II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Usaha kecil dan menengah (UKM) memegang peranan penting dalam
ekonomi Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha (establishment) maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Usaha kecil atau mikro adalah usaha dengan jumlah total penjualan (turn over) setahun yang kurang dari Rp. 1 milyar. Usaha menengah yaitu usaha dengan total penjualan tahunan yang berkisar antara Rp. 1 milyar - Rp. 50 milyar. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS dan Kantor Menteri Negara untuk Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menegkop & UKM), usaha kecil termasuk usaha rumah tangga atau mikro pada tahun 2000 meliputi 99,9 % dari total usaha-usaha yang ada di Indonesia, sedangkan usaha menengah meliputi 0,14 % dari total jumlah usaha kecil di Indonesia. Selain penciptaan lingkungan bisnis yang kondusif, program-program pengembangan UKM yang diarahkan pada supply driven strategy sebaiknya mulai ditinggalkan, sebagai pengganti dari arah program ini yakni pengembangan program UKM yang berorientasi pasar yang didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan kebutuhan UKM (market oriented, demand driven programs). Fokus dari program ini yakni pertumbuhan UKM yang efisien ditentukan oleh pertumbuhan produktivitas UKM yang berkelanjutan, dan nantinya akan mendorong pertumbuhan UKM yang berkelanjutan. Secara lebih spesisfik Ratna (2007) membagi fokus pengembangan UKM baru yang berorientasi pasar tersebut dalam empat unsur pokok, yaitu: (1) pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif bagi UKM; (2) pengembangan lembaga-lembaga finansial yang bisa memberikan akses kredit yang lebih mudah kepada UKM atas dasar transparansi; (3) pelayanan jasa-jasa pengembangan bisnis non-finansial kepada UKM yang lebih efektif; dan (4) pembentukan aliansi strategis antara UKM dan UKM lainnya atau dengan usaha besar di Indonesia atau di luar negeri. Kriteria usaha menengah sebagai berikut (INPRES No 10,1999) : a) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp l0.000.000.000.00 (sepuluh miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
6
b) Milik warga negara Indonesia; c) Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai dan berafiliasi baik langsung maupun tidak Iangsung dengan usaha besar; d)
Berbentuk usaha orang perseorangan. badan usaha yang tidak berbadan hukum dan atau badan usaha yang berbadan hukum.
2.2.
SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum) SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) merupakan
prasarana umum yang disediakan oleh PT. Pertamina untuk masyarakat luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar sejenis
premium,
solar dan pertamax. SPBU merupakan usaha
yang
membutuhkan modal investasi besar, dengan pendapatan yang besar dan bersifat likuid. Modal yang dibutuhkan tergantung pada lahan calon lokasi SPBU dan rencana bisnis yang akan dilaksanakan. Kontrak kerjasama berlaku selama minimal 15 tahun, dengan masa pembaruan kontrak setiap 5 tahun sekali. Pola baru kemitraan yang ditawarkan Pertamina seperti ditunjukkan Gambar 1 adalah saling menguntungkan kepada semua pihak. Prinsip keterbukaan, kecepatan dan kualitas pelayanan, dan proyeksi keuntungan yang atraktif menjadi falsafah. Dukungan Bisinis
PERTAMINA
SPBU
Biaya Jasa Sumber: Pola Kerja Sama Pertamina, 2007
Gambar 1. Pola Kerjasama SPBU-Pertamina Bentuk kerjasama yang di tawarkan oleh Pertamina dapat dibedakan atas : - DODO (Dealer Owned Dealer Operated), SPBU DODO PT. Pertamina adalah SPBU milik swasta, baik lahan, investasi, maupun operasionalnya.
7
- CODO (Company Owned Dealer Operated), SPBU CODO PT. Pertamina merupakan SPBU sebagai bentuk kerjasama antara PT. Pertamina dengan pihak-pihak tertentu. Antara lain kerjasama pemanfaatan lahan milik perusahaan ataupun individu untuk di bangun SPBU PT. Pertamina. Dalam pembangunan sebuah SPBU, luas minimal lahan tergantung dari letak lahan yang akan dibangun menjadi sebuah SPBU. Apabila lahan yang akan dibangun SPBU terletak di jalan besar/utama, maka luas lahan yang harus dimiliki minimal 2500 m². SPBU dibedakan atas 5 tipe yaitu tipe A,B,C,D dan E seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Tipe SPBU KOMPONEN
TIPE A
TIPE B
TIPE C
TIPE D
TIPE E
Minimal Ukuran Lahan (m²)
2500
1600
1225
900
700
Min Lebar Muka Jalan (m)
50
40
35
30
20
Selang (Jumlah)
Min. 26
20 – 25
16 - 20
10 - 16
Max 10
Kapasitas Tangki Min (kl)
Min. 160 kl
Min. 140 kl
Min. 100 kl
Min. 80 kl
Min. 60 kl
Tabel 3 menunjukkan bahwa setiap 5 tahun SPBU harus membayar Initial Fee ke Pertamina yang jumlah nya berdasarkan perkiraan volume penjualan yang telah disepakati. Jumlah Initial Fee telah ditetapkan oleh Pertamina berdasarkan tipe SPBU . Tabel 3. Biaya Initial Fee SPBU TYPE SPBU
PERKIRAAN VOLUME PENJUALAN
INITIAL FEE (Rp.)
