7
TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Konsumen Konsumen terdiri dari dua jenis yaitu konsumen individu dan organisasi. Konsumen yang membeli barang atau jasa digunakan untuk kebutuhan sendiri dinamakan konsumen individu. Konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya. Perilaku konsumen
fokus
pada
bagaimana
individu
membuat
keputusan
untuk
mengalokasikan sumber daya yang tersedia baik dalam bentuk waktu, uang, energy, dan maupun usaha (Sumarwan 2004). Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut baik pada saat sebelum membeli, menentukan, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa maupun dalam melakukan kegiatan mengevaluasi produk dan jasa dimana mereka mengharapkan kebutuhannya dapat terpenuhi (Sumarwan 2004; Schiffman & Kanuk 2004). Menurut Umar (2003), perilaku konsumen adalah suatu tindakan nyata individu atau kelompok yang dipengaruhi oleh aspek eksternal dan internal yang mengarahkan mereka untuk memilih dan mengkonsumsi barang atau jasa yang diinginkan, sedangkan perilaku konsumen menurut Kardes (2002), adalah studi mengenai respon manusia terhadap produk, jasa dan pemasaran. Pengaruh yang mendasari perilaku konsumen terdapat tiga faktor yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individu serta proses psikologi. Konsumen hidup dalam kondisi lingkungan yang sangat komplek sehingga lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam melakukan perilaku konsumen. Faktor-faktor yang yang termasuk dalam pengaruh lingkungan adalah budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi, sedangkan perbedaan individu termasuk dalam faktor internal yang terdapat pada konsumen. Pengaruh pada perilaku konsumen diperluas dengan memasukkan lima cara dimana konsumen mungkin berbeda yaitu sumberdaya manusia (waktu, uang, dan perhatian), motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup serta demografi. Selain itu, faktor lainnya adalah pengaruh individu serta proses psikologi (pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku) (Engel et al 1994).
8
Proses keputusan konsumen dalam membeli ataupun mengkonsumsi produk dan jasa dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya (perusahaan, pemerintah, organisasi nirlaba dan partai politik), faktor perbedaan individu konsumen (kebutuhan dan motivasi, kepribadian, pengolahan informasi dan persepsi, proses belajar, pengetahuan dan sikap), dan faktor lingkungan konsumen (budaya, karakteristik sosial ekonomi, keluarga dan rumah tangga, kelompok acuan dan situasi konsumen (Sumarwan 2004). Menurut Kotler dan Keller (2007) konsumen membuat keputusan pembelian setiap hari. Perilaku konsumen terbentuk dimulai dengan terdapatnya rangsangan baik itu secara pemasaran maupun rangsangan lainnya. Faktor pemasaran yang mempengaruhi perilaku konsumen terdiri dari 4 P yakni product, price, place, dan promotion. Rangsangan lainnya adalah ekonomi, teknologi, politik, dan budaya. Kemudian, rangsangan tersebut akan mempengaruhi psikologi konsumen dan karakteristik kosumen. Psikologi konsumen terdiri atas motivasi, persepsi, pembelajaran, dan memori. Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang dalam bertindak, sedangkan persepsi adalah proses yang digunakan
oleh
individu
untuk
memilih,
mengorganisasikan,
dan
menginterpretasikan masukan informasi guna menciptakan gambaran yang lebih berarti. Ketika seseorang bertindak maka seseorang tersebut juga mengalami proses belajar. Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman karena sebagian besar perilaku manusia merupakan suatu hasil dari proses belajar. Semua informasi dan pengalaman yang dihadapi oleh seseorang kemudian akan tersimpan dalam memori. Karakteristik konsumen meliputi budaya, sosial, dan personal. Faktor budaya meliputi budaya, sub budaya dan kelas sosial, sedangkan faktor sosial meliputi kelompok acuan, keluarga, peran, dan status sosial. Faktor pribadi/personal meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, gaya hidup dan nilai. Semua faktor psikologi konsumen dan karakteristik konsumen akan mempengaruhi proses keputusan pembelian. Proses keputusan pembelian konsumen terdiri dari pengenalan masalah atau kebutuhan selanjutnya konsumen
9
akan
melakukan pencarian informasi mengenai produk atau jasa yang
dibutuhkan. Setelah informasi terkumpul, kemudian konsumen melakukan penilaian alternatif yang sesuai dan apabila sudah menentukan produk atau jasa yang sesuai maka dilakukannya keputusan pembelian. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidakpuasan atau justru mengalami kepuasan. Hal tersebut termasuk dalam perilaku pasca pembelian. Setelah mengalami proses keputusan pembelian maka akan terjadi respon pembeli. Respon pembeli meliputi pilihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur, waktu pembelian, jumlah pembelian, dan juga metode pembayaran.
