BAB II TENTANG KEPEMIMPINAN
A. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan dalam pengertian secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi dan memperbaiki kelompok dan budayanya. Banyak definisi dan kriteria yang dikemukakan oleh banyak penulis menurut analisa dan penelitiannya masing-masing sampai saat ini kita mengenal kepemimpinan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro dan sampai saat ini masih relevan dan dapat digunakan di berbagai organisasi ketiga kriteria tersebut adalah.1 Pertama, seorang pemimpin harus ing ngarso sung tulodo, artinya seorang pemimpin di depan sebagai teladan, seorang pemimpin-.pemimpin pada kebanyakan momen memang harus selalu berada di depan untuk mewakili komponen-komponen yang dipimpinnya. Pada saat berada di depan seorang pemimpin dapat diartikan sebagai tindakan, keputusan dan kebijaksanaan yang diambil oleh seorang pemimpin, haruslah senantiasa dapat memberikan tuntunan yang baik dan benar kepada komponen-komponen yang dipimpinnya dan dapat diartikan sebagai pengambil keputusan dan penentu kebijaksanaan akhir. Dalam setiap tindakan keputusan dan kebijaksanaan yang diambil oleh seorang pemimpin adalah senantiasa dapat memberikan teladan dan tuntunan yang baik dan benar kepada komponen yang dipimpimnya. Hal ini tentu mempunyai maksud tertentu yang pertama adalah yang bertindak baik dan benar seen tidak langsung telah mengajarkan kepada bawahannya bagaimana seorang pemimpin harus bersikap dan diharapkan dengan memberikan contoh yang balk dapat menjadi regenerasi yang menghasilkan pimpinan yang baru, yang kedua dengan bersikap baik dan benar seorang 1
Johnidy, Sang Pemimpin, Swara Dhamasena, Jakarta, 2004, hlm. 56-57
12
13
pemimpin meningkatkan kepercayaan dari bawahannya dan jika akan menjaga kewibawaan sang pemimpin dengan mengusahakan hal-hal di atas seorang pemimpin akan selalu disegani dan di hormati. Kedua seorang pemimpin harus sanggup ing madyo mangun karso artinya seorang pemimpin ditengah bawahannya sanggup membangkitkan semangat dan kehendak kerja atau biasa disebut dengan inovasi bawahnya membangkitkan inovasi kerja pada bawahan bukan suatu hal yang mudah, apalagi pada organisasi yang bersifat sosial semangat kerja hanya akan tumbuh jika disadari kesadaran individu. Memberikan motivasi kerja dapat dilakukan dengan cara memberikan pengertian-pengertian dasar dan pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi. Mengetahui dan ikut membantu penyelesaian masalah yang dihadapi bawahan dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan dan keadaan dalam organisasi tersebut. Membangkitkan motivasi dengan cara tidak langsung memberikan teladan oleh sang pemimpin pada dasarnya membangkitkan motivasi dari bawahan membutuhkan waktu dan situasi yang berbeda-beda. Terakhir seorang pemimpin adalah tut wuri handayani artinya seorang pemimpin harus memberi dorongan dari belakang, seorang pemimpin harus memberi kesempatan kepada bawahannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengannya saat-saat tertentu untuk mengambil keputusan mewakili nama organisasi. Tentunya pelimpahan tanggung jawab ini harus selalu disertai pengawasan dan bimbingan dari sang pemimpin baik langsung maupun tidak langsung, seorang pemimpin harus mampu menumbuhkan rasa percaya diri dari orang yang dipimpinnya sehingga mereka mampu dan sanggup berlaku sebagai seorang pemimpin. Dengan memberikan dorongan kepada bawahan, maka bawahan akan memperoleh kemajuan baik dalam bentuk pengalaman, rasa percaya diri ataupun hal-hal lainnya sehingga kondisi organisasi tersebut dalam keadaan yang sehat dan semua pihak memperoleh keuntungan dan kemajuan yang positif. Kepemimpinan dipahami dalam dua pengertian yaitu sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang, kepemimpinan adalah sebuah
14
