsung ataupun tidak langsung, penjelasan melalui kata-kata dan nasehat. Berdasarkan hasil tersebut ternyata keluarga sebagai pihak pertama tempat anak mengenal dan belajar perilaku prososial dan ibu memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan perilaku prososial pada anak-anaknya. Kata kunci: perilaku prososial, keluarga, contoh
Sejak
lahir
manusia
selalu
kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang
berinteraksi dengan orang lain, hal ini
lain, rasa saling memberi dan menerima,
menunjukkan
memiliki
bahwa
manusia
adalah
makhluk sosial yang tidak dapat hidup
rasa
kesetiakawanan
dalam
kehidupan bermasyarakat.
sendiri tanpa pertolongan orang lain dalam
Bangsa Indonesia sebagai bangsa
menjalani kehidupan. Oleh karena itu
berbudaya juga memiliki nilai-nilai luhur
manusia
homosocius.
seperti tepo sliro, gotong royong, kerjasama,
Aristoteles, seorang filsuf Yunani menyebut
tolong menolong, peduli terhadap sesama
manusia sebagai zoon politicon, yang berarti
atau dapat diistilahkan dengan perilaku
manusia
hidup
prososial. Beberapa kejadian di masyarakat
berkelompok dengan orang lain. Ciri-ciri
menunjukkan perilaku yang mengandung
manusia sebagai makhluk sosial antara lain,
nilai-nilai tersebut, misalnya saat terjadi
selalu
bencana di berbagai daerah di Indonesia
disebut
memiliki
bergantung
sebagai
rasa
dengan
untuk
orang
lain,
61
62 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
(letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir,
Misalnya saat terjadi kecelakaan di jalan
tanah longsor dan sebagainya) masyarakat
raya beberapa orang pengemudi kendaraan
berbondong-bondong memberikan bantuan
terus menjalankan kendaraannya sementara
secara sukarela kepada para korban dalam
orang lain membutuhkan pertolongan, saat
bentuk material dan non material untuk
naik kendaraan yang berjubel beberapa
meringankan penderitaan mereka. Perilaku
orang yang masih muda tidak memberikan
prososial tidak hanya diberikan kepada
tempat duduknya pada penumpang yang
kelompok masyarakat tetapi juga untuk
lebih
individu, misalnya penyandang penyakit
perempuan yang memiliki anak kecil dan
tertentu, menderita kemiskinan/kekurangan
justru sibuk memainkan HP, menertawakan
atau yang diperlakukan dengan tidak adil.
orang yang jatuh, seenaknya membuang
Berita di media tentang adanya orang miskin
sampah sementara orang lain membersihkan
yang menderita sakit tertentu dan tidak
jalan, dan sebagainya. Di sisi yang lain,
memiliki biaya untuk berobat ternyata
beberapa fenomena
mampu menggerakkan banyak orang untuk
perilaku menolong dan kepedulian suatu
memberikan sumbangan bagi si penderita.
kelompok masyarakat kepada orang lain
Gerakan Koin Peduli Prita juga merupakan
dalam bentuk negatif, seperti solidaritas
bentuk perilaku prososial terhadap Prita
terhadap teman sehingga muncul tawuran
Mulyasari atas kasus pencemaran nama baik
antara pelajar, pengeroyokan, penyerangan
rumah sakit Omni Internasional Alam Sutra.
kantor polisi di Sumatra dan kasus balas
Gerakan tersebut membuat
masyarakat
dendam yang terjadi di Lapas Cebongan,
sanggup mengumpulkan koin uang sampai
Sleman (Solopos, 2013). Nilai-nilai dan
ratusan juta rupiah (Republika, 2009).
semangat solidaritas, tidak akan tinggalkan
Perilaku tersebut dilakukan oleh berbagai
rekan,
kalangan mulai dari anak-anak sampai orang
seperjuangan sebagai konsep prososial yang
dewasa. Kondisi ini menunjukkan bahwa
diajarkan dalam institusi TNI nampaknya
masyarakat
cukup melekat di jiwa para prajurit sehingga
Indonesia
masih
memiliki
perilaku untuk menolong orang lain.
membutuhkan
rela
seperti
orangtua,
juga menunjukkan
berkorban
untuk
teman
memunculkan balas dendam tersebut. Hal
Beberapa kenyataan sekarang ini
ini seharusnya tidak perlu terjadi jika kita
menunjukkan semakin lunturnya perilaku
dapat memahami dan menerapkan konsep
prososial dari kehidupan masyarakat, seperti
perilaku prososial secara tepat.
