Latar Belakang PENDAHULUAN Gangguan psikosomatis adalah faktor psikologis yang merugikan, mempengaruhi kondisi medis pasien. Faktor psikologis tersebut dapat berupa gangguan mental, gejala psikologis, sifat kepribadian atau gaya mengatasi masalah, dan perilaku kesehatan yang maladaptif. Kurang lebih 400 tahun SM ahli filsafat Hipocrates sudah mengutarakan pentingnya peran faktor psikis pada penyakit. Pada abad pertengahan Paracelcus seorang ahli kimia menyatakan bahwa kekuatan batin memiliki pengaruh terhadap kekuatan seseorang. Menurut The National Academy Science tahun 1978 definisi psikosomatis adalah bidang interdisiplin yang memperhatikan perkembangan dan integrasi ilmu pengetahuan prilaku, biomedis dan teknik yang relevan dengan kesehatan dan penyakit serta penerapan pengetahuan, dan teknikteknik tersebut untuk mencegah, mendiagnosis dan rehabilitasi. Kedokteran psikosomatis menyadari kesatuan dari pikiran dan tubuh serta interaksi diantara keduanya, dimana faktor psikologis penting dalam perkembangan semua penyakit, namun apakah peranannya dalam memulai, perkembangan, memperberat dan eksaserbasi penyakit, predisposisi atau reaksi terhadap suatu penyakit masih dalam perdebatan. Dengan demikian kedokteran perilaku adalah istilah yang khusus untuk kedokteran psikosomatis.
1
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan somatis yang artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat (DSM IV) istilah psikosomatis telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis. Menurut Wittkower psikosomatis secara luas didefinisikan sebagai usaha untuk mempelajari interelasi aspekaspek psikologis dan aspekaspek fisis semua faal jasmani dalam keadaan normal maupun abnormal. Ilmu ini mencoba mempelajari, menemukan interelasi dan interaksi antara fenomena kehidupan psikis (jiwa) dan somatis (raga) dalam keadaan sehat maupun sakit. Klasifikasi Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk faktor psikologis yang memengaruhi keadaan medis ditunjukkan di dalam Tabel 1. Yang tidak termasuk adalah: (1) gangguan jiwa klasik yang memiliki gejala fisik sebagai bagian dari gangguan (cth., gangguan konversi, yaitu gejala fisik ditimbulkan oleh konflik psikologis); (2) gangguan somatisasi, yaitu gejala fisik tidak didasari oleh patologi organik; (3) hipokondriasis, yaitu pasien memiliki kepedulian yang berlebihan dengan kesehatan mereka; (4) keluhan fisik yang sering dikaitkan dengan gangguan jiwa (cth., gangguan distimik yang biasanya memiliki penyerta somatik, seperti kelemahan otot, astenia, lelah, dan keletihan); serta (5) keluhan fisik yang dikaitkan dengan gangguan terkait-zat (cth., batuk dikaitkan dengan ketergantungan nikotin).
2
Tabel 1 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Faktor Psikologis yang Memengaruhi Keadaan Medis Umum A. Terdapat keadaan medis umum (diberi kode pada Aksis III). B. Faktor psikologis memengaruhi keadaan medis secara berlawanan dalam satu atau lebih cara 1. Faktor memengaruhi perjalanan keadaan medis umum, seperti yang ditunjukkan oleh hubungan waktu yang erat antara faktor psikologis dan timbulnya atau memburuknya, atau tertundanya pemulihan, keadaan medis umum. 2. Faktor mengganggu terapi keadaan medis umum. 3. Faktor merupakan risiko kesehatan tambahan untuk individu. 4. Respons fisiologis terkait-stres mencetuskan atau rnemperburuk gejala keadaan medis umum. Pilih nama berdasarkan sifat faktor psikologis (jika ada lebih darI satu faktor, tunjukkan yang paling menonjol): Gangguan mental yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth., gangguan Aksis I seperti gangguan depresif berat menunda pemulihan dari infark miokardium) Gejala psikologis yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth.,gejala depresif rnenunda pemulihan setelah pembedahan; asma yang diperburuk ansietas) Ciri kepribadian atau gaya koping yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth., penyangkalan patologis kebutuhan operasi pada pasien kanker; perilaku tertekan dan bermusuhan yang turut menyebabkan penyakit kardiovaskular) Perilaku kesehatan maladaptif yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth.,makan berlebihan; tidak ada olah raga; seks yang tidak aman)
3
Respons fisiologis Terkait-Stres yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth., perburukan ulkus karena stres, hipertensi, aritmia, atautension headache) Faktor psikologis lain atau tidak terinci yang memengaruhi ...[tunjukkan keadaan medis umum] (cth., faktor interpersonal, budaya, atau religius) (Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000). Etiologi Ada beberapa penyebab dari gangguan psikosomatis : 1.Stress Umum Stress ini dapat berupa suatu peristiwa atau suatu situasi kehidupan dimana individu tidak dapat berespon secara adekuat. Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, didalam skala urutan penyesuaian sosial (social read justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang ratarata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan kepada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan oleh perubahan lingkungan kehidupan.Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis adalah orang yang cenderung mengalami gangguan psikosomatis, jika mereka mengalaminya, mereka dengan mudah pulih dari gangguan. 2.Stress Spesifik dan Non Spesifik Stress psikis spesifik dan non spesifik dapat didefinisikan sebagai kepribadian spesifik atau konflik bawah sadar yang menyebabkan ketidakseimbangan homeostatis yang berperan dalam perkembangan gangguan psikosomatis. Tipe kepribadian tertentu yang pertama kali diidentifikasi berhubungan dengan kepribadian koroner (orang yang memiliki kemauan keras dan agresif yang 4
cenderung mengalami oklusi miokardium). 3. Variabel Fisiologis Faktor hormonal dapat menjadi mediator antara stres dan penyakit, dan variabel lainnya adalah kerja monosit. Mediator antara stres yang didasari secara kognitif dan penyakit (mungkin disebabkan oleh hormonal) seperti pada sindroma adaptasi umum Hans Selye, dimana hidrokortison adalah mediatornya, mediator tersebut mungkin dapat mengubah fungsi sumbu hipofisis anterior hipotalamus adrenal dan penciutan limfoit. Dalam rantai hormonal, hormon dilepaskan dari hipotalamus dan menuju hipofisis anterior, dimana hormon tropik tersebut berinteraksi secara langsung atau melepaskan hormon dari kelenjar endokrin lain. Variabel penyebab lainnya mungkin adalah kerja dari monosit. Monosit berinteraksi dengan neuropeptida otak (yang berperan sebagai pembawa pesan (messager) antara sel-sel otak). Jadi, imunitas dapat mempengaruhi keadaan psikis dan mood. Patofisiologi – Teori Stres Pada
tahun
1920,