alat sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan suatu secara sukarela. Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan kekuasaan pemimpin dalam memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya.2 Pada dasarnya kepemimpinan mengacu pada suatu proses untuk menggerakkan sekelompok orang menuju ke suatu tujuan yang telah ditetapkan atau disepakati bersama dengan mendorong atau memotivasi mereka untuk bertindak dengan cara yang tidak memaksa. Dengan kemampuannya seseorang pemimpin yang baik mampu menggerakkan orangorang menuju tujuan jangka panjang dan betul-betul merupakan upaya memenuhi kepentingan mereka yang terbaik. Dengan demikian kepemimpinan dapat dikatakan sebagai peranan dan juga suatu proses untuk mempengaruhi orang lain. Pemimpin adalah anggota dari sesuatu perkumpulan yang diharapkan dapat menggunakan pengaruhnya untuk mewujudkan dan mencapai tujuan kelompok sehingga dapatlah dikatakan bahwa seseorang pemimpin yang jujur ialah seorang yang memimpin dan bukan seorang yang menggunakan kedudukan untuk memimpin.3 Jadi kepemimpinan pada dasarnya adalah kemampuan untuk mempengaruhi (influencing) dan membujuk (inducing) orang lain untuk melakukan hal-hal yang diperlukan dalam rangka mencapai sasaran yang diinginkan, definisi tersebut mengkategorikan tiga element sebagai berikut :4 Pertama kepemimpinan merupakan sesuatu relasi (relation concept) dalam arti kepemimpinan hanya ada atau terjadi dalam relasi orang-orang lain (para pengikut) jika tidak ada pengikut maka tidak ada pemimpin tersirat dalam pengertian ini adalah premis bahwa pemimpin yang efektif harus
2
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 4 3 Veithzal Rivai, Kiat Memimpin dalam Abad 21, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 25 4 Arif Nadjih Anies (ed.), Proyek Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman, Latanbora Press, Jakarta, 2003, hlm. 45
15
memenuhi bagaimana cara membangkitkan inspirasi dan semangat serta bagaimana dapat melakukan relasi yang baik kepada pengikutnya. Kedua kepemimpinan merupakan proses, maka pemimpin haru melakukan beberapa aktifitas. Meskipun posisi diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan tapi jika hanya sekedar menduduki posisi tersebut tidak cukup membuat seseorang menjadi pemimpin. Ketiga pemimpin haru mampu mempengaruhi dan membujuk orangorang lain mengambil langkah dan tindakan. Bersama-sama si pemimpin cara mempengaruhi dan membujuk para pengikutnya dapat melewati beberapa pendekatan seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi menjadikan dirinya sebagai teladan atau pelopor penetapan sasaran dan tujuan yang menarik atau mengkomunikasikan sebuah visi. Dalam Islam kepemimpinan identik dengan istilah khalifah yang berarti wakil. Selain kata khalifah disebutkan juga ulul amri yang satu akar dengan amir. Kata ulul amri berarti kepemimpinan tertinggi dalam masyarakat Islam. Selain itu dalam hadits Rasulullah SAW, istilah pemimpin dijumpai dalam kata ra’in atau amir. Jadi dapat di simpulkan bahwa kepemimpinan Islam adalah kegiatan menuntun, membimbing, memandu dan menunjukkan jalan yang diritdhoi Allah SWT. Dalam agama Buddha kepemimpinan berorientasi pada fungsi atau tugas, tetapi tidak bersifat otokratis. Kepemimpinan bukanlah membuat orang lain terpengaruh, tunduk dan tergantung pada diri sang pemimpin. Sebaliknya kepemimpinan itu adalah bagaimana membuat seseorang meningkatkan kualitas dirinya hingga mampu untuk tidak menyandarkan nasib pada orang lain. Pemimpin adalah seseorang yang kepemimpinannya menghasilkan kebaikan dan kebijaksanaan yang maksimum. Secara teoritis dapat dibedakan tiga tipe pokok dengan kepemimpinan. Pengelompokan menjadi tiga tipe dikatakan bersifat teoritis karena dalam
16
pelaksanaannya mungkin saja dilakukan secara murni tetapi tidak mustahil juga berlangsung sebagai kombinasi.5 Tipe-tipe Kepemimpinan tersebut adalah 1. Tipe Kepemimpinan Otoriter 2. Tipe Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire) 3. Tipe Kepemimpinan Demokratis 1. Tipe Kepemimpinan Otoriter Kepemimpinan mengutamakan
otoriter
kehendaknya
adalah sendiri,
seorang pimpinan
pemimpin bertindak
yang sebagai
