4
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Efisiensi Efisiensi adalah tingkat yang dapat dicapai oleh produksi yang maksimal dengan pengorbanan yang minimal.Efisiensi perusahaan diukur oleh keuntungan sebab produsen yang paling efektif ialah yang keuntungannya mencapai tingkat yang maksimal dan biayanya merupakan kombinasi yang tepat dari faktor-faktor produksi yang dapat diperkecil (Abdurrachman dan Tandiono 1979). Bishop dan Tuossaint (1979) yang dikutip oleh Herlindah (1994) berpendapat bahwa di dalam analisa ekonomi, efisiensi bertindak sebagai “alat pengukur” untuk menilai pemilihan.Efisiensi pada umumnya menunjukkan perbandingan antara nilai-nilai output terhadap nilai-nilai input.
Suatu metode
produksi dikatakan lebih efisien daripada yang lainnya apabila metode tersebut menghasilkan output yang lebih tinggi nilainya untuk pemersatuan input yang digunakan. Para ahli ekonomi menggunakan istilah efisiensi dalam dua ragam.Pertama, efisiensi produksi yaitu bila semua sumber-sumber produksi digunakan untuk menghasilkan output yang bernilai maksimum.Kedua adalah efisiensi ekonomi, yaitu bila sistem ekonomi tersebut menggunakan sumber-sumber produksi dan mengelompokkan komoditinya dengan sangat baik.Efisiensi produksi terbagi menjadi dua, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis.Efisiensi teknis mennggambarkan penggunaan input fisik untuk berproduksi (seperti jam kerja dan sumberdaya manusia) tanpa meminta begitu banyak biaya.
Peningkatan efisiensi
dalam suatu perusahaan perlu selalu diupayakan bagi kelangsungan sebuah perusahaan.Adapun efisiensi waktu kerja masuk kedalam salah satu jenis efisiensi produksi yang harus dilakukan (Siswanto 1988). Menurut Kaizen (1992), peningkatan efisiensi dapat dicapai dengan melakukan prinsip lima S dan menghilangkan kerugian-kerugian yang timbul, lima S tersebut adalah: 1) Seiri (Clearing up) : menyingkirkan benda atau barang yang tidak diperlukan sehingga barang yang ada di lokasi kerja hanya barang yang benar-benar dibutuhkan dalam pekerjaan.
5
2) Seiton (Organizing) : menempatkan benda-benda yang diperlukan dengan baik serta melakukan tata letak peralatan dan perlengkapan kerja dengan rapi sehingga siap digunakan setiap saat diperlukan. 3) Seiso (Cleaning) : membersihkan daerah kerja, mesin, perlengkapan, dan peralatan kerja agar selalu dalam keadaan bersih dan baik. 4) Seiketsu (Standardizing) : kegiatan memelihara fasilitas, tempat kerja, mesin, peralatan, serta barang agar tujuan ketiga-S sebelumnya tercapai. 5) Shitsuke (Training and Discipline) : meningkatkan skill dan moral dengan membudayakan
serta
membiasakan
bekerja
sesuai
dengan
sistem
(prosedur)yang bertujuan untuk mengembangkan perilaku kerja pegawai yang positif di tempat kerja sebagai sebuah kebiasaan yang disiplin.
2.2 Unit Penangkapan Tuna Longline Komponen utama dalam perikanan tangkap adalah unit penangkapan, yang terdiri dari perahu/kapal, alat tangkap dan nelayan.Jenis dan skala unit penangkapan yang diperlukan oleh suatu usaha penangkapan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang merupakan faktor penentu/pembatas pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan tertentu (Moeljanto 1982). 2.2.1 Alat tangkap tuna longline Jenis alat tangkap yang mendominasi di pelabuhan tersebut adalah alat tangkap tuna longline yaitu berjumlah 792 unit atau 24% dari jumlah kapal keseluruhan yang masuk di pelabuhan tersebut. Kegiatan operasi penangkapan tuna idealnya memerlukan alat bantu dalam rangka meningkatkan produktivitas dan efektivitas seperti line hauler, line thrower, belt conveyor, branch line, line arranger, hoist, radio buoy, side roller, radio direction finder, sekiyama stretcher, light buoy, takal atau block, search light dan ganco.