Psikologi Konsumen
Rangsangan Pemasaran
Rangsangan Lain
Produk dan jasa Harga Tempat Distribusi
Ekonomi Teknologi Politik Budaya
Motivasi Persepsi Pembelajaran Memori Karakteristik Konsumen Budaya Sosial Personal
Proses Keputusan Pembelian - Pengenalan masalah -Pencarian informasi -Penilaian alternative -Keputusan pembelian -Perilaku pasca pembelian
Keputusan Pembelian
- pilihan produk - pilihan merek - pilihan penyalur - saat yang tepat melakukan pembelian - jumlah pembelian - metode pembayaran
Ekonomi Teknologi Politik Budaya
Memori
Gambar 1 Model perilaku konsumen (Kotler & Keller 2007) Nilai dan Ethnosentrisme Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat . Nilai mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang sesuai dengan budayanya. Nilai yang terdapat dalam konsumen biasanya berlangsung lama dan sulit berubah (Sumarwan 2004). Nilai berguna untuk memberi arahan dalam mencapai tujuan, memberikan informasi untuk melakukan tindakan dalam mencapai tujuan, dan sebagai dasar dalam proses manajemen, dimana manajemen merupakan wadah untuk menjelaskan nilai itu sendiri. Nilai seseorang adalah sesuatu yang dianggap baik, berguna dan penting bagi dirinya
10
(Guhardja et al 1992). Nilai adalah sasaran hidup yang luas dari masyarakat. Nilai juga melibatkan afeksi sehubungan dengan kebutuhan atau tujuan tersebut (perasaan dan emosi yang menyertai keberhasilan) (Peter & Olson 1999). Salah satu bentuk nilai adalah ethnosentrisme. Istilah ethnosentrisme diperkenalkan pertama kali oleh G. A. Summer pada tahun 1906. Ethnocenrisme konsumen menunjukkan kesukaan konsumen terhadap produk domestik atau menentang produk impor (Levine & Cambell 1972 diacu dalam Kucukemiroglu 1997). Ethnosentrisme konsumen merepresentasikan kepercayaan konsumen mengenai
kepatutan,
moralitas
dalam
membeli
produk
dalam
negeri.
Ethnosentrisme dapat diinterpretasikan bahwa membeli produk impor adalah sesuatu yang salah dan tidak hanya tidak patriotik dan menggangu perekonomian. Konsumen yang memiliki tingkat ethnosentrisme yang tinggi berarti bahwa konsumen tersebut sangat percaya terhadap produk dalam negeri. Produk dari negara lain (dalam konsep etnosentrisme diidentifikasi sebagai out-group) merupakan objek yang tidak disukai bagi konsumen dengan tingkat entosentrisme yang tinggi. Sebaliknya, bagi konsumen non-ethnosentrisme, produk impor merupakan objek yang dapat dievaluasi untuk memenuhi kebutuhannya tanpa mempertimbangkan darimana barang tersebut berasal atau dibuat (Shimp & Sharma 1987). Gaya Hidup Gaya hidup adalah pola konsumsi yang menggambarkan bagaimana seseorang hidup, menghabiskan atau memanfaatkan uang dan waktu yang dimilikinya (Solomon 2002; Sumarwan 2004; Engel et al 1994). Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasi oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang merekan anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka fikirkan tentang mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat). Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat yang lainnya. Bahkan dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis (Sutisna 2001).
