BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Defenisi Usaha Kecil Menengah Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang
mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.” Kriteria usaha kecil menurut Undang – Undang No. 9 tahun 1995, adalah sebagai berikut; memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah). Milik Warga Negara Indonesia, berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Beberapa Undang - Undang dan Peraturan mengenai Usaha Kecil Menengah, yang telah ditetapkan sebagai berikut : 1. UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil 2. PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
Universitas Sumatera Utara
3. PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil 4. Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah 5. Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan 6. Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah 7. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan 8. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara 9. Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 10. Keragaman defenisi UKM di Indonesia Beberapa lembaga atau instansi bahkan Undang - Undang memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994, tanggal 27 Juni 1994, dan Undang – Undang No. 20 Tahun 2008. Definisi Usaha Kecil Menengah yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000, tidak termasuk tanah dan
Universitas Sumatera Utara
bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200.000.000 sampai dengan Rp. 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp. 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp. 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa). Pada tanggal 4 Juli 2008 telah ditetapkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Definisi UKM yang disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda dengan definisi di atas. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha;
dan
(2)
memiliki
hasil
penjualan
tahunan
lebih
dari
Universitas Sumatera Utara
Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). 2.1.1. Defenisi dan Kriteria UKM Menurut Lembaga dan Negara Asing Pada prinsipnya definisi dan kriteria UKM di negara-negara asing didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut : (1) jumlah tenaga kerja, (2) pendapatan dan (3) jumlah aset. Paparan berikut adalah kriteria-kriteria UKM di negara-negara atau lembaga asing. 1.
World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu : a. Medium Enterprise, dengan kriteria : i.
Jumlah karyawan maksimal 300 orang
ii.
Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta
iii.
Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta
b. Small Enterprise, dengan kriteria : i.
Jumlah karyawan kurang dari 30 orang
ii.
Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta
iii.
Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta
Universitas Sumatera Utara
c. Micro Enterprise, dengan kriteria : i.
Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
ii.
Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu
iii.
Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu
2. Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive asset) di bawah SG $ 15 juta. 3. Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki jumlah karyawan yang bekerja penuh (full time worker) kurang dari 75 orang atau yang modal pemegang sahamnya kurang dari M $ 2,5 juta. Definisi ini dibagi menjadi dua, yaitu : a. Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan 5 – 50 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu. b. Medium Industry (MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu – M $ 2,5 juta. 4. Jepang, membagi UKM sebagai berikut : a. Mining and manufacturing, dengan kriteria jumah karyawan maksimal 300 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah US$2,5 juta. b. Wholesale, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 840 ribu. c. Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 820 ribu. d. Service, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 420 ribu
Universitas Sumatera Utara
5. Korea Selatan, mendefinisikan UKM sebagai usaha yang jumlahnya di bawah 300 orang dan jumlah assetnya kurang dari US$ 60 juta. 6. European Commision, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu : a. Medium-sized Enterprise, dengan kriteria : i.
Jumlah karyawan kurang dari 250 orang
ii.
Pendapatan setahun tidak melebihi $ 50 juta
iii.
Jumlah aset tidak melebihi $ 50 juta
b. Small-sized Enterprise, dengan kriteria : i.
Jumlah karyawan kurang dari 50 orang
ii.
Pendapatan setahun tidak melebihi $ 10 juta
iii.
Jumlah aset tidak melebihi $ 13 juta
c. Micro-sized Enterprise, dengan kriteria :
2.2.
i.
Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
ii.
Pendapatan setahun tidak melebihi $ 2 juta
iii.
Jumlah aset tidak melebihi $ 2 juta
Modal Usaha Departemen Perusahaan dan Perdagangan RI pada tahun 1983 membagi
sektor usaha dalam tiga kelompok. Pertama adalah kelompok usaha dasar (basic industry) seperti metal dan kimia. Kedua adalah aneka usaha yang banyak menyerap tenaga kerja dan menggunakan teknologi yang sifatnya sederhana. Kelompok ketiga adalah kelompok yang mempunyai investasi berupa aset tetap (fixed asset) kurang dari Rp. 70 juta di luar nilai tanah yang dikuasainya (Keputusan Menteri Perusahaan dan Perdagangan, 1983: 10).