Namun, beberapa kapal
penangkap tuna yang ada di PPSNZJ ini tidak menggunakan alat bantu yang disebutkan di atas. Kapal ini hanya memiliki line hauler atau penarik tali utama, side roller, light buoy, takal ganco,radio buoy dan radio direction finder saja.
6
Tabel1 Spesifikasi alat tangkap tuna longline secara umum yang digunakan No
Nama Bagian
1 2
Main line Branch line Eye rope Branch line Swivel Kanamaya Sekiyama Wire leader Hook Snap 3 Float line 4 Buoy Sumber : Nurani(2007)
2.2.2
Bahan Vinylon
Diameter/No. (mm, No) Ø 5,5
50 - 70
Vinylon Vinylon Kuningan Vinylon Vinylon Kawat baja Baja Kawat baja Vinylon Plastic
Ø Ø No. Ø Ø Ø No. Ø Ø Ø
0,2 17 -20 0,06 12 2,5 2,5 0,065 0,13 3,5 -
4,6 4,6 22 3,6 3,6 1,5 5 4 5,5 600
Panjang (m)
Kapal dan nelayan Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap adalah kapal tuna
longline.Kapal ini mengoperasikan alat tangkap tuna longline yang digunakan khusus untuk menangkap tuna.Alat tangkap tuna longline ini merupakan alat tangkap yang paling banyak jumlahnya di PPSNZJ. Berdasarkan Buku Statistik Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Tahun 2010, armada kapal perikanan yang masuk di PPSNZJ berjumlah 3.276 unit. Angka ini mengalami penurunan sebesar 7% dari tahun sebelumnya karena faktor kenaikan biaya produksi yang tidak seimbang dengan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh menurut survei dari pihak UPT PPSNZJ.Ditinjau dari GT (Gross Tonnage) nya, kapal yang mengoperasikan alat tangkap tuna longline tersebut memiliki ukuran GT yang bervariasi yaitu antara 26-594 GT. Jumlah kapal penangkap tuna yang masuk pada tahun 2010 didominasi kapal yang berukuran 21-30 GT sebanyak 33%, 101200 GT sebanyak 31%, 51-100 GT sebanyak 23% dan 31-50 GT sebanyak 7%. Kegiatan operasimenggunakankapal dengan mesin utama berkekuatan 250400 PK ditambah 1-2 mesin tambahan.Kapal longline biasanya dilengkapi palka yang berguna untuk menyimpan hasil tangkapan. Terdapat dua jenis palka yang digunakan yaitu palkah dingin (untuk menyimpan ikan tuna) dan palka beku (menyimpan ikan hasil tangkapan lain). Jumlah ABK pada kapal longline berkisar antara 10 hingga 15 orang.ABK tersebut terdiri atas nakhoda, wakil nakhoda, fishing master, bagian penangkapan ikan, juru masak dan ABK lainnya yang
7
bertugas dalam kegiatan operasi penangkapan ikan.Nakhoda bertanggungjawab penuh atas keberhasilan operasi penangkapan ikan (Nurani 1996). Kapal longline biasanya berbentuk panjang dan ramping, umumnya penampang melintang kapal berbentuk “V” bottom. Kelincahan kapal longline sangat ditentukan oleh ukuran utamanya, panjang (L), lebar (B), dalam (D), dan nilai perbandingan L/B, L/D dan B/D (Ayodhyoa 1981). Lubis (1981) menyatakan bahwa kapal penangkapan ikan harus memiliki struktur lambung kapalyang kuat, stabilitas yang baik dan kelengkapan fasilitas untuk menyimpan hasil tangkapan.