SPBU TYPE A
Volume Penjualan > 35 kl
800.000.000,-
SPBU TYPE B
25 kl < Volume Penjualan < 35 kl
650.000.000,-
SPBU TYPE C
20 kl < Volume Penjualan < 25 kl
500.000.000,-
SPBU TYPE D
15 kl < Volume Penjualan < 20 kl
350.000.000,-
SPBU TYPE E
Volume Penjualan < 15 kl
250.000.000,-
Sistem informasi SPBU merupakan program aplikasi komputer untuk bisa mengotomasikan sistem pelaporan SPBU. Baik laporan harian maupun rekapitulasi bulanan yang menyangkut kondisi stok BBM per jenis (premium,
8
pertamax dan solar) yang diperoleh dari kalkulasi data meteran dan pengukuran volume tangki. Dengan sistem itu, petugas SPBU hanya perlu memasukkan data meteran awal dan meteran akhir setiap pompa (per shift atau per hari). Lalu sistem akan otomatis menghitung jumlah pengeluaran yang dilakukan, untuk selanjutnya dicetak ke dalam bentuk laporan harian. Selain informasi stok BBM, dapat pula diketahui berapa deviasi antara stok berdasarkan catatan/meteran dan stok berdasarkan pengukuran fisik. Dengan demikian, rekapitulasi penjualan BBM selama satu bulan dibandingkan dengan jumlah stok BBM yang dimiliki serta harga pokok penjualannya (HPP) dan margin laba/rugi bisa terkelola dengan baik. (Pertamina 2009) Melalui model matematis yang dianalisis, diketahui bahwa dengan margin keuntungan yang berlaku sekarang (5%), belum dapat secara keseluruhan memberi nilai keekonomian yang baik pada bisnis penyaluran BBM SPBU. Untuk bertahan pada margin 5% tersebut, sebuah SPBU harus mengembangkan sumber pendapatan lain (non BBM) agar dapat memberi nilai ekonomi yang baik. Margin 5% hanya dapat memberi nilai ekonomi yang baik bagi SPBU yang didirikan dekat jalan tol dengan tambahan pendapatan (non BBM) dari pengoperasian “Convinience Store Bright Pertamina” dan atau “Pertamina Service Speed Station”, dua konsep bisnis yang ditawarkan Pertamina sebagai bisnis pendukung SPBU. Margin yang memberikan nilai ekonomi yang baik tanpa adanya usaha tambahan untuk SPBU dekat area perumahan besarnya 10%, SPBU dekat pusat perbelanjaan besarnya diatas 10%, dan SPBU dekat lintas provinsi besarnya >10 % (Maya, 2006). 2.3.
Bahan Bakar Minyak (BBM) Bahan bakar minyak (BBM) adalah bahan bakar yang diproses dari
pengilangan minyak bumi maupun minyak yang berasal dari nabati. Produk yang dikategorikan sbagai BBM adalah prduk seperti bensin, minyak diesel (solar), minyak tanah, avtur dan avigas. BBM adalah satu-satunya komoditas yang mendapatkan perlakuan khusus, di mana harga BBM terus disubsidi agar dapat terjangkau oleh masyarakat luas dan ketersediaannya di seluruh pelosok tanah air dijamin oleh pemerintah. (Siahaan, 2008). BBM yang dipasarkan di Indonesia diantaranya, yaitu :
9
2.3.1. Bahan Bakar Bensin Jenis bahan bakar minyak bensin merupakan nama umum untuk beberapa jenis BBM yang diperuntukkan kepada mesin dengan pembakaran menggunakan perapian. Di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis bahan bakar bensin yang memiliki nilai mutu pembakaran berbeda. Nilai mutu jenis BBM bensin ini dihitung berdasarkan RON (Research Octane Number).
Berdasarkan nilai
tersebut BBM bensin yang ada di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis yaitu ; RON 88, RON 92, dan RON 95. Bahan bakar RON 88 adalah bahan bakar minyak jenis destilat berwarna kekuningan yang jernih. Penggunaan bahan bakar premium pada umumnya adalah bahan bakar kendaraan bermotor bermesisn bensin antara lain : mobil, motor, dan motor tempel. Bahan bakar ini juga sering disebut gasoline atau petrol. Bahan bakar RON 88 ini di Indonesia hanya dijual oleh pihak SPBU Pertamina yaitu dengan nama premium. 2.3.2. Bahan Bakar Pertamax Bahan bakar yang memiliki RON 92 adalah bahan bakar yang ditujukan untuk kendaraan bermotor yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan tanpa timbal (unleaded). Bahan bakar RON 92 ini dikeluarkan oleh pihak Pertamina dengan nama pertamax di SPBU Petronas dengan nama Primax 92 dan SPBU Shell dengan nama Shell Super. Bahan bakar yang memiliki RON 95 merupakan jenis BBM yang telah memenuhi standar World Wide Fuel Charter (WWFC) ditujukan untuk kendaraan yang berteknologi mutakhir yang mempersyaratkan penggunaan bahan bakar beroktan tinggi dan ramah lingkungan. Pertamaxplus sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi ratio lebih dari 10.5 dan juga menggunakan teknologi Electronic Fuel Injection (EFI), Variable Valve Timing Intellegent (VVTi), Variable Timing Intellegent (VVTi), Turbochargers dan catalytic converters. Bahan bakar RON 95 ini dikeluarkan SPBU PERTAMINA dengan nama Pertamax Plus, SPBU Petronas dengan nama Primax 92 dan SPBU Shell dengan nama Shell Super Extra.