penguasa tunggal, pihak pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal dibandingkan dengan pihak yang dipimpin, terutama kemampuannya yang selalu dipandang lebih. Oleh karena itu pemimpin selain sebagai penguasa juga selalu merasa dirinya sebagai yang paling mampu dan paling benar sehingga tidak boleh dibantah, tekanan berupa ancaman dan saksi
hukuman
dijadikan
alat
utama
dalam
melaksanakan
kepemimpinannya. Tipe kepemimpinan ini ekstrirn bahkan tidak mematuhi hak-hak asasi yang bersifat manusiawi dari orang-orang yang berada dibawah kekuasaannya. Kepemimpinan ini mendasarkan diri pada kekuasaannya dan pelaksanaan mutlak yang harus dipatuhi, setiap perintah dan kebijaksanaan ditetapkan tanpa konsultasi dengan bawahannya. Pemimpin menempatkan dirinya diluar dan bukan menjadi bagian orangorang yang dipimpinnya. Pimpinan menempatkan dirinya lebih tinggi dari semua anggota organisasinya sebagai. pihak yang memiliki hak berupa kekuasaan sedangkan orang yang dipimpinnya sebagai pihak berada pada posisi yang lebih rendah hanya mempunyai tugas kewajiban dan tanggung jawab. 2. Tipe Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire) Tipe
kepemimpinan
ini
merupakan
kebalikan
dari
tipe
kepemimpinan otoriter dalam proses kepemimpinan ini ternyata pemimpin 5
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, hlm. 161
17
tidak melakukan fungsinya dalam menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya. Pimpinan dalam tipe ini berkedudukan sebagai simbol atau perlambang organisasi kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan kepada semua orang dalam menetapkan keputusan dan melaksanakannya menurut kehendak masing-masing. Kebebasan diberikan baik perorangan maupun bagi kelompok-kelompok kecil pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasehat. Pada tipe kepemimpinan ini sang pemimpin praktis tidak memimpin. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan kelompoknya. Dia merupakan pemimpin simbol dan biasanya tidak memiliki ketrampilan teknis. Pemimpin bebas (Laissez Faire) ini pada hakekatnya bukanlah seseorang pemimpin dalam pengertian sebenarnya.6 3. Tipe Kepemimpinan Demokratis Kepemimpinan
tipe
mi
adalah
pemimpin
yang
selalu
memperhitungkan aspirasi rakyat dan kepentingan masyarakat dan selalu mengusahakan agar bawahannya selalu ikut berperan dalam mengambil keputusan.7 Dalam kepemimpinan ini setiap individu sebagai manusia diakui, dan dihargai, dihormati eksistensi dan peranannya dalam memajukan serta mengembangkan organisasi. Tipe kepemimpinan ini selalu berusaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan demokrasi adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah. Kepemimpinan ini dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah yang diwujudkan pada setiap jenjang. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subyek yang memiliki kepribadian dan berbagai aspek. Oleh karena itu perilaku dalam kepemimpinan ini adalah perilaku memberikan perlindungan dan penyelamatan, perilaku memajukan dan mengembangkan organisasi serta perilaku pelaksanaan 6
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 72 7 EK. Mochtar Efendy, Manajemen suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, Bhatara Karya Aksara, Jakarta, 1986, hlm. 219
18
dalam prakteknya kepemimpinan ini diwarnai oleh usaha mewujudkan hubungan manusiawi yang efektif dengan prinsip saling memperlakukan sebagai subyek. Model dan gaya kepemimpinan dalam masyarakat dilihat dari yang dilakukannya apabila mencoba mempengaruhi orang baru menjadi 4 (empat) model :8 1. Kepemimpinan memerintah, ini untuk mengembangkan sumber daya manusia yang tidak memiliki kemampuan. 2. Kepemimpinan mengajak, ini menganggap daya manusia yang tidak mampu memiliki kemauan dengan memberi arahan dan dorongan terinci. 3. Kepemimpinan melibatkan, ini untuk menghadapi sumber daya manusia yang belum timbul kemauannya. 4. Kepemimpinan melimpahkan, ini untuk menghadapi sumber daya manusia yang berkualitas.
