II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi UKM Menurut Hubeis (2009), UKM didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan tinjauan khusus terhadap definisi-definisi tersebut agar diperoleh pengertian yang sesuai tentang UKM, yaitu menganut ukuran kuantitatif yang sesuai dengan kemajuan ekonomi. Berbagai definisi mengenai UKM dalam Hubeis (2009) yaitu: 1.
Di Indonesia, terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UKM berdasarkan kepentingan lembaga yang memberi definisi. a. Badan Pusat Statistik (BPS): UKM adalah perusahaan atau industri dengan pekerja antara 5-19 orang. b. Bank Indonesia (BI): UKM adalah perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa: (a) modalnya kurang dari Rp. 20 juta; (b) untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp 5 juts; (c) memiliki aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan; dan (d) omzet tahunan ≤ Rp 1 miliar. c. Departemen (Sekarang Kantor Menteri Negara) Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UU No. 9 Tahun 1995): UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih RP 50 juta – Rp. 200 Juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet tahunan ≤ Rp 1 miliar; dalam UU UMKM/ 2008 dengan kekayaan bersih Rp 50 juta – Rp 500 juta dan penjualan bersih tahunan Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar. d. Keppres No. 16/ 1994: UKM adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih maksimal Rp. 400 juta. e. Departemen Perindustrian dan Perdagangan: 1) Perusahaan memiliki aset maksimal Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung), 2) Perusahaan memiliki modal kerja di bawah Rp 25 juta (Departemen Perdagangan sebelum digabung)
5
f. Departemen Keuangan: UKM adalah perusahaan yang memiliki omset maksimal Rp 600 juta per tahun dan atau aset maksimum Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan. g. Departemen Kesehatan : perusahaan yang memiliki penandaan standar mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merk Dalam Negeri (MD) dan Merk Luar Negeri (ML). 2.
Di negara lain atau tingkat dunia, terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UKM yang sesuai menurut karakteristik masingmasing negara, yaitu : a. World Bank : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja ± 30 orang, pendapatan per tahun US$ 3 juta dan jumlah aset tidak melebihi US$ 3 juta. b. Di Amerika : UKM adalah industri yang tidak dominan di sektornya dan mempunyai pekerja kurang dari 500 orang. c. Di Eropa : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10-40 orang dan pendapatan per tahun 1-2 juta Euro, atau jika kurang dari 10 orang, dikategorikan usaha rumah tangga. d. Di Jepang : UKM adalah industri yang bergerak di bidang manufakturing dan retail/ service dengan jumlah tenaga kerja 54-300 orang dan modal ¥ 50 juta – 300 juta. e. Dik Korea Selatan : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja ≤ 300 orang dan aset ≤ US$ 60 juta. f. Di beberapa Asia Tenggara : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10-15 orang (Thailand), atau 5 – 10 orang (Malaysia), atau 10 -99 orang (Singapura), dengan modal ± US$ 6 juta.
2.2. Tahu Saat ini kebutuhan kedelai Indonesia sebagian besar masih di impor dari beberapa negara di dunia, perkembangan produksi dan impor kedelai Indonesia disajikan pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Produksi dan impor kedelai Indonesia No Tahun Produksi (ton/tahun) 1 2000 1.190.000 2 2001 817.017 3 2002 908.924 4 2003 671.600 5 2004 723.483 6 2005 808.353 7 2006 746.611 8 2007 608.000 9 2008 800.000 10 2009 924.511 Sumber : BPS, 2010
Impor (ton/tahun) 1.277.685 1.136.419 1.365.253 1,192,717 1.117.790 1.376.000 1.276.000 1.300.000 1.200.000 Data belum tersedia
