II. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM merupakan salah satu sektor ekonomi rakyat yang cukup penting
dan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian di Indonesia. Lebih dari 50 juta unit usaha yang ada di Indonesia dimana 99 persennya adalah sektor UMKM. UMKM memiliki banyak keterbatasan dibandingkan dengan perusahaan besar. Perbedaan yang paling mendasar jika dibandingkan dengan perubahan besar adalah dalam hal skala usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa ruang lingkup usaha UMKM sangat terbatas. Faktor lain yang membedakan yakni pada umumnya sektor UMKM belum memiliki legalitas usaha yang sah, sehingga sering disebut dengan sektor informal. Menurut S.V. Sethuraman dalam Wibowo (2002), sektor informal merupakan sektor usaha yang terdiri dari unit-unit usaha berskala kecil yang memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masingmasing dan dalam usahanya sangat dibatasi faktor modal dan keterampilan. Usaha mikro sebagaimana dimaksud keputusan Kementerian Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Usaha mikro dapat menerima kredit dari bank maksimal 50 juta rupiah. Usaha kecil sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut :
1.
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
2.
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Usaha Menengah berdasarkan Undang-undang nomor 20 Tahun 2008
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut: 1.
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2.
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Adapun karekteristik UMKM secara umum adalah sebagai berikut :
-
UMKM dimiliki oleh individu atau keluarga dan bertindak sebagai pengelola.
-
Ukuran perusahaan kecil dalam hal jumlah pekerja.
-
Operasinya terbatas pada kumpulan modal yang tersedia.
-
Wilayah operasi terbatas pada lingkungan sekitar, meskipun wilayah pemasarannya dapat melampaui wilayah tersebut.
2.2.
Perbankan dan Perkreditan Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berperan untuk
menghimpun dana dari masyarakat (baik dalam bentuk tabungan ataupun deposito) dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman/kredit. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa bank merupakan lembaga perantara bagi masyarakat yang kelebihan dana dengan
masyarakat yang membutuhkan dana. Oleh karena itu bank harus dapat dipercaya oleh masyarakat sehingga nantinya masyarakat tidak ragu untuk menyimpan uangnya di bank. Berdasarkan Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tangal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah ”badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. (Dendawijaya, 2005). Fungsi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Secara ringkas fungsi dapat dibagi menjadi sebagai berikut : a.
Menghimpun dana dari masyarakat (funding), berupa giro (demand deposit), tabungan (saving deposit), dan deposito berjangka (time deposit).
b.
Menyalurkan dana ke masyarakat (lending), dalam bentuk antara lain : kredit investasi, kredit modal kerja dan kredit perdagangan.
c.
Memberikan jasa-jasa lainnya (services) seperti transfer, kliring (clearing), letter of credit (LC), menerima setoran-setoran serta pembayaran.
d.
Kegiatan di pasar modal : penjamin emisi (underwriter), penjamin (guarrantor), wali amanat (trustee), perdagangan sekuritas (dealer). Penyaluran kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang utama untuk
memperoleh keuntungan bagi bank itu sendiri dan mendukung perputaran perekonomian. Dengan adanya kredit, sektor usaha dapat akan memperoleh dana/modal untuk membiayai berbagai kegiatan usaha. Menurut undang-undang perbankan nomor 7 tahun 1992 tentang pokok-pokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi hutang-hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Berdasarkan undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari undang-undang nomor 7 tahun 1992, menyatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, kesepakatan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan phak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. (Dendawijaya, 2005). Menurut Suyatno, dkk (2007) menyatakan bahwa dalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur kredit, yaitu : 1.
Kepercayaan Merupakan keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya si pemberi kredit telah melakukan penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemauan calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang telah disalurkan. 2.
Waktu Suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang. 3.
Degree of risk Suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka
waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit semakin tinggi pula tingkat risiko dikemudian hari, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan tersebut, maka masih terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko dan oleh karena itu dalam pemberian kredit timbul adanya jaminan.
4.