Universitas Sumatera Utara
Dengan berkembangnya perekonomian nasional, maka pada tahun 1991 Departemen Perusahaan dan Perdagangan RI melakukan penyesuaian rumusan pengelompokan usaha yaitu untuk usaha kecil dan kerajinan didefinisikan sebagai kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk Indonesia dengan jumlah asset kurang dari Rp. 600 juta di luar nilai tanah dan bangunan yang digunakannya. Bank Indonesia menentukan batas tertinggi dari investasi, di luar tanah dan bangunan, sekitar Rp. 600 juta bagi pengusaha kecil. Mengacu pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Skala Kecil, kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah: i.
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha);
ii.
memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 1 miliar per tahun.
Untuk usaha menengah: 1. untuk sektor usaha, memiliki total asset paling banyak Rp. 5 miliar; 2. untuk sektor non-usaha, memiliki kekayaan bersih paling paling banyak Rp. 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp. 3 miliar. Instruksi presiden No. 10 Th. 1999 tentang Ketentuan Umum Usaha Skala Kecil dan Menengah di Indonesia mendefinisikan usaha menengah adalah unit kegiatan yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 200 juta sampai maksimal Rp.10 miliar (tidak termasuk bangunan dan tempat usaha).
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pengertian modal menurut S. Munawir (1981; hal.14)adalah: “ Modal adalah merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditujukan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang ditanam atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh hutanghutangnya.” Modal menurut pendapat Alex S. Nitisemito (hal. 20) sebagai berikut: “ Modal adalah elemen-elemen dalam aktiva suatu neraca yang dapat berupa uang kas, bahan baku, mesin, gedung dan sebagainya. Sedangkan sumber dari modal adalah apa yang dilihat dalam pasiva suatu neraca, yaitu yang dapat berupa hutang lancar, hutang jangka panjang dan modal sendiri.” Pengertian modal aktif dan modal pasif menurut Bambang Riyanto (1981; hal 12) adalah sebagai berikut: “ Modal aktif adalah modal yang tertera di sebelah debet dari neraca, yang menggambarkan bentuk-bentuk dalam mana seluruh dana yang diperoleh perusahaan ditanamkan, sedangkan pengertian modal pasif ialah modal yang tertera di sebelah kredit neraca yang menggambarkan sumber-sumber dari mana dana diperoleh.” Sedangkan menurut Alex S. Nitisemito(hal.21), pengertian modal aktif dan modal pasif adalah: “ Modal yang terletak dalam aktiva suatu neraca dimana modal aktif, sedangkan modal yang terletak dalam pasiva suatu perusahaan disebut modal pasif.”
Universitas Sumatera Utara
2.3. Modal Kerja Pengertian Modal Kerja menurut Weston dan Brigham (1981, p.266) adalah : “Working Capital is a firm’s investments in short – term assets – cash, short-term securities, account receivable, and inventories. Gross Working Capital is the firm’s total current assets. Net working capital is current Assets minus current liabilities. Working Capital Management, which encompases all aspects of the administration of both current assets and current Liabilities”. Yang kurang lebih memiliki arti: Modal kerja adalah investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek seperti kas, sekuritas (surat – surat berharga), piutang dagang dan persediaan. Jadi modal kerja ini disebut modal kerja bruto (gross working capital). Sedang modal kerja bersih (net working capital) adalah aktiva lancar dikurangi hutang lancar. Manajemen modal kerja didefinisikan secara luas mencakup semua aspek pengelolaan baik aktiva lancar maupun hutang lancar. Menurut Wasis (1991, p.63) “Modal kerja adalah dana yang ditanamkan dalam aktiva lancar, oleh karena itu dapat berupa kas, piutang, surat – surat berharga, persediaan dan lain-lain. Modal kerja bruto adalah keseluruhan dari aktiva / harta lancar yang terdapat dalam sisi debit neraca. Modal kerja netto adalah keseluruhan harta lancar dikurangi utang lancar. Dengan perkataan lain modal kerja netto adalah selisih antara aktiva lancar dikurangi dengan hutang lancar. Jenis Modal Kerja Menurut Bambang Rianto (1990) Modal Kerja digolongkan dalam beberapa jenis yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) Yaitu modal kerja yang ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya antara modal kerja ini terdiri dan : a. Modal kerja primer (Primary Working Capital) jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjaga kontinuitas usahanya. b. Modal kerja normal (Normal Working Capital) modal kerja yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan proses produksi yang normal. 2. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital) Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja ini dibagi: a. Modal kerja musiman (Seasonal Working Capital) modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi musim. b. Modal kerja siklis (Cyclical Working Capita) modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi konjungtur. c. Modal kerja darurat (Emergency Working Capital) modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya. Faktor yang mempengaruhi modal kerja, menurut Hampton (1989) perusahaan membutuhkan modal kerja ditentukan oleh 4 faktor: a. Volume Penjualan Perusahaan membutuhkan modal kerja untuk mendukung kegiatan operasional pada saat terjadi peningkatan penjualan. b. Faktor Musim dan Siklus Fluktuasi dalam penjualan yang disebabkan oleh faktor musim dan siklus akan mempengaruhi kebutuhan akan modal kerja. c. Perubahan dalam Teknologi Jika terjadi pengembangan teknologi maka akan berhubungan dengan proses produksi dan akan membawa dampak terhadap kebutuhan akan modal kerja
Universitas Sumatera Utara
d. Kebijakan Perusahaan Kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan juga akan membawa dampak terhadap kebutuhan modal kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah modal kerja adalah sebagai berikut : a. Sifat umum atau tipe perusahaan. Modal kerja yang dibutuhkan perusahaan jasa (public utility) relatif rendah karena investasi dalam persediaan dan piutang pencairannya menjadikan relatif cepat. Berbeda dengan perusahaan industri, investasi dalam aktiva lancar cukup besar dengan tingkat perputaran persediaan dan piutang yang relatif rendah. b. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau mendapatkan barang dan ongkos produksi per unit atau harga beli per unit barang. Jumlah modal kerja bukan langsung dengan waktu yang dibutuhkan mulai dari bahan baku atau barang jadi dibeli sampai barang-barang dijual kepada langganan. Makin panjang waktu yang diperlukan untuk memproduksi barang atau untuk memperoleh barang makin besar kebutuhan akan modal kerja. Modal kerja bervariasi tergantung pada volume pembelian dan harga beli per unit dari barang yang dijual. c. Syarat pembelian dan penjualan. Syarat kredit pembelian barang dagangan atau bahan baku akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja. Semakin lunak kredit (jangka kredit lebih panjang) yang diberikan kepada langganan akan semakin besar kebutuhan modal kerja yang harus ditanamkan kepada piutang. d. Tingkat perputaran persediaan. Semakin sering persediaan diganti (dibeli dan dijual kembali) maka kebutuhan modal kerja yang ditanamkan dalam bentuk persediaan (barang) akan semakin rendah. Untuk mencapai tingkat perputaran
Universitas Sumatera Utara
persediaan yang tinggi diperlukan perencanaan dan pengawasan persediaan yang efisien. e. Tingkat perputaran piutang. Kebutuhan modal kerja juga tergantung pada periode waktu yang diperlukan untuk mengubah piutang menjadi uang kas. Apa bila piutang terkumpul dalam waktu pendek berarti kebutuhan akan modal kerja menjadi semakin rendah atau kecil. f. Pengaruh konjungtur (business cycle). Pada periode makmur (prosperity) aktivitas perusahaan meningkat dan perusahaan cenderung membeli barang lebih memanfaatkan harga yang masih rendah. Ini berarti perusahaan memperbesar
tingkat
persediaan.
Peningkatan
jumlah
persediaan
membutuhkan modal kerja yang lebih banyak. g. Credit rating dari perusahaan jumlah modal kerja, dalam bentuk kas termasuk surat-surat berharga, yang dibutuhkan perusahaan untuk membiayai opersinya tergantung pada kebijaksanaan penyediaan uang kas. Penyediaan uang kas ini tergantung pada: (a) credit rating dari perusahaan (kemampuan meminjam uang dalam jangka pendek), (b) perputaran persediaan dan piutang,dan (c) kesempatan mendapatkan potongan harga dalam pembelian. Modal kerja dapat berasal dari berbagai sumber, yakni sebagai berikut : a. Pendapatan bersih Modal kerja diperoleh dari hasil penjualan barang dan hasi-hasil lainnya yang meningkatkan uang kas dan piutang. Akan tetapi, sebagian dari modal kerja ini harus di gunakan untuk menutup harga pokok penjualan dan biaya usaha yang telah dikeluarkan untuk memperoleh revenue, yakni berupa biaya penjualan dan biaya administrasi. Jadi, sebenarnya yang merupakan sumber
Universitas Sumatera Utara