tolong
menolong,
solidaritas
sosial,
Dalam
Al-Qur’an,
Allah
sudah
kesejahteraan, kepedulian terhadap orang
memberikan tuntutan agar manusia saling
lain,
tolong
sedangkan
kecenderungan
sikap
individualistik makin berkembang pesat.
menolong terutama dalam hal
kebaikan, seperti tertuang dalam QS. Al-
Keluarga : Tempat Proses Belajar Perilaku Prososial | 63 Lestari, R. [hal.61-73]
Maidah (5) : 2 yang artinya :“Hai orang-
(Baron dan Byrne, 2005). Sementara Hyson
orang
&
yang beriman,
melanggar
syiar
janganlah
Allah,
kamu
dan
Taylor,
(2011)
menyatakan
bahwa
jangan
perilaku sukarela yang ditujukan untuk
melanggar kehormatan bulan-bulan haram,
kepentingan orang lain disebut sebagai
jangan menganiaya binatang hadya dan
perilaku prososial. Perilaku prososial ini
jangan
juga merupakan segala bentuk tindakan
mengganggu
mengunjungi mencari
Baitullah
karunia
TuhanNya,
dan
dan
orang
yang
sedang
mereka
keridhaan
apabila
kamu
dari telah
untuk
menolong
(Sears,dkk.,1994). meliputi
kamu berburu. Dan janganlah sekali-kali
cooperatif
kebencianmu kepada sesuatu kaum karena
(menyumbang),
mereka
honesty
Masjidil-Haram, aniaya.
Dan
kamu
mendorongmu
tolong-menolonglah
dari
berbuat kamu
lain
tanpa
mempertimbangkan motif-motif penolong
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah
menghalang-halangi
orang
tindakan
Perilaku
prososial
sharing
(berbagi),
(kerjasama), helping
donating (menolong),
(kejujuran),
generosity
(kedermawanan) dan mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain.
dalam kebajikan dan takwa, dan jangan
Proses belajar perilaku prososial dapat
tolong menolong dalam berbuat dosa dan
dimulai dari masa anak-anak yang dilakukan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
dengan cara mengajarkan empati, sharing,
Allah,
membantu
sesungghnya
Allah
amat
berat
orang
lain,
kompromi
dan
siksaNya”. Perilaku tolong menolong juga
perhatian pada orang lain. Perilaku prososial
dituntunkan dalam QS. As-Saffaat (37): 24-
yang dimiliki oleh individu ada yang sudah
25 yang artinya “ Tahanlah mereka karena
merupakan predisposisi tetapi
sesungguhnya
diperoleh
mereka
akan
ditanya
:
dengan
juga dapat
secara
eksplisit
Kenapa kamu tidak tolong menolong?”.
mengajarkan
Dari ayat-ayat tersebut jelaslah bahwa
prososial, seperti membangun hubungan
manusia sebagai makhluk sosial diwajibkan
yang aman
untuk berperilaku prososial atau selalu
modelling dan dukungan (Hyson & Taylor,
menolong orang lain tetapi dalam hal
2011).
kebaikan.
anak
dan
untuk
nyaman,
berperilaku
komunikasi,
Perilaku prososial merupakan hasil
Perilaku prososial adalah tindakan
interaksi yang kompleks dari faktor-faktor
menolong yang menguntungkan orang lain
yang mempengaruhinya, baik secara internal
tanpa harus menyediakan suatu keuntungan
dan eksternal. Yoon-Mi & Rushton (2007)
langsung pada orang yang melakukan
dalam
tindakan tersebut, dan bahkan melibatkan
perilaku prososial 55% dipengaruhi oleh
suatu resiko bagi orang yang menolong
faktor genetik dan 45% karena
penelitiannya menemukan bahwa
faktor
64 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
lingkungan.
Berdasarkan
beberapa
nilai
untuk
mengembangkan
perilaku
penelitian juga ditemukan bahwa faktor
prososial. Oleh karena itu budaya menjadi
internal
jembatan berbagai bentuk dan format
yang
mempengaruhi
perilaku
prososial adalah kepribadian (Baron &
perilaku prososial (Matsumoto, 2004).
