BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sendiri sebagai hasil pemebelajaran perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan pada lima