7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Konsumen Konsumen telah menjadi pusat perhatian pemasar, karena konsumenlah yang memutuskan apakah ia akan membeli atau tidak. Menurut UndangUndang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, definisi konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Menurut Sumarwan (2004), istilah konsumen diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu; konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri. Misalnya membeli sendal, baju dan sabun. Konsumen individu juga membeli barang dan jasa untuk digunakan oleh anggota keluarga yang lain, misalnya susu formula untuk bayi, atau digunakan oleh seluruh anggota keluarga yang lain. Jenis konsumen yang kedua adalah konsumen organisasi, yang meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit). Semua organisasi ini harus membeli barang dan jasa untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya. Konsumen individu dan konsumen organisasi sama pentingnya karena dapat memberikan sumbangan yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Tanpa konsumen individu dan konsumen organisasi, produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan tidak mungkin bisa laku terjual serta keberlangsungan hidup perusahaan menjadi terancam. Konsumen akhir memiliki keunikan dan keberagaman yang menarik untuk dipelajari karena konsumen akhir meliputi seluruh individu dari berbagai usia, pendidikan, latar belakang, dan keadaan sosial ekonomi. Penelitian ini berfokus kepada konsumen individu karena jasa yang mereka beli digunakan dan dikonsumsi sendiri.
8
2.2. Karakteristik Konsumen Menurut
Sumarwan
(2004),
karakteristik
konsumen
meliputi
pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena ia sudah merasa sudah cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil keputusan. karakteristik konsumen yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan karakteristik demografi konsumen. Demografi akan menggambarkan karakteristik suatu penduduk. Beberapa karakteristik demografi dikemukakan oleh Sumarwan (2004) yang sangat penting untuk memahami konsumen adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga, status pernikahan, lokasi geografi, dan kelas sosial. 2.3. Perilaku Konsumen Perusahaan sebagai pemasar harus memahami konsumen, mengetahui apa yang dibutuhkannya, apa seleranya, dan bagaimana ia mengambil keputusan sehingga pemasar dapat memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Pemahaman yang mendalam mengenai perilaku konsumen akan memungkinkan pemasar dapat mempengaruhi keputusan konsumen, sehingga mau membeli apa yang ditawarkan oleh pemasar. Engel, et al. (1994), mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Dikemukakan pula oleh Shiffman and Kanuk (1994) bahwa perilaku konsumen sebagai perilaku yang memperlihatkan dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang diharapkan akan memuaskan kebutuhannya. Mangkunegara (2005), berpendapat bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang
berhubungan
dengan
proses
pengambilan
keputusan
dalam
9
mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan. 2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. 2.4.1. Faktor budaya 1. Budaya Menurut Kotler (2007), budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. Anak-anak yang sedang bertumbuh mendapatkan seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari keluarga dan lembaga-lembaga penting lain. Sedangkan Sumarwan (2004), mendefinisikan budaya sebagai segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang dan masyarakat. Suatu nilai-nilai bisa dianggap sebagai budaya jika semua orang dalam sebuah masyarakat memiliki pemahaman yang sama terhadap nilai-nilai tersebut. Masyarakat modern yang hidup di hampir semua negara memiliki kesamaan budaya, yaitu budaya populer. Mowen dan Minor (2002) mengartikan budaya populer sebagai budaya daya tarik besar-besaran.
Budaya
populer
mempunyai
karakter
yaitu
mengungkapkan pengalaman dan nilai-nilai dari bagian penting populasi dan tidak membutuhkan pengetahuan khusus untuk memahaminya. Beberapa jenis budaya populer: iklan, televisi, musik dan mode (pakaian, kostum dan perlengkapan badan). 2. Sub-budaya Budaya
terdiri
dari
sejumlah
sub-budaya
yang
lebih
menggambarkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. Menurut Kotler (2007), ketika subkultur menjadi besar dan cukup makmur, perusahaan sering merancang program dan strategi pemasaran secara khusus untuk melayani mereka.