Produk olahan kedelai yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia ialah tahu. Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian, yaitu tauhu. Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An yang merupakan seorang bangsawan, cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang yang mendirikan Dinasti Han. Di Jepang, tahu dikenal dengan nama tofu. Tofu dibawa oleh para perantau Cina sehingga makanan ini menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara, lalu juga akhirnya ke seluruh dunia (Sarwono dan Saragih, 2001). Tahu dikenal sebagai makanan rakyat karena harganya yang murah, dapat dijangkau oleh masyarakat lapisan bawah sekalipun. Namun demikian tahu sering disebut daging tidak bertulang karena kandungan gizinya, terutama mutu protein, setara dengan daging hewan (Tabel 2). Bahkan, protein tahu lebih tinggi dibandingkan dengan protein kedelai. Tabel 2. Nilai gizi tahu dan kedelai (% berdasarkan berat kering) Zat Gizi Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Kalsium Natrium Fosfor Besi Vitamin B1 Vitamin B2 Vitamin B3
Tahu 49 27 14 0 4 0,913 0,038 0,656 0,011 0,0001 0,0001 0,003
Kedelai 39 20 36 5 6 0,253 0 0,651 0,009 0,001 (sebagai B kompleks) -
7
Bahan baku untuk membuat tahu kualitas tinggi adalah kedele putih berbiji besar. Rendemen dan mutu tahu yang dihasilkan berbeda untuk setiap jenis kedelai. Pada Tabel 3 disajikan rendemen dan mutu tahu untuk lima jenis kedelai. Tabel 3. Rendemen dan mutu tahu mentah Galur harapan/ varietas 1 K-27 2 K-25 3 Burangrang 4 Wilis 5 Kedelai impor Rata-rata No
Berat(kg) Awal
Tahu
Rendemen (%)
Jumlah Tahu
2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
10,15 10,23 9,00 7,62 8,65 9,13
406 409 360 305 346 365
131 135 117 106 120 122
Warna Putih Bersih Putih Bersih Putih Putih Putih
Tekstur Lembut Lembut Sangat Lembut Lembut Lembut
Suprapti (2005) menyatakan tahu merupakan makanan rakyat yang umumnya dikenal dengan tempat pembuatannya, misalnya tahu Sumedang, tahu Kediri, tahu Kuningan dan lain-lain. Tahu diperdagangkan dengan berbagai variasi bentuk, ukuran dan nama. Selain tahu putih atau tahu biasa, di pasar juga dikenal berbagai tahu komersial yang sudah memiliki nama dan berciri khas, seperti : 1. Tahu Sumedang disebut juga tahu pong alias tahu kulit. Tahu ini
merupakan lembaran-lembaran tahu putih setebal sekitar 3 (tiga) cm dengan tekstur yang lunak dan kenyal. Tahu putih ini disimpan dalam wadah yang telah berisi air. Tahu putih yang siap olah biasanya dipotong kecil-kecil sebelum digoreng. Tahu gorengnya berupa tahu kulit yang lunak dan kenyal. Isinya kosong (kopong dalam bahasa Jawa), maka disebut tahu pong. Tahu Sumedang biasanya dikonsumsi sebagai makanan ringan dan dilalap dengan cabai rawit. 2. Tahu Bandung berbentuk persegi (kotak), tekstur agak keras dan kenyal,
warnanya kuning karena sebelumnya telah direndam air kunyit. Tahu digoreng dengan mengoleskan sedikit minyak di wajan. Tahu ini enak dimakan dengan lalap cabai rawit. 3. Tahu Cina berupa tahu putih, teksturnya lebih padat, halus dan kenyal
dibandingkan tahu biasa. Ukurannya sekitar 12 cm x 12 cm x 8 cm. Ukuran dan bobot tahu relatif seragam, karena proses pembuatannya
8
dicetak dan dipres dengan mesin. Dalam pembuatannya, digunakan sioko (kalsium sulfat) sebagai bahan penggumpal protein sari kedelainya. 4. Tahu kuning mirip tahu Cina. Bentuknya tipis dan lebar. Warna kuning
dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak digunakan dalam masakan Cina. 5. Tahu takwa merupakan tahu khas Kediri, Jawa Timur. Kalau dipijit,
tahunya terasa padat. Proses pengolahan tahu takwa pada prinsipnya sama dengan tahu biasa, hanya terdapat perbedaan dalam perlakuan, terutama pada perendaman kedelai dan pengepresan tahu. Bahan bakunya dipilih kedelai lokal yang berbiji kecil-kecil. Penggumpalan sari kedelai menggunakan asam cuka. Sebelum dipasarkan, tahu takwa dimasak atau dicelup beberapa menit dalam air kunyit mendidih sehingga warnanya menjadi kuning. Tahu dijual dan disimpan dalam keadaan kering tanpa perlu direndam air seperti tahu putih biasa. 6. Tahu sutera banyak dijual pasar swalayan. Tahu ini sangat lembut dan