2.2.3
Kegiatan operasi penangkapan Umpan merupakan faktor yang penting dalam perikanan rawai tuna
(longline).Jenis umpan yang biasanya digunakan yaitu ikan layang, kembung, bandeng, lemuru, terbang, belanak dan cumi-cumi.Umpan yang digunakan adalah ikan mati yang dibekukan. Kegiatan operasi penangkapan terdiri dari penurunan jaring (setting),proses perendaman dan penghanyutan jaring (drifting)dan penarikan jaring(hauling). Hal pertama yang dilakukan dalam proses setting adalah melakukan persiapan umpan, branch line, radio buoy, serta penyambungan main line pada line thrower. Proses setting dilakukan di bagian buritan kapal.Setting dimulai setelah fishing master memberi perintah agar setting segera dilaksanakan.Radio buoy pertama dibuang disusul dengan 2 pelampung, line thrower dihidupkan, pancing dilempar dan snap branch line dipasang pada main line setiap kali bel berbunyi.Penggunaan scotlight dan lightbuoy adalah agar longline dapat terlihat pada malam hari. Setelah dilakukan proses setting, selanjutnya dilakukan proses drifting yangberlangsung sekitar lima jam, kemudianlongline dibiarkan hanyut.
Saat
drifting, mesin kapal dimatikan untuk menghemat BBM dan ABK dapat beristirahat.Lokasi radio buoydapat dideteksi dari kapal dengan Radio Detection Finder (RDF).Persiapan haulingmulai dilakukan dengan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.Penarikan longline saat hauling mulai dilakukan ketika kapal bergerak mendekati radio buoydan menaikkan ke atas kapal. Main line dilewatkan line hauler melalui side roller, diteruskan ke belt conveyor, ditarik line arranger dan diatur ke dalam boks.Snap branch line dilepas, digulung dengan bran leel
8
sampai kanayama, disusun sesuai konstruksi longline dan satu tali pelampung diikat dibawa ke gudang di buritan kapal.
Jika ada ikan tertangkap, snap segera
dilepaskan, ikan ditarik dan dibawa ke pintu pagar, lalu ikan diganco ke geladak kapal untuk segera dilakukan penanganan.
2.3 Tuna dan Produknya Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu mempunyai dua sirip pungung serta sirip depan yang biasanya pendek dan terpisahdari sirip belakang.Ikan tuna mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirippunggung dan sirip dubur.Sirip dada pada ikan tuna terletak agak ke atas, sirip perut kecil dan siripekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujunghipural.Perutnya berwarna putih mengkilat, dan pada bagian belakang sirip punggung kedua dan sirip anal sampai sirip ekor terdapat beberapa finlet (sirip tambahan). Klasifikasi tuna menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Teleostei
Subkelas
: Actinopterygi
Ordo
: Perciformes
Subordo
: Scombroidea
Genus
: Thunnus
Spesies
: Thunnusalbacores Thunnus allalunga Thunnus maccoyii Thunnus obesus Thunnus tonggol Tuna termasuk perenang cepat dan terkuat di antara ikan-ikan yangberangka
tulang.Penyebaran ikan tuna mulai dari laut merah, laut India, Malaysia, Indonesia dan sekitarnya.Selain itu juga terdapat di laut daerah tropis dan daerahberiklim sedang (Djuhanda 1981).