10
3. Kelas sosial Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat (Mangkunegara, 2005). Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam bentuk kelas sosial pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hirarkis dan yang para anggotanya menganut nilai, minat, dan perilaku serupa. Menurut Kotler (2007), kelas sosial memiliki beberapa ciri. Pertama, orang-orang di dalam kelas sosial yang sama cenderung berperilaku lebih seragam daripada orang-orang dari dua kelas sosial yang berbeda. Kedua, orang merasa dirinya menempati posisi yang inferior atau superior di kelas mereka. Ketiga, kelas sosial ditandai oleh
sekumpulan
variabel-seperti
pekerjaan,
penghasilan,
kesejahteraan, pendidikan, dan orientasi nilai-bukannya satu variabel. Keempat, individu dapat pindah dari satu tangga ke tangga lain pada kelas sosialnya selama masa hidup mereka. 2.4.2. Faktor Sosial 1. Kelompok acuan Menurut Kotler (2007), kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang
dinamakan
kelompok
keanggotaan.
Beberapa
kelompok keanggotaan merupakan kelompok primer, seperti keluarga, teman, tetangga, rekan kerja, yang berinteraksi dengan seseorang secara terus-menerus dan informal. Orang juga menjadi
anggota
kelompok
sekunder,
seperti
kelompok
keagamaan, profesi, dan asosiasi perdagangan. 2. Keluarga Keluarga masyarakat
dapat yang
didefinisikan terkecil
yang
sebagai
suatu
perilakunya
unit sangat
mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan
11
membeli
(Mangkunegara,
2005).
Keluarga
merupakan
organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Menurut Kotler (2007), kita dapat membedakan dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri, dan cinta. Walaupun pembeli tersebut tidak lagi berinteraksi secara mendalam dengan orang tuanya, pengaruh orang tua terhadap perilaku pembeli dapat tetap signifikan. Pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian sehari-hari adalah keluarga prokreasi- yaitu, pasangan dan anak seseorang. 3. Peran dan Status Seseorang
berpartisipasi
dalam
banyak
kelompok
sepanjang hidupnya, seperti keluarga, klub, dan organisasi. Kedudukan orang itu di masing-masing kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan statusnya. Menurut Kotler (2007), peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status. Seorang wakil dirut pemasaran senior akan memiliki status yang lebih tinggi daripada manajer penjualan, dan manajer penjualan memiliki status yang lebih tinggi daripada pegawai kantor. 2.4.3. Faktor Pribadi 1. Usia dan Tahap Siklus Hidup Orang membeli barang dan jasa yang berbeda-beda sepanjang hidupnya. Selera orang terhadap barang dan jasa juga berhubungan dengan usia. Menurut Kotler (2007), konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga dan jumlah, usia, dan gender orang dalam rumah tangga pada satu saat. Para pemasar juga harus memberi perhatian yang besar pada peristiwa-peristiwa penting dalam hidup atau masa peralihan-seperti menikah,
12
kelahiran
bayi,
sakit,
relokasi,
menduda/menjanda-karena
bercerai,
beralih
peristiwa-peristiwa
kerja, tersebut
memunculkan kebutuhan baru. 2. Pekerjaan dan Lingkungan Ekonomi Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsinya. Perusahaan bahkan dapat mengkhususkan produknya pada kelompok pekerjaan tertentu. Menurut Kotler (2007), pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang: penghasilan yang dapat dibelanjakan (level, kestabilan, pola waktunya), tabungan dan aktiva (termasuk persentase aktiva yang lancar/liquid), utang, kemampuan untuk meminjam, dan sikap terhadap kegiatan berbelanja atau menabung. 3. Kepribadian dan Konsep Diri Kepribadian dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat yang ada pada diri individu yang sangat menentukan perilakunya
(Mangkunegara,
2005).