lunak. Dulu, tahu ini mudah sekali rusak sehingga harus segera diolah. Namun, sekarang proses pembuataanya lebih modern sehingga produknya lebih tahan lama. Oleh karenanya, tahu sutera sekarang disebut long life tofu. Tahu yang berasal dari Jepang ini biasanya dikonsumsi sebagai makan penutup (dessert) dan disajikan bersama sirup jahe agar cita rasanya lebih lezat. 7. Tahu Kuningan adalah tahu putih yang dijual dalam bentuk mentah atau
digoreng. Setelah digoreng, tahu Kuningan mirip dengan tahu Sumedang, perbedaannya meski digoreng kering bagian dalamnya tidak kepong dan tetap lembut. Tahu dijual dalam kemasan keranjang dan disantap dengan cabe rawit lebih nikmat. Tahu Kuningan merupakan makanan khas yang sering dijadikan buah tangan oleh para pengunjung yang berwisata. Menurut Sarwono dan Saragih (2001), tahu yang beredar di pasar tradisional saat ini mutunya masih beragam. Oleh karena itu ada beberapa hal yang harus diketahui untuk memilih tahu yang bermutu : 1. Tahu sebaiknya tidak menggunakan pewarna, namun beberapa tahu
menggunakan pewarna. Dalam memilih tahu yang berwana harus lebih
9
cermat. Warna yang terlalu cerah atau mencolok, sebaiknya dihindari karena pewarna yang digunakan biasanya berupa pewarna sintetik, seperti bahan pewarna cat atau kain. 2. Untuk mengetahui mutu tahu dapat dicium dari aromanya. Aroma tahu
yang
agak
wangi
dan
menyengat
sebaiknya
dihindari
karena
kemungkinan diberi pengawet formalin (bukan pengawet makanan). 3. Untuk mengetahui kesegaran, peganglah permukaan tahu. Tahu yang
tidak segar lagi, selain aromanya masam sampai busuk, permukaannya berlendir, teksturnya lunak dan kurang kompak, bahkan ada kalanya telah berjamur. Produk semacam ini tidak layak lagi dikonsumsi. Sedangkan mutu tahu menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3142-1998 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Syarat mutu tahu No 1 a b c d
Jenis Uji Keadaan: Bau Rasa Warna Penampakan
Satuan
2 3 4 5 6
Abu Protein (Nx6,25) Lemak Serat kasar Bahan tambahan makanan
% (b/b) % (b/b) % (b/b) % (b/b) % (b/b)
7 a b c e d 8 9 a b
Cemaran logam: Timbal (Tb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Mg) Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba: Escherichia Coli Salmonella
Persyaratan Normal Normal Putih normal atau kuning normal Normal tidak berlendir dan tidak berjamur Maks 1,0 Min 9,0 Min 0,5 Maks. 0,1 Sesuai SNI 01-0222-M dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/ Men. Kes/Per/IX/1983
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 2,0 Maks. 30,0 Maks. 40,0 Maks. 40,0/250,0 Maks. 0,03 Maks.1,0
APM/g /25 g
Maks. 10 Negatif
10
2.3. Pendekatan Sistem Sistem didefinisikan sebagai suatu agregasi atau kumpulan obyekobyek yang saling menerangkan dalam interaksi dan tergantung satu sama lain. Dengan kata lain, sistem diartikan sebagai suatu kumpulan unsur-unsur yang berada dalam keadaan yang saling berhubungan. Menurut Eriyatno (1998) sistem adalah totalitas himpunan unsur-unsur yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu, dalam upaya mencapai suatu gugus tujuan (goals). Menurut Marimin (2004), konsep sistem merupakan awal dari studi sistem yang selanjutnya akan didisain dan dievaluasi. Konsep sistem banyak dipengaruhi oleh pendapat keteknikan yaitu merupakan proses transformasi yang mengolah input menjadi output sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam kenyataannya, struktur sistem terdiri dari sub-sistem dan unsur. Sub-sistem adalah suatu unsur atau komponen fungsional suatu sistem yang berhubungan satu sama lain. Unsur adalah bagian terkecil sistem yang dapat diidentifikasi pada tingkat yang paling rendah yang dapat dikategorikan sebagai individu. Interaksi antar sub-sistem terjadi karena output dari suatu sub-sistem dapat menjadi salah satu input bagi sub-sistem lainnya. Jika interaksi antar sub-sistem terganggu, maka proses transformasi pada