Walter
Cannon
melakukan
studi
sistematik
pertama mengenai hubungan stres dengan penyakit. Ia menunjukkan bahwa perangsangan sistem saraf otonom memudahkan organisme untuk respons ``fight or flight" yang ditandai dengan hipertensi, takikardia, dan meningkatnya curah jantung. Hal ini berguna pada hewan yang dapat melawan atau lari, tetapi pada orang yang tidak dapat melakukannya karena beradab, stres berikutnya menimbulkan penyakit (cth., hipertensi yang dihasilkan).2 Pada tahun 1950-an, Harold Wolff (1898-1962) mengamati bahwa fisiologi saluran gastrointestinal tampak berhubungan dengan keadaan emosional yang khusus. Hiperfungsi terkait dengan permusuhan, dan hipofungsi dengan kesedihan. Wolff menganggap reaksi tersebut tidak spesifik, mengingat bahwa reaksi pasien ditentukan oleh situasi kehidupan umum dan penilaian persepsi terhadap peristiwa yang menimbulkan stres. Lebih dini lagi, William Beaumont 5
(1785-1853), ahli bedah militer Amerika, memiliki pasien yang bernama Alexis St.Martin, yang menjadi terkenal karena luka akibat tembakan senjata yang menyebabkan fistula lambung yang permanen. Beaumont mencatat bahwa selama keadaan emosional yang sangat hebat, mukosa dapat menjadi hiperemik atau memucat, menunjukkan bahwa aliran darah ke lambung dipengaruhi oleh emosi.2 Hans Seyle (1907-1982) mengembangkan suatu model stres yang disebut sindrom adaptasi umum. Model ini terdiri atas tiga fase: (1) reaksi alarm; (2) tahap resistensi, idealnya adaptasi dicapai; dan (3) tahap kelelahan, adaptasi atau resistensi yang didapat bisa hilang. Ia menganggap stres sebagai respons tubuh yang tidak spesifik terhadap tuntutan apapun yang disebabkan baik oleh keadaan menyenangkan atau tidak menyenangkan. Seyle yakin bahwa stres, menurut definisi, tidak harus selalu tidak menyenangkan. Ia menyebut stres yang tidak menyenangkan sebagai "penderitaan". Untuk menerima kedua jenis stres— menyenangkan atau tidak menyenangkan—membutuhkan adaptasi.2 Respon Neurotransmiter terhadap Stres Stresor mengaktifkan sistem noreadrenergik di otak (paling jelas di locus ceruleus) dan menyebabkan pelepasan katekolamin dari sistem saraf otonom. Stresor juga mengaktifkan sistem serotonergik di otak, seperti yang dibuktikan dengan meningkatnya pergantian serotonin. Bukti terkini mengesankan bahwa meskipun glukokortikoid cenderung meningkatkan fungsi serotonin secara keseluruhan, mungkin terdapat perbedaan pengaturan glukokortikoid dengan subtipe reseptor serotonin, yang dapat memiliki kaitan untuk fungsi serotonergik pada depresi dan penyakit-penyakit terkait. Contohnya, glukokortikoid dapat meningkatkan kerja serotonin yang diperantarai oleh 5-HT 2, sehingga turut menyebabkan penguatan kerja tipe reseptor ini, yang telah dikaitkan di dalam patofisiologi gangguan depresif berat. Stres juga meningkatkan neurotransmisi dopaminergik pada jaras mesoprefrontal. Neurotransmiter asam amino dan peptidergik juga terlibat di dalam respons stres. Sejumlah studi menunjukkan bahwa corticotropin-releasing factor (CRF) (sebagai neurotransmiter, bukan sebagai pengatur hormonal fungsi aksis 6
hipotalamus-hipofisis-adrenal), glutamat (melalui reseptor N metil-D-aspartat [NMDA]) dan y-aminobutiric acid (GABA) semuanya memainkan peranan penting di dalam menimbulkan respons stres atau mengatur sistem yang berespons terhadap stres lainnya seperti sirkuit otak dopaminergik dan noradrenergik. Respon Endokrin Terhadap Stres Sebagai respons terhadap stres, CRF disekresikan dari hipotalamus ke sistem hipofisial-hipofisis-portal. CRF bekerja di hipofisis anterior untuk memicu pelepasan hormon adrenokortikotropin (ACTH). Setelah dilepaskan, ACTH bekerja di korteks adrenal untuk merangsang sintesis dan pelepasan glukokortikoid. Glukokortikoid sendiri memiliki jutaan efek di dalam tubuh, tetapi kerjanya dapat dirangkum dalam istilah singkat sebagai meningkatkan penggunaan energi, meningkatkan aktivitas kardiovaskular dalam respons "fight or flight", dan menghambat fungsi seperti pertumbuhan, reproduksi, dan imunitas. Aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal merupakan pelaku pengendali umpan balik negatif yang ketat melalui produk akhirnya sendiri (yaitu, ACTH dan kortisol) di berbagai tingkat, termasuk hipofisis anterior, hipotalamus, dan regio otak suprahipotalamik seperti hipokampus. Di samping CRF, berbagai secretagogue (yaitu zat yang merangsang pelepasan ACTH) dikeluarkan dan dapat memintas pelepasan CRF serta bekerja langsung untuk memutar kaskade glukokortikoid. Contoh secretagogue termasuk katekolamin, vasopresin, dan oksitosin. Yang menarik, stresor berbeda (cth., stres dingin lawan hipotensi) memicu pola pelepasan secretagogue yang berbeda, juga menunjukkan bahwa gagasan respons stres yang sama terhadap stresor umum adalah terlalu disederhanakan.
Respon Imun Terhadap Stres 7
Bagian dari respons stres terdiri atas inhibisi fungsi imun oleh glukokortikoid.
Inhibisi
dapat
mencerminkan
kerja
kompensasi
aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal untuk mengurangi efek fisiologis stres lainnya. Sebaliknya, stres juga dapat menyebabkan aktivasi imun melalui berbagai jalur. CRF sendiri dapat merangsang pelepasan norepinefrin melalui reseptor CRF yang terletak di locus ceruleus, yang mengaktifkan sistem saraf simpatis, baik sentral maupun perifer, serta meningkatkan pelepasan epinefrin dari medula adrenal. Di samping itu, terdapat hubungan langsung neuron norepinefrin yang bersinaps pada set target imun. Dengan demikian, di dalam menghadapi stresor, juga terdapat aktivasi imun yang dalam termasuk pelepasan faktor imun humoral (sitokin) seperti interleukin-1 (IL-1) dan IL-6. Sitokin ini dapat menyebabkan pelepasan CRF lebih lanjut, yang di dalam teori berfungsi untuk meningkatkan efek glukokortikoid sehingga membatasi sendiri aktivasi imun. 2 a. Kriteria yang positif (yang biasanya jarang ada) 1. Tidak didapatkan kelainankelainan organik pada pemeriksaan yang teliti sekalipun, walaupun mempergunakan alatalat canggih. Bila ada kelainan organik belum tentu bukan psikosomatik, sebab :
Bila penyakit psikosomatik tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup lama
dapat menimbulkan kelainankelainan organik pada alatalat yang dikeluhkan. Secara kebetulan ada kelainan organik, tapi kelainan ini tidak dapat menerangkan keluhan yang ada pada pasien tersebut, yang dinamakan
koinsidensi. Sebelum timbulnya psikosomatis, telah ada lebih dahulu kelainan organiknya tetapi tidak disadari oleh pasien. Baru disadari setelah diberitahu oleh orang lain atau kadangkadang oleh dokter yang mengobatinya. Hal ini membuatnya menjadi takut, khawatir dan gelisah, yang dinamakan iatrogen.
2. Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada gejalagejala psikotik yakni tidak ada disintegrasi kepribadian, tidak ada distorsi realitas.Masih mengakui bahwa dia 8
sakit, masih mau aktif berobat. 2b. Kriteria positif (yang biasanya ada) 1. Keluhankeluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu 2. Keluhankeluhan tersebut bergantiganti dari satu sistem ke sistem lain,yang dinamakan shifting phenomen atau alternasi. 3. Adanya vegetatif imbalance (ketidakseimbangan susunan saraf otonom). 4. Penuh dengan stress sepanjang kehidupan (stress full life situation) yang menjadi sebab konflik mentalnya. 5. Adanya perasaan yang negatif yang menjadi titik tolak keluhankeluhannya. 6. Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi) proksimal dari keluhankeluhannya. 7.Adanya faktor predisposisi yang dicari dari anamnesis longitudinal. Yang membuat pasien rentan terhadap faktor presipitasi itu.Faktor predisposisi dapat berupa faktor fisik / somatik, biologi, stigmata neurotik, dapat pula faktor psikis dan sosiokultural. Kriteriakriteria ini tidak perlu semuanya ada tetapi bila ada satu atau lebih, presumtif, indikatif untuk penyakit psikosomatis. Manifestasi klinis Beberapa manifestasi klinis dari gangguan psikosomatis antara lain: 1. Terdapat suatu kondisi medis umum 2. Faktor psikologis secara merugikan mempengaruhi kondisi medis umum dengan cara: Faktor psikologis telah mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum seperti yang ditunjukkan oleh hubungan temporal yang erat antara faktor psikologis dan perkembangan atau eksaserbasi dari atau keterlambatan penyembuhan dari
kondisi medis umum. Faktor psikologis mempengaruhi terapi kondisi medis umum Faktor psikologis berperan dalam resiko kesehatan individu Respon psikologis yang berhubungan dengan stres mencetuskan atau Mengeksaserbasi gejala kondisi medis umum.
Yang dimaksud dengan faktor psikologis tersebut adalah:
Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (misalnya gangguan depresi 9
berat memperlambat penyembuhan infark miokard). Gangguan psikologis mempengaruhi kondisi medis (misalnya gejala depresi memperlambat pemulihan setelah pembedahan, kecemasan mengeksaserbasi
asma). Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis (misalnya penyangkalan patologis terhadap kebutuhan pembedahan pada seorang pasien dengan kanker, perilaku bermusuhan dan tertekan berperan pada
penyakit kardiovaskuler). Gangguan kesehatan maladaptif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak
melakukan olahraga, seks yang tidak aman, makan yang berlebihan) Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis (misalnya eksasebasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau nyeri kepala yang
berhubungan dengan stres). Faktor psikologi lain yang tidak ditentukan mempengaruhi kondisi medis (misalnya faktor personal, kultural atau religius).
Gangguan Spesifik pada Psikosomatis Ada beberapa gangguan spesifik yang dapat disebabkan oleh gangguan psikis: 1.Sistem Kardiovaskuler – Mekanisme yang terjadi pada psikosomatis dapat melalui rasa takut atau kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah, menimbulkan kelainan pada ritme dan EKG. Kehilangan semangat dan putus asa mengurangi frekuensi, daya pompa jantung dan tekanan darah.
Gejalagejala yang sering didapati antara lain: takikardia, palpitasi, aritmia, nyeri perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur. Gejala gejala seperti ini sebagian besar merupakan manifestasi gangguan kecemasan.
a. Penyakit arteri koroner 10
Penyakit arteri koroner menyebabkan penurunan aliran darah ke jantung yang ditandai oleh rasa tidak nyaman, tekanan pada dada dan jantung episodik.Keadaan ini biasanya ditimbulkan oleh penggunaan tenaga dan stres dan dihilangkan oleh istirahat atau nitrogliserin sublingual.Flanders Dunbar menggambarkan pasien dengan penyakit jantung koroner sebagai kepribadian agresifkompulsif dengan kecenderungan bekerja dengan waktu yang panjang dan untuk meningkatkan kekuasaan. Meyer Fiedman dan Ray Rosenman mendefinisikan kepribadian tipe A tipe B. Kepribadian tipe A adalah berhubungan erat dengan perkembangan penyakit jantung koroner. Mereka adalah orang yang berorientasi tindakan berjuang keras untuk mencapai tujuan yang kurang jelas dengan cara permusuhan kompetitif. Mereka sering agresif, tidak sabar, banyak bergerak, berjuang, dan marah jika dihalangi. Kepribadian tipe B adalah kebalikannya. Mereka cenderung santai, kurang agresif, kurang aktif berjuang mencapai tujuannya. Untuk menghilangkan ketegangan psikis yang berhubungan dengan penyakit, klinisi menggunakan obat psikotropika, contohnya diazepam.Terapi medis harus suportif dan menentramkan, dengan suatu penekanan psikologis untuk menghilangkan stres psikis, kompulsivitas dan ketegangan. b. Hipertensi esensial Orang dengan hipertensi tampak dari luar menyenangkan, patuh dan kompulsif walaupun kemarahan mereka tidak di ekspresikan secara terbuka, mereka memiliki kekerasan yang terhalangi, yang ditangani secara buruk. Mereka tampak memiliki presdiposisi untuk hipertensi, yaitu bila terjadi stress kronis pada kepribadian kompulsif yang terpresdiposisi secara genetik yang telah merepresi dan menekan kekerasan, dapat terjadi hipertensi. Keadaan ini cenderung terjadi pada kepribadian tipe A. Psikoterapi suportif dan dan teknik perilaku ( biofeedback, meditasi, terapi relaksasi) telah dilaporkan berguna dalam pengobatan hipertensi.
11
c. Gagal jantung kongestif Faktor psikologis seperti stres, dan konflik emosional non spesifik, sering kali bermakna dalam memulai atau eksaserbasi gangguan. Intinya bahwa psikoterapi suportif adalah penting pada pengobatannya.
d. Sinkop vasomotor (vasodepressor) Sinkop vasomotor ditandai oleh kehilangan kesadaran secara tibatiba yang disebabkan oleh serangan vasovagal. Rasa khawatir atau takut akut menghambat impuls untuk berkelahi atau melarikan diri, dengan demikian menampung darah di anggota gerak bawah, dari vasodilatasi pembuluh darah didalam tungkai. Reaksi tersebut menyebabkan penurunan pasokan darah ke otak, sehingga terjadi hipoksia otak dan kehilangan kesadaran. e. Aritmia jantung Aritmia yang potensial membahayakan hidup kadangkadang terjadi dengan luapan emosional dan trauma emosional. f. Fenomena Raynaud Fenomena Raynaud seringkali disebabkan oleh stress eksternal. Fenomena Raynaud ditandai dengan penyempitan abnormal pembuluh darah lokal. Fenomena Raynaud sering juga dikaitkan dengan penyakit autoimun (reumatoid arthritis, sistemik lupus eritematosus dan skleroderma), perubahan hormonal (hipotiroid) dan trauma (frostbite). g. Penyakit Jantung Psikogenik Beberapa pasien adalah bebas dari penyakit jantung tetapi masih mengeluh gejala yang mengarah ke jantung. Mereka seringkali menunjukkan keprihatinan morbid tentang jantung mereka dan rasa takut akan penyakit jantung yang meningkat. Rasa takut mereka dapat terentang dari masalah kecemasan yang dimanifestasikan oleh fobia atau hipokondriasis parah, sampai pada keyakinan 12
waham bahwa mereka menderita penyakit jantung. Pengobatan psikofarmaka ditujukan pada gejala yang menonjol. Obat antiansietas dapat digunakan pada kecemasan yang berat. 2. Sistem pernafasan a. Asma bronkialis Faktor genetik, alergik, infeksi, stres akut dan kronis semuanya berperan dalam menimbulkan penyakit. Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan konstriksi bronkioli bila sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan mudah terangsang. Walaupun pasien asma karateristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang berlebihan, tidak ada tipe kepribadian yang spesifik yang telah diindentifikasi. Pasien asmatik harus diterapi dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain menghilangkan stres, penyesuaian diri, menghilangkan alergi serta mengatur kerja sistem saraf vegetatif dengan obat obatan. b. Hay fever Faktor psikologis yang kuat berkombinasi dengan elemen energi untuk menimbulkan Hay Fever. Faktor psikiatrik, medis, dan alergik harus dipertimbangkan sebagai terapi hay fever. c. Sindroma hiperventilasi Sindroma hiperventilasi disebut juga dispneu nerveous (freud), pseudo asma, distonia pulmonal (hochrein). Gambaran klinis berupa: Parastesia, terutama pada ujung tangan dan kaki. Gejalagejala sentral seperti gangguan penglihatan berupa mata kabur yang dikenal sebagai Blury eyes. Penderita juga mengeluh bingung, sakit kepala dan pusing. Keluhan pernafasan seperti dispneu, takipneu, batuk kering, sesak dan perasaan tidak dapat bernafas bebas. Keluhan jantung. Sering dijumpai kelainan yang menyerupai angina pektoris dan juga ditemukan pada kelainan fungsional jantungdan sirkulasi. Keluhan umum, seperti kaki dan tangan dingin yang sangat menganggu, Cepat lelah, lemas, mengantuk, dan sensitif terhadap cuaca.