modal kerja adalah pendapatan bersih dan jumlah modal kerja yang diperoleh dari operasi jangka pendek, dan ini bisa ditentukan dengan cara menganalisis laporan perhitungan laba-rugi perusahaan. Dalam perhitungan laba rugi terdapat dua jenis biaya usaha, yakni (a) pos-pos biaya yang memerlukan penggunaan modal kerja, contohnya pembelian barang dagangan atau bahan baku, pembayaran gaji, upah, dan premi asuransi; (b) pos-pos biaya yang tidak memerlukan pengeluaran kas atau menimbulkan utang yang akhirnya juga tidak memerlukan penggunaan modal kerja, contohnya yaitu beban penyusutan, depresi, dan amortisasi. b. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga Surat-surat berharga sebagai salah satu pos aktiva lancar dapat dijual dan dari penjualan ini akan timbul keuntungan. Penjualan surat-surat berharga menunjukan pergeseran bentuk pos aktiva lancar dari pos ”surat-surat berharga” menjadi pos ”kas”. Keuntungan yang diperoleh merupakan sumber penambahan modal kerja. Sebaliknya, jika terjadinya kerugian maka modal kerja akan berkurang. c. Penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar lainnya. Sumber lain untuk menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva lancar lainnya yang tidak dipergunakan lagi oleh perusahaan. Perubahan aktiva tidak lancar itu menjadi kas yang akan menambah modal kerja sebanyak hasil bersih penjualan aktiva tidak lancar tersebut. Keuntungan atau kerugian dari penjualan investasi jangka panjang
Universitas Sumatera Utara
dan aktiva tidak lancar lainnya dapat dimasukkan ke dalam pos-pos insidentil (extraordinary item). d. Penjualan obligasi dan saham serta kontribusi dana dari pemilik Utang hipotik, obligasi, dan saham dapat dikeluarkan oleh perusahaan apabila diperlukan sejumlah modal kerja, misalnya untuk ekspansi perusahaan. Pinjaman jangka panjang berbentuk obligasi biasanya tidak begitu disukai karena adanya beban bunga di samping kewajiban mengembalikan pokok pinjamannya. e. Dana pinjaman dari bank dan pinjaman jangka pendek lainnya Pinjaman jangka pendek (seperti kredit bank) bagi beberapa perusahaan merupakan sumber penting dari aktiva lancarnya, terutama tambahan modal kerja yang diperlukan untuk membelanjai kebutuhan modal kerja musiman siklis, keadaan darurat, atau kebutuhan jangka pendek lainnya. f. Kredit dari supplier atau trade creditor Salah satu sumber modal kerja yang penting adalah kredit yang diberikan oleh supplier. Material, barang-barang, supplies, dan jasa-jasa biasa di beli secara kredit atau dengan wesel bayar. 2.4. Jumlah Jam Kerja Jam kerja di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 jam kerja
dalam
sehari
Untuk
karyawan
yang
bekerja 6
hari
dalam
seminggu, jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Sedangkan untuk karyawan dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang, jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telas disebutkan diatas yaitu: 1. 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau 2. 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Pada
kedua
sistem jam kerja tersebut
juga
diberikan
batasan jam kerja yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur. Akan tetapi, ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu seperti misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan. Ada pula pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dijalankan terus-menerus, termasuk pada hari libur resmi (Pasal 85 ayat 2 UU No.13/2003). Pekerjaan yang terus-menerus ini kemudian diatur dalam Kepmenakertrans No. Kep-233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus. Dan dalam penerapannya tentu
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan yang dijalankan terus-menerus ini dijalankan dengan pembagian waktu kerja ke dalam shift-shift. Jam istirahat kerja juga diatur dalam Undang-Undang, Jam istirahat kerja adalah waktu untuk pemulihan setelah melakukan pekerjaan untuk waktu tertentu. Sudah merupakan kewajiban dari perusahaan untuk memberikan waktu istirahat kepada pekerjanya. i.
Setiap pekerja berhak atas istirahat antara jam kerja dalam sehari, sekurang kurangnya 1/2 jamsetelah bekerja 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja (Pasal 79 UU 13/2003).
Selain itu,
pengusaha wajib memberikan waktu secukupnya bagi pekerja untuk melaksanakan ibadah (Pasal 80 UU 13/2003). ii.
Masa istirahat mingguan tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari setelah 6 (enam) hari kerja atau tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari setelah 5 (lima) hari kerja dalam satu minggu (Pasal 79 UU 13/2003).