Kepribadian
berkaitan
dengan adanya perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri manusia, perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu dan masing-masing orang memiliki
karakteristik
kepribadian
yang
berbeda
yang
mempengaruhi perilaku pembeliannya. Menurut Kotler (2007), Kepribadian adalah ciri bawaan psikologis manusia (human psychological traits) yang khas yang menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. Kepribadian biasanya digambarkan dengan menggunakan ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri, dan kemampuan beradaptasi. 4. Gaya Hidup dan Nilai Memahami
kepribadian
tidaklah
lengkap
jika
tidak
memahami konsep gaya hidup. Menurut Kotler (2007), Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada
13
aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan ”keseluruhan
diri
seseorang”
yang
berinteraksi
dengan
lingkungannya. Keputusan konsumen juga dipengaruhi oleh nilai inti, yaitu sistem kepercayaan yang melandasi sikap dan perilaku konsumen. Nilai inti jauh lebih dalam daripada perilaku atau sikap, dan pada dasarnya menentukan pilihan dan keinginan orang dalam jangka panjang. 2.4.4. Faktor Psikologis 1. Motivasi Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan konsumen. Menurut Kotler (2007), beberapa kebutuhan bersifat biogenis; kebutuhan tersebut muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman. Kebutuhan yang lain bersifat psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai level intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan cukup mampu mendorong seseorang bertindak. 2. Persepsi Menurut Kotler (2007), persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi
masukan
informasi
guna
menciptakan
gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik, tapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. 3. Pembelajaran Pembelajaran meliputi perubahan perilaku sesorang yang timbul dari pengalaman. Kotler (2007), beranggapan bahwa sebagian besar perilaku manusia adalah hasil belajar. Ahli teori pembelajaran yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui
14
perpaduan
kerja
antara
pendorong,
rangsangan,
isyarat
bertindak, tanggapan, dan penguatan. Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan seseorang dalam bertingkah laku. Pengalaman dapat diperoleh dari semua perbuatannya di masa lalu atau dapat pula dipelajari, sebab dengan belajar seseorang dapat memperoleh pengalaman. Penafsiran dan peramalan proses belajar konsumen merupakan kunci untuk mengetahui perilaku pembeliannya (Swastha B dan Irawan, 2005). 4. Memori Semua informasi dan pengalaman yang dihadapi orang ketika mereka mengarungi hidup dapat berakhir dalam memori jangka panjang. Para psikolog kognitif memebedakan memori jangka-pendek
(STM-short-term
memory)-satu
gudang
informasi sementara-dan memori jangka panjang (LTM-longterm memory)-gudang yang lebih permanen. 2.5. Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Para pemasar harus memahami setiap sisi perilaku konsumen. Para konsumen akan melewati lima tahap: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian seperti yang terlihat pada Gambar 1 yang menjelaskan proses pembelian konsumen model lima tahap.
Pengenalan masalah
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku pasca pembelian
Gambar 1. Proses pembelian konsumen model lima tahap (Kotler, 2007) 1. Pengenalan masalah atau kebutuhan Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri (Mangkunegara, 2005). Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh
15
rangsangan internal atau eksternal (Kotler, 2007). Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu, dengan mengumpulkan sejumlah informasi dari sejumlah konsumen. Keputusan oleh konsumen dapat digolongkan dalam pengambilan keputusan yang kompleks karena bersifat psikologis. Proses keputusan oleh konsumen dimulai dengan adanya pengenalan kebutuhan yang mulai dirasakan dan dikenal. Adanya kebutuhan tersebut disebabkan karena konsumen merasakan adanya ketidaksesuaian antara keadaan yang aktual dengan keadaan yang diinginkan. Namun jika ketidaksesuaian itu berada dibawah tingkat ambang, maka pengenalan tingkat kebutuhan pun tidak terjadi (Engel. et al. 1995). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Nugroho (2002), pengenalan masalah atau kebutuhan didefinisikan sebagai pemahaman terhadap perbedaan antara kondisi ideal atau kondisi aktualnya namun ketidaksesuaian sudah cukup untuk menimbulkan dan menilai proses keputusan. 2. Pencarian Informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya dalam dua level rangsangan. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level ini, orang hanya sekadar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya orang itu mungkin aktif mencari informasi: mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko atau perusahaan untuk mempelajari produk tertentu (Kotler, 2007). Yang menjadi perhatian utama pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap
keputusan
pembelian
selanjutnya.