13
d. Tuberkulosis
Onset dan perburukan tuberkulosis sering kali berhubungan dengan stres akut dan kronis. Faktor psikologis mempengaruhi sistem kekebalan dan mungkin mempengaruhi daya tahan pasien terhadap penyakit. Psikoterapi suportif adalah berguna karena peranan stres dan situasi psikososial yang rumit.
3. Sistem gastrointestinal a. Gastritis Kriteria psikologis diperlukan karena diagnosis dengan penemuan negatif organis dan keluhan vegetatif tidak mencukupi. Dari evaluasi psikis ditemukan: 1. Gejala bersifat neurosis 2. Depresi dan anxietas 3. Berkeinginan untuk dirawat dan dimanja dan untuk memiliki objek yang diinginkan. b.Ulkus peptikum Sifat kepribadian ulkus menjadi faktor presdiposisi. Sifat kepribadian itu antara lain: 1.Tingkah laku Orang tersebut biasanya tegang, selalu waswas, sangat aktif dalam berbagai bidang.Tidak mudah menerima kenyataan bila dia gagal. 2.Kepandaian Mempunyai kepandaian dalam berbagai bidang yang dikerjakan sekaligus pada waktu yang bersamaan 3.Pertanggungjawaban Mempunyai tanggung jawab yang sangat besar bahkan sampai memikirkan pekerjaan orang lain. 4. Pengenalan terhadap penyakitnya Tidak menghiraukan penyakitnya, sering terlambat makan, merasa sakit ulu hati tapi masih mau bekerja terus, sering datang terlambat ke dokter. 5. Umur Terbanyak pada usia 30an, karena banyak faktor stres, kesulitan dalam bidang ekonomi dan keluarga. 14
6. Jenis kelamin/ bangsa Lakilaki lebih sering dibandingkan wanita.Kulit hitam lebih jarang dibandingkan kulit putih. 7. Faktor sosial Sering ditemukan dikota besar dan daerah industri.Stres dan kecemasan yang disebabkan oleh berbagai konflik yang tidak spesifik dapat menyebabkan hiperasiditas lambung dan hipersekresi pepsin, yang menyebabkan suatu ulkus.Psikoterapi merupakan terapi yang dapat dipakai untuk konflik ketergantungan pasien.Biofeedback dan terapi relaksasi mungkin berguna. Terapi medis lain yang digunakan adalah cimetidine, famotidine. c. Kolitis ulserativa Tipe kepribadian dari pasien dengan Kolitis ulserativa menunjukkan sifat kompulsif yang menonjol. Pasien cenderung suka kebersihan, tertib, rapi, tepat waktu, intelek, malumalu, dan terinhibisi dalam mengungkapkan kemarahan. Stres non spesifik dapat memperberat penyakit ini. Terapi yang dianjurkan pada kolitis ulserativa yang akut adalah psikoterapi yang non konfrontatif dan suportif dengan psikoterapi interpretatif selama periode tenang. Terapi medis terdiri dari tindakan medis nonspesifik, seperti antikolinergik dan anti diare. d. Penyakit Crohn Penyakit Crohn adalah penyakit peradangan usus yang terutama mengenai usus halus dan kolon. Gejala yang lazim mencakup diare, nyeri abdomen, dan penurunan berat badan. Penyakit ini prevalensinya lebih kecil dibandingkan dengan kolitis ulseratif. Perjalanan penyakitnya bersifat kronis, sering dengan periode remisi yang diikuti periode gejala akut. Satu studi mengenai gejala psikiatrik pada penyakit Crohn sebelum onset gejala fisik menemukan angka yang lebih tinggi (23%) adanya gangguan panik sebelumnya daripada subjek kontrol dan subjek dengan kolitis ulseratif. 15
e. Obesitas Terdapat presdiposisi familial genetika pada obesitas, dan faktor perkembangan awal ditemukan pada obesitas masa anakanak.Faktor psikologis adalah penting pada obesitas hipergrafik (makan berlebihan). Terapi yang dianjurkan adalah pembatasan diet dan penurunan asupan kalori. Dukungan emosional dan modifikasi perilaku adalah membantu untuk kecemasan dan depresi yang berhubungan dengan makan berlebihan dan diet. Teknik behaviour modification bertujuan untuk mengubah kebiasaan makan, salah satu programnya sebagai berikut: 1. Deskripsi tingkah laku untuk mengidentifikasi unsur mana dalam tingkah laku itu yang dapat diubah. 2. Pengendalian stimuli yang mendahului makan. 3. Memperlambat proses makan. 4. Menyediakan nilai untuk pengendalian yang berhasil. e. Anoreksia nervosa Ditandai oleh perilaku yang diarahkan untuk menghilangkan berat badan, pola aneh dalam menangani makanan, penurunan berat badan, rasa takut yang kuat terhadap kenaikan berat badan, dan gangguan mengenai citra tubuh. 4. Sistem muskuloskletal a. Artritis rematoid Stress psikologis mungkin mempresdiposisikan pasien pada artritis rematoid dan penyakit autoimun melalui supresi kekebalan. Pasien artritis merasa terkekang, terikat dan terbatas. Karena banyak pasien artritis memiliki riwayat aktivitas fisik yang menjadi terbatas. Mereka seringkali memiliki rasa marah yang terepresi tentang pembatasan fungsi otototot mereka, yang memperberat kekakuan dan imobilitas mereka. 16
Kriteria diagnostik untuk rasa sakit psikosomatis adalah :
Saat rasa sakit bersamaan dengan krisis emosional Kepribadian yang khusus Perbedaan frekuensi pada pria dan wanita Hubungan dengan gangguan psikosomatis yang lain Riwayat keluarga Hilang timbul Hilang pada perubahan lingkungan, pergaulan, kebudayaan
b. Nyeri punggung bawah Nyeri punggung bawah mengenai hampir 15 juta orang Amerika dan merupakan salah satu alasan utama untuk tidak masuk bekerja dan untuk keluhan cacat yang dibayarkan pada pekerja oleh perusahaan asuransi. Tanda dan gejala bervariasi antarpasien, paling sering terdiri atas nyeri yang menyiksa, gerakan terbatas, parestesia, dan kelemahan atau baal, semuanya dapat disertai oleh ansietas, takut, atau bahkan panik. Daerah yang paling sering terkena adalah regio lumbal bawah, lumbosakral, dan sakroilika. Gangguan ini sering disertai dengan sciatica, dengan nyeri yang menjalar ke bawah ke salah satu atau kedua bokong atau mengikuti distribusi nervus iskiadikus. Meskipun nyeri punggung bawah dapat disebabkan oleh ruptur diskus intervertebra, fraktur pada punggung, defek kongenital spinal bawah, atau ketegangan otot ligamentosa, banyak pula penyebab yang bersifat psikosomatik. Dokter yang memeriksa terutama harus mewaspadai pasien dengan riwayat trauma punggung minor disertai nyeri berat. Pasien dengan nyeri punggung bawah sering melaporkan bahwa nyeri dimulai pada waktu trauma psikologis atau stres, tetapi yang lainnya (mungkin 50 persen) merasa nyeri secara bertahap dalam periode waktu berbulan-bulan. Reaksi pasien terhadap nyeri sangat emosional, dengan ansietas dan depresi berlebihan. Lebih lagi, distribusi nyeri jarang mengikuti distribusi neuroanatomis normal dan lokasi serta intensitasnya dapat bervariasi.