11
Hawkins et al (2001), memandang gaya hidup sebagai pusat dari proses konsumsi. Gaya hidup ditentukan oleh faktor-faktor seperti emosi, kepribadian, motivasi, persepsi, pembelajaran, aktivitas pemasaran, budaya, nilai, demografi, status sosial, dan kelompok referensi yang berhubungan dengan kebutuhan atau sikap yang akan menentukan proses-proses konsumsi dalam situasi-situasi yang dihadapi konsumen (pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi dan seleksi, pemilihan toko dan pembelajaran, serta proses-proses setelah pembelian terjadi. Gaya hidup seseorang terbentuk sejak kecil dan dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain kebudayaan, nilai-nilai yang dianut, tempat tinggal, teman kelompok, keluarga, cara belajar, kepribadian, sikap dan lain-lainnya. Gaya hidup yang terdapat pada setiap orang adalah unik. Gaya hidup dapat menggambarkan identitas dari suatu kelompok yang terdapat dalam masyarakat. Gaya hidup tidak bersifat tetap atau bertahan. Gaya hidup berbeda dengan nilai, dimana seseorang merasakannya dan berkembang setiap waktu (Solomon 2002). Orang menggunakan konsep gaya hidup untuk menganalisis peristiwa yang terjadi disekitarnya dan menafsirkannya, mengkonseptualisasikan, serta meramalkan peristiwa (Engel et al 1994). Psikografik adalah suatu instrumen untuk mengukur gaya hidup, yang memberikan pengukuran kuantitatif dan dapat untuk menganalisis data yang sangat besar. Analisis psikografik sering juga diartikan sebagai suatu riset konsumen yang menggambarkan segmen konsumen dalam hal kehidupan mereka, pekerjaan, dan aktivitas lainnya. Psikografik sering diartikan sebagai pengukuran AIO (activity, interest, opinion), yaitu pengukuran yang meliputi kegiatan, minat dan pendapat konsumen (Sumarwan 2004). Menurut Engel et al (1994), komponen AIO didefinisikan sebagai: (a) activities adalah tindakan nyata seperti menonton, berbelanja, dan aktivitas di lingkungannya, (b) interest atau minat pada suatu obyek, peristiwa atau topik adalah tingat kegairahan yang menyertai perhatian khusus maupun terus menerus, (c) opinion adalah jawaban lisan/tertulis yang orang berikan sebagai respon terhadap suatu stimus (pertanyaan yang diajukan). Opini digunakan untuk mendeskripsikan penafsiran, harapan, evaluasi seperti kepercayaan mengenai kualitas produk.
12
Preferensi Konsumen Preferensi adalah evaluasi sesorang mengenai dua atau lebih objek. Preferensi melibatkan perbandingan diantara objek. Preferensi merupakan bagian dasar konsumen dalam keseluruhan berperilaku terhadap dua atau lebih objek (Kardes 2002). Seseorang tidak akan memiliki preferensi terhadap makanan sebelum seseorang tersebut merasakannya. Preferensi makanan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: 1. Karakteristik Individual meliputi: usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, suku, orientasi nilai mengenai kesehatan, ukuran dan komposisi dari keluarga dan status kesehatan 2. Karakteristik Lingkungan meliputi: musim, lokasi geografis, asal negara, tingkat urbanisasi, dan mobilitas. 3. Karakteristik Produk meliputi: rasa, warna, aroma, kemasan dan tekstur (Sanjur 1982). Preferensi memiliki sifat-sifat dasar diantaranya adalah preferensi tidak mengandung kontrakdisi atau seseorang yang menyatakan preferensinya terhadap suatu produk tidak saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, preferensi itu bersifat transitif (transitivity of preferences). Transitif dari preferensi adalah jika seseorang mengatakan bahwa ia lebih diinginkan A daripada B dan B lebih diinginkan daripada C, maka A harus lebih diinginkan daripada C. Selanjutnya, preferensi adalah lengkap (complete plete preferences) yang berarti bahwa seseorang mampu menyatakan apa yang diinginkannya dari dua pilihan yang tersedia. Seseorang juga harus memiliki sikap yang konsisten dan masuk akal dalam mengekspresikan preferensinya terhadap suatu produk. Hal tersebut juga berarti bahwa jika A dan B merupakan dua kondisi, maka setiap orang harus selalu dapat menentukan pilihannya dengan tegas bahwa apakah A lebih disukai daripada B, B lebih disukai daripada A, atau A dan B sama-sama disukai. Selain itu juga, seseorang lebih menyukai banyak barang daripada lebih sedikit barang. Hal tersebut terkait dengan prinsip “barang ekonomi” sebagai jenis barang yang menghasilkan manfaat positif bagi seseorang, maka lebih banyak barang yang disukainya maka akan lebih baik (Nicholson 2002).