Byrne, 2005; Taylor, dkk., 2006), empati
Berdasarkan
(Bar & D’Alessandro, 2007), religiusitas
mempengaruhi
(Sarglou,
prososial
dkk.,
pengalaman
2005),
(Baron
dapat
maka
perilaku
dikembangkan
melalui
proses belajar. Hal ini harus tetap dilakukan
sedangkan faktor ekternal yang berpengaruh
agar nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh
adalah situasi (Baron & Byrne, 2005),
bangsa Indonesia tidak semakin luntur dan
kebudayaan
2011;
punah. Berdasarkan uraian di atas maka
Trommsdorff, dkk., 2007), keluarga (Bar &
penelitian ini dirancang untuk mengetahui
Dalessandro, 2007), praktek pengasuhan
bagaimana proses belajar perilaku prososial
(Carlo,
dan siapa yang berperan dalam mengajarkan
dkk.,
&
Byrne,
dan
tersebut
yang
2005),
(Hyson
&
emosi
faktor
Taylor,
2007), gaya
pengasuhan
(Hasting dkk., 2007), teman (Mau, dkk.,
perilaku tersebut.
2007), guru (Wentzel, dkk., 2007), kondisi sosial ekonomi (Piff, dkk., 2010) dan media elektronik
(televisi,
permainan)
Penelitian ini dilakukan pada 75
(Greitemeyer, 2008; Abraham, dkk., 2009;
remaja di sebuah SMA swasta di Surakarta.
Gentile, dkk., 2009).
Alat
Perilaku
HP,
Metode Penelitian
menolong
yang
dipergunakan
untuk
merupakan
mengumpulkan data adalah angket terbuka
perilaku yang sifatnya universal, namun
yang berisi tentang pertanyaan seputar
pada beberapa penelitian ditemukan bahwa
perilaku prososial yang harus dijawab oleh
pada budaya yang kolektif pada umumnya
subjek penelitian. Selanjutnya data yang
memiliki nilai prososial yang lebih tinggi
diperoleh dianalisis dengan cara kualitatif
dibandingkan pada budaya individualistik,
deskriptif, menggunakan prosentase.
dan masyarakat di pedesaan lebih prososial dibandingkan
masyarakat
perkotaan
(Dayakisni, 2004). Indonesia merupakan
Hasil dan Pembahasan Berdasarkan
penelitian
ditemukan
salah satu negara di Asia yang termasuk
hasil seluruh subjek penelitian menyatakan
dalam kategori kolektifistik. Pada budaya
bahwa pernah melakukan perilaku prososial.
kolektivistik
untuk
Perilaku yang dilakukan di rumah misalnya
membimbing anggota masyarakatnya agar
membantu orangtua, memberi uang jajan
dapat menyesuaikan diri dengan nilai-nilai
pada adik, membantu adik yang sakit, jatuh
yang ada dalam masyarakat, salah satunya
dan tersengat listrik; di masyarakat/tempat
ini
fungsi
budaya
Keluarga : Tempat Proses Belajar Perilaku Prososial | 65 Lestari, R. [hal.61-73]
umum dalam bentuk membantu tetangga,
menyelesaikan masalah, mentraktir. Hal ini
gotong royong, meminjamkan sepeda motor,
sesuai dengan pendapat Sears dkk. (1994)
menolong orang yang sakit, tenggelam,
bahwa perilaku prososial meliputi tindakan
memberi tempat duduk pada orang lain di
sharing (berbagi), cooperatif (kerjasama),
bis,
donating
sedekah;
membantu
di
jalan
orang
dalam bentuk
helping
jalan,
(menolong), honesty (kejujuran), generosity
kecelakaan, mendorong mobil, tambal ban,
(kedermawanan) dan mempertimbangkan
kecopetan; sedangkan di sekolah dalam
hak dan kesejahteraan orang lain. Namun
bentuk berbohong dan berkelahi demi
demikian frekuensi yang dilakukan oleh
teman, memberikan jawaban pada teman,
subjek sebagian besar kadang-kadang 50%,
mengerjakan PR teman, memberi contekan,
sering 41%, sering sekali 5%, dan sesekali
menjemput teman, menasehati, memberi/
4% .
meminjamkan
menyeberang
(menyumbang),
uang,
alat
tulis,
5% 4% Kadang 50%
41%
Sering Sering sekali Sesekali
Gambar. 1. Frekuensi Pengajaran perilaku Prososial
Hal tersebut menunjukkan bahwa
kurang,
ikhlas,
sukarela,
pengalaman
subjek tidak selalu melakukan perilaku
berharga, dapat membawa kebaikan untuk
prososial. Hal ini terjadi karena adanya
diri sendiri, ingin diakui, menghindari hal-
pengaruh oleh situasi yang memungkinkan
hal yang negatif, mulia, makhluk sosial yang
seseorang untuk melakukannya (Baron &
tidak bisa hidup sendiri sehingga butuh
Byrne, 2005).