17
Menurut Sarno, patofisiologi yang terlibat adalah vasospasme pembuluh darah yang mendarahi otot, saraf, atau tendo yang terlibat. Vasospasme diperantarai oleh sistem saraf otonom, yang sangat sensitif terhadap perubahan emosi, stres emosional kronis, dan afek yang tidak disadari. Iskemia dan kurangnya oksigen menyebabkan nyeri di area yang terlibat. Sebuah analogi dapat diberikan pada vasospasme arteria koronaria yang menyebabkan angina. Terapi mencakup pemberian edukasi kepada pasien mengenai komponen fisiologis (vasospasme) dan membantu mereka memahami cara kerja pikiran dan konflik yang timbul dari afek yang tidak disadari, khususnya kemarahan. Pasien mengerti bahwa pikiran menggantikan nyeri fisik untuk nyeri emosi sehingga pikiran yang disadari tidak harus menghadapi konflik. Aktivitas fisik harus dilanjutkan sesegera mungkin, dan terapi seperti manipulasi spinal dan sesi terapi fisik yang diperintahkan digunakan minimal. 5. Sistem endokrin a. Hipertiroidisme Hipertiroidisme (tirotoksikosis) adalah suatu sindroma yang ditandai oleh perubahan biokimiawi dan psikologis yang terjadi sebagai akibat dari kelebihan hormon tiroid endogen atau eksogen yang kronis.Gejala medis yang sering muncul berupa intoleransi panas, keringat berlebihan, diare, penurunan berat badan, takikardi, palpitasi dan muntah. Gejala dan keluhan psikiatrik yang muncul antara lain ketegangan, eksitabilitas, iritabilitas, bicara tertekan, insomnia, mengekspresikan rasa takut yang berlebihan terhadap ancaman kematian. b. Diabetes melitus Diabetes melitus adalah suatau gangguan metabolisme dan sistem vaskuler yang dimanifestasikan oleh gangguan penanganan glukosa, lemak, dan protein tubuh. Gangguan ini terjadi akibat gangguan sekresi atau kerja insulin Riwayat herediter dan keluarga sangat penting dalam onset diabetes. Onset yang mendadak sering kali berhubungan dengan stres emosional yang mengganggu keseimbangan homeostatik pasien yang terpredisposisi. Meninger berpendapat bahwa ada hubungan antara 18
psikoneurotik dengan diabetes, dengan alasan: Jelas adanya gangguan mental sebelum timbulnya penyakit diabetes Gangguan mental yang lain dari gejala mental yang timbul pada penyakit hati atau hipoglikemi Penyembuhan gangguan mental pararel dengan keadaan kadar gula darah Gangguan metabolisme karbohidrat dan glukosuria membaik dengan diet Dengan sembuhnya gangguan mental, diabetes juga membaik. Menurut Meninger ada 3 gangguan mental yang dijumpai pada diabetes: a. Depresi b. Anxietas c. Fatigue (letih) Faktor psikologis yang tampak signifikan adalah yang mencetuskan perasaan frustr asi, kesepian, dan kesedihan. Pasien dengan diabetes harus mempertahankan kendali diet dalam penyakit diabetesnya. Ketika depresi dan sedih, mereka sering makan dan minum berlebihan sehingga akan menyebabkan kadar glukosa di atas normal. c. Gangguan endokrin wanita Premenstrual syndrome (PMS), ditandai oleh perubahan subjektif mood, rasa kesehatan fisik, dan psikologis umum yang berhubungan dengan siklus menstruasi. Secara khusus, perubahan kadar estrogen, progesteron, dan prolaktin dihipotesiskan berperan penting sebagai penyebab. Gejala biasanya dimulai segera setelah ovulasi, meningkat secara bertahap, dan mencapai intensitas maksimum kirakira lima hari sebelum periode menstruasi dimulai. Faktor psikososial, dan biologis telah terlibat didalam patogenesis gangguan. Penderitaan menopause (menopause distress), adalah suatu keadaan yang terjadi setelah tidak adanya periode menstruasi selama satu tahun yang disebut menopause. Banyak gejala psikologis yang dihubungkan dengan menopause, termasuk kecemasan, kelelahan, ketegangan, labilitas emosional, mudah marah (iritabilitas), depresi, pening, dan insomnia.Tanda dan gejala fisik adalah keringat malam, muka kemerahan, dan terdapat rasa panas pada tubuh (hot flush). Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan sekresi luteinizing hormone (LH). Fungsi yang tergantung pada estrogen hilang 19
secara berurutan, dan wanita mungkin mengalami perubahan atrofik pada permukaan mukosa, disertai oleh vaginitis, pruritus, dispareunia, dan stenosis. Wanita mungkin juga mengalami perubahan dalam metabolisme kalsium dan lemak, kemungkinan sebagai efek sekunder dari penurunan kadar estrogen, dan perubahan tersebut mungkin disertai oleh sejumlah masalah medis yang terjadi pada tahuntahun pasca menopause, seperti osteoporosis dan aterosklerosis coroner. Keparahan gejala menopause tampaknya berhubungan dengan kecepatan pemutusan hormon, jumlah deplesi hormon, kemampuan konstitusional wanita untuk menahan proses ketuaan, kesehatan, dan tingkat aktivitas mereka, serta arti psikologis ketuaan bagi mereka. Kesulitan psikiatrik yang bermakna secara klinis dapat berkembang selama siklus kehidupan fase involusional.Wanita yang sebelumnya mengalami kesulitan psikologis, seperti harga diri yang rendah dan kepuasan hidup yang rendah, kemungkinan rentan terhadap kesulitan selama menopause. 6. Gangguan kekebalan a.Penyakit infeksi Penelitian klinis menyatakan bahwa variabel psikologis mempengaruhi kecepatan pemulihan dari mononukleosis infeksius dan influensa.Stres dan keadaan psikologis yang buruk menurunkan daya tahan terhadap tuberkulosis dan mempengaruhi perjalanan penyakit. Pada meningitis, dapat timbul keadaan konfusi akut, sakit kepala, gangguan memori dan demam dengan kaku kuduk. Pada ensefalitis, dapat timbul gejala halusinansi, psikosis dan perubahan kepribadian. Dengan demikian perkembangan penyakit sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis orang. b.Gangguan alergi Bukti klinis menyatakan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan pencetus alergi. Asma bronkial adalah contoh utama proses patologis yang melibatkan hipersensitifitas segera yang berhubungan dengan proses psikososial.