sistem
secara
keseluruhan
juga
terganggu,
sehingga
dapat
mengakibatkan ketidaksesuaian dari tujuan yang ingin dicapai. Dalam Marimin (2005) menyatakan proses transformasi unsur dalam suatu sistem dapat dinyatakan dalam fungsi matematika, operasi logik dan proses operasi yang mengkaitkan secara prediktif antara output dan input. Dalam ilmu sistem transformasi ini dikenal dengan istilah pendekatan ”Kotak Gelap” (black box). Para ahli sistem memberikan batasan perihal, yang solusinya sebaiknya menggunakan teori sistem yang pengkajiannya, yaitu persoalan yang memenuhi karakteristik : (1) Kompleks, (2) Dinamis dan (3) Probabilistik. Tiga pola pikir yang menjadi pegangan pokok ahli sistem dalam merancang berbagai solusi, yaitu (1) Sibernetik (Cybernetic), artinya berorientasi pada tujuan; (2) Holistik (Holistic), yaitu cara pandang yang
11
utuh terhadap kebutuhan sistem; dan (3) Efektif (Effective), sehingga dapat dioperasionalkan (Marimin, 2005). Pendekatan kesisteman mengutamakan kajian struktur sistem, baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai pendukung bagi penyelesaian persoalan. Kajian sistem dimulai dengan identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan, sehingga dapat dihasilkan suatu operasi dari sistem. Dalam pendekatan sistem umumnya telah ditandai dengan : (1) Pengkajian terhadap semua faktor yang berpengaruh dalam rangka mendapatkan solusi untuk mencapai tujuan, dan (2) Adanya model-model untuk membantu pengambilan keputusan lintas disiplin, sehingga permasalahan yang kompleks dapat diselesaikan secara komprehensif (Marimin dan Maghfiroh, 2010). 2.4. Kelayakan Usaha Menurut Umar (2003), studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalisasikan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan. Dalam menilai kelayakan keuangan suatu usaha biasa digunakan metode Payback Period (PBP), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV) dan B/C rasio. Metode PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali
pengeluaran
investasi
(initial
cash
investment)
dengan
menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maksimum PBP yang dapat diterima.
Jika PBP lebih pendek waktunya dari maximum PBP maka usulan investasi dapat diterima. Metode ini cukup sederhana, sehingga mempunyai kelemahan. Kelemahan utamanya, metode ini tidak memperhatikan konsep
12
nilai waktu dari uang, di samping tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah PBP. Jadi pada umumnya metode ini digunakan sebagai pendukung metode lainnya. BEP adalah suatu alat analisa yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya. Pendapatan perusahaan
merupakan
penerimaan
yang
dihasilkan
dari
kegiatan
perusahaan sedangkan biaya operasinya merupakan pengeluaran yang juga sebagai kegiatan perusahaan. Biaya operasi ini terbagi atas tiga bagian, yaitu biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi-variabel. Persamaan yang dapat digunakan dalam menganalisa pulang pokok adalah :
Dimana : Y a b x
= jumlah biaya semi variabel = jumlah biaya tetap = biaya variabel per unit = luas produksi (tingkat produksi)
Menurut Umar (2003), setelah menentukan makna dari biaya dan pendapatan serta luas produksi, selanjutnya akan dijelaskan perhitungan pulang pokok secara lengkap sebagai berikut: 1.
Keadaan pulang pokok merupakan keadaan dimana penerimaan pendapatan perusahaan (total revenue) yang disingkat TR adalah sama dengan biaya yang ditanggungnya (total cost) yang disingkat TC. TR merupakan perkalian antara jumlah unit barang terjual dengan harga satuannya, sedangkan TC merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabelnya, sehingga rumus pulang pokok dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut : TR= TC atau Q x P = a + bx Dimana: Q P a b
= tingkat produksi (unit) = harga jual per unit = biaya tetap = biaya variabel
13
2.