pertolongan orang lain, keyakinan akan
Alasan
subjek
melakukan
mendapat balasan orang lain/Tuhan, demi
perilaku prososial bervariasi, seperti karena
kebahagiaan orang lain, ingin bermanfaat,
perintah Tuhan, sudah terbiasa dan dididik
ingin dapat pahala, supaya nanti juga
hal tersebut, membayangkan hal yang
dibantu dan dapat meringankan orang lain.
sama/empati,
ingin
Apa yang dilakukan oleh subjek penelitian
menyenangkan orang lain, senang jika bisa
tersebut sesuai dengan definisi perilaku
membantu orang lain, merasa ada yang
prososial yaitu tindakan menolong demi
kasihan,
untuk
iba,
66 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
keuntungan dan kesejahteraan orang lain
prososial yang dilakukan oleh subjek lebih
tanpa memperhatikan motif-motif penolong
banyak dilakukan di sekolah yaitu sebesar
yang kadang tidak memberikan keuntungan
81%, di rumah 78%, jalan 71,4% dan lain-
langsung kepada penolong bahkan kadang
lain 44,2%, seperti yang ditunjukkan pada
beresiko (Sears dkk., 1994; Baron & Byrne,
gambar 2.
2005; Hyson & Taylor, 2011). Perilaku 100% 80% 60% 40% Tempat
20%
lain-lain
jalan
rumah
sekolah
0%
Gambar 2. Tempat Melakukan Perilaku Prososial Subjek
lebih
banyak
melakukan
karena merasa kasihan dan solidaritas pada
perilaku prososial di sekolah mengingat saat
teman.
ini sekolah sepertinya menjadi rumah ke dua
perkembangan sosial pada subjek yang
bagi para siswa dimana siswa berada di
berusia remaja dimana keinginan untuk
sekolah mulai jam 07.00 – 15.30. Bahkan
konform
pada beberapa siswa yang aktif jam tersebut
dilakukan dengan kecenderungan melanggar
bisa bertambah lama. Perilaku prososial
norma yang berlaku. Perilaku berkelahi
yang ditunjukkan adalah menolong teman
untuk membela teman tersebut dilakukan
yang sakit, membantu membuatkan PR,
terutama oleh subjek laki-laki.Hal ini sesuai
belajar
dengan penelitian Segall dkk. (dalam Berry
bersama,
membantu
saat
Kondisi
ini
dengan
temannya
terkadang
dkk.,
kehabisan uang saku, berbohong pada guru
perilaku
demi teman, berkelahi dll. Kondisi ini
menonjol dibandingkan perempuan.
penelitian
bahwa
sebagian
mengaplikasikan
agresif
menemukan
anak
laki-laki
bahwa lebih
subjek
Ketika ditanyakan apakah subjek
perilaku
diajarkan tentang perilaku prososial ternyata
prososial dengan cara yang negatif yaitu
jawabannya
menyontek,
sedangkan
membuatkan
yang
dengan
ulangan/menyontek, mentraktir teman yang
menyiratkan
1992)
sesuai
tugas/PR,
berbohong dan berkelahi. Hal ini dilakukan
adalah yang
10%
90%
diajarkan
merasa
tidak
diajarkan, seperti tabel 3. Hal ini dapat
Keluarga : Tempat Proses Belajar Perilaku Prososial | 67 Lestari, R. [hal.61-73]
dianalisis lebih lanjut bahwa sebagian besar
prososial.
diajarkan secara eksplisit tetapi yang 10%
prososial sebagaimana belajar perilaku yang
merasa tidak diajarkan secara eksplisit.
lain
Kemungkinan mereka juga diajarkan tetapi
sengaja/eksplisit yaitu dengan sosialisasi
kurang menyadarinya, mengingat mereka
dan tidak sengaja dengan enkulturasi (Berry,
selama
dkk., 1992).
ini
juga
melakukan
perilaku
Untuk
dapat
mengajarkan
dilakukan
perilaku
dengan
10% Diajarkan 90%
Tidak diajarkan
Gambar 3. Pengajaran Perilaku Prososial Subjek
dapat
mengingat
pertama
kali
mengingat dengan baik kapan pertama kali
diajarkan perilaku prososial mayoritas pada
diajarkan perilaku prososial tersebut secara
usia 6–10 tahun yaitu 50%, usia 1-5 tahun
eksplisit, seperti yang ditunjukkan gambar 4.