Berdasarkan pasal 85 UU No. 13 tahun 2003, pekerja tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi ataupun hari libur yang ditetapkan oleh perusahaan. Karena waktu istirahat itu merupakan hak kita, maka perusahaan wajib memberikan upah penuh. Akan tetapi, ada kalanya perusahaan menuntut pekerja untuk tetap bekerja pada hari-hari libur karena sifat pekerjaan yang harus dilaksanakan terus menerus. Perusahaan yang mempekerjakan pekerjanya di hari libur, wajib membayar
upah
lembur.
antara jam kerja dalam
sehari,
Setiap
karyawan
sekurang
berhak
kurangnya
atas 1/2 jam
istirahat setelah
bekerja 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, pengusaha wajib memberikan waktu secukupnya bagi karyawannya untuk melaksanakan ibadah. Sejak tahun 1976 hingga saat ini, konsep dan defenisi perihal jumlah jam kerja yang dipakai Badan Pusat Statistik adalah sama. Konsep dan defenisi tersebut sesuai dengan The Labour Force Concept yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Pendekatan inipun banyak diterapkan oleh Negara-negara berkembang selain Indonesia. Konsep dan defenisi yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik mengenai jumlah jam kerja : jumlah jam kerja seluruh pekerjaan adalah jumlah jam kerja yang dilakukan oleh seseorang (tidak termasuk jam kerja istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk halhal di luar pekerjaan) selama seminggu yang lalu. Bagi pedagang keliling, jumlah jam kerja dihitung mulai berangkat dari rumah sampai tiba kembali di rumah dikurangi waktu yang tidak merupakan jumlah kerja, seperti mampir ke rumah famili/kawan dan sebagainya. Jam kerja normal adalah 40 jam kerja per minggu (Hanna, Taylor dan Sullivan 2005). Thomas dan Raynar (1997), juga menyatakan jam kerja normal adalah 40 jam per minggu. Jam kerja per minggu yang lebih dari 40 jam kerja dianggap sebagai overtime. Hanna, Taylor dan Sullivan (2005) menyatakan bahwa overtime dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja. Thomas
dan
Raynar (1997), menyatakan bahwa overtime yang dilakukan lebih dari tiga sampai empat minggu secara berturut-turut dapat mengurangi produktivitas tenaga kerja. Menurut Wignjosoebroto (2000), produktivitas secara umum akan dapat diformulasikan sebagai berikut: Produktivitas = Output/input(measurable)+ input (invisible). Invisible input meliputi tingkat pengetahuan, kemampuan teknis,
Universitas Sumatera Utara
metodologi kerja dan pengaturan organisasi, dan motivasi kerja. Untuk mengukur produktivitas kerja dari tenaga kerja manusia, operator mesin, misalnya, maka formulasi berikut bisa dipakai untuk maksud ini, yaitu: Produktivitas = total keluaran yang dihasilkan. Di sini produktivitas dari tenaga kerja ditunjukkan sebagai rasio dari jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga kerja yang jam manusia (man-hours), yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tenaga kerja yang dipekerjakan dapat terdiri dari tenaga kerja langsung ataupun tidak langsung, akan tetapi biasanya meliputi keduanya.
2.5. Pendapatan Menurut Sukirno (2006:47) pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi pendapatan antara lain: 1) Pendapatan pribadi, yaitu; semua jenis pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima penduduk suatu Negara. 2) Pendapatan disposibel, yaitu; pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para penerima pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang dinamakan pendapatan disposibel. 3) Pendapatan nasional, yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-jasa yang diproduksikan oleh suatu Negara dalam satu tahun. Masalah pendapatan tidak hanya dilihat dari jumlahnya saja, tetapi bagaimana distribusi pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi arah gejala distribusi pendapatan dan pengeluaran di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia; pertama, perolehan faktor produksi, dalam hal ini faktor yang terpenting adalah tanah. Kedua, perolehan pekerjaan, yaitu perolehan pekerjaan bagi mereka yang tidak mempunyai tanah yang cukup untuk memperoleh kesempatan kerja penuh. Ketiga, laju produksi pedesaan, dalam hal ini yang terpenting adalah produksi pertanian dan arah gejala harga yang diberikan kepada produk tersebut. Laju produksi di daerah pedesaan berkaitan dengan infrastruktur dan fasilitas jalan umum sebagai urat nadi perekonomian, secara umum fasilitas jalan umum di pedesaan sangat tidak memadai untuk menunjang laju perekonomian di pedesaan, hal ini juga yang menjadi faktor penghambat laju produksi di pedesaan. Bagi rumah tangga pedesaan yang hanya menguasai faktor produksi tenaga kerja, pendapatan mereka ditentukan oleh besarnya kesempatan kerja yang dapat dimanfaatkan dan tingkat upah yang diterima. Kedua faktor ini merupakan fenomena dari pasar tenaga kerja pedesaan. Kesempatan kerja pedesaan ditentukan oleh pola produksi pertanian, produksi barang dan jasa non-pertanian di pedesaan, pertumbuhan angkatan kerja dan mobilitas tenaga kerja pedesaan. Di sektor pertanian, besarnya kesempatan kerja dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, produktivitas lahan, intensitas dan pola tanam, serta teknologi yang diterapkan. Disektor non-pertanian kesempatan kerja ditentukan oleh volume produksi, teknologi dan tingkat harga komoditi. Pyndick (2001) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini menunjukkan keluaran Q yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap
Universitas Sumatera Utara
kombinasi masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : Q = f{K, L} ............................................................ 2.1 Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni modal dan tenaga kerja. Cobb-Douglas adalah salah satu fungsi produksi yang paling sering digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour). Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Q = ALα K β ................................................................... 2.2 Dimana Q adalah output dan L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan barang modal. A, α (alpha) dan β (beta) adalah parameter-parameter positif yang dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi semakin maju. Parameter α mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter β, mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L dipertahankan konstan. Jadi, α
dan β masing-masing
merupakan elastisitas output dari modal dan tenaga kerja. Jika α + β = 1, maka terdapat tambahan hasil yang konstan atas skala produksi; jika α + β > 1 terdapat tambahan hasil yang meningkat atas skala produksi dan jika α + β < 1 maka
Universitas Sumatera Utara
artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas skala produksi. Pada fungsi produksi Cobb-Douglas . Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti usaha kecil. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan yang merupakan input dalam kegiatan produksi usaha kecil dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang mungkin diperoleh.
2.6.
Daerah Pemasaran dan Segmentasi Pasar Konsep bauran pemasaran dikembangkan oleh Neil Borden. Kemudian
konsep bauran pemasaran ini dikembangkan lebih lanjut oleh James Culliton. Konsep bauran pemasaran awalnya terdiri dari 12 (dua belas) unsur yang kemudian dikondensasikan menjadi 4 (empat) unsur. Setelah itu berkembang menjadi 5 (lima) unsur yang kemudian menjadi 6 (enam) unsur. Meskipun konsep bauran pemasaran yang umum diketahui adalah 4 (empat) unsur yang meliputi produk, harga, tempat dan promosi akan tetapi konsep bauran pemasaran ini tidak mutlak harus 4 (empat) unsur sebab konsep bauran pemasaran dapat dikembangkan lagi kepada unsur yang lebih banyak. Konsep bauran pemasaran merupakan konsep yang harus dipakai oleh perusahaan didalam memasarkan barangnya agar memperoleh keuntungan yang maksimal. Variabel yang menjadi unsur bauran pemasaran setiap saat akan selalu mengalami perubahan dan setiap perubahan harus dipelajari dan dianalisis. Setiap
Universitas Sumatera Utara
variabel merupakan fokus sentral pemerhatian perusahaan didalam mendekati konsumen agar konsumen bersedia membeli produk perusahaan. Didalam organisasi proyek, bauran pemasaran harus diperhatikan agar nantinya manakala melangkah atau sampai pada operasionalisasi pemasaran produk tidak akan mendapat hambatan yang cukup berarti yang nantinya akan merugikan perusahaan. Didalam organisasi proyek, dimana aktivitas regulernya belum berjalan maka kebijakan tentang pemasaran harus diperhatikan, dipersiapkan sedini mungkin. Oleh karena itu berbagai aspek yang berhubungan dengan pemasaran harus dianalisis. Biasanya proyek yang akan didirikan oleh pemilik, pemilik atau yang terilibat dengan proyek telah memiliki pengalaman yang matang. Meskipun demikian analisis pemasaran sangat diperlukan sehingga kebijakan pemasaran nantinya dapat diterapkan didalam aktivitas reguler perusahaan. Analisis pemasaran harus menekankan kepada berbagai aktivitas yang diarahkan kepada studi yang sistematis terhadap sifat (1) kebutuhan dan keinginan konsumen, (2) karakteristik produk (untuk melihat sejauh mana suatu produk telah sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan spesifikasi konsumen, (3) struktur pasar persaingan (4) karakteristik konsumen dan (5) laju perubahan yang melekat pada perubahan produk dan perubahan kebutuhan, keinginan dan kemampuan konsumen. Adapun tujuan analisis pemasaran adalah mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen, menguji bagaimana produk dapat alokasikan atau dirancang atau apakah produk baru perlu dipasarkan dan juga perlu adanya usaha terus berlanjut untuk memperkenalkan dampak negatif perusahaan setelah menemukan karakteristik
produk
dan
karakteristik
konsumen.