B. Kepemimpinan Wanita Menjelang abad 21 paling tidak terjadi peristiwa-peristiwa dramatik yang mendorong terjadinya perubahan, kejatuhan komunisme, bangkitnya negara di kawasan pasifik dan revolusi telekomunikasi telah melahirkan tatanan dunia baru. Tatanan dunia baru merupakan suatu kreasi sosialisasi darii negara yang mengupayakan demokratisasi. Cita-cita mewujudkan demokrasi merebak ke segala penjuru dunia, termasuk negara Indonesia. Mengalirnya arus berkekuatan mega demokrasi kesegala penjuru dunia, telah membukakan pintu lebar terhadap wanita untuk berperan serta dalam menentukan kehidupan, makin dirasakan dan dialami bahwa demokrasi dan wanita mempunyai kaitan erat kenyataan ini mulai tampak dari gerakan-gerakan wanita dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat sampai dengan makin banyak munculnya para pemimpin wanita 8
M. Tholhah, H, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, Latanbora Press, Jakarta : 2004, hlm. 71
19
untuk berperan sebagai pengambil keputusan.9 Contoh kongkrit dari pendayagunaan wanita dapat dilihat dari konsep partisipasi wanita (dalam pembangunan) yang telah menjadi keinginan yang cukup kuat untuk mendorong wanita melakukan hal-hal yang baru dengan melimpahkan beban pembangunan bangsa pada pundak wanita, berbagai institusi dan serangkaian kebijaksanaan telah pula terbentuk untuk mengajak wanita lebih terlibat dalam berbagai bidang pekerjaan sehingga akan merambah statistik tingkat partisipasi wanita. Gerakan-gerakan sosial khususnya banyak dipengaruhi oleh proses pencerahan yang ditandai dengan munculnya media sebagai kekuatan baru. Media telah mendidik wanita untuk lebih bebas dan sadar tentang ketergantungan atau ketimpangan hubungan mereka terhadap laki-laki. Wanita disadarkan bahwa mereka memiliki hak yang sama dengan pria dalam menggeluti berbagai bidang kehidupan.10 Walaupun telah banyak wanita dalam kepemimpinan negara tetapi munculnya wanita sebagai pribadi wajar, alamiah wanita yang muncul seperti Margaret Thatcher, Golda Meir, Indira Gandi, dan lainnya yang gaya kepemimpinannya mirip dengan mereka adalah wanita “macho” kuat menurut konstruksi laki-laki mereka mampu dan diakui kepemimpinannya. Karena membawa stereotip laki-laki. Lain halnya pemimpin seperti Benazir Butto, Corazon Aquino, Begun Khalidazia dan pimpinan lainnya yang gaya kepemimpinannya serupa, menjadi pimpinan yang berlindung dibawah bayangan laki-laki baik suami atau ayahnya. Kepemimpinan mereka masih dilecehkan, dikaitkan dengan ketergantungan mereka terhadap laki-laki yang mengangkatnya. Akibatnya kepemimpinan mereka rapuh dan potensial diguncangkan.11 Dalam kepemimpinan Megawati sebagai putri Bung Karno, sangat sulit bagi Megawati untuk melepaskan diri dari pandangan dan ajaran 9
A. Nunuk P., Getar Gender, Indonesiatera, Magelang, 2004, hlm. 150 Dr. Irwan Abdullah (ed.), Sangkan Peran Gender, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997,
10
hlm. 11 11
A. Nunuk P., op.cit., hlm. 51
20
ayahnya. Bung Karno yang gandrung akan persatuan bangsa, ternyata telah mewarnai kepemimpinan Mega. Wawasan Megawati berjuang ke arah masyarakat yang demokratis dan menjunjung tinggi nilai keadilan, secara konsekuen wajib ia perjuangkan bagi wanita pula. Dengan kata lain Megawati dituntut berwawasan gender.12 Usaha pertama yang meski ditempuh oleh kaum wanita adalah upaya semaksimal mungkin untuk membangkitkan kesetaraan pikiran kaum wanita tentang kondisi mereka saat ini. Kaum wanita adalah mitra kaum pria, kaum wanita juga memiliki hak atas kemerdekaan dan kebebasan yang sama seperti dimiliki kaum pria. Kaum pria berhak untuk memperoleh tempat tertinggi dalam ruang aktifitas yang dia lakukan sebagaimana kaum wanita. Secara mendasar, wanita adalah ibu rumah tangga. Pria adalah pencari nafkah, wanita adalah penjaga dan pembagi makanan. Dia ada seorang yang mengambil alih setiap persoalan. Seni mengasuh tunas bangsa merupakan tugas utama wanita satu-satunya hak istimewa. Tanpa pengasuhan seorang wanita, suatu bangsa pasti akan mati.13 Kepemimpinan wanita dalam Islam sedikitnya ada dua pendapat, pertama mengatakan bahwa wanita dalam Islam tidak bisa menjadi pemimpin dalam kehidupan publik. Sementara pendapat kedua menyatakan sebaliknya bahwa sejalan dengan konsep wanita sejajar yang diajarkan Islam maka wanita boleh menjadi pemimpin dalam masyarakat atau kehidupan publik14 Dalam agama Buddha kriteria seorang pemimpin tidak disebutkan harus pria atau harus wanita, atau hanya pria dan tidak boleh wanita. Akan tetapi sangat jelas dikatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki ciri khas yang dapat di jadikan tauladan bagi rakyatnya yang dipimpin.
12
Ibid., hlm. 162 Mahatma Gandhi, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, hlm. 48 14 .M. Atho Mudzhar, Kepemimpinan Wanita dalam Perspektif Agama dan Sejarah Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm. 21 13