10
2.3.3. Bahan Bakar Solar Minyak Solar (HSD), High Speed Diesel (HSD) merupakan BBM jenis solar yang memiliki angka performa octane number mencapai 45, jenis BBM ini umumnya digunakan untuk mesin transportasi diesel yang umum dipakai dengan sistem injeksi pompa mekanik (injection pump) dan electronic injection. Jenis BBM ini diperuntukkan untuk jenis kendaraan bermotor transportasi dan mesin industri. Minyak solar atau Automotive Diesel Oil (ADO) sebagai salah satu hasil kilang minyak merupakan bahan bakar destilasi menengah (middle destilate) yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya bahan bakar minyak (BBM) untuk bahan bakar di sektor transportasi, industri dan kelistrikan di Indonesia. Sekitar 10 tahun terakhir dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2004, penggunaan minyak solar diperkirakan mencapai rata-rata lebih 41 persen dari total penggunaan BBM dalam negeri. Minyak solar sebenarnya adalah BBM yang diperuntukkan untuk sektor transportasi. Namun dalam kenyataannya bahan bakar tersebut banyak pula yang dipergunakan untuk sektor-sektor lainnya seperti sektor industri dan pembangkit listrik. Selama sepuluh tahun terakhir, yaitu dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2004 total kebutuhan minyak solar untuk semua sektor meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sekitar lima persen per tahun, sehingga total kebutuhan atau penggunaan minyak solar tersebut meningkat lebih dari 1,5 kali lipat selama periode tersebut. Sesuai dengan peruntukkannya, sebagian besar dari dari minyak solar dipergunakan untuk sektor transportasi, disusul untuk sektor industri dan pembangkit listrik. Meskipun pangsa penggunaan minyak solar untuk sektor pembangkit listrik paling kecil, namun kebutuhan minyak solar pada sektor tersebut yang paling pesat pertumbuhannya, yaitu meningkat lebih dari sembilan persen per tahun, sedangkan kebutuhan minyak solar pada sektor transportasi dan industri, masing-masing hanya meningkat 4,26 persen dan 4,69 persen per tahun. Sahlan (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengukuran kapasitas bahan bakar pada tangki pendam di sebuah SPBU seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3, merupakan suatu hal mutlak yang harus dilakukan, yaitu untuk mengetahui persediaan bahan bakar dalam tangki. Pengukuran bahan bakar yang dilakukan saat ini kurang efisien, hal ini
11
dikarenakan pengukuran kapasitas bahan bakar dalam tangki pendam SPBU dilakukan manual. Pengukuran dengan menggunakan sensor merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam proses pengukuran kapasitas tangki. Salah satu sensor yang dapat digunakan dalam pengukuran kapasitas bahan bakar dalam tangki pendam SPBU yaitu dengan menggunakan potensiometer yang hasilnya ditampilkan secara visual secara ke dalam layer. Ukuran tangki pendam BBM SPBU disajikan pada Tabel 4.
Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa
Gambar 2. Tangki Pendam BBM SPBU
Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa
Gambar 3. Standard Tangki SPBU Pertamina
12
Tabel 4. Ukuran Tangki Pendam SPBU Pertamina
Sumber : CV.Sinar Baru Perkasa
Kamarga (2008) mengungkapkan bahwa SPBU juga menimbulkan polusi udara akibat penguapan bensin yang terjadi pada tangki timbun maupun dispenser. Polusi udara tersebut dapat menimbulkan bahaya kebakaran, bahaya kesehatan, maupun kerugian ekonomi. Untuk itu, perlu dikembangkan sebuah sistem vapor recovery yang dapat mengurangi polusi udara sekaligus me-recover kehilangan akibat penguapan bensin yang tidak terkendali tersebut. 2.4.
Persediaan Inventory atau persediaan adalah barang-barang yang berada di gudang
atau dalam proses produksi (Work in Process) yang digunakan untuk mendukung kesuksesan manufaktur sebuah produk dan mendistribusikannya ke konsumen. Inventory dapat berupa produk jadi yang siap dijual, produk pelengkap atau produk pendukung, produk setengah jadi atau dapat juga berupa bahan mentah (Fogarty, 1991). Inventory pada kenyataannya memakan tempat untuk penyimpanan, memerlukan perlakuan tertentu atau handling, dapat menjadi usang dan mengalami penurunan, memerlukan asuransi, dikenakan beban pajak, dan terkadang juga dapat hilang atau dicuri. Dan pada kasus tertentu inventory hanya akan meningkatkan biaya tanpa meningkatkan pendapatan. Oleh karena itu dibutuhkan Inventory Management, yaitu suatu pendekatan untuk mengatur aliran produk dalam sebuah supply chain dan mendapatkan level pelayanan yang dibutuhkan dengan biaya yang dapat diterima. Pergerakan dan aliran produk adalah kunci dari konsep inventory management dan juga pada seluruh supply
13
chain, sehingga bila aliran itu terhenti, maka biaya akan bertambah. Oleh karena itu bila memungkinkan, maka inventory akan dibuat sekecil mungkin. Mulyana (2007) menyatakan bahwa, persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan untuk digunakan memenuhi tujuan tertentu. Persediaan dapat berbentuk bahan mentah, bahan penolong, barang dalam proses maupun barang jadi. Sebagai salah satu asset penting perusahaan pengelolaan persediaan pun memperoleh perhatian dari manajemen. Tanpa persediaan sama sekali adalah tidak baik dan persediaan banyak sekali juga itu tidak baik. Unsur biaya yang terdapat dalam persediaan diklasifikasikan menjadi tiga.yaitu biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kekurangan persediaan. Biaya pemesanan dikeluarkan terkait aktifitas pemesanan bahan atau barang sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedia di gudang. Dalam kegiatan produksi biaya pemesanan ini disebut set up costs atau biaya untuk menyiapkan mesin-mesin proses manufaktur dari suatu rencana produksi. Selain biaya pemesanan dalam persediaan pun terkandung biaya penyimpanan. Yang termasuk dalam biaya penyimpanan diantaranya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik. Biaya