Sumber-sumber
informasi
konsumen terdiri dari empat kelompok yaitu : (1) sumber pribadi; keluarga, teman, tetangga, dan kenalan, (2) sumber komersial; iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan (3) sumber publik; media masa, organisasi penentu peringkat konsumen, (4) sumber pengalaman; penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk (Kotler, 2007).
16
Menurut Sumarwan (2004), pencarian informasi dilakukan konsumen ketika memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal). Pencarian internal dilakukan dengan dua langkah yaitu konsumen akan berusaha mengingat semua produk dan merek dan yang kedua adalah konsumen akan fokus kepada produk dan merek yang sangat dikenalnya. Konsumen mungkin cukup sampai pencarian internal jika apa yang telah dicari telah terpenuhi. Jika tidak, konsumen akan berlanjut ke tahap pencarian eksternal, informasi yang dicari melalui pencarian eksternal biasanya meliputi alternatif merek yang tersedia, kriteria evaluasi untuk membandingkan merek, dan tingkat kepentingan dari berbagai kriteria evaluasi. Melalui pengumpulan informasi, konsumen akan mempelajari merek-merek yang bersaing beserta dengan fitur atau fasilitas yang ditawarkan. Berikut adalah urutan-urutan pembuatan keputusan konsumen yang dijelaskan pada Gambar 2.
Kumpulan Total
Kumpulan Kesadaran
Kumpulan Pertimbangan
Kumpulan Pilihan
Keputusan
Gambar 2. Urutan-urutan pembuatan keputusan konsumen (Kotler, 2007) 3. Evaluasi Alternatif Kotler (2007), mengemukakan bahwa terdapat beberapa konsep dasar dalam memahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. Kebutuhan yang diminati oleh pembeli berbeda-beda bergantung jenis produknya. Ada beberapa komponen dasar dalam proses evaluasi alternatif yang dapat dijelaskan pada Gambar 3.
17
Menentukan Kriteria Evaluasi
Menentukan Alternatif Pilihan Menilai Kinerja Alternatif Menerapkan Kaidah Keputusan
Gambar 3. Komponen dasar proses evaluasi alternatif Engel. et, al. (1995) Kriteria evaluasi menurut Engel, et al. (1995), tidak lebih daripada dimensi atau atribut tertentu yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan. Kriteria evaluasi diantaranya mencakup harga, nama merek dan negara asal. Setelah menentukan kriteria evaluasi, konsumen menentukan alternatif mana yang akan dipilih. Sedangkan determinan yang digunakan konsumen selama pengambilan keputusan terdiri dari pengaruh situasi, kesamaan alternatif pilihan, motivasi, keterelibatan dan pengetahuan. Kaidah keputusan sebagai strategi untuk membuat pilihan akhir, disimpan dalam ingatan dan diperoleh kembali jika dibutuhkan. 4. Keputusan Pembelian Setelah melalui tahap evaluasi alternatif, tahap selanjutnya adalah tahap keputusan pembelian. Pada tahap ini konsumen mengambil keputusan mengenai kapan membeli, dimana membeli dan bagaimana membayar. Engel, et al. (1994), mengungkapkan bahwa pembelian merupakan fungsi dari dua deteminan, yaitu niat pembelian dan pengaruh lingkungan, dan/ atau perbedaan individu. Niat pembelian konsumen dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu (1) produk dan merek, dan (2) kelas produk. Keputusan pembelian dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: (1) faktor pendirian orang lain, terjadi karena dua hal yaitu : banyaknya pengaruh negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk memenuhi keinginan orang lain. (2) faktor situasi yang tidak diantisipasi, faktor ini dapat muncul dan mengubah niat pembeli, seperti :
18
kehilangan pekerjaan, beberapa pembeli mungkin mendesak atau percaya, dan pelayanan marketer yang mematikan semangat konsumen. Jadi preferensi dan niat pembelian
bukanlah peramalan perilaku konsumen yang benar-benar
handal. Menurut Nugroho (2002), pembelian dipengaruhi oleh sikap dari pengalaman dan intensitas pembelian yang lebih konsisten dari pada pengalaman yang tidak langsung. Sedangkan sikap dan intensitas pembelian yang dipengaruhi oleh empat hal penting yaitu aksi, target, waktu dan konteks. Berikutnya adalah tahap-tahap antara evaluasi alternatif dan keputusan pembelian yang ditunjukkan pada Gambar 4. Keputusan pembelian