Perhitungan pulang pokok akan menjadi lebih jelas jika disertai dengan pemakaian grafik. Keadaan pulang pokok tiap perusahaan akan bermacam-macam,
besar
marginal
income
dan
biaya
tetap
mempengaruhi tinggi-rendahnya pulang pokok perusahaan. Apabila biaya tetap relatif tinggi sedangkan marginal income relatif rendah, maka pulang pokok akan menjadi tinggi, demikian pula sebaliknya. Keadaan pulang pokok menjadi sedang apabila biaya tetap adalah rendah dan marginal income yang rendah pula atau sebaliknya. BEP menggambarkan kondisi penjualan produk yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga tidak memberikan laba atau rugi. Total Biaya = Volume penjualan (unit) x Harga Jual (Rp) Volume penjualan saat BEP dapat dihitung dengan persamaan:
NPV yaitu selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang, perlu ditentukan tingkat bunga relevan (Umar, 2003).
Dimana : CFt
= aliran kas pertahun pada periode t
I0
= investasi awal pada tahun 0
K
= suku bunga (discount rate)
14
Dengan kriteria penilaian: 1.
Jika NPV > 0, maka usulan proyek diterima
2.
Jika NPV < 0, maka usulan proyek ditolak
3.
Jika NPV = 0, nilai perusahaan tetap walau usulan proyek diterima ataupun ditolak. Metode rasio manfaat dan biaya (benefit costs ratio analysis) atau
lebih dikenal dengan istilah B/C Ratio. Metode B/C Ratio pada dasarnya menggunakan data ekivalensi nilai sekarang dari penerimaan dan pengeluaran, yang dalam hal ini B/C Ratio merupakan perbandingan antara nilai sekarang dan penerimaan atau pendapatan yang diperoleh dari kegiatan investasi dengan nilai sekarang dari pengeluaran (biaya) selama investasi tersebut berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Kriteria kelayakannnya adalah bila nilai B/C Ratio > 1 dan dirumuskan dengan:
2.5. Manajemen Strategi Perumusan strategi merupakan suatu tahapan yang penting dalam pencapaian tujuan perusahaan. Setiap organisasi atau perusahaan akan merumuskan strategi yang berbeda, sesuai dengan tujuan dan kondisi masing-masing.
Strategi
perusahaan
adalah
rumusan
perencanaan
komprehensif tentang bagaimana sebuah perusahaan dalam mencapai misi dan tujuannya. Perumusan strategi terangkum dalam suatu manajemen strategis. Menurut David (2008), manajemen strategik adalah seni atau ilmu untuk
memformulasikan,
mengimplementasikan
dan
mengevaluasi
keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. manajemen,
Manajemen pemasaran,
pengembangan,
dan
strategik
berfokus
keuangan/akuntansi,
sistem
informasi
pada
mengintegrasikan
produksi/operasi
komputer
untuk
dan
mencapai
keberhasilan organisasi. Manajemen strategis merupakan serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang dan sangat dibutuhkan oleh setiap perusahaan untuk mengembangkan usahanya.
15
David (2006) menyatakan bahwa proses manajemen strategik terdiri atas tiga tahap, yaitu formulasi strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan. Isu formulasi strategi mencakup bisnis apa yang akan dimasuki, bisnis apa yang harus ditinggalkan, bagaimana mengalokasikan sumber daya, apakah harus melakukan ekspansi atau diversifikasi bisnis, apakah harus memasuki pasar internasional, apakah harus bergabung atau membentuk joint venture dan bagaimana menghindari pengambilalihan secara paksa. Karena tidak ada organisasi/ perusahaan yang memiliki sumber daya tidak terbatas, maka penyusun strategi harus memutuskan alternatif strategi mana yang akan memberikan keuntungan terbanyak. Implementasi strategi mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan
tahunan,
membuat
kebijakan,
memotivasi
karyawan,
dan
mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi efektif dan mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi dan menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi (David, 2006). David (2006) juga menyatakan bahwa evaluasi strategi adalah tahap final dalam manajemen strategik yang digunakan sebagai alat utama untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan strategi. Semua strategi dapat dimodifikasi di masa datang karena faktor internal dan eksternal secara konstan berubah. Tiga aktivitas dasar evaluasi strategi adalah (1) meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, (2) mengukur kinerja dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi dibutuhkan karena kesuksesan hari ini tidak menjamin kesuksesan di hari esok.
16
David (2006) menyebutkan bahwa manajemen strategik adalah tentang
mendapatkan
dan
mempertahankan
keunggulan
kompetitif
(competitive advantage). Terminologi ini dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan sangat baik oleh sebuah perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya. Ketika sebuah perusahaan dapat melakukan sesuatu dan perusahaan lain tidak dapat, atau memiliki sesuatu yang diinginkan pesaingnya, hal tersebut menggambarkan keunggulan kompetitif. Memiliki dan menjaga keunggulan kompetitif sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang dari suatu perusahaan. Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi tentang pesaing merupakan hal yang penting untuk keberhasilan formula strategi. Menurut Porter (1993), Model Lima Kekuatan Porter (Porter’s FiveForces Model) tentang analisis kompetitif adalah pendekatan yang digunakan secara luas untuk mengembangkan strategi dalam banyak industri. Hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima kekuatan yaitu (1) persaingan antar perusahaan sejenis, (2) kemungkinan masuknya pesaing baru, (3) potensi pengembangan produk substitusi, (4) kekuatan tawar-menawar penjual/pemasok dan (5) kekuatan tawar-menawar pembeli/konsumen.
Gambar 1. Model lima kekuatan Porter Pada
dasarnya,
mengembangkan
strategi
bersaing
adalah
mengembangkan formula umum mengenai bagaimana bisnis akan bersaing, apa seharusnya yang menjadi tujuannya, dan kebijakan apa yang akan
17
diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Strategi bersaing adalah kombinasi antara akhir (tujuan) yang diperjuangkan oleh perusahaan dengan alat (kebijakan) dimana perusahaan berusaha sampai ke sana. Porter menggambarkan strategi bersaing secara lengkap dalam roda strategi bersaing.
Roda
strategi
bersaing
merupakan
suatu
alat
untuk
menggambarkan aspek-aspek pokok dari startegi persaingan perusahaan dalam satu halaman. Di pusat roda adalah tujuan-tujuan perusahaan, yang merupakan definisi secara luas mengenai bagaimana perusahaan ini ingin bersaing serta sasaran-sasaran ekonomis dan non-ekonomisnya yang spesifik. Jari-jari roda adalah kebijakan-kebijakan operasi pokok dengan mana perusahaan berusaha mencapai tujuan-tujuan tersebut (Porter, 1993).
Gambar 2. Roda strategi bersaing Dalam menyusun strategi bersaing melibatkan pertimbangan dari empat faktor utama yang menentukkan batas-batas apa yang akan dapat dicapai oleh perusahaan. Kekuatan dan kelemahan adalah profil dari kekayaan serta ketrampilan relatif dibandingkan dengan para pesaingnya, termasuk di dalamnya sumber daya keuangan, pasar, teknologikal, identifikasi merek dan lain-lain. Nilai-nilai pribadi organisasi dan motivasi-
18
motivasi serta harapan-harapan dari para eksekutif utama dan orang-orang yang harus melaksanakan strategi yang ditetapkan. Kekuatan dan kelemahan dikombinasikan dengan nilai-nilai yang menumbuhkan batasan-batasan internal bagi suatu perusahaan terhadap strategi bersaing bagi suatu perusahaan. Batas-batas eksternal disebutkan oleh industri dan lingkungan yang lebih
luas.
Peluang-peluang
dan
kendala-kendala
industri
akan
menimbulkan lingkungan persaingan yang didalamnya mengandung risikorisiko maupun hasil-hasil yang potensional. Harapan-harapan
masyarakat
luas
akan
berdampak
terhadap
perusahaan, antara lain (1) Kebijakan pemerintah, (2) Perhatian-perhatian sosial, (3) Harapan-harapan yang berkembang dan lain sebagainya. Keempat faktor tersebut harus dipertimbangkan sebelum suatu bisnis menetapkan tujuan-tujuan serta kebijakan-kebijakan yang dapat ditetapkan secara realistis.
Gambar 3. Konteks dimana strategi bersaing dirumuskan