penyimpanan dalam keberadaannya dapat sebagai persentase dari rata-rata per tahun maupun rupiah per tahun per unit barang. Sedangkan biaya kekurangan persediaan ini timbul sebagai akibat tidak adanya persediaan pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini bukan biaya riil melainkan suatu kehilangan kesempatan termasuk di dalamnya karena proses produksi terhenti dari sebab tidak ada persediaan dalam proses, biaya administrasi tambahan, tertundanya permintaan, bahkan pelanggan yang kabur. Biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya kekurangan persediaan terkandung di dalam persediaan. Oka Sudana (2007), menyampaikan bahwa sistem Informasi Manajemen Inventory adalah sistem informasi yang mengelola data transaksi dan persediaan dalam gudang. Perusahaan yang bergerak dibidang produksi umumnya memerlukan Sistem Inventory. Sistem Inventory biasanya terdiri dari Sistem Penerimaan Barang, Sistem Pembelian Barang dan Sistem Gudang. Sistem ini harus dapat memberikan informasi inventory seperti informasi pengeluaran
14
barang, pembelian barang, penerimaan barang dan informasi lain secara cepat dan akurat, selain itu sistem dapat mempermudah kerja user. Siswanto (2007), menyatakan bahwa salah satu persoalan manajemen yang potensial adalah persediaan. Dalam hal ini, istilah persediaan mencakup persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi. Manajemen yang tidak baik terhadap persediaan bisa berakibat serius terhadap organisasi. Kondisi situasi serba pasti dan tidak pasti yang dihadapi oleh manajemen memunculkan model-model persediaan deterministik dan nir-deterministik. Pengelompokan ini murni dipengaruhi oleh karakteristik permintaan dan waktu pesanan datang. Berdasarkan dua karakteristik utama parameter-parameter masalah persediaan, yaitu tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan, modelmodel persediaan dibedakan menjadi Model Deterministik dan Model Probablistik (Gambar 5). Kelompok model Deterministik ditandai oleh karakteristik tingkat permintaan dan periode kedatangan pesanan yang bisa diketahui sebelumnya secara pasti. Sebaliknya, jika salah satu atau kedua parameter itu tidak diketahui secara pasti sebelumnya sehingga harus didekati dengan distribusi probabilitas, maka hal itu menandai Model Probabilistik.Tujuan yang
hendak
dicapai
dalam
penyelesaian
masalah
persediaan
adalah
meminimumkan biaya total persediaan. Biaya-biaya yang digunakan dalam analisis adalah : a. Biaya Pesan (Ordering Cost) Biaya pesan timbul pada saat terjadi proses pemesanan suatu barang. Biaya biaya pembuatan surat, telepon, fax dan biaya-biaya overhead lain yang secara proporsional timbul karena proses pembuatan sebuah pesanan. b. Biaya simpan (Carrying Cost) Biaya simpan timbul pada saat terjadi proses penyimpanan barang. Sewa gudang, premi asuransi, biaya keamanan, dan biaya-biaya overhead lain yang relevan atau timbul karena proses penyimpanan suatu barang. Dalam hal ini, jelas sekali bahwa biaya-biaya tetap muncul meskipun persediaan tidak ada adalah bukan termasuk dalam kategori biaya simpan.
15
c. Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost) Biaya kehabisan persediaan timbul pada saat persediaan habis atau tidak tersedia. Termasuk dalam kategori ini adalah kerugian karena mesin berhenti, atau karyawan tidak bekerja, peluang yang hilang untuk memperoleh keuntungan. d. Biaya Pembelian (Purchase Cost) Biaya pembelian timbul pada saat pembelian suatu barang. Secara sederhana biaya-biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar pembelian barang. Masalah-masalah persediaan
Deterministik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
P System Q System EOQ dasar EOQ potongan pembelian EOQ back Order EPQ Wagner and Within Silver and Meal MRP
Probabilistik 1. 2. 3. 4.
Analisis Marginal EOQ Probabilistik Simulasi ABC
Sumber : Siswanto (2007)
Gambar 5. Model Deterministik vs Probabilistik
Namun demikian Gambar 6 menunjukkan, biaya-biaya yang digunakan tersebut muncul karena proses pengendalian persediaan sehingga relevan digunakan sebagai parameter model persediaan. Kesalahan dalam penggunaan atau proses penetapan kategori biaya-biaya tersebut sebagai parameter model akan
16
mengakibatkan kesalahan dalam proses pembuat keputusan manajemen persediaan. Masalah-masalah Persediaan
Peminimuman biaya total persediaan
Biaya Pesan
Biaya Pembelian
Biaya Simpan
Biaya Kehabisan Persediaan
Sumber : Siswanto 2007
Gambar 6. Masalah Persediaan Model-model persediaan probabilistik ditandai oleh perilaku permintaan D(j) dan lead time L yang tidak dapat diketahui sebelumnya secara pasti sehingga perlu didekatidengan distribusi probabilitas. Jika salah satu bersifat probabilistik, maka asumsi pesanan datang pada saat persediaan habis mungkin tidak terpenuhi. Masalah kehabisan persediaan Ketika salah satu demand (permintaan) atau lead time (saat tenggang pesan) tidak bisa diketahui secara pasti sebelumnya, ada tiga kemungkinan yang akan terjadi yaitu persediaan habis ketika pesanan tiba, persediaan habis tepat pada saat pesanan tiba dan persediaan belum habis saat pesanan tiba. Keempat kasus di atas telah memberi gambaran bagaimana perilaku permintaan (demand) dan saat pesanan datang (lead time), yang menyimpang dari perkiraan semula, bisa membawa akibat yang merugikan. Ini dapat berupa kehabisan atau kelebihan persediaan. Oleh karena itu, jalan keluar untuk mengantisipasi penyimpangan itu perlu dibentuk cadangan keras (iron stock) atau safety stock melalui pendekatan distribusi probabilitas. Persediaan Cadangan (safety stock) yaitu ketika permintaan (demand) selama periode kedatangan
17
pesanan (lead time) tidak bisa diketahui sebelumnya secara pasti, maka deviasi kapan persediaan dibutuhkan dan kapan persediaan datang harus diketahui. Distribusi normal akan digunakan untuk menggambarkan perilaku penyimpangan tersebut.