Prestasi Pemberian kredit tidak hanya diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga
dapat diberikan dalam bentuk barang atau jasa, yang dapat dinilai dalam bentuk uang. Dalam prakteknya transaksi kredit umumnya adalah menyangkut uang. Sebagai agent of development, bank umum khususnya bank pemerintah memiliki tujuan dalam pemberian kredit, yakni : 1. Turut
mensukseskan
program
pemerintah
dibidang
ekonomi
dan
pembangunan. 2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin kebutuhan masyarakat. 3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya. 2.3.
Hasil Penelitian Terdahulu Penyaluran kredit pada dasarnya harus melalui proses atau mekanisme
yang telah ditetapkan oleh setiap masing-masing bank penyalur. Penelitian untuk mengetahui mekanisme penyaluran kredit telah banyak dilakukan sebelumnya, diantaranya Tarigan (2006) di BRI Unit Parung, Safitri (2007) di BRI Unit Ciampea, Gustianti (2007) di BRI Unit Citeureup, Hutagaol (2009) di BRI Unit Cigombong, dan Mulyarto (2009) di BRI Unit Leuwiliang. Tarigan, Gustianti, Hutagaol, dan Mulyarto menyimpulkan bahwa pada umumnya mekanisme penyaluran kredit di Bank BRI mudah. Kemudahan tersebut didasarkan atas syarat-syarat maupun prosedur telah disesuaikan dengan keadaan masyarakat masing-masing unit. Salah satu bentuk kemudahan yang diberikan oleh Bank BRI adalah surat keterangan usaha yang hanya cukup dari kelurahan sesuai dengan domisili masing-masing debitur. Selain itu pihak BRI tidak membebankan kepada debiturnya untuk menyertakan sejumlah agunan untuk memperoleh kredit. Tidak diwajibkannya penyertaan agunan terkait dengan besar kredit itu sendiri, dimana jumlah kredit yang disalurkan untuk masingmasing debiturnya tidak terlalu besar.
Mekanisme penyaluran kredit harus melewati tahapan-tahapan ataupun prosedur yang telah ditetapkan yang meliputi pendaftaraan, pemeriksaan, pembinaan dan pengawasan. Pemeriksaan usaha calon nasabah tidak terlepas dari prinsip 5 C. Akan tetapi untuk kepemilikan agunan, tidak diwajibkan setiap nasabah untuk menyertakannya di dalam pengajuan kredit sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya. Mengingat kredit yang dieberikan adalah kredit untuk sektor UMKM, prinsip character menjadi faktor terpenting yang sangat dipertimbangakn oleh pihak BRI di dalam menyalurkan kreditnya. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh kredit yang berkualitas, yakni kredit yang tepat sasaran dengan meminimalkan terjadinya tunggakan dalam proses pelunasannya. Sedikit berbeda dengan mekanisme penyaluran kredit yang dilakukan pada BRI Unit Ciampea, Safitri (2007). Terdapat kebijakan yang dilakukan oleh pihak BRI Unit Ciampea, dimana nasabah setia dari bank tersebut dapat memperoleh waktu lebih cepat dalam proses penyaluran kredit. Hal tersebut dikarenakan pihak dari BRI Unit Ciampea sudah cukup mengenal nasabahnya. Strategi kedekatan tersebut juga betujuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan nasabah, agar nasabah tetap loyal terhadap pihak BRI. Dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diketahui bahwa pada dasarnya proses ataupun mekanisme penyaluran kredit hampir sama. BRI telah mempunyai ketetapan dan prosedur secara umum yang harus diterapkan oleh setiap masing-masing unitnya. Hanya saja setiap unit mempunyai kebijakan-kebijakan dari pemimpinnya yang dapat membantu di dalam mekanisme penyaluran kredit. Selain mengetahui mekanisme penyaluran kredit, juga perlu diketahui hasil dari penelitian terdahulu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit KUR. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit KUR telah banyak dilakukan sebelumnya, yakni perkreditan yang disalurkan oleh lembaga keuangan perbankan. Penelitian tersebut diantaranya adalah yang dilakukan oleh Wangi (2008), Risdwianto (2004), Mulyarto (2009), Hutagaol (2009), dan Lubis (2009).