Sikap orang lain
Faktor situasi yang tidak terantisipasi
Niat pembelian
Evaluasi alternatif Gambar 4. Tahap-tahap antara evaluasi alternatif dan keputusan pembelian (Kotler, 2007) 5. Perilaku Pasca Pembelian Setelah konsumen melakukan pembelian, maka konsumen akan mengevaluasi hasil pembelian yang dilakukannya. Hasil evaluasi pasca pembelian dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Jika konsumen merasa puas, maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian selanjutnya. Rasa puas dari konsumen berfungsi unntuk
19
meningkatkan loyalitas sehingga akan meningkatkan penjualan perusahaan, sedangkan ketidakpuasan akan menimbulkan keluhan yang negatif dan upaya minta ganti rugi apabila produk tersebut merugikan konsumen. Hal ini akan berdampak pada penurunan tingkat penjualan produk atau jasa yang berpengaruh pada kemajuan dan tingkat produktifitas perusahaan. Ini mencerminkan bahwa mempertahankan pelanggan yang ada merupakan hal yang sangat penting dalam upaya meningkatkan produktifitas dan citra perusahaan. Nugroho (2002), juga mengemukakan hal yang sama, bahwa tingkat kepuasan dan ketidakpuasan merupakan hasil “feedback” kepada memori dan akan mempengaruhi keputusan-keputusan berikutnya baik pada tingkat kepuasan maupun pada proses lain yang serupa. 2.6. Definisi Jasa Menurut Lovelock (2005), jasa merupakan tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya dan juga merupakan kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut. Jasa merupakan sesuatu yang diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, tidak berwujud (intangible), tetapi hasilnya dapat dilihat dan dirasakan setelah terjadi (sebagai kenyataan). Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. Bila ditinjau dari sudut pandang perusahaan, salah satu cara yang paling efektif dalam melakukan diferensiasi adalah melalui jasa atau pelayanan yang diberikan. Hal ini membawa pengaruh yang cukup mendasar dalam bisnis utama suatu perusahaan. Dalam strategi pemasaran, definisi jasa harus diamati dengan baik, karena pengertiannya sangat berbeda dengan produk berupa barang. Kondisi dan cepat lambatnya pertumbuhan jasa akan sangat bergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja (penampilan) yang ditawarkan oleh pihak produsen. Menurut Payne (1993), jasa merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa
unsur
ketidakberwujudan
(intangibility)
yang
berhubungan
20
dengannya, yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan properti kepemilikannya dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan. Perubahan kondisi mungkin saja terjadi dan produksi jasa bisa saja berhubungan atau bisa pula tidak berkaitan dengan produk fisik. Sedangkan menurut Tjiptono (1996), jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. 2.7. Karakteristik jasa (Tjiptono, 2004), meliputi : 1. Intangble (tidak berwujud) Jasa bersifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan dan dinikmati sebelum dibeli oleh konsumen. 1. Inseparability (tidak dapat dipisahkan) Pada umumnya jasa diproduksi (dihasilkan) dan dirasakan bersamaan. 2. Variability (bervariasi) Jasa senantiasa mengalami perubahan tergantung dari siapa penyedia jasa dan kondisi dimana jasa tersebut diberikan. 3. Perishability (tidak tahan lama) Daya tahan suatu jasa tergantung pada suatu situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor. 5. Lack of ownership Pelanggan tidak dapat memiliki jasa (jasa disewakan). 2.8. Dimensi Mutu Jasa Lima penentu musu jasa (Kotler, 2005), yaitu: 1. Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat. 2. Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. 3. Jaminan (Assurance), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinannya.