Model Probabilistik Berbeda dengan EOQ model deterministik, model EOQ probabilistik memperhitungkan perilaku permintaan dan tenggang waktu pesanan datang (lead time) yang tidak pasti atau tidak bisa ditentukan sebelumnya secara pasti. Perilaku yang selalu berubah itu membawa akibat pada timbulnya masalah kehabisan persediaan, dimana sebagai jalan keluarnya, persediaan
cadangan
atau
safety
stock diadakan. Ketidakpastian permintaan dan tenggang waktu pesanan memunculkan dua masalah baru. Pertama, keinginan untuk membangun persediaan cadangan yang tentu saja akan menimbulkan tambahan jenis biaya baru yang belum diperhitungkan oleh model EOQ dasar, yaitu biaya persediaan cadangan yang bersifat tetap. Kedua, jika persediaan cadangan tidak diadakan maka kehabisan persediaan akan menimbulkan biaya sebagai akibat berhentinya sistem, penurunan produktivitas, dan lain-lain. Kedua jenis biaya itu tentu saja berlawanan arah. Jika persediaan cadangan semakin besar, maka sebaliknya biaya kehabisan persediaan akan semakin kecil. Perlu ditambahkan kedua biaya tersebut sehingga berubah menjadi : BTP = D S + Q h + BS + BKP Q 2 Di mana : BTP
= Biaya Total Persediaan (Rp)
D
= Kebutuhan (lt)
Q
= Jumlah yang dipesan setiap kali pesanan dibuat (lt)
S
= Biaya pemesanan setiap kali pesanan dibuat (Rp)
h
= Biaya penyimpanan setiap unit persediaan (Rp)
BS
= Biaya Simpan (Rp)
BKP
= Biaya Kehabisan Persediaan (Rp)
18
Kehabisan persediaan disebabkan oleh kemungkinan tingkat pemakaian persediaan yang berbeda dari yang direncanakan atau tenggang waktu pesanan yang berbeda dari yang telah dijanjikan, maka besar kecilnya biaya kehabisan persediaan atau BKP sangat tergantung kepada sampai seberapa besar peluang kehabisan persediaan selama masa tenggang pesanan. BKP
= D BK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki) Q
Dimana : BK
= Biaya Kehabisan Persedian per unit (Rp)
Ki
= Kebutuhan masa tenggang
SP
= Saat Pesan Ulang
P
= Siklus Pesan Ulang
Biaya simpan dalam probabilistik terdiri atas dua macam. Pertama, biaya simpan untuk setiap siklus pesanan. Kedua, biaya simpan persediaan cadangan BS
= h (SP – HP)
HP
= Harapan pemakaian masa tenggang pesan
Biaya total persediaan untuk model probabilistik adalah : BTP = D S + Q h + h (SP – HP) + D BK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki) Q
Q
2
Q optimal model probabilistik adalah : Q
=
(S + BK ∑ ( Ki – SP ) P (Ki) h
2.5.
Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah proses yang dikembangkan secara bertahap
dan sistematis. Artinya memiliki kriteria yang sistematis melalui sistem-sistem prosedur tertentu yang jelas dan teratur. Suatu kriteria yang baik haruslah yang dapat memenuhi tiga syarat berikut :mempunyai suatu ukuran atau nilai yang jelas untuk pengambilan keputusan yang tepat, dapat digunakan untuk menilai berbagai alternatif pilihan, dapat dengan mudah dihitung dan dijabarkan. (Nasendi dan Anwar, 1985).
19
Q Persediaan Tersedia
Q
K
HP SP
Persediaan Cadangan
% Kehabisan Persediaan
Gambar 7. Masalah Kehabisan Persediaan dan Persediaan Cadangan dalam Masa Tenggang (Siswanto 2007) Hasil kajian Kusumawardani (2007), menunjukkan penilaian kepada prinsip pendekatan faktual dalam mengambil keputusan oleh pemilik perusahaan pada IKM ”ChiDe Wrougt Iron Design”adalah pada rentang kriteria setuju yaitu fakta yang terjadi antara lain kebijakan dan rencana kerja perusahaan didasarkan pada data dan informasi yang riil di lapangan, perusahaan menggunakan data statistik sebelum mengambil keputusan seperti data tingkat penjualan. Suardi (2001) menyatakan keputusan yang efektif didasarkan kepada hasil analisis data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Langkah-langkah yang digunakan dalam menerapkan prinsip ini adalah : 1.
Melakukan pengujian serta pengumpulan data dan informasi.
2.
Memastikan data dan informasi yang akurat, dapat dipercaya.
3.
Menganalisis data dan informasi dengan metode yang benar.
4.
Memahami penggunaan teknik statistik.
5.
Membuat keputusan dan menindaklanjutinya berdasarkan hasil analisis dan pengalaman. Menurut Hawkins et al. (2007), terdapat tiga tipe proses pembelian yaitu:
nominal decision making, limited decision making dan extended decision making (Gambar 8). Nominal decision making dapat juga digambarkan sebagai proses pembelian yang berdasarkan kebiasaan (habitual decision making) yang dalam
20
proses pembeliannya tidak melalui tahap evaluasi alternatif. Limited decision making merupakan tahap-tahap proses pembelian yang memerlukan adanya evaluasi alternatif atas produk/jasa yang akan dibeli, pencarian informasi dapat bersumber dari internal dan atau eksternal dan adanya tahap evaluasi alternatif sebelum tahap pembelian dilakukan. Sedangkan extended decision making merupakan suatu proses pembelian yang melalui tahap-tahap pembelian yang lebih kompleks seperti pada tahap evaluasi alternatif dan tahap penilaian setelah pembelian yang dapat menghasilkan ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan terhadap produk atau jasa yang dibeli. Low-involvement purchase
Nominal decision making
Problem recognition Selective
High-involvement purchase
Limited decision making
Extended decision making
Problem recognition Generic
Problem recognition Generic
Information search Internal External
Information search Internal External
Alternative evaluation Few attributes Simple decision rules Few alternatives
Alternative evaluation Many attributes Complex decision rules Many alternatives
Purchase
Purchase
Purchase
Postpurchase No dissonance Very limited evaluation
Postpurchase No dissonance Limited evaluation
Postpurchase Dissonance Complex evaluation
Information search Limited internal
Gambar 8. Purchase Decision Making (Hawkins et al., 2007) Secara garis besar tahap-tahap proses pembelian melalui beberapa tahap sebagai berikut : a.