35%, >11 tahun 7% dan 8 % tidak dapat
7%
8%
1-5 th 35%
50%
6 -10 th >11 th tak ingat
Gambar 4.Usia Pengajaran Perilaku Prososial Usia 6-10 tahun adalah usia anak
PAUD dan sekolah dasar guru memegang
ketika berada di sekolah dasar dan pada usia
peran penting dalam proses pendidikan
ini anak menerima berbagai materi pelajaran
seorang anak. Hubungan guru dan murid
dan berbagai hal dengan melatih ingatannya
lebih intensif dibandingkan pada sekolah
sehingga perilaku prososialpun dapat diingat
menengah dan biasanya anak didik sangat
dengan sadar pada usia tersebut. Sedangkan
menghormati
untuk usia kurang dari 5, yaitu usia 3-5
apapun yang diberikan oleh guru akan
biasanya anak di PAUD. Di lingkungan
diingat dengan baik oleh anak didiknya,
gurunya,
sehingga
materi
68 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
termasuk juga ajakan guru untuk berperilaku
Gentile dkk. (2009) membuktikan bahwa
prososial. Metode yang diberikan oleh guru
dalam seting permainan maka perilaku
terutama pada anak PAUD juga menarik
prososial
untuk anak didiknya karena tidak hanya
ditingkatkan.
nasehat dan contoh tetapi juga cerita, menyanyi
dan
bermain.
penelitian
Greitemeyer
Berdasarkan (2008)
anak
dan
remaja
dapat
Berdasarkan data juga didapatkan bahwa orang pertama yang mengajarkan
syair
perilaku prososial adalah orangtua 74%,
prososial yang ada dalam lagu dapat
kakak5% dan lain-lain 2%, seperti gambar
meningkatkan perilaku prososial, sedangkan
5.
8% 11%
5% 2%
Orangtua Ibu Ayah
74%
Kakak lain-lain
Gambar 5. Orang yang Pertama Mengajarkan Perilaku Prososial Berdasarkan data tersebut ternyata lingkungan
akan
bersimpati
kepada
orangtuanya. Ketika anak merasa nyaman
orangtua memegang peran penting dalam
berada bersama orangtuanya dan memiliki
pembentukan perilaku prososial. Keluarga
simpati maka orangtua akan lebih mudah
adalah lingkungan sosial pertama anak
memberikan bimbingan dan mengajarkan
sebagai tempat belajar serta merupakan guru
perilaku prososial (Carlo, dkk., 2007).
yang pertama kali dan paling berpengaruh
Berdasarkan penelitian Hasting dkk. (2007)
dalam
prososial
ditemukan
bahwa
(Hyson & Taylor, 2011). Dalam keluarga
autoritatif
memilki
inilah interaksi akan terjalin di antara
terhadap perilaku prososial. Pada gaya
anggota
peran
pengasuhan autoritatif ini orangtua lebih
dalam
komunikatif,
mengajarkan
terutama
juga
pihak
orangtua
keluarga
tetapi
perilaku
keluarganya menjadi
perkembangan
perilaku
sehingga pusat prososial
gaya
pengasuhan
kontribusi
tidak
memaksa
positif
dan
anak
menghargai keinginan anak sehingga akan
(Veentro, 2010). Orangtua yang hangat dan
lebih dapat diterima oleh anak-anaknya.
mampu memberikan kelekatan pada anak
Penerimaan
akan memberikan rasa nyaman pada anak.
diberikan ketika orangtua berharap dan
Anak tidak hanya akan merasa nyaman
mengajarkan perilaku
dari
anak
ini
juga
prososial
akan
kepada
Keluarga : Tempat Proses Belajar Perilaku Prososial | 69 Lestari, R. [hal.61-73]
anak-anaknya. Dari data juga diketahui
(2007) yang menyatakan bahwa kontribusi
bahwa ibu ternyata lebih berpengaruh
ibu lebih besar daripada ayah dalam
dibandingkan ayah
pengembangan perilaku prososial baik pada
dalam mengajarkan
perilaku prososial karena kemungkinan ibu
anak laki-laki maupun perempuan.
lebih memiliki waktu bersama dengan anak-
Selain lingkungan keluarga terutama
anaknya sehingga interaksi yang terjalin
orangtua, maka pihak yang dianggap subjek
lebih intensif. Apalagi diketahui bahwa dari
telah mengajarkan perilaku prososial adalah
subjek penelitian ternyata 67% diantaranya
guru 78,5%,
menyatakan lebih dekat kepada ibunya
saudara/kerabat34% dan lain-lain termasuk
dibandingkan kepada ayahnya. Hal ini
diantaranya adalah teman 25,7%, seperti
sesuai dengan hasil penelitian Hasting dkk.