21
4. Empati (Empathy), yaitu kesediaan memberikan perhatian yang khusus pada konsumen. 5. Berwujud (Tangible), yaitu penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, peralatan, karyawan dan materi komunikasi. 2.9. Komponen Manajemen Jasa Terpadu Strategi untuk memasarkan barang manufaktur atau biasa kita sebut sebagai produk, perusahaan biasanya memperhatikan empat unsur strategi dasar yaitu produk, harga, tempat (distribusi) dan promosi. Beda halnya jika perusahaan yang bergerak pada bidang jasa yang melibatkan berbagai aspek keterlibatan konsumen dalam produksi dan pentingnya faktor waktu, dan juga membutuhkan unsur strategis. Lovelock (2005), mengemukakan bahwa terdapat 8P manajemen jasa terpadu yaitu product, place and time, process, productivity and quality, people, promotion and education, physic, dan price. 1. Product (produk) Manajer harus memilih fitur-fitur produk inti (baik barang maupun jasa) dan beberapa elemen jasa pelengkap yang mengelilinginya, dengan merujuk manfaat yang diinginkan pelanggan dan seberapa tinggi daya saing produk tersebut. 2. Place and time (tempat dan waktu) Pengiriman elemen produk ke pelanggan melibatkan keputusan tentang tempat dan waktu pengiriman serta melibatkan saluran distribusi fisik atau elektronik, bergantung pada sifat jasa yang diberikan. 3. Process (proses) Desain dan implementasi dari proses yang efektif dapat menciptakan dan menyampaikan elemen produk kepada pelanggan. Sebuah proses menjelaskan metode dan urutan kerja dari sistem yang beroperasi. Proses yang desainnya buruk akan mengganggu pelanggan karena keterlambatan, birokrasi, dan penyampaian jasa yang tidak efektif. 4. Productivity and quality (produktivitas dan kualitas) Peningkatan produktivitas sangat penting untuk menjaga agar biaya tetap terkendali, tetapi tidak dengan mengurangi tingkat layanan yang
22
tidak disukai pelanggan. Kualitas jasa berperan penting bagi diferensiasi produk dan bagi pembentukan loyalitas pelanggan. 5. People (orang) Interaksi langsung dan pribadi antara pelanggan dengan karyawan perusahaan sangat penting bagi keberlangsungan perusahaan jasa. Sifat dari interaksi ini sangat mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. Pelanggan sering menilai kualitas jasa yang mereka terima berdasarkan penilaian terhadap orang-orang yang menyediakan jasa tersebut. 6. Promotion and education (promosi dan edukasi) Komponen ini memainkan tiga peran penting yaitu menyediakan informasi dan saran yang dibutuhkan, membujuk pelanggan sasaran tentang kelebihan suatu produk, dan mendorong pelanggan untuk mengambil tindakan pada suatu waktu. 7. Physic (bukti fisik) Bukti atas kualitas jasa dapat terlihat pada gedung, tanah, kendaraan, perlengkapan, perabotan interior, anggota staf, tanda-tanda, barang cetakan, dan petunjuk yang terlihat lainnya. Perusahaan jasa perlu mengelola bukti fisik secara hati-hati karena dapat mempengaruhi kesan pelanggan. 8. Price (harga dan biaya jasa lainnya) Harga dan komponen biaya jasa lainnya memperlihatkan kepada manajemen
berbagai
biaya
yang
ditimbulkan
pelanggan
dalam
memperoleh manfaat suatu produk jasa. Manajer jasa harus mencari cara untuk meminimalkan biaya yang harus ditanggung pelanggan dalam membeli dan menggunakan jasa tersebut selain tanggung jawab perusahaan untuk menetapkan harga jual kepada pelanggan, menetapkan margin penjualan, dan menetapkan ketentuan-ketentuan kredit.