Pengenalan Kebutuhan (problem recognition)
Tahapan pengenalan kebutuhan mulai dirasakan konsumen ketika adanya ketidaksesuaian antara keadaaan aktual (situasi konsumen sekarang) dengan keadaan yang diinginkan.
21
b.
Pencarian Informasi (information search)
Pencarian informasi adalah suatu aktivitas yang termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau perolehan informasi dari lingkungan (pencarian eksternal). Sumber-sumber informasi dapat bersumber dari: 1.
Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan.
2.
Sumber komersial: iklan, wiraniaga, agen, kemasan, pajangan.
3.
Sumber publik: media massa, organisasi penilai konsumen.
4.
Sumber pengalaman: ingatan, penanganan. c.
Evaluasi Alternatif (alternative evaluation)
Evaluasi alternatif adalah dimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan membuat pertimbangan nilai yang terbaik untuk memenuhi kebutuhannya. d.
Keputusan Pembelian (purchase)
Tahap ini dimana konsumen harus mengambil keputusan mengenai apa yang dibeli, dimana membeli, kapan akan membeli dan bagaimana cara membayarnya. e.
Evaluasi Setelah Pembelian (postpurchase)
Evaluasi dilakukan setelah proses pembelian terjadi. Hasil evaluasi setelah pembelian dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Jika konsumen merasa puas, maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian selanjutnya. 2.6.
Pasar Bisnis Pasar bisnis meliputi semua perusahaan /organisasi yang membeli barang
dan jasa untuk digunakan dalam proses produksi barang dan jasa lainnya, atau untuk dijual kembali demi memperoleh keuntungan. Bila dibandingkan dengan pasar konsumen, pasar bisnis biasanya mempunyai unit pembelian yang lebih sedikit namun lebih besar, dan lebih berkonsentrasi secara geografis. Permintaan bisnis merupakan turunan,biasanya inelastis, dan lebih berfluktuasi. Lebih banyak pembeli yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan pembelian, dan pembeli bisnis lebih terlatih serta lebih professional daripada pembeli konsumen. Secara umum, pengambilan keputusan pembelian bisnis lebih kompleks, dan proses pembeliannnya lebih formal daripada pembelian konsumen (Kotler dan Amstrong, 2001).
22
Karakter pasar bisnis adalah pada struktur dan permintaan pasar, sifat unit pembelian (the nature of buying unit) dan tipe keputusan dan proses pengambilan keputusan yang terkait. Stuktur dan permintaan pemasaran pasar bisnis mencakup : -
Pembeli pasar bisnis berjumlah lebih sedikit namun lebih besar
-
Pelanggan bisnis lebih berkonsentrasi secara geografis
-
Permintaan pembeli bisnis berasal /diturunkan dari permintaan konsumen akhir
-
Permintaan dalam kebanyakan pasar bisnis lebih inelastis (tidak terlalu dipengaruhi perubahan harga dalam jangka pendek)
-
Permintaan dalam pasar bisnis lebih berfluktuasi dan lebih cepat.
Sifat unit pembelian pasar bisnis mencakup : -
Pembelian bisnis melibatkan lebih banyak pembeli
-
Pembelian bisnis melibatkan proses pembelian yang lebih profesional
Tipe keputusan dan proses pembelian mencakup : -
Pembeli bisnis biasanya menghadapi keputusan pembelian yang lebih kompleks
-
Proses pembelian bisnis lebih formal
-
Dalam pembelian bisnis,pembeli dan penjual bekerja sama lebih erat dan membangun hubungan jangka panjang yang lebih dekat.