Gambar 6.
pemuka agama 35,7%,
80% 60% 40% 20% Ibu
Ayah
Lain-lain
Saudara
Guru
0%
Pemuka…
Pengajar Yang Lain
Gambar 6. Pengajar Perilaku Prososial Yang lain Di sekolah guru adalah pihak yang
dengan
menasehati
dan
mencontohkan
bertanggung jawab terhadap pendidikan dan
untuk empati, sharing, kompromi, perhatian
proses pengajaran anak didiknya. Disinilah
dan membantu orang lain.
guru mengajarkan berbagai macam karakter dan
perilaku
oleh
perilaku prososial oleh pemuka agama.Hal
masyarakat. Dalam budaya timur/kolektif
ini karena secara berkala subjek rutin
seorang anak diharapkan dapat membantu
melakukan ibadah sholat Jum’at di sekolah
orang lain, kooperatif dan peduli terhadap
yang menghadirkan pemuka agama untuk
masyarakat. Oleh karena itu guru secara
memberikan ceramah, sehingga melalui
eksplisis akan mengajarkan, memperkuat
ceramah tersebut perilaku prososial salah
dan lebih banyak mendiskusikan harapan
satunya
masyarakat untuk berperilaku prososial
memiliki kontribusi dalam belajar perilaku
(Hyson &
guru
prososial karena subjek yang berusia remaja
adalah
memiliki hubungan sosial yang intensif
mengajarkan
yang
Taylor, perilaku
diharapkan
Selain guru ternyata subjek diajarkan
2011).
Cara
prososial
dapat
diajarkan.
Teman
juga
70 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
dengan teman-teman sebayanya baik di
dengan orang lain kemudian menirunya
sekolah maupun di luar sekolah. Menginjak
untuk mengembangkan perilakunya sendiri.
usia remaja hubungan sosial seorang anak
Pendekatan seperti ini disebut sebagai
tidak hanya terbatas dalam keluarga tetapi
pendekatan belajar sosial atau disebut
meluas kepada teman-teman sebayanya di
observational learning, vicarious learning
luar rumah, sehingga melalui sosialisasi
atau modelling (Bandura, 1986). Belajar
dengan mereka perilaku prososial dapat
melalui observasi akan melibatkan orang
berkembang (Ellis & Zarbatany, 2007).
lain sebagai model untuk memperagakan
Berdasarkan penelitian Wentzen dkk.(2007)
suatu aktivitas. Pada prinsipnya fungsi
juga ditemukan bahwa teman dan guru
model untuk mempengaruhi pemrosesan
ternyata memiliki pengaruh yang signifikan
informasi,
terhadap perilaku prososial untuk remaja
(mengajarkan
berumur 11-14 tahun.
disinhibitor
Berdasarkan penelitian juga diperoleh
yaitu
perilaku
sebagai
instruktur
perilaku)
inhibitor/
(memperkuat/memperlemah yang
dipelajari),
fasilitator
hasil bahwa keluarga, guru, pemuka agama,
(memperjelas perilaku), stimulus enhancer
teman, saudara/kerabat dan
(merangsang perilaku lain dalam situasi
masyarakat
yang lain mengajarkan perilaku prososial
berbeda)
dengan
memberi
(membangkitkan emosi) (Bandura 1986).
pengarahan, memberi contoh bagaimana
Pada subjek penelitian yang menjadi model
caranya
praktek,
adalah orangtua, guru, saudara, pemuka
selalu
agama, tokoh masyarakat ataupun orang
pelajaran,
lain. Dalam hal ini model tidak harus
pembentukan karakter, memberi motivasi,
dihadirkan secara langsung tetapi dapat
memperlihatkan di media/televisi, melalui
melalui
cerita,
berkomunikasi,
komputer, video, video musik, video game
menegur jika tidak melakukan, saling
dan situs internet sehingga cara ini efektif
berbagi dan menyuruh/meminta perilaku
untuk belajar perilaku (Hart & Kritsonis,
prososial. Namun demikian, sebagian besar
2006).