20
c.Transplantasi organ Pengaruh psikososial seperti kehidupan yang penuh dengan stres, kecemasan dan depresi mempengaruhi sistem kekebalan yang berperan dalam mekanisme penolakan transpalantasi organ. 7. Kanker a.Masalah pasien Reaksi psikologis mereka adalah rasa takut akan kematian, cacat, ketidakmampuan, rasa takut diterlantarkan dan kehilangan kemandirian, rasa takut diputuskan dari hubungan, fungsi peran dan finansial, kecemasan, kemarahan, dan rasa bersalah. Setengah dari pasien kanker menderita gangguan mental berupa gangguan penyesuaian 68%, gangguan depresi berat 13% dan delirium 8%. Pada pasien kanker sering ditemukan pikiran dan keinginan bunuh diri.
b.Masalah yang berkaitan dengan pengobatan Terapi radiasi Efek samping terapi radiasi adalah ensefalopati yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Kemoterapi Efek samping kemoterapi berupa mual dan muntah Rasa sakit Pasien kanker dengan rasa sakit memiliki insidensi depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding mereka yang tanpa rasa sakit. c.Masalah keluarga Kecemasan dan depresi dalam anggota keluarga memerlukan intervensi yang aktif.Keluarga harus memberikan pelayanan untuk pasien. 8. Gangguan kulit a.Pruritus menyeluruh 21
Pruritus psikogenik menyeluruh adalah tidak ada penyebab organik .kemarahan yang terekspresi dan kecemasan yang terekspresi merupakan penyebab paling sering, karena secara disadari atau tidak mereka menggaruk dirinya sendiri secara kasar. Selain pruritus menyeluruh, pruritus setempat juga dapat terjadi misalnya pruritus ani dan vulva. b.Hiperhidrosis Hiperhidrosis dipandang sebagai fenomena kecemasan yang diperantarai oleh sistem saraf otonom. Ketakutan, kemarahan dan ketegangan dapat menyebabkan meningkatnya sekresi keringat, karena manusia memiliki 2 mekanisme berkeringat yaitu termal dan emosional. Berkeringat emosional terutama tampak pada telapak tangan, telapak kaki dan aksila. Berkeringat termal paling jelas pada dahi, leher, punggung tangan dan lengan bawah.
c. Dermatitis Atopik Dermatitis atopik adalah gangguan kulit kronis yang ditandai dengan pruritus dan peradangan (eksema), yang sering dimulai sebagai erupsi eritematosa, gatal, dan berbentuk makulopapular. Pasien dermatitis atopik cenderung lebih cemas dan depresi daripada kelompok kontrol klinis dan bebas-penyakit. Ansietas atau depresi memperburuk dermatitis atopik dengan menimbulkan perilaku menggaruk, dan gejala depresif tampak memperkuat persepsi gatalnya. Sejumlah studi pada anak dengan derrhatitis atopik menemukan bahwa mereka dengan masalah perilaku memiliki penyakit yang lebih berat. Di dalam keluarga yang mendorong kemandirian, anak-anak memiliki gejala yang lebih ringan, sedangkan sikap terlalu melindungi dari orang tua mendorong perilaku menggaruk. d. Psoriasis Psoriasis
adalah
penyakit
kulit
kronik
dan
kambuhan,
dengan
lesi
yang ditandai oleh sisik berwarna keperakan dengan eritema homogen yang berkilatan di bawah sisik. Sulit untuk mengendalikan efek merugikan psoriasis pada kualitas hidup.
22
Hal ini dapat menimbulkan stres yang pada gilirannya akan memicu lebih banyak psoriasis. Pasien sering menggambarkan stres oleh karena penyakit akibat kecacatan kosmetik dan stigma sosial pada psoriasis, bukannya peristiwa kehidupan utama yang menimbulkan stres. Stres karena psoriasis dapat lebih berhubungan dengan kesulitan psikososial yang ada di dalam hubungan interpersonal pasien dengan psoriasis daripada dengan keparahan atau kekronisan aktivitas psoriasis. Studi terkontrol menemukan bahwa pasien psoriatis memiliki tingkat depresi dan ansietas yang tinggi dan serta komorbiditas yang signifikan dengan serangkaian gangguan kepribadian, termasuk skizoid, menghindar, pasif-agresif, dan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif. 9. Nyeri kepala a. Migrain Migrain adalah ganguan paroksismal yang ditandai oleh sakit kepala unilateral berulang, dengan atau tanpa gangguan visual dan gastrointestinal (cth., mual, muntah, dan fotofobia) terkait. Sakit kepala ini mungkin disebabkan oleh gangguan fungsi sirkulasi kranial. Migrain dapat dicetuskan oleh estrogen, yang dapat menjadi penyebab prevalensi yang tinggi pada perempuan. Stres juga merupakan pencetus, dan banyak orang dengan migrain bersifat terlalu terkontrol, perfeksionis, dan tidak dapat mengekspresikan kemarahan. Cluster headache dikaitkan dengan migrain, gangguan ini unilateral, terjadi sampai delapan kali dalam sehari. Mekanisme terjadinya migren psikosomatis berupa: Vasospasme arteri serebri Distensi arteri karotis eksterna Edema dinding arteri Pada periode prodromal migren paling baik diobati dengan Ergotamine, Tartrate (Cafergot), dan analgetik. Psikoterapi bermanfaat untuk menghilangkan efek konflik dan stres. b. Tension Headache 23
Terjadi pada 80% populasi selama periode stress emosional. Kepribadian tipe A yang tegang, berjuang keras dan kompetitif peka terhadap gangguan ini. Stress emosional sering kali disertai kontraksi otot kepala dan leher yang lama yang selama beberapa jam dapat menyempitkan pembuluh darah yang menyebabkan iskemia. Gejala berupa nyeri tumpul, kadang-kadang merasa seperti ikatan yang mengencang, sering dimulai pada suboksipital dan dapat menyebar di seluruh kepala. Kulit kepala dapat nyeri bila disentuh, dan sebaliknya dengan migrain, sakit kepala ini biasanya bilateral dan tidak disertai dengan prodromata, mual, atau muntah. Tension headache dapat bersifat episodik atau kronis dan perlu dibedakan dengan sakit kepala migrain, terutama dengan atau tanpa aura.2 Tension headache sering dikaitkan dengan ansietas dan depresi dan dapat terjadi pada kira-kira 80 persen orang selama periode stres emosional. Kepribadian yang tegang, lekas gugup, dan kompetitif terutama rentan terhadap gangguan irii. Pada keadaan awal, orang tersebut dapat diterapi dengan agen antiansietas, relaksan otot, dan pijat atau pemberian panas di kepala dan leher; antidepresan dapat diresepkan jika ada depresi yang mendasari. Psikoterapi merupakan terapi yang efektif bagi orang yang mengalami tension headache kronis. Belajar menghindari atau menghadapi tegangan dengan lebih baik adalah pendekatan pengelolaan jangka panjang yang paling efektif. Biofeedback dengan menggunakan feedback elektromiogram (EMG) dari otot frontal ke temporal dapat membantu beberapa pasien. Latihan relaksasi dan meditasi juga bermanfaat bagi beberapa pasien. Pemeriksaan Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhankeluhan, tetapi tidak didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239 penderita dengan gangguan psikogenik, Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering didapati yaitu; 89% terlalu memperhatikan gejalagejala pada badannya dan 45% merasa kecemasan. Oleh karena itu, pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu: 24
1. Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang terburuburu, kurang istirahat. 2. Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam hubungan seksual, anakanak yang nakal dan menyusahkan. 3. Faktor kesehatan, penyakitpenyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obatobatan, tembakau. 4. Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat, status didalam keluarga dan stres yang timbul. Quirido membagi cara pemeriksaan dalam 3 lapangan: a. Lapangan psikis b. Lapangan sosial c. Lapangan somatis Yang ditujukan pada lapangan kejiwaan dinamakan psikoterapi indentik. Yang ditujukan pada lapangan sosial dan somatik disebut psikoterapi non identik, yang terdiri dari pemeriksaan fisik, mengobati kelainan fisik dengan obat, memperbaiki kondisi sosial ekonomi, lingkungan, kebiasaan hidup sehat. Diagnosis Pada umumnya penderita dengan gangguan psikosomatis dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: 1.Terdapat keluhan tentang fisik, akan tetapi tidak terdapat penyakit fisik dan kelainan organik yang dapat menyebabkan keluhan tersebut. 2. Terdapat kelainan organik tetapi yang primer yang menyebabkannya adalah faktor psikologis. 3. Terdapat kelainan organik tetapi terdapat juga gejala lain yang timbul bukan sebab penyakit organik itu, akan tetapi karena faktor psikologis. Faktor psikologis ini mungkin timbul akibat penyakit organik seperti kecemasan. Lewis memberikan beberapa kriteria khusus untuk diagnosis gangguan psikosomatis 25
yaitu: 1. Gejalagejala yang didapat mempunyai permulaan, akibat, manifestasi dan jalannya yang sangat mencurigakan akan adanya gangguan psikosomatik. 2. Dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak didapatkan penyakit organik yang dapat menyebabkan gejalagejala. 3. Adanya suatu stres atau konflik yang menyulitkan penderita. 4. Reaksi penderita terhadap stres ini banyak hubungannya dengan gejala gejala yang dikeluhkannya, yaitu bahwa gejalagejala itu secara psikosomatik merupakan manifestasi fisik dari konflik atau penyelesaianmasalah yang tidak memuaskan. 5. Terjadinya stres harus memiliki korelasi antara waktu dan timbulnya keluhan, bertambah beratnya penyakit yang ada. Untuk diagnosis perlu dievaluasi faktorfaktor sebagai berikut:
Komponen organik versus komponen nonorganik. Komponen fungsional nonpsikogenik versus psikogenik. Dasar kestabilan emosi (kepribadian premorbid dan predisposisi). Stres yang menimbulkan gejalagejala. Beratnya gangguan fisik atau psikologik
Penatalaksanaan Tujuan terapi adalah kesembuhan, maksudnya adalah resolusi gangguan, reorganisasi gangguan, rerganisasi kepribadian, adaptasi yang lebih matang, meningkatkan kapasitas fisik dan okupasi serta proses penyembuhan, perbaikan penyakit, mengurangi secondary gain terhadap kondisi medisnya, serta menjadi patuh dengan pengobatan. Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatis, terdapat 3 fase terapi yaitu: Fase 1 : ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter bersamasama berusaha dan saling membantu melalui anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan tes laboratorium bila perlu. Diusahakan membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik dan dijelaskan kepada penderita 26
tentang mekanisme fisiologik serta keterangan tentang gejalagejala.Berikan kesempatan kepada penderita untuk bertanya.
Fase 2 : merupakan fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk memberi keterangan tentang keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien, dapat dikatakan antara lain : • Bahwa gejala-gejalanya benar ada, dapat dimengerti kalau ia mengeluh dan menderita. • Bahwa gejala-gejalanya sering terdapat juga pada orang lain yang sudah kita obati. • Bahwa tidak ada kanker atau penyakit berbahaya lain. • Bahwa gejala-gejala itu timbul karena ketegangan sehari-hari dan gangguan emosional. • Bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu, tetapi akan hilang atau berkurang bila diobati dengan baik. • Bahwa kita semua mengalami ketegangan, kekecewaan, godaan dan kecemasan. • Bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh sehingga timbul gejala. • Bahwa kita apabila terlalu terburu-buru akan timbul ketegangan jiwa. • Bahwa tubuh kita bereaksi terhadap ketegangan yang terlalu berat. Sering gejala merupakan pekerjaan alat tubuh yang bekerja berlebihan. • Bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala. Fase 3: ialah fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini pasien yang lebih banyak bicara. Terjadi pengakuan, katarsis dan wawancara psikiatrik. Hal ini harus berjalan sangat pribadi, rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana penuh kepercayaaan dan pengertian.Dokter menjelaskan saja agar pembicaraan berjalan dengan baik, tidak terlalu menyimpang dari pokok pembicaraan. Psikoterapi Kelompok dan Terapi Keluarga Pendekatan kelompok memberikan kontak interpersonal dengan orang lain yang menderita penyakit yang sama dan memberikan dukungan untuk pasien yang takut akan ancaman isolasi dan pengabaian. Terapi keluarga memberikan harapan perubahan hubungan antaranggota keluarga yang sering mengalami stres dan bersikap bermusuhan pada anggota keluarga yang sakit. 27
Teknik Relaksasi Edmund Jacobson pada tahun 1983 mengembangkan suatu metode yang dinamakan relaksasi otot progresif untuk mengajarkan relaksasi tanpa menggunakan instrumentasi seperti yang digunakan di dalam biofeedback. Pasien diajari untuk merelaksasikan kelompok otot seperti yang terlibat di dalam "tension headache". Ketika mereka menghadapi dan menyadari situasi yang menyebabkan tegangan pada otot mereka, pasien dilatih untuk relaksasi. Metode ini adalah suatu tipe desensitisasi sistematik—suatu tipe terapi perilaku.2 Hipnosis Hipnosis efektif untuk menghentikan merokok dan menguatkan perubahan diet. Hipnosis digunakan dalam kombinasi dengan perumpamaan yang tidak disukai (cth., rokok terasa menjijikkan). Beberapa pasien menunjukkan angka relaps yang cukup tinggi dan dapat memerlukan pengulangan program terapi hipnotik (biasanya tiga hingga empat sesi). Biofeedback Neal Miller pada tahun 1969 mempublikasikan tulisan pelopornya "Learning of Visceral and Glandular Response", yang melaporkan bahwa pada hewan, berbagai respons viseral yang diatur oleh sistem saraf otonom involuntar dapat dimodifikasi dengan pencapaian pembelajaran melalui operant conditioning yang dilakukan di laboratorium. Hal ini membuat manusia mampu mempelajari cara mengendalikan respons fisiologis involuntar tertentu (disebut biofeedback),seperti vasokonstriksi pembuluh darah, irama jantung, dan denyut jantung. Perubahan fisiologis ini tampak memainkan peranan yang bermakna di dalam perkembangan dan terapi atau penyembuhan gangguan psikosomatik tertentu. Studi seperti itu, faktanya, mengonfirmasi bahwa pembelajaran yang disadari dapat mengendalikan denyut jantung dan tekanan sistolik pada manusia. Biofeedback dan teknik-teknik terkait telah berguna pada tension headache, sakit kepala migrain, dan penyakit Raynaud. Terapi Spesifik Sistem kardiovaskular 28