Pada model perilaku pembeli bisnis pemasaran dan rangsangan lain mempengaruhi perusahaan pembeli, dan menimbulkan tanggapan tertentu dari pembeli. Sebagaimana pembelian pelanggan, Rangsangan pemasaran untuk pembelian bisnis terdiri dari 4P : product (produk), price (harga), place (tempat/distribusi), dan promotion (promosi). Rangsangan lain termasuk kekuatan-kekuatan utama dalam lingkungan : ekonomis, teknologis, politis, budaya, dan kompetitif. Rangsangan-rangsangan ini memasuki perusahaan dan berubah menjadi tanggapan pembeli : pilihan produk dan jasa;pilihan pemasok; kuantitas pesanan; dan perjanjian pembelian, pelayanan, dan pembayaran. Dalam perusahaan, aktivitas pembelian terdiri dari dua bagian utama : pusat pembelian, yang terdiri dari semua orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan, dan proses pengambilan keputusan pembelian. Model tersebut
23
memperlihatkan bahwa pusat pembelian dan proses pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi baik oleh faktor-faktor organisasional, antarpribadi, dan individual, maupun oleh faktor lingkungan (Gambar 9). LINGKUNGAN
Perusahaan Pembeli
TANGGAPAN PEMBELI
Pusat Pembelian Pilihan produk atau jasa Rangsangan Pemasaran Pilihan Pemasok Produk, Harga, Tempat, Promosi
Proses Pengambilan Keputusan membeli
Kuantitas Pesanan Waktu dan perjanjian Pengiriman Perjanjian Pelayanna
Rangsangan Lain
Pembayaran
Ekonomi, Teknologi, Politik, Budaya, Persaingan
(Pengaruh antarpribadi dan individu) (Pengaruh Organisasional)
Gambar 9. Aktivitas Pembelian Bisnis Terdapat tiga tipe utama kondisi pembelian (buying situation), salah satu sisi ekstremnya adalah straight rebuy (pembelian kembali langsung), yang merupakan keputusan rutin. Sisi ekstrem yang lain adalah new task (tugas baru), yang mungkin memerlukan riset mendalam. Di tengah-tengah adalah modified rebuy (pembelian kembali yang dimodifikasi), yang membutuhkan riset sedikit. Kondisi straight rebuy, kondisi pembelian bisnis pada waktu pembelian secara rutin memesan kembali sesuatu tanpa modifikasi sama sekali. Kondisi modified rebuy, kondisi pembelian bisnis pada saat pembeli ingin memodifikasi spesifikasi produk, harga, perjanjian-perjanjian atau pemasok. Kondisi new task, sebuah kondisi pembelian pada saat pembeli membeli produk atau jasa pada pertama kalinya (Kotler dan Amstrong, 2001). Menurut Kotler dan Armstrong (2001), unit pengambilan keputusan dalam perusahaan pembeli disebut pusat pembelian (buying center), yaitu semua individu dan unit yang berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan bisnis. Pusat pembelian termasuk semua anggota perusahaan yang memainkan salah satu dari lima peran dalam proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu :
24
-
Users (para pengguna) adalah para anggota perusahaan yang akan menggunakan produk atau jasa tersebut. Pengguna memulai dengan proposal pembelian dan membantu mendefinisikan spesifikasi produk.
-
Influencers (pihak-pihak yang berpengaruh) sering membantu menentukan spesifikasi dan juga menyediakan informasi untuk penilaian beberapa alternatif. Personil teknis merupakan influencers yang cukup penting.
-
Buyers (para pembeli) mempunyai otoritas formal untuk memilih pemasok dan menentukan perjanjian pembelian. Para pembeli sering membantu membentuk spesifikasi produk, namun peran utama mereka adalah memilih vendor dan bernegosiasi.
-
Deciders (para pengambil keputusan) mempunyai kekuasaan formal dan informal untuk memilih atau menyetujui pemasok akhir. Pada pembelian yang rutin, pembeli sering juga merupakan pengambil keputusan (deciders), atau paling tidak merupakan pihak yang meyetujui keputusan tersebut (approvers).
-
Gatekeepers (penjaga gerbang) mengendalikan aliran informasi kepada yang lain. Sebagai contoh, agen-agen pembelian sering mempunyai otoritas untuk mencegah orang-orang penjualan (salespersons) menemui para pengguna atau para pengambil keputusan. Gatekeepers lainnya meliputi personil teknis dan bahkan para sekretaris pribadi. Pusat pembelian bukanlah unit yang tetap dan diidentifikasikan secara
formal dalam perusahaan pembeli, namun merupakan seperangkat peran pembelian yang dimainkan oleh orang-orang yang berbeda untuk pembelian yang berbeda-beda. Lingkungan Organisasional Interpersonal
Ekonomi Tujuan
Individual Teknologi
Kebijakan
Otoritas
Prosedur
Status
Struktur Organisasi
Empati
Sistem
Kepersuasifan
Politik/Hukum
Persaingan
Usia Pendidikan Posisi Pekerjaan Kepribadian Sikap Thd Resiko
Budaya
Gambar 10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembeli Bisnis
Pembeli Pembeli
25
Pengaruh-pengaruh besar pada perilaku pembeli bisnis (Gambar 10) yaitu : -
Faktor Lingkungan,
Para pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan ekonomi masa kini dan masa datang, seperti tingkat permintaan primer, prospek ekonomi dan biaya memegang uang. Saat ketidakpastian ekonomi meningkat,para pembeli bisnis tidak membuat investasi baru dan berusaha mengurangi inventori mereka. Faktor lingkungan yang semakin penting adalah kekurangan bahan baku utama. Banyak perusahaan sekarang lebih bersedia membeli dan menyimpan lebih banyak inventori bahan-bahan langka untuk menjamin kecukupan pasokan. -
Faktor-faktor Organisasional, Setiap organisasi pembelian memiliki tujuan, kebijakan, prosedur, struktur dan sistem sendiri-sendiri. Tren organisasi dalam area pembelian, yang pertama adalah upgrade purchasing (pembelian uang meningkat). Tekanan persaingan mengubah dari purchasing department (departemen pembelian) yang menekankan pada pembelian dengan harga semurah-murahnya
menjadi
procurement
department
(departemen
pemerolehan). Perusahaan juga bergerak menuju centralized purchasing (pembelian yang terpusat). Pembelian terpusat memberikan kekuatan pembelian yang lebih kepada perusahaan, sehingga dapat menghemat banyak. -
Faktor-faktor Antarpribadi, Pusat pembelian biasanya melibatkan banyak partisipan yang saling mempengaruhi.
-
Faktor-faktor Individual, Faktor individual dipengaruhi oleh karakter pribadi seperti umur, pendapatan, pendidikan, identifikasi profesional, kepribadian dan sikap dalam menghadapi resiko.
Proses pembelian bisnis mencakup (Kotler dan Amstrong, 2001) : -
Pengenalan masalah
-
Deskripsi kebutuhan secara umum
-
Spesifikasi Produk
-
Pencarian Pemasok
-
Spesifikasi rutin pemesanan
-
Pengkajian kinerja
26
2.7.