Risdwianto yang melakukan penelitian tentang penyaluran kredit pada Bank BRI menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan, frekuensi peminjaman, nilai agunan berpengaruh nyata dan positif terhadap penyaluran kredit. Akan tetapi variabel rasio modal terhadap aset memberikan pengaruh yang negatif terhadap volume kredit yang disalurkan oleh BRI. Pengaruh variabel tersebut bersifat nyata dan signifikan. Analisis dilakukan dengan menggunakan model OLS (ordinary least square). Mulyarto yang melakukan penelitian pada nasabah BRI Unit Leuwiliang menyimpulkan hasil yang berbeda dengan apa yang diperoleh Risdwianto. Selain variabel nilai agunan dan frekuensi pengambilan kredit, variabel pendapatan, lama usaha dan modal usaha juga berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dan alat analisis liniear berganda. Hasil yang sama dengan Mulyarto juga diperoleh Hutagaol yang melakukan penelitian pada BRI Unit Cigombong serta Wangi yang melakukan penelitian Bank “X” di wilayah Bandung. Wangi menambahkan variabel aset usaha juga berpengaruh nyata terhadap realisasi kredit. Lubis yang melakukan penelitian pada BRI Unit Cibungbulang menyimpulkan bahwa variabel omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, dan jumlah kredit yang diajukan berpengaruh nyata dan positif terhadap realisasi KUR. Variabel jenis usaha memberikan pengaruh yang negatif dan nyata terhadap realisasi kredit KUR. Alat analisis yang digunakan yakni regresi linier berganda. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa proses realisasi kredit pada dasarnya mengacu pada prinsip 5 C, yakni character, capacity, capital, collateral, dan condition of economy. Faktor yang diperhatikan oleh BRI secara dominan dalam memberikan kredit adalah capacity atau kapasitas dan kemampuan nasabah dalam melaksanakan usahanya. Hal ini mencirikan KUR yang disalurkan BRI merupakan pinjaman komersial. Selain faktor capacity, karena target KUR adalah UMKM, maka ciri character nasabah juga diperhatikan secara dominan dalam memberikan pinjaman. Untuk masalah tunggakan, faktor
yang menjadi penyebab sangat typical, beragam dan conditional pada masingmasing nasabah, sehingga tidak bisa digeneralisasi. Dari karakteristik usaha yang diteliti, ciri UMKM yang dilayani atau paling akses kepada KUR adalah usaha-usaha yang memiliki risiko paling kecil, dalam hal ini risiko yang dimaksud adalah peluang usaha untuk menunggak, sehingga usaha-usaha yang memiliki risiko lebih kecil akan diakses lebih cepat untuk menerima KUR. Usaha-usaha yang memiliki risiko menunggak paling kecil tentu saja adalah usaha-usaha yang memiliki capacity atau kemampuan usaha yang paling baik dan telah memiliki pengalaman dalam meminjam. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit BNI Tunas Usaha di UKC Cabang Karawang ini menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif.
Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui mekanisme
penyaluran kredit. Bagaimana dan apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang calon debitur serta ketentuan ataupun prosedur dalam memperoleh kredit BTU di UKC Karawang. Dengan menggunakan analisis tersebut maka akan diketahui pula karakteristik dari nasabah UKC cabang Karawang. Analisis kuantitatif digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap realisasi kredit dengan menggunakan alat bantu regresi linear berganda. Dengan menggunakan alat analisis tersebut maka akan diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap realisasi kredit BTU yang disalurkan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah lokasi penelitiannya dimana pada penelitian sebelumnya cenderung dilakukan pada Bank Rakyat Indonesia (BRI), sedangkan penelitian ini dilakukan pada PT Bank Negara Indonesia 46 (Persero) Tbk yang juga turut serta dalam proses penyaluran KUR melalui produk kredit BTU-nya.