Pada penyakit arteri koroner, untuk menghilangkan ketegangan psikis yang berhubungan dengan penyakit, klinisi menggunakan obat psikotropika, contohnya diazepam. Terapi yang digunakan untuk membantu melindungi terhadap aritmia akibat emosi adalah psikotropika dan obat penghambat beta seperti propanolol. Pengobatan psikofarmaka ditujukan bila terdapat gejala yang menonjol pada penyakit jantung psikogenik. Obat antiansietas dapat digunakan bila kecemasan yang timbul berat. Derivat benzodiazepin digunakan untuk menimbulkan sedasi, menghilangkan rasa cemas, dan keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa cemas. Sebagai antiansietas, klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau bila sangat diperlukan, suntikan dapat diulang 2-4 jam dengan dosis 25-100 mg sehari dalam 2 atau 4 pemberian. Dosis diazepam adalah 2-20 mg sehari; pemberian suntikan dapat diulang tiap 3-4 jam. Klorazepam diberikan secara oral 30 mg sehari dalam dosis terbagi. Klordiazepoksid tersedia sebagai tablet 5 dan 10 mg.Diazepam berbentuk tablet 2 dan 5 mg. Diazepam tersedia sebagai larutan untuk pemberian rektal pada anak dengan kejang demam. Sistem Pernapasan Pasien asma harus diterapi dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain menghilangkan stres, penyesuaian diri, menghilangkan alergi serta mengatur kerja sistem saraf vegetatif dengan obat-obatan. Pada penderita tuberkulosis, faktor psikologis mempengaruhi sistem kekebalan dan mungkin mempengaruhi daya tahan pasien terhadap penyakit. Psikoterapi suportif adalah berguna karena peranan stres dan situasi psikososial yang rumit. Sistem gastrointestinal Penggunaan obat psikotropika umum dalam pengobatan berbagai gangguan gastrointestinal (GI). Pengobatan pada pasien dengan penyakit GI dipersulit oleh gangguan motilitas lambung dan penyerapan,dan metabolisme berkaitan dengan gangguan GI yang mendasarinya. Efek GI pada obat psikotropika dapat digunakan untuk efek terapi dengan gangguan GI fungsional.Sebuah contoh dari efek samping menguntungkan dari penggunaan TCA untuk mengurangi motilitas lambung pada IBS dengan diare. 29
Sistem neurologis Migrain dan cluster headache paling baik diterapi selama periode prodromal dengan ergotamine tartrate (Cafergot) dan analgesik. Pemberian propranolol atau verapamil (Isoptin) profilaktik berguna jika sakit kepala sering terjadi. Sumatriptan (Imitrex) diindikasikan untuk terapi jangka pendek migrain dan dapat menghentikan serangan. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) juga berguna untuk profilaksis. Psikoterapi untuk menghilangkan efek konflik dan stres serta teknik perilaku tertentu (cth., biofeedback) telah dilaporkan berguna. Psikofarmaka Terapi penyakit psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara. Komponen-komponen yang harus dibedakan, ialah: 1. Terapi somatik Hanya bersifat somanya saja dan pengobatan ini bersifat simtomatik. 2. Psikoterapi dan sosioterapi Pengobatan dengan memperhatikan faktor psikisnya atau kepribadian secara keseluruhan. 3. Psikofarmakoterapi Pengobatan psikosomatik dengan menggunakan obat-obat psikotrop yang bekerja pada sistem saraf sentral. Tiga golongan senyawa psikofarmaka: 1. obat tidur (hipnotik) 2. obat penenang minor 3. obat penenang mayor (neuroleptik) 4. antidepresan. Efek samping yang timbul dari penggunaan obat-obat psikofarmaka: 30
a) Mudah
terjadi
ketergantungan
psikologis
dan
fisis,
mungkin
terjadi
ketergantungan obat. b) Depresi atau kehilangan sifat menahan diri dapat terjadi, yang akhirnya dapat menimbulkan kekacauan pikir. c) Semua depresan sistem saraf sentral merupakan kontraindikasi pada payah paru (asma, emfisema, dispnea oleh sebab-sebab lain). d) Gangguan psikomotorik e) Lekas marah, kegelisahan dan anksietas sering terjadi bila obat dihentikan.
Hipnotik sebaiknya diberikan dalam jangka waktu pendek, 2-4 minggu cukup, walaupun sering timbul insomnia pantulan (rebound), bila pengobatan dihentikan. Oleh karena itu obat diberikan hanya beberapa malam saja tiap minggu. Yang dianjurkan senyawasenyawa benzodiazepin berkhasiat pendek, yaitu: -
Nitrozepam (Dumolid, Mogadon)
-
Flurazepam (Dalmadorm)
-
Triazolam (Halcion)
Pada insomnia dengan kegelisahan (ansietas), digunakan senyawa-senyawa fenotiazin, yaitu: -
Tioridazin (Melleril)
-
Prometazin (Phenergan).
Obat Penenang Minor Diazepam (valium) digunakan untuk ansietas, agitasi, spasme otot, delirium tremens hingga pada epilepsy. Pengobatan dengan benzodiazepin hanya diberikan pada ansietas
hebat,
dan maksimal
2 bulan sebelum dicoba
dihentikan.
Karena
berakumulasinya benzodiazepin berkhasiat panjang, hingga khasiat obat berkurang.11 Obat Penenang Mayor 31
Kegagalan fungsi otak menimbulkan gangguan-gangguan kelakuan berupa rasa takut, penderitaan batin, atau menimbulkan kegelisahan, keluyuran, kegaduhan, agresi hingga kekerasan karena halusinasi dan khayalan. Hal ini bisa diatasi dengan menggunakan sedatif walaupun pemberian sedatif tidak dianjurkan karena sering timbul imobilitas. Yang paling sering digunakan ialah senyawa fenotiazin dan butirofenon, antara lain Klorpromazin (Largactil), Tioridazin (Melleril), dan Haloperidol (Serenace, Haldol). Gejala-gejala psikosomatik sering ditemukan pada depresi. Depresi sering merupakan komplikasi penyakit fisis. Yang dianjurkan ialah senyawa-senyawa trisiklik dan tetrasiklik, yaitu Amitriptilin (Laroxyl), Imipramin (Tofranil), Mianserin (Tolvon), dan Maprotilin (Ludiomil). Golongan benzodiazepin umumnya bermanfaat pada gangguan ansietas, yaitu pada ansietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder - GAD) obat pilihannya ialah Buspiron. Pada ansietas panik, obat pilihannya ialah alprazolam namun ada beberapa penelitian anksietas panik dapat diobati dengan antidepresan golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor). Obsessive Compulsive Disorder (OCD) ialah varian gangguan cemas namun obat yang efektif untuk gangguan ini adalah golongan antidepresan misalnya Klomipramin maupun golongan SSRI seperti Sertralin, Paroksetin, Fluoksetin, dan sebagainya. 11 Fobia juga varian gangguan cemas dan berespons baik pada pengobatan antidepresan. Misalnya fobia sosial membaik dengan pemberian Moklobemid (golongan RIMA-Reversible Inhibitory Monoamine Oksidase type A). Gangguan campuran ansietas-depresi juga memberikan perbaikan dengan obat-obat antidepresan. Beberapa obat antidepresan yang baru seperti telah disebut di atas antara lain: -
Golongan SSRI : sertralin, paroksetin, fluoksetin, fluvoksamin
-
Golongan RIMA : moklobemid
-
Tianeptine
Penggunaan psikofarmaka hendaknya bersama-sama dengan psikoterapi yang efektif sehingga hasilnya akan lebih baik.
32
DAFTAR PUSTAKA Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock: buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.h.387-97. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.h.814-28. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press;2004.h.339-71 Budihalim S, Sukatman D. Buku ajar ilmu penyakit dalam : Psikosomatis. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h.591-2. Arsyad Z, Syahbuddin S. Buju ajar ilmu penyakit dalam: Aspek psikosomatis obesitas. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h.657-8. Mangindaan L, Kusumawardhani A, dkk. Buku ajar psikiatri FKUI. Edisi 33
kedua. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2013.h.310-16 Chuang L. Mental disorders secondary to general medical conditions. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/294131-overview#aw2aab6b3 Htay
TT.
Premenstrual
dysphoric
disorder.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/293257-overview#a0101. 14 Maret 2012 Noorhana SW. Buku ajar psikiatri: Faktor psikologik yang mempengaruhi kondisi medis (d/h gangguan psikosomatik). Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.287-64. Arozal W., Gan S. Psikotropik. Dalam: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.h. 169-71.
34