13
Pembelian Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, bagaimana cara membayarnya, dan cara pembayaran yang akan dilakukannya. Membeli suatu produk seringkali harus dibatalkan karena beberapa alasan, yaitu motivasi yang berubah, konsumen mungkin merasakan bahwa kebutuhannya dapat terpenuhi tanpa harus membeli produk tersebut atau terdapat kebutuhan lain yang lebih diprioritaskan; situasi yang berubah; produk yang akan dibeli tidak tersedia (Sumarwan 2004). Para konsumen melewati lima tahapan dalam proses keputusan pembelian yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Namun, para konsumen tidak selalu harus melewati seluruh lima urutan setiap tahap dalam melakukan pembelian produk. Konsumen dapat melewati atau membalik beberapa tahapan tersebut. Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenal masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat berasal dari rangsangan internal atau eksternal. Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Sumber informasi dapat digolongkan ke dalam empat kelompok yaitu sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan), sumber komersil (iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, panjangan di toko), sumber publik (media massa), dan sumber pengalaman (penanganan, pengkajian dan pemakaian produk). Jumlah dan pengaruh relatif sumber-sumber informasi berbeda-beda tergantung dengan kategori produk dan karakteristik pembeli. Secara umum, konsumen mendapatkan informasi tentang produk dari sumber komersil.
Setelah
melakukan
pencarian
informasi
kemudian
konsumen
mengevaluasinya dan mencari yang terbaik, kemudian melakukan pembelian. Setelah konsumen melakukan pembelian, maka konsumen tersebut akan merasakan kepuasan atau ketidakpuasan yang terdapat pada perilaku pasca pembelian (Kotler & Keller 2007). Pembelian biasanya dilakukan dengan kesengajaan minimum dan pengambilan keputusan yang lebih jauh. Proses pembelian menurut Sumarwan (2004), terdiri dari dua tahap yaitu tahap prapembelian dan pembelian. Tahap
14
prapembelian meliputi pencarian informasi dan pengambilan dana, sedangkan dalam tahap pembelian meliputi yang berhubungan dengan toko, mencari produk dan melakukan transaksi. Pembelian produk tidak saja dilakukan melalui toko, pembelian juga dapat dilakukan melalui berbagai media, sehingga dapat disebut sebagai membeli dan belanja di rumah (in-home shopping and purchasing). Setiap orang melakukan pembelian dengan harapan tertentu mengenai apa yang akan dilakukan oleh produk dan jasa. Kepuasaan merupakan hasil yang diharapkan yang dapat didefinisikan sebagai evaluasi pascakonsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau bahkan melebihi harapan konsumen. Respon konsumen yang merasa tidak puas terhadap pembelian akan menyebabkan terjadinya perilaku mengeluh (Engel et al 1995). Keluarga merupakan salah satu lingkungan dimana sebagian kosumen tinggal dan berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya. Masing-masing anggota keluarga memiliki peran dalam melakukan pengambilan keputusan antara lain adalah sebagai inisiator (seorang anggota keluarga yang memiliki gagasan untuk melakukan pembelian ataupun mengkonsumsi), influencer (anggota keluarga yang selalu meminta pendapat mengenai suatu produk yang akan dibeli maupun yang dikonsumsi), gatekeeper (seorang anggota keluarga yang berperan sebagai penyaring semua informasi yang masuk ke dalam keluarga), decider (seorang anggota keluarga yang memiliki wewenang untuk memutuskan dalam melakukan pembelian), buyer (seorang anggota keluarga yang