cara
menasehati,
secara
menyampaikan
lisan firman
mengingatkan,
dan Allah,
melalui
mengajarkan,
subjek menyatakan bahwa belajar perilaku
dan
media
Data
emotional
lain
penelitian
seperti
ini
arousal
televisi,
menunjukkan
prososial karena diberikan contoh oleh
semua subjek menyatakan bahwa perilaku
orang lain. Hal ini karena pada dasarnya
prososial memberikan manfaat bagi subjek
manusia dapat belajar perilaku melalui
baik secara langsung maupun tidak. Oleh
model,
karena itu 98,5% subjek
observasi,
imitasi
dan
adopsi
prososial
menganggap
perilaku. Kenyataannya memang manusia
perilaku
masih
perlu
paling banyak belajar perilaku dari interaksi
dipertahankan hingga sekarang, sedangkan
Keluarga : Tempat Proses Belajar Perilaku Prososial | 71 Lestari, R. [hal.61-73]
1,5% menganggap perilaku prososial tidak
kemudian
diperlukan sekarang. Menurut sebagian
saudara/kerabat, teman dan masyarakat yang
besar subjek cara yang efektif untuk
lain.
mengajarkan
tempat
dengan
perilaku
prososial
memberikan
adalah
contoh/praktek
guru,
pemuka
agama,
Dengan demikian keluarga menjadi dalam
prososial.
proses
Belajar
belajar
perilaku
perilaku prososial
langsung tidak hanya teori dan dapat
dilakukan dengan cara memberikan contoh,
dimulai
seperti
nasehat,
membantu orangtua atau menemani adik.
berbagi,
Kemudian cara yang lain adalah dengan
memotivasi
memberi
berperilaku prososial. Dalam memberikan
dari
kurang
hal
yang
kecil
saran dan nasehat serta jika cocok
mau
berkomunikasi,
selalu
saling
mengingatkan
serta
menegur
jika
dan tidak
selalu
contoh maka orangtua, guru, pemuka agama
bukti,
ataupun anggota masyarakat yang lain
mengikutsertakan dalam perilaku dan selalu
berperan sebagai model yang dicontoh oleh
mengajarkan budi pekerti. Adapun yang
subjek penelitian sehingga dapat berperilaku
beranggapan
prososial.
berkomunikasi,
menegur,
saran,
memberikan
perilaku
prososial
tidak
Namun
demikian,
perilaku
diperlukan karena alasan sekarang ini
prososial yang ditunjukkan oleh subjek
banyak orang yang berbohong agar ditolong,
penelitian tidak semuanya positif karena di
hidup makin
sekolah
susah dan banyak masalah
subjek
mewujudkannya
dalam
sehingga lebih baik memikirkan diri sendiri
bentuk yang kurang dapat diterima oleh
dulu daripada orang lain.
norma-norma
yang
berlaku,
seperti
memberikan contekan, berbohong bahkan berkelahi demi rasa solidaritas kepada
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan
penelitian
ini
teman.
ditemukan bahwa semua subjek menyatakan
Berdasarkan hasil penelitian tersebut
pernah melakukan perilaku prososial karena
maka saran yang dapat diberikan kepada
bisa
Namun
subjek penelitian adalah tetap melakukan
demikian, tidak semuanya merasa pernah
perilaku prososial dengan cara yang benar
diajarkan perilaku prososial secara eksplisit,
sesuai norma yang berlaku, yaitu saling
karena belajar perilaku dapat dilakukan
tolong menolong dalam hal kebaikan.
dengan sengaja melalui sosialisasi dan tidak
Sedangkan bagi pihak keluarga terutama
sengaja
orangtua, guru dan pemuka agama tetap
merasakan
prososial
dengan yang
manfaatnya.
enkulturisasi. dimiliki
oleh
Perilaku subjek
mengajarkan perilaku
prososial
dengan
penelitian diperoleh pertama kali melalui
selalu memberikan contoh perilaku tersebut
lingkungan keluarga terutama orangtua,
secara konkrit dan konsisten.