9
Sumber : Balai Besar Pengembangan & Pengendalian Hasil Perikanan Jakarta (1999)
Gambar 1 Bentuk tubuh big eye tuna Migrasi ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur migrasi tuna dunia.Hal ini disebabkan letak wilayah Indonesia pada lintasan perairan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.Migrasi kelompok tuna yang melintasi wilayah perairan pantai dan teritorial terjadi karena perairan tersebut berhubungan langsung dengan perairan kedua samudera tersebut.Beberapa wilayah perairan pantai dan territorial memiliki sumberdaya perikanan tuna yang besar.Kelompok tuna merupakan jenis kelompok ikan pelagis besar, yang secara komersial dibagi atas kelompok tuna besar dan tuna kecil.Tuna besar terdiri dari jenis ikan tuna mata besar (bigeye-Thunnus obesus), madidihang (yellowfin-Thunnus albacores), tuna albakora (albacore-Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (southern bluefinThunnus maccoyii) dan tuna abu-abu (longtail tuna-Thunnus tonggol), sedangkan yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (skipjack -Katsuwonus pelamis) (DKP 2003). Ikan tuna mengandung protein dengan asam amino yang lengkap. Winarno (1993) mengemukakan bahwa rasa yang tajam dari ikan tuna disebabkan karena kadar protein dan lemak yang cukup tinggi.
Selain itu ikan tuna memiliki
komponen bioaktif yang memiliki efek anti hipertensi karena ikan tuna mengandung omega 3 yang merupakan nomenklatur bagi asam lemak yang tidak jenuh yaitu memiliki ikatan rangkap banyak.Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi ikan lebih banyak daripada daging hewan lainnya.
10
2.4 Penanganan Hasil Tangkapan Tuna Upaya mendapatkan ikan tuna yang kesegarannya sangat tinggi, maka ikansegar harus segera ditangani setelah ditangkap, kemudian didinginkan dan harus sudah tiba di tempat konsumen dalam waktu yang sangat singkat (Widiana 1989).Penanganan ikan tuna segar yang dilakukan secara cermat, cepat, higienis, hati-hati, serta selalu berada dalam rantai dingin akan dapat menghasilkan produk ikan tuna segar yang bermutu baik. Oleh karena itu, untuk mendapatkan ikan tuna segar yang berkualitas baik, penanganan harus diperhatikan sejak mulai ikan diangkat dari dalam air (Novita 1994). Produk-produk perikanan tergolong “high perishable foods”, artinya produk ini
cepat
sekali
mengalami
pemunduran
mutu
baik
secara
autolisis
(autolysis),biokimia (biochemist), dan mikrobiologi(microbiologis).Salah satu faktor penyebabnya dipengaruhi oleh suhu (Ilyas 1980).Penanganan yang efektif dan efisien sangat diperlukan untuk menghambat proses pembusukan, sehingga ikan pun dapat disimpan selama mungkin dalam kondisi yang baik. Penanganan ikan membutuhkan pengontrolan suhu yang rendah (mendekati 0oC). Menurut Reksohadiprodjo dan Indriyo yang diacu dalam Ismail (1985), tata letak erat kaitannya dengan kelancaran proses produksi.Fasilitas yang ada perlu diatur penempatannya sesuai keperluan agar tercapai mutu produk yang diinginkan dengan waktu singkat dan biaya yang minimum. Tahap pembongkaran harus dilakukan dengan cepat, hati-hati, beraturan, higienis serta mempertahankan suhu ikan serendah mungkin.Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam pembongkaran (Moeljanto 1982) : 1) Ikan dibongkar dengan hati-hati dan sebisa mungkin tidak menggunakan sekop yang dapat melukai tubuh ikan. 2) Saat menimbang, es dipisahkan dari ikan setelah menimbang, ikan kembali didinginkan. 3) Wadah sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan. 4) Ikan harus terhindar dari pancaran sinar matahari langsung.