berperan melakukan pembelian), dan user (seorang anggota keluarga yang berperan dalam menggunakan atau mengkonsumsi produk atau jasa yang dibeli (Sumarwan 2004). Konsumsi Buah-buahan Indonesia merupakan negara yang kaya akan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Semua itu adalah sumber gizi yang penting bagi tubuh manusia. Manusia tidak cukup makan yang sejenis saja melainkan harus beranekaragam agar mineral dan vitamin yang diperlukan tubuh dapat terpenuhi. Dengan kata lain manusia harus makan makanan pokok ditambah dengan buah-buahan (Natawidjaja 1983). Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Mengkonsumsi buah termasuk ke dalah jenis pangan yang tidak hanya
15
penting untuk kesehatan melainkan juga untuk kecerdasaan dan kemampuan fisik tubuh. Pangan merupakan sumber zat gizi yang merupakan kebutuhan pokok yang harus dikonsumsi setiap harinya. Namun yang harus diketahui bahwa kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya karena apabila kekurangan dan kelebihan dapat berdampak terhadap kesehatan. Apabila jumlah yang diperlukan tidak terpenuhi atau berlebihan maka kesehatan yang optimal tidak akan tercapai (Hardinsyah et al 2002). Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Parhati (2011) dengan judul analisis perilaku
pembelian
dan
konsumsi
buah
di
perdesaan
dan
perkotaan
mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan jenis buah yang dibeli, dikonsumsi dan frekuensinya dalam mengkonsumsi buah-buahan baik itu di perkotaan maupun dipedesaan. Jenis buah yang paling banyak dibeli diwilayah pedesaan adalah buah jeruk impor, buah salak lokal dan apel impor dengan rata-rata jumlah pembelian buahnya adalah 435.1 g/kap/bl dan frekuensi 4x1 bulan. Jenis buah yang paling banyak dibeli pada wilayah perkotaan adalah jeruk impor, apel impor dan mangga lokal dengan frekuensi pembelian adalah 4x1 bulan dengan jumlah pembelian 546.6 g/kap/bl. Buah yang paling sering dikonsumsi di pedesaan adalah buah jeruk, salak dan pisang dengan frekuensi kurang. Buah yang paling sering dikonsumsi untuk wilayah perkotaan adalah jeruk, pisang dan mangga dengan frekuensi konsumsi rata-rata adalah jarang. Hasil penelitian Syifa (2010) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh nilai yang dianut terhadap preferensi dan perilaku pembelian buah-buahan menyatakan bahwa lebih dari separuh contoh memiliki kesadaran berperilaku tinggi dalam mengkonsumsi buah lokal. Lebih dari separuh contoh dalam berperilaku kebiasaan pada kategori tinggi dalam konsumsi buah lokal. Norma personal memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan perilaku kebiasaan. Terdapat kecenderungan bahwa dengan peningkatan nilai, kesadaran berperilaku, tanggung jawab, dan norma personal akan mendorong peningkatan pembelian buah lokal. Ginting (1999) dalam penelitiannya yang berjudul analisis faktor-faktor yang memepengaruhi perilaku kosumen dalam proses keputusan pembelian buah
16
studi kasus di Kotamadya Bogor menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan buah-buahan lokal oleh konsumen dimulai ketika mereka merasakan dan mengenali kebutuhan akan produk tersebut. Konsumen membeli buah lokal dengan alasan harganya lebih terjangkau, sedangkan buah impor favorit dibeli karena memang disukai oleh anggota keluarga. Konsumen yang membeli buah impor menyatakan puas setelah mengkonsumsi buah yang dibelinya dibandingkan dengan buah lokal karena konsumen buah lokal sudah terbiasa mengkonsumsi buah lokal dan merasa tidak membayar harga yang terlalu mahal untuk membeli buah