72 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013
DAFTAR PUSTAKA Bandura, A. (1986). Social Foudation of Thought and Action : Social Cognition Theory. New Jersey : Prentice Hall, Inc. Bar, J.J. & D’Alessandro, A.H. (2007). Adolescent Empathy and Prosocial Behavior In The Multi dimentional Context of School Culture. Journal of Genetic Psychology, 168(3), 231250. Baron, R.A. & Byrne, D. (2005).Psikologi Sosial Jilid 2.(Terjemahan Ratna Djuwita dkk.).Jakarta : Penerbit Erlangga. Barry, C.M., Padilla-Walker, L.M., Madsen, S.J. & Nelson, L.J.(2008).The Impact of Prosocial Material Relationship Quality on Emerging Adults’ Tendencies.Journal of Youth & Adolescence, 37 (5), 581-591. Berry, J.W., Poortinga, Y.H., Segall. M.H., Dasen, P.R. (1992). Cross-Cultural Psychology : Research and Applications. Cambridge University Press. Carlo, G., McGinley, M., Hayes, R., Batenhorst, C. &Wilkinson, J. (2007).Parenting Style or Practices? Parenting Styles, Parental Practices, Sympathy and Prosocial Behaviors AmongAdolescents. Journal of Genetic Psychology, 168 (2), 147-176. Dayakisni, T. (2004).Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang. Ellis, W.E. & Zarbatany, L. (2007).Peers Group Status as A Moderator of Group Influence of Children’s Deviant, Aggresive and Prosocial Behavior.Child Development, 78(4), 12401254. Gentile, D.A., Anderson, C.A., Yukawa, S., Ihori, N., Saleem, M., Ming, L.K., Khoo, A. (2009). Effects of Prosocial Video Games on Prosocial Behaviors : International Evidence From Correlational, Longitudinal and Experimental Studies. Personality and Social Psychology Bulletin, 35 (6), 753-763. Greitemeyer, T. (2008). Effects of Songs With Prosocial Thought, Affect and Behavior. Journal of Experimental Social Psychology, 45 (1), 186-205. Hart, K.E. & Kritsonis, W.A. (2006). Imitation of Film Mediated Agresive Models. National Forum of Applied Educatioanl Research Journal, 20 (3), 1–7. Harvey, M., Napier, N.K., Moeller, M. &Williams,L. (2010). Mentoring Global Dual-Career Couple : A Social Learning Perspective. Journal of Applied Social Psychology, 40(1), 212240. Hasting, P.D., McShane, K.E., Parker, R. & Ladha, F. (2007). Ready to Make Nice : Parental Socialization of Young Sons’ and Daughters’ Prosocial Behaviors With Peers. Journal of Genetic Psychology, 168(20, 177-200. Hyson, M. & Taylor, J.L. (2011). Caring About Caring : What Adults Can Do to Promote Young Children’s ProsocialSkills. Research InReview, 74-83. http : www.naeys.org/yc/permissions. Matsumoto, D. (2004). Psikologi Lintas Budaya.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Mau, H.K., Cheon, P.C. & Shek, D.T.L. (2007).The Relation of Prosocial Orientation to Peer Interactions, Family Social Environment and Personality of Chinese Adolescents.International Journal of Behavioral development, 31(1), 12-18.
Keluarga : Tempat Proses Belajar Perilaku Prososial | 73 Lestari, R. [hal.61-73]
Piff, P.K., Kraus, M.W., Cote, S., Cheng, B.H. & Keltner, D. (2010). Having Less, Giving More : The Influence of Social Class on Prosocial. Journal of Personality and Social Psychology, 99(5), 771-781. Saroglou, V., Pichon, I., Trompette, L., Vershueren, M., Derrelle, R. (2005). Prosocial Behaviors and Religion : New Evidence Based on Projective Measures and Peers Ratings. Journal for TheScientific Study of Religion, 44(3), 323-348. Trommsdorff, G., Friedlmeier, W. & Mayer, B. (2007). Sympathy, Distress and Prosocial Behavior of Preschool Children In Four Cultures. International Journal of Behavioral Development, 31, 284-293. Veenstro, R. (2010). Prosocial and Antisocial Behavior www/prosocialinadolescence.pdf. Diunduh 30 April 2013.
InAdolescence.
http:
Wetzel, K.R., Filisetti, L. & Looey, L. (2007). Adolescent Prosocial Behavior : The Role of Selfprocesses and Contextual Cues. Child Development, 78, 895-910. Yoon-Mi, H. & Rushton, J.P. (2007).Genetic and Environmental Cotributions to Prosocial Behavior in 2 to 9 Year Old Guth Korean Twins.Biology Letters, 3(60, 664-666. Al Qur’an Al Karim dan Terjemahnya.Diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al Qur’an.Semarang : Penerbit PT Toha Putra.