II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepemimpinan 2.1.1 Definisi Kepemimpinan Kepemimpinan yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Kepemimpinan adalah kata benda dari pemimpin. Pemimpin adalah seseorang yangmempergunakan wewenang dan kepemimpinannya,
mengarahkan
bawahan
untuk
mengerjakan
sebagaian
pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Pelaksanaan kepemimpinannya cenderung menumbuhkan kepercayaan, partisipasi, loyalitas dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif (Hasibuan, 2006). Kepemimpinan menurut Siagian (2002) adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenangi. Kepemimpinan merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia yaitu membuat orang lain menyelesaikan pekerjaan, mempertahankan semangat kerja dan memotivasi bawahan (Dessler,
1997).
Robbins (1996) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatau kelompok kearah pencapaian (tujuan). Pendapat ini memandang semua anggota kelompok/organisasi sebagai salah satu kesatuan, sehingga kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota kelompok/organisasi agar bersedia melakukan kegiatan/bekerja untuk mencapai tujuan kelompok/organisasi. Selain itu Gibson (2006) mengatakan bahwa kepemimpinan (leadership) merupakan suatu usaha menggunakan pengaruh untuk memotivasi individu dalam mencapai beberapa tujuan. Dalam menjalankan tugas pemimpin memiliki tiga pola dasar gaya kepemimpinan yaitu yang mementingkan pelaksanaan tugas, yang mementingkan hubungan kerjasama dan yang mementingkan hasil yang dapat dicapai (Rivai, 2004).
2.1.2 Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan adalah berbagai tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja (Stoner dan Freeman). Menurut Rivai (2004) gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Menurut Hasibuan (2006) gaya kepemimpinan ada tiga, yaitu: 1.
Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan ini adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atai kalau pimpinan itu menganut system sentarlisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran,ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
2.
Kepemimpinan Partisipatif Kepemimpinan parisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan secara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivassi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Pemimpin dengan gaya ini akan mendorong kemampuan bawahan untuk mengambil keputusan.
3.
Kepemimpian Delegatif Kepemimpinan
Delegatif
apabila
seorang
pemimpin
mendelegasikan
wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan maksud, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Menurut Hersey dan Blanchard (1982) gaya kepemimpinan seseorang adalah pola perilaku yang dilakukan oleh orang tersebut pada waktu berupaya mempengaruhi aktifitas orang lain seperti yang dilihat orang lain. Gaya kepemimpinan yang ada dalam suatu kelompok atau masyarakat tergantung pada situasi yang terdapat pada kelompok masyarakat tersebut. Dalam situasi yang sangat menguntungkan atau tidak menguntungkan cenderung gaya kepemimpinan bersifat otoriter. Hersey dan Blanchard (1982) membagi kecenderungan gaya kepemimpinan ke dalam empat dimensi, yaitu:
1.
Gaya kepemimpinan telling, gaya kepemimpinan yang ditandai perilaku kepimpinan yang tidak mempercayai bawahannya dan banyak memberikan instruksi kepada bawahan untuk melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan tanpa memperhatikan kualitas hubungan antar pribadi dengan bawahannya.
2.
Gaya kepemimpinan selling, gaya kepemimpinan ini ditandai dengan tingginya tuntunan meyelesaikan tugas tetapi pemimpin juga sangat memperhatikan kualitas hubungan dengan bawahannya.
3.
Gaya kepemimpinan particiapting, gaya kepemimpinan ini ditandai dengan perilaku pemimpin yang lebih banyak memfokuskan perhatian pada kualitas hubungan dan kurang memperhatikan penyelesaian tugas-tugas.
4.
Gaya kepemimpinan delegating, gaya kepemimpinan ini ditandai dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dari pemimpin kepada bawahan untuk melakukan tugas sendiri dengan sedikit pengarahan dan sedikit sekali kualitas hubungan antar personalnya.
Gambar 1. Gaya Kepemimpinan (Hersey dan Blanchard, 1982) 2.2 Pegawai Negeri Sipil 2.2.1 Pengertian Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah salah satu jenis Kepegawaian Negeri di samping anggota TNI dan Anggota POLRI (UU No 43 Th 1999). Pengertian Pegawai Negeri adalah warga negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 ayat 1 UU 43/1999). Berdasarkan UU Pensiun Pegawai Negeri, pegawai negeri adalah pribadi-pribadi yang selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas Pemerintah, dan bukan dalam lembaga negara.
Pegawai Negeri Sipil terdiri atas Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan pada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah serta kepaniteraan di pengadilan. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di Pemerintah Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota. Baik PNS Pusat maupun PNS Daerah dapat diperbantukan di luar instansi induknya. Jika demikian, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima pembantuan. Di samping PNS, pejabat yang berwenang dapat mengangkat Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau disebut pula honorer; yaitu pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis dan profesional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. PTT tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri. Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dijelaskan pegawai negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. 2.3. Komitmen Keberhasilan pengelolaan organisasi sangatlah ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola SDM. Seberapa jauh komitmen karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja, sangatlah menentukan organisasi itu dalam mencapai tujuannya. Dalam dunia kerja komitmen karyawan terhadap organisasi sangatlah penting, karena jika para tenaga kerja berkomitmen pada organisasi, mereka mungkin akan lebih produktif, sehingga sampai-sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang jabatan/posisi yang ditawarkan dalam iklan lowongan pekerjaan. Secara garis besar Meyer, Allen, & Smith (1993) menganggap komitmen sebagai sebuah keadaan psikologis yang mengkarakteristikkan hubungan karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau
menghentikan keanggotaan dalam organisasi. Menurut Meyer, Allen & Smith (1990) komitmen organisasi terdiri dari 3 komponen yaitu sebagai berikut: 1.