11
2.4.1 Penanganan tuna di atas kapal Proses penanganan tuna di atas kapal yaitu kegiatan pembongkaran ikan tuna dari dalam palkah. Salah satu hal yang berpengaruh adalah letak palkah ikan diatas kapal.Desain, konstruksi dan jenis material yang digunakan dari palkah haruslah mengikuti persyaratan agar dapat mengamankan hasil tangkapan semaksimal mungkin.Persyaratan itu diantaranya persyaratan biologis, teknis, sanitasi dan ekonomis (Ilyas 1983). Menurut Nurani dan Wisudo(2007), tahap-tahap penanganan terhadap ikan tuna yang harus dilakukan di atas kapal berupa : 1) Membunuh ikan tuna secepat mungkin dengan cara memasukkan spike (batang besi tajam) pada otak ikan dan tetap menjaga suhunya dengan menyemprotkan air lewat selang (hose), penanganan harus dilakukan dengan hati-hati hingga tidak meninggalkan bekas luka pada ikan karena dapat menurunkan kualitas tuna tersebut. 2) Pengeluaran darah dari tubuh tuna antara lain : pemotongan ekor, pemotongan sirip, pemotongan nadi darah dari insang ke jantung.Hal ini bertujuan mengeluarkan semua darah yang ada pada tubuh tuna tanpa membuatnya menggelepar atau memberontak, yang dapat menyebabkan darah tertinggal dalam tubuh dan menimbulkan noda pada daging tuna. 3) Pembuangan insang dan isi perut yang dilakukan untuk menghindari akumulasi bakteri.Hal ini penting untuk dilakukan karena selaput lendir, insang dan isi perut merupakan pusat konsentrasi bakteri. 4) Pencucian menggunakan air bersih, dimulai terutama dari tempat-tempat yang terpotong atau teriris. Darah dikeluarkan sampai bersih, darah yang tertahan atau terkumpul akan menyebabkan proses pembekuan tidak merata dan tidak berjalan dengan baik. 5) Penanganan selanjutnya adalah penyimpanan. Produk tuna segar (fresh tuna) dilakukan penyimpanan dalampalkah menggunakan teknik chilling water. Teknik chilling waterada dua cara, pertama dengan memasukkan ikan ke dalam palkah yang telah diisi es dan dicampur air laut. Kedua, penyimpanan dalam palkah yang diisi air laut dan didinginkan menggunakan mesin serta dijaga suhunya tetap pada 0oC.
12
Dua jenis palkah berdasarkan produk yang dihasilkan, yaitupalkah dingin dan palkah beku.Menurut Ilyas (1993), perbedaan utama dari segi desain dan konstruksi kedua jenis palkah terletak pada tebal insulasi dan kebutuhan refrigerasi yang jauh lebih besar pada palkah beku. Hal ini karena suhu beku yang harus diciptakan pada palkah beku harus mencaapai suhu -50oC hingga -65oC.Dalam hubungannya dengan kemampuan palkah mengamankan hasil tangkapan, artinya mengenyahkan panas dari ikan yang didinginkan atau dibekukan, maka palkah ikan dapat dikelompokkan atas 4 bagian, yaitu : 1) Palkah yang tidak diinsulasi. 2) Palkah berinsulasi. 3) Palkah berinsulasi yang dilengkapi dengan refrigerasi mekanik untuk pendingin. 4) Palkah berinsulasi yang dilengkapi dengan refrigerasi mekanik untuk pembekuan ikan. Menurut Karyono dan Wachid (1982), penyusunan hasil tangkapan yang baik di dalam palkah ikan adalah sebagai berikut : 1) Palkah dalam keadaan bersih dan terisolasi dengan sempurna. 2) Hasil tangkapan dimasukkan ke dalam palkah dengan cermat dan hati-hati, jangan melempar atau menuangkan langsung dari atas sehingga melukai hasil tangkapan. 3) Mula-mula pada dasar palkah diberi lapisan es yang agak tebal kurang lebih 12 cm, kemudian hasil tangkapan disusun di atas lapisan es yang telah disiapkan dengan cepat. 4) Menyusun hasil tangkapan dengan bagian perut menghadap ke bawah terutama hasil tangkapan yang telah disiangi agar cairan isi perut bisa cepat menetes. 5) Mengusahakan agar susunan lapisan hasil tangkapan dan es tidak lebih dari tiga lapis, jika tumpukan sudah tiga lapis maka diletakkan sekat papan mendatar supaya lapisan ikan paling bawah tidak tergencet.