Analisis
pemasaran
Universitas Sumatera Utara
mengestimasikan potensi pasar dengan cara memaksimalkan potensi permintaan berdasarkan jumlah konsumen sasaran, kemampuan daya beli konsumen, pendapatan konsumen dan karakteristik pengeluaran uang konsumen. Analisis pemasaran membantu memperkecil derajat ketidak pastian yang akan dihadapi oleh perusahaan dalam menguasai pemasaran. Analisis pemasaran merupakan alat yang memberikan kemampuan bagi manajemen untuk mengembangkan dan memilih strategi yang tepat untuk menyaring produk, menempatkan produk pada posisi pemasaran yang tepat, memelihara produk dan manakala diperlukan melenyapkan atau menarik produk dari pasar. Analisis pemasaran sangat terkait sekali dengan aktivitas kehidupan konsumen yang begitu banyak dan luas. Oleh karena itu, analisis pemasaran akan ditujukan kepada berbagai aspek seperti (1) aspek kecenderungan pasar, (2) aspek kesempatan pasar, (3) aspek segmentasi pasar dan (4) aspek potensi pasar. Segmentasi pasar dapat dibedakan atau dikelompokkan kedalam : 1. SEGMEN GEOGRAFIS. Suatu segmen yang didasarkan atas lokasi konsumen atau daerah penjualan. Lokasi konsumen meliputi lokasi geografis, lokasi daerah pemasaran, lokasi kota dan desa dan lain sebagainya. Bidang perencanaan yang relevan dengan pemasaran adalah distribusi fisik. 2. SEGMEN
DEMOGRAFIS.
Suatu
segmen
atas
dasar
karakteristik
kependudukan seperti umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, gaya pola / gaya hidup, pendapatan ekonomi dan lain sebagainya. Bidang perencanaan yang relevan dengan pemasaran adalah memilih media periklanan dan lokasi toko eceran.
Universitas Sumatera Utara
3. SEGMEN PSIKOGRAFIS. Suatu segmen yang didasarkan atas gaya hidup kepribadian. Kepribadian disini seperti gaya hidup seorang pemimpin atau pengikut, seorang yang mempunyai sikap introvert atau ekstrovert, seorang Yang bersikap sangat radikal, keras kepala, kaku dan lain sebagainya. Bidang perencanaan yang relevan dengan pemasaran adalah iklan, pengembangan produk dan rancang produk. 4. SEGMEN BENEFIT. Suatu segmen yang didasarkan atas berbagai manfaat Yang akan diperoleh oleh para konsumen didalam mengkonsumsi produk jarang dibeli. Variabel utama segmen ini adalah derajat kesukaan konsumen atas produk yang dipasarkan. Bidang perencanaan yang relevan dengan pengembangan produk dan menempatkan produk pada posisi tertentu di suatu tingkatan pemasaran. 5. SEGMEN RUANG PRODUK. Membagi pasar kedalam segmen menurut kesamaan atribut dan karakteristik produk yang dirasakan oleh konsumen. Konsumen yang mempunyai kesukaan yang sama atau persepsi yang sama atas suatu produk dijadikan satu kelompok kemudian diikat atau digabung menurut demografis. Variabel utamanya adalah kesamaan kesukaan dan persepsi atas suatu produk. Bidang perecanaan yang relevan dengan pemasaran adalah iklan, pengembangan produk dan menempatkan produk pada posisi tertentu tingkatan pemasaran. 6. SEGMEN FAKTOR PASAR. Pembagian pasar kedalam kelompok yang terpengaruh oleh bauran pemasaran seperti harga, promosi, dan tempat. Variabel utamanya adalah harga, kualitas, pengepakan, promosi, tempat dan juga iklan. Bidang perencanaan yang relevan dengan pemasaran adalah
Universitas Sumatera Utara
strategi promosi dan alokasi sumber ekonomi untuk setiap variabel bauran pemasaran.