Komitmen kerja afektif, yaitu komitmen sebagai keterikatan afektif/psikologis karyawan terhadap pekerjaannya. Komitmen ini menyebabkan karyawan bertahan pada suatu pekerjaan karena mereka menginginkannya.
2.
Komitmen kerja kontinuans, mengarah pada perhitungan untung-rugi dalam diri karyawan sehubungan dengan keinginannya untuk tetap mempertahankan atau meninggalkan pekerjaannya. Artinya, komitmen kerja disini dianggap sebagai persepsi harga yang harus dibayar jika karyawan meninggalkan pekerjaannya. Komitmen ini menyebabkan karyawan bertahan pada suatu pekerjaan karena mereka membutuhkannya.
3.
Komitmen kerja normatif, komitmen yang menyebabkan karyawan bertahan pada suatu pekerjaan karena mereka merasa wajib untuk melakukannya serta didasari pada adanya keyakinan tentang apa yang benar dan berkaitan dengan masalah moral. Greenberg & Baron (1993) menyatakan bahwa beberapa faktor yang
mempengaruhi komitmen karyawan terhadap pekerjaan adalah: 1.
Karakteristik pekerjaan.
2.
Kesempatan akan adanya pekerjaan lain.
3.
Karakteristik individu serta perlakuan organisasi terhadap karyawan baru. Mowday, Steers dan Porter (Spector, 2000) mengemukakan bahwa komitmen
organisasi terdiri dari tiga komponen yaitu: 1.
Penerimaan dan keyakinan yang kuat.
2.
Nilai-nilai dan tujuan-tujuan oraginsasi.
3.
Kesediaan individu untuk berusaha dengan sungguh-sungguh demi kepentingan oragnisasi serta keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaanya didalam organisasi tersebut. Menurut Morrow, Mc Elroy dan Blum (1988) komitmen organisasi terbangun
bila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi. Tiga sikap tersebut adalah: 1.
Pemahaman atau penghayatn dari tujuan perusahaan (identification).
2.
Perasaan
terlibat
menyenangkan.
dalam
suatu pekerjaan
(involvement), pekerjaan adalah
3.
Perasaan loyal (loyality), perusahaan adalah tempat kerja dan tempat tinggal. Mathis dan Jackson (2001) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan
tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut. 2.4. Penelitian Terdahulu Siregar (2006) dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Karyawan pada Bagian Produksi PT Unitex Tbk, menyatakan terdapat tiga gaya kepemimpinan pada Bagian Produksi PT Unitex Tbk, yaitu instruksi, konsultasi dan partisipasi. Apabila dihubungkan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja karyawan ternyata tidak ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja, kecuali kepuasan terhadap pengakuan. Gaya kepemimpinan konsultasi maupun partsipasi tidak mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Hal ini disebabkan oleh budaya organisasi yang bersifat kekeluargaan dan setiap atasan maupun karyawan harus mematuhi peraturan yang telah ditetapkan perusahaan. Anzalnaa (2003) dalam skripsinya menganalisis hubungan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala bagian unit produksi dan pemasaran pupuk kompos PTSang Hyang Seri adaah kombinasi delegatif-konsultatif. Hubungan gaya kepemimpinan delegatif-konsultif yang signifikan dengan kemampuan kerja bawahan adalah melaksanankan tugas atau pekerjaan pencapaian target dan keinginan untuk meningkatakan kemampuan. Adapun saran yang dapat diberikan bagi perusahaan adalah pimpinan yang diharapkan dapat mengkombinasikan gaya kepemimpinan delegatif yang selama ini dominan diterapkan dengan gaya kepemimpinan partisipatif untuk dapat memperbaiki kualitas hubungan dengan bawahan. Yuliawati (2007) dalam skripsinya menyatakan hubungan gaya kepmimpinan yang diterapkan oleh pemimpin bagian produksi pada PT Unitex, Tbk, Bogor adalah gaya kepemimpinan selling. Pengaruh gaya kepemimpinan telling dan delegating memiliki pengaruh yang besar dalam peningkatan budaya organisasi. Jika gaya kepemimpinan ini diterapkan oleh direktur produksi maka akan meningkatkan budaya oraganisasi kearah yang lebih baik. Adapun saran yang diberikan kepada pihak perusahaan adalah pimpinan produksi pada PT. Unitex, Tbk menerapkan gaya kepemimpinan telling dan delegating guna peningkatan budaya organisasi yang kuat.
Gumilang (2009) dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Tingkat Komitmen dengan Kinerja Karyawan PT Edecon Prima Mandiri menyatakan bahwa penerapan komitmen afektif, normatif dan kontinuan sudah diterapkan secara baik. Kinerja karyawan pun dinilai cukup baik dan komitmen kontinuanslah yang memiliki tingkat hubungan yang tinggi dengan kinerja karyawan. Penelitian ini difokuskan pada kajian variabel-variabel penerapan komitmen, gaya kepemimpinan serta karakteristik pegawai, yang menjadi perbedaan berada pada alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan juga analisis regresi berganda.