2.4.2
Penanganan saat dibongkar dari dalam palkah ikan Hasil tangkapan yang dibongkar dari dalam palkah ke atas dek kapal harus
segera dilakukan setelah kapal mendarat di darmaga.Adapun yang perlu diperhatikan dalam pembongkaran ikan tersebut (Moeljanto 1982) adalah:
13
1) Ikan dibongkar dengan hati-hati dan sedapat mungkin tidak menggunakan sekop yang dapat melukai tubuh ikan. 2) Saat menimbang es dipisahkan dari ikan setelah menimbang, ikan kembali didinginkan. 3) Wadah sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan. 4) Ikan harus terhindar dari pancaran sinar matahari secara langsung. Kondisi hasil tangkapan yang terluka mampu mempercepat penurunan mutu hasil tangkapan.Menurut Moeljanto (1982), akibat bagian tubuh hasil tangkapan yang terluka akan mempercepat proses penurunan mutu hasil tangkapan karena bakteri pembusuk yang pada awalnya hanya berada pada kulit hasil tangkapan (berupa lendir) atau di geladak akan mampu masuk ke dalam tubuh hasil tangkapan dan menyebabkan pembusukan.
2.4.3Penanganan selama proses distribusi Cara pendinginan selama proses distribusi dapat dilakukan dengan pemberian es atau penempatan ikan dalam wadah atau dalam tangki berisi air yang didinginkan dengan es atau yang direfrigerasi (Ilyas 1983).Selama pendistribusian, kondisi ikan harus selalu dikelilingi oleh hancuran es yang cukup halus serta kerendahan suhu ruangan yang tetap terjaga.Pengangkutan laut harus menggunakan palkah yang memiliki konstruksi yang lebih baik karena guncangan di laut lebih banyak terjadi (Moeljanto 1982). Jaeroni (1988) menyebutkan bahwa proses penanganan ikan tuna di darat meliputi: 1) Pengujian organoleptik, yaitu pengujian meliputi penampakan, tekstur, kualitas fisik ikan dan warna daging. 2) Penyiangan, maksudnya untuk membersihkan bagian tubuh ikan yang memiliki kandungan bakteri yang tinggi seperti insang, isi perut, lender kulit. 3) Penimbangan, dilakukan untuk mengetahui bobot ikan yang dihasilkan sehingga bisa dipisahkan menurut tujuan pemasaran, ekspor, atau lokal. 4) Pengepakan, dilaksanakan setelah penimbangan selesai untuk menjaga kebersihan dari produk.
14
Menurut Appel (1977), kriteria suatu aliran bahan, tata letak dan penanganan yang baik adalah : 1) Kriteria suatu aliran yang baik adalah bahan yang optimum dan kontinu, jarak antara operasi minimum, serta perubahan produk atau proses, kontrol terhadap produksi mudah dilakukan, keselamatan pekerja dan barang terjamin. 2) Kriteria tata letak yang baik adalah adanya keseimbangan urutan operasi, penempatan mesin atau peralatan, serta luas ruangan yang memadai. 3) Kriteria penanganan yang baik adalah jarak angkut minimum gerak harus lurus serta waktu yang digunakan minimum. Selain itu, distribusi ikan dibagi menjadi tiga kelompok (Moeljanto 1982), yaitu: 1) Distribusi lewat jalan darat Distribusi melalui jalan darat menggunakan sarana distribusi berupa gerobak, truk terbuka atau truk boks yang dilengkapi unit pendingin mekanis. Pada proses distribusi, ikan segar harus didinginkan sampai mendekati 0oC agar kesegarannya
dapat
bertahan
lebih
dari
sepuluh
hari.Syarat
untuk
mempertahankan kesegaran ini adalah ikan harus dikelilingi oleh hancuran es yang cukup luas dan kerendahan suhu ruang tetap terjaga. 2) Distribusi lewat laut Distribusi lewat laut tidak jauh berbeda dengan distribusi di darat.Distribusi lewat laut harus memiliki konstruksi palkah pada kapal yang lebih baik karena goncangan-goncangan di laut lebih banyak terjadi, apalagi ketika cuaca buruk dan gelombang besar. 3) Distribusi lewat udara Distribusi lewat udara dapat dilakukan dengan pesawat terbang.Pesawat terbang memang merupakan sarana distribusi yang paling tepat, tetapi biayanya paling mahal.Distribusi ini cocok untuk mengangkut hasil tangkapan yang harganya mahal dan memerlukan waktu yang singkat agar cepat sampai di tempat tujuan.