Kajian Penelitian Terdahulu Kusuma (2010) mengungkapkan bahwa sistem akuisisi data monitoring
level pada realplant dengan menggunakan 2 sensor level sebagai alat ukur dan penerima data input pada tangki yang berbeda serta mikrokontroler sebagai kontroler,output akhir sistem akuisisi data ini pada tampilan LCD. Pada sistem akuisisi data ini diperoleh respon hasil dari alat yang dibuat. Akurasi alat rata-rata 99% dan error rata-rata 1%, sedangkan sensitivitas 1,58 dimana saat data dibaca dan diolah bekerja maksimal. Perbandingan antara tinggi dan diameter tangki sangat berpengaruh pada kemampuan kerja sensor. Isnarti (2008) merumuskan sebuah model dinamis yang disebut sebagai Dynamic Integrated Inventory and Distribution Problem (DIIDP). Pada model statis semua informasi mengenai inventory level dan laju demand dari retailer harus diketahui sebelum memutuskan jadwal dan rute pengiriman. Pada keadaan yang dinamis, supplier harus lebih responsif. Pemasok harus memenuhi permintaan
pengiriman
baru
yang
diterima
selama
kendaraan
telah
diberangkatkan. Tujuan model DIIDP adalah meminimumkan biaya distribusi dengan menjamin tidak terjadi stock out. Untuk penerapan model, dibuat metode heuristik yang mengkombinasikan algoritma Tabu Search dan Nearest Neighbor. Kemudian dilakukan evaluasi performansi heuristik yang dijalankan berdasarkan kondisi nyata Instalasi Surabaya Group (ISG) Pertamina. ISG Pertamina adalah supplier yang bertanggung jawab untuk melakukan pengisian BBM di SPBU. Hasil percobaan numerik menunjukkan bahwa metode heuristik mampu bekerja dengan baik untuk melakukan pengaturan rute ulang jadwal dan rute kendaraan sehingga meminimumkan biaya distribusi. Ardhanarysvari (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk merancang strategi distribusi yang baru dengan menerapkan Inventory Routing Problem (IRP) guna meminimumkan total cost. PT Petrokimia Gresik yang menentukan besarnya quantity delivery yang optimal, interval waktu pengiriman yang tepat, serta rute kendaraan yang terbaik ke masing-masing kios. Dengan menerapkan konsep IRP tersebut, maka kios tidak perlu lagi mengelola inventory sehingga dapat mengurangi inventory holding cost. Berdasarkan penelitian ini,
27
sistem distribusi dengan menggunakan konsep IRP dapat mengurangi total cost sebesar Rp 403.437,- per hari atau Rp 145.237.606,- per tahun, dengan melakukan pengiriman pupuk sebanyak 3 kali dalam periode 6 hari dan dalam jumlah yang sama. Hasil tersebut diperoleh setelah melalui fase inisialisasi dan fase improvement. Menurut Meinardy (2007), tingkat inventory yang tinggi pada gudang bahan baku PT. X menjadi permasalahan dan menyebabkan terhambatnya modal kerja perusahaan, perputaran bahan baku rendah, dan biaya inventory yang tinggi. PT. X yang berlokasi di Sidoarjo adalah sebuah perusahaan Food and Beverage dengan produk utama Kerupuk. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pengaturan tingkat inventory pada gudang bahan baku sehingga tercapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan PT. X yaitu tingkat inventory yang rendah dan mampu mendukung kegiatan produksi.Dengan data tahun-tahun sebelumnya yang dimiliki oleh PT. X, dilakukan perencanaan kebutuhan bahan baku dan pengaturan tingkat inventory dengan menggunakan MRP, serta dilakukan perkiraan tingkat permintaan untuk setiap produk PT. X yang akan datang. Dengan demikian PT. X memiliki tingkat inventory bahan baku yang lebih rendah daripada sebelumnya, dalam jumlah yang tepat, dan tentunya dengan biaya yang relatif lebih rendah dari sebelumnya. Astana (2007) melakukan perencanaan kebutuhan material dengan metode MRP yang penerapannya diawali dengan melakukan peramalan akan jumlah permintaan / produksi untuk waktu yang akan datang. Peramalan tersebut menggunakan metode Moving Average With Linear trend dan Single Eksponential Smoothing With Linear Trend. Dengan mengetahui harga bahan penyusun, data kebutuhan material, stuktur produk, dan biaya untuk persediaan material, kemudian dilakukan perbandingan biaya perencanaan persediaan dengan menggunakan metode Lot For Lot (LFL), Fixed Period Requirement (FPR), Fixed Order Quantity (FOQ). Metode ini diterapkan di PT Torsina Redikon, dan dari ketiga metode tersebut dipilih metode yang menghasilkan biaya paling minimum. Dari analisa yang dilakukan, teknik lot size Lot For Lot (LFL) menghasilkan biaya total persediaan yang terendah yaitu Rp. Rp.9.652.434.320,00
28
Beberapa mekanisme dan rancangan basis data tetap mengacu pada sistem yang telah ada sehingga proses-proses pada aplikasi sistem akan relatif sama. Sistem ini dapat memberikan informasi permintaan barang ke gudang (store requisition), pengeluaran barang (stock transfer), permintaan pembelian barang (purchase requisition), pembelian barang (purchase order), penerimaan barang (receiving), Informasi mengenai barang yang telah rusak (spoil), pengembalian barang (retur) dan informasi inventory lainnya. Rancangan basis data menggunakan dua database untuk menanggulangi masalah volume data transaksi. Setiap akhir tahun akan dilakukan backup transaksi, yaitu pemindahan data transaksi dari database aktif ke database history sehingga beban volume data transaksi pada database aktif akan berkurang dan sistem dapat bekerja lebih cepat. Selain itu proses pemelihaaran akan menjadi relatif lebih mudah (Sudana 2007).