tersebut. Berdasarkan derajat pengaruhnya, maka terdapat lima faktor yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian buah-buahan lokal (pertimbangan awal pemilihan buah lokal, jumlah anggota keluarga, lingkungan keluarga, alasan tempat pemilihan pembelian dan jenis pekerjaan konsumen) dan impor (tingkat pendidikan konsumen, waktu pembelian, manfaat yang dicari, pengaruh kenaikan harga buah impor dan indikator mutu buah impor). Berdasarkan penelitian Dahri (2006) yang berjudul analisis dampak kebijakan impor buah segar terhadap harga dan produksi buah Indonesia menyatakan bahwa impor buah memberikan pengaruh yang berbeda terhadap harga dan produksi ketiga jenis buah. Pada buah jeruk dan mangga dalam peningkatan impor berpengaruh positif terhadap produksi dan sebaliknya untuk harga. Pengaruh kebijakan penurunan nilai rupiah, tarif impor dan peningkatan harga pupuk berbeda-beda terhadap kesejahteraan produsen maupun konsumen buah pisang, jeruk dan mangga. Kebijakan pencabutan pembatasan impor buah ke Indonesia memberikan pengaruh yang negatif terhadap kesejahteraan produsen jeruk dan mangga. Eveline (1998) dalam penelitiannya yang berjudul analisis perilaku konsumsi buah segar konsumen rumah tangga dan faktor-faktor yang mempengaruhinya studi kasus di Kotamadya Jakarta Timur, menyatakan bahwa golongan atas lebih fleksibel dalam memilih buah dibandingkan dengan golongan bawah dan menengah yang terbatas oleh daya beli. Golongan atas mengkonsumsi buah lokal dan impor dalam melakukan pembeliannya memperhatikan kualitas, penampilan dan kepraktisan, sedangkan golongan menengah dan bawah lebih banyak mengkonsumsi buah lokal. Buah lokal yang paling banyak dikonsumsi
17
keluarga golongan atas, menengah dan bawah adalah pisang, pepaya dan jeruk. Buah impor yang paling sering dikonsumsi keluarga adalah jeruk dan apel. Keputusan pembelian buah impor atau lokal pada keluarga golongan atas lebih dipengaruhi oleh faktor daya beli yakni pendapatan, harga buah lokal dan impor. Faktor lain seperti pendidikan, besar keluarga dan etnis tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan pembelian. Martias (1997) melakukan penelitian mengenai analisis preferensi konsumen dan perilaku konsumsi buah-buahan pada masyarakat kelas atas yang mengungkapkan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan perilaku konsumsi buah-buahan antara etnis Melayu dengan etnis Tionghoa kecuali untuk pilihan lebih banyak mengkonsumsi buah impor pada etnis Tionghoa dan kecenderungan etnis Melayu untuk mengkonsumsi buah yang berukuran relatif lebih besar. Masyarakat kelas atas lebih menyukai membeli buah-buahan di supermarket dan menganggap bahwa buah adalah kebutuhan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari. Masyarakat kelas atas umumnya lebih menyukai mengkonsumsi salak dan mangga segar daripada mangga olahan. Pada buah salak atribut yang menjadi preferensinya adalah ketebalan daging buah, sedangkan pada buah mangga adalah ukuran buah dan kebersihan kulit buah. Hasil penelitian Adelina (1996) dengan judul analisis preferansi konsumen dan pedagang pengecer terhadap buah lokal dan buah impor studi kasus di Kotamadya Bogor mengungkapkan bahwa dari hasil analisis preferensi konsumen terhadap buah impor dan lokal menunjukkan bahwa buah lokal masih lebih disukai daripada buah impor. Pedagang pengecer dalam hal ini pedagang di kioskios lebih menyukai menjual buah lokal daripada buah impor yaitu jeruk pontianak dan pisang. Hal tersebut disebabkan oleh harga buah lokal yang lebih rendah dibandingkan dengan buah impor.