15
2.4.4 Penanganan di industri tuna Upaya peningkatan ekspor tuna harus didukung oleh peningkatan kuantitas, kualitas, dan nilai tambah tuna.Dibutuhkan usaha yang serius dalam hal penelitian dan pengembangan berbagai aspek, mulai dari aspek produksi,distribusi, hingga pemasaran.Perlu upaya terpadu agar usaha ekspor tuna dapat terus berkembang dalam menghadapi tantangan yang ada.Peran pemerintah dan pelaku usaha terkait harus lebih dioptimalkan (Purnomo et al.2007), salah satunya adalah perusahaan pengolahan tuna untuk ekspor.Perusahaan pengolahan tuna ekspor memiliki peran dalam meningkatkan nilai tambah komoditi tuna.Perusahaan pengolahan tuna untuk ekspor dihadapkan pada beberapa tantangan dalam menjalankan usahanya, antara lain 1) Persaingan dengan banyak perusahaan lain yang sejenis terutama di luar negeri. Thailand merupakan pesaing utama dalam pengusahaan tuna olahan. Negara ini mendominasi pangsa pasar ikan tuna olahan dunia dengan rata-rata sebesar 35,37 persen, sangat jauh dibandingkan dengan Indonesia yang rata-rata pangsa pasarnya hanya 4,11 persen. 2) Tuntutan harus terpenuhinya standar kualitas produk yang telah ditetapkan untuk pasar ekspor. 3) Kemampuan mengekspor dengan kuantitas yang sesuai permintaan pembeli di luar negeri. Tabel 2Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk tuna ekspor No.
Jenis uji
Organoleptik - Nilai minimum 2 Uji mikrobiologi - Jumlah bakteri (total plate count/TPC/gram maksimum - E.coli (MPN/gram maksimum) - Vibrio chorella - Salmonella 3 Kimia - Histamin (mg % maksimum) - Merkuri (Hg) (mg/kg) - Kadmium (Cd) (mg/kg) - Timbal (Pb) (mg/kg) 4 Fisika - Suhu pusat maksimum Sumber : BBPMHP (1993)
Tuna beku (sashimi)
Tuna segar (fresh tuna)
8
7
Tuna beku (frozen tuna)
1
500.000
500.000
3 Negatif Negatif
2 Negatif Negatif
20 0,5
50 0,5 0,1 0,4
-50 oC
16
2.5Analisis Jaringan Kerja (Network) Menurut Subagyo dan Handoko (1988), analisis jaringan kerja (network) merupakan pengurutan kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan, dilakukan agar perencanaan dan pengawasan dapat dilakukan secara sistematis sehingga diperoleh efisiensi kerja.Jaringan kerja merupakan penghubungan dari node (titik) kegiatankegiatan sehingga terbentuk lintasan.Sumber dalam sistem jaringan yaitu node yang menjadi awal dari busur, dimana aliran bergerak meninggalkannya (Dimyati 1992).Tujuan pembentukan jaringan kerja salah satunya mencari lintasan terpendek sehingga efisiensi kerja dapat tercapai (Subagyo dan Handoko 1988). Jaringan
kerja
(network)umumnya
memiliki
lintasan
kritis
dalam
menyelesaikan suatu proyek.Lintasan kritis adalah lintasan pada network dimana menentukan jangka waktu penyelesaian seluruh proyek.Menurut Ali (1992), perhitungan waktu ditentukan dengan menggunakan notasi-notasi sebagai berikut : TE
= earliest event accurence time (waktu tercepat terjadinyakegiatan).
TL
= latest event accurence time (waktu paling lambat terjadinya kegiatan).
ES
= earliest activity start time (waktu tercepat dimulainya kegiatan).
EF
= earliest activity finish time (waktu tercepatnya diselesaikannya kegiatan).
LS
= latest activity start time (waktu paling lambat dimulainya kegiatan).
LF
= latest activity finish time (waktu paling lambat diakhirinya kegiatan)
T
= activity duration time (waktu yang diperlukan untuk kegiatan : jam, hari)
S
= total slack/float (jangka waktu antara saat paling lambat kegiatan tersebut selesai dengan saat selesainya kegiatan tersebut). Perhitungan penentuan waktu dilakukan menggunakan tiga buah asumsi
dasar (Dimyati 1992)yaitu : 1) Proyek hanya memiliki satu initial event dan satu terminal event. 2) Saat tercepat terjadinya event adalah t ke-0. 3) Saat terlambat terjadinya event adalah TL = TE untuk event ini. Cara perhitungan dibagi menjadi dua, yaitu cara perhitungan maju dan cara perhitungan mundur. Perhitungan maju adalah perhitungan yang mulai bergerak dari initial event menuju terminal event.Tujuannya untuk mengetahui saat tercepat terjadinya
kegiatan
dan
saat
paling
cepat
dimulai
serta
diakhirinya
kegiatan.Perhitungan mundur adalah perhitungan yang dimulai dari terminal event
17
menuju initial event.Tujuannya untuk menghitung saat paling lambat terjadinya kegiatan serta saat paling lambat dimulai dan diakhirinya kegiatan. Metode Critical Path Method (CPM) menggunakan distribusi peluang berdasarkan tiga perkiraan waktu untuk setiap kegiatan, yaitu: 1) Waktu optimis (optimistic time) [a] Waktu optimis yaitu waktu yang dibutuhkan oleh sebuah kegiatan jika semua hal berlangsung sesuai rencana.Waktu optimis dapat disebut waktu minimum dari suatu kegiatan, dimana segala sesuatu akan berjalan baik serta sangat kecil kemungkinan kegiatan selesai sebelum waktu ini. 2) Waktu pesimis (pessimistic time) [b] Waktu pesimis yaitu waktu yang dibutuhkan suatu kegiatan dengan asumsi kondisi yang ada sangat tidak diharapkan.Waktu pesimis disebut juga waktu maksimal yang diperlukan suatu kegiatan serta situasi ini terjadi bila nasib buruk terjadi. 3) Waktu realistis (most likely time) [m] Waktu realistis yaitu perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan yang paling realistis.Waktu realistis disebut juga waktu normal untuk menyelesaikan kegiatan. Menentukan jalur kritis untuk waktu mulai terlama dan waktu selesai terlama untuk setiap kegiatan. Hal ini dilakukan dengan cara memulainya dari titik finish. Jalur kritis adalah kegiatan yang tidak mempunyai waktu tenggang (S=0), artinya kegiatan tersebut harus dimulai tepat pada ES agar tidak mengakibatkan bertambahnya waktu penyelesaian proyek. Kegiatan dengan slack = 0 disebut sebagai kegiatan kritis dan berada pada jalur kritis. Jalur kritis adalah jalur waktu terpanjang yang melalui jaringan.
Biasanya sebuah jalur kritis terdiri dari
pekerjaan-pekerjaan yang tidak bisa ditunda waktu pengerjaannya. Analisis jalur kritis membantu menentukan jadwal proyek. Jalur kritis (critical path) adalah jalur tidak terputus melalui jaringan proyek yang mulai pada kegiatan pertama proyek,berhenti pada kegiatan terakhir proyek, danterdiri dari hanya kegiatan kritis (yaitu kegiatan yang tidak mempunyai waktu slack).