23
2.10. Analisis Faktor Analisis faktor merupakan salah satu teknik independen metric dalam analisis multivariate. Teknik interindependen merupakan teknik yang mencoba untuk membagi suatu variabel menjadi beberapa kelompok atau untuk memberi arti pada kelompok variabel. Analisis multivariate didefinisikan sebagai metode aplikasi yang berhubungan dengan sejumlah besar hasil pengukuran atas sebuah objek dalam satu atau lebih sampel yang simultan (Wibisono, 2000). Metode ini digunakan pertama kali oleh Charles Spearman untuk memecahkan masalah psikologi dalam tulisannya pada American Journal of Psychology pada tahun 1904 mengenai penetapan dan pengukuran intelektual. Analisis faktor menganalisis sejumlah variabel dari suatu pengukuran atau pengamatan yang dititikberatkan pada teori dan kenyataan yang sebenarnya dan menganalisis interkorelasi (hubungan) antar variabel tersebut untuk menetapkan apakah variasi-variasi yang tampak dalam variabel tersebut berasal atau berdasarkan sejumlah faktor dasar yang jumlahnya lebih sedikit dari jumlah variasi yang ada pada variabel. 2.11. Analisis Crosstab dengan Uji Chi-Square Tabel Tabulasi silang (Crosstabulation Tables), atau biasa disingkat tabel silang (Crosstab), merupakan alat statistik yang dapat digunakan untuk melihat hubungan dari kombinasi dua atau labih variabel (Simamora, 2005). Uji ChiSquare digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh dua variabel berskala nominal. Wahyono (2006) mengemukakan bahwa analisis crosstabs merupakan analisa yang masuk dalam kategori statistik di mana menampilkan tabulasi silang atau tabel kontingensi yang menunjukkan suatu distribusi bersama dan pengujian hubungan antara dua variabel atau lebih. Sedangkan uji Chi-Square atau yang sering disebut juga Chi kuadrat digunakan untuk menguji keselarasan, dimana pengujian dilakukan untuk memeriksa kebergantungan dan homogenitas dari suatu data. Uji Chi-Square akan mengamati secara lebih detail tentang ada dan tidaknya hubungan antarvariabel.
24
2.12. Penelitian Terdahulu Imran (2009) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pelanggan dalam pengambilan keputusan produk adidas (studi kasus konsumen PT. Musantara Sportindo, Depok). Pada proses pengambilan keputusan pembelian produk, hal yang menjadi pertimbangan konsumen adalah daya tahan produk, kenyamanan dipakai serta model/bentuk produk adidas. Alasan utama konsumen menggunakan produk adidas adalah mutu yang sesuai. Dari model sikap Fishbein, didapatkan sikap konsumen terhadap produk Adidas berada dalam kategori baik. Nawang (2006), melakukan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian jasa di Super M Fitness Center Jakarta Timur. Berdasarkan penelitian melalui analisis kuesioner yang dilakukan, diambil beberapa kesimpulan yaitu ada beberapa variabel yang memiliki hubungan yang signifikan yaitu pendidikan terakhir dengan kesesuaian latihan fitness dengan hasil akhir, pendidikan terakhir dengan kesesuaian alat, profesi konsumen dengan penataan ruangan/peralatan, pendidikan terakhir dengan harga yang ditawarkan, dan profesi konsumen dengan sertifikat trainer. Atribut trainer yang ahli di bidangnya merupakan atribut jasa dari Super M Fitness Center yang dianggap paling penting oleh konsumen untuk dipertimbangkan ketika akan berlatih fitness di Super M Fitness Center. Namun secara keseluruhan konsumen menganggap penting semua atribut untuk dipertimbangkan ketika akan berlatih fitness di Super M Fitness Center. Selain itu, atribut harga yang ditawarkan oleh Super M Fitness Center dianggap baik oleh konsumen, sehingga mendapat nilai evaluasi kepercayaan tinggi dari konsumen. Menurut Fishbein, sikap konsumen Super M Fitness Center tergolong positif. Penelitian ini menganalisis tentang jasa dan menggunakan alat analisis yang berbeda dengan penelitian yang digunakan oleh Imran (2009) yaitu analisis crosstab dengan uji chi-square yang menghubungkan dua variabel untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel tersebut. Untuk perbedaan terhadap penelitian Nawang (2006), penelitian ini membatasi hanya pada tiga
25
alat analisis yaitu analisis deskriptif, analisis faktor, dan analisis Chi-Square serta menggunakan acuan empat faktor
(budaya, sosial, individu , dan
psikologi) serta teori dimensi mutu jasa. Sedangkan Nawang (2006), menggunakan dua faktor (pengaruh lingkungan dan perbedaan individu) menurut Engel, et al. (1994) dan teori dimensi mutu jasa yang dikemukakan oleh Kotler (2005).