2.7.
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai Usaha Kecil Menengah merupakan permasalahan
yang mendapatkan perhatian bagi kalangan akademisi. Hal ini dapat diketahui melalui beberapaa penelitian sebelumnya mengenai Usaha Kecil Menengah di Kabupaten/Kota atau daerah lain dengan tujuan khusus memberikan gambaran pada penelitian ini tentang dimensi-dimensi yang memiliki keterkaitan dengan upaya peningkatan pertumbuhan Usaha Kecil Menengah sebagai salah satu pilar dalam perekonomian masyarakat. Berikut ini adalah beberapa penelitian mengenai Usaha Kecil Menengah, yang telah dilakukan sebelumnya : Efendi, Afwan (2008) meneliti tentang analisis determinan keuntungan usaha kecil pada sektor perdagangan di Kabupaten Deli Serdang. Variabel yang digunakan adalah modal kerja, jumlah tenaga kerja dan lama usaha. Data yang digunakan adalah data primer yang diambil dengan cara menyebarkan kuisioner kepada sampel populasi yang diambil dengan menggunakan metode simple random sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan software Eviews versi 4.1. Berdasarkan hasil analisis dibuktikan bahwa Modal kerja, jumlah tenaga kerja dan lama berusaha secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap keuntungan usaha kecil pada sektor perdagangan di Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
Lingga, Insanuddin (2009) meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha industri kecil di Kabupaten Dairi. Variabel yang digunakan, modal, jumlah tenaga kerja, lama berusaha, tingkat pendidikan, bantuan modal. Data yang digunakan adalah data primer yang diambil dengan cara menyebarkan kuisioner kepada sampel populasi yang diambil dengan menggunakan metode stratified proposional random sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan software Eviews versi 4.1. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa variabel modal, jumlah tenaga kerja, lama berusaha dan bantuan modal berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pengusaha industri kecil di Kabupaten Dairi, sedangkan tingkat pendidikan tidak signifikan terhadap pendapatan pengusaha industri kecil di Kabupaten Dairi. Salman, H (2009) meneliti tentang analisis determinan pendapatan usaha kecil di Kabupaten Langkat. Variabel yang digunakan tingkat pendidikan, modal kerja, jumlah tenaga kerja, jumlah jam kerja. Data yang digunakan adalah data primer yang diambil dengan cara menyebarkan kuisioner kepada sampel populasi yang diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode analisis yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan software Eviews versi 4.1. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa variabel modal kerja , jumlah tenaga kerja, jumlah jam kerja berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan usaha kecil di Kabupaten Langkat, sedangkan tingkat pendidikan tidak signifikan terhadap pendapatan usaha kecil di Kabupaten Langkat
Universitas Sumatera Utara
2.8.
Kerangka Konseptual Pada Kerangka Konseptual dijelaskan secara teroritis hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah Pendapatan Usaha Kecil Menengah, yang dipengaruhi oleh modal usaha, modal kerja, jam kerja, lama usaha, tingkat pendidikan pengusaha, dan daerah pemasaran sebagai variabel bebas, sebagai berikut :
Modal Usaha
Modal Kerja
Pendapatan Usaha Kecil Menengah
Jumlah Jam Kerja
Lama Usaha
Tingkat Pendidikan Pengusaha
Daerah Pemasaran
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
2.9.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan kepustakaan dan dari berbagai
hasil kajian empiris yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah :
Universitas Sumatera Utara
1. Modal usaha bepengaruh positif terhadap pendapatan Usaha Kecil Menengah di Kabupaten Batu Bara, Ceteris Paribus. 2. Modal kerja bepengaruh positif terhadap pendapatan Usaha Kecil Menengah di Kabupaten Batu Bara, Ceteris Paribus. 3. Jumlah jam kerja bepengaruh positif terhadap pendapatan Usaha Kecil Menengah di Kabupaten Batu Bara, Ceteris Paribus. 4. Lama usaha bepengaruh positif terhadap pendapatan Usaha Kecil Menengah di Kabupaten Batu Bara, Ceteris Paribus. 5. Tingkat pendidikan bepengaruh positif terhadap pendapatan Usaha Kecil Menengah di Kabupaten Batu Bara, Ceteris Paribus. 6. Daerah pemasaran bepengaruh positif terhadap pendapatan Usaha Kecil Menengah di Kabupaten Batu Bara, Ceteris Paribus.
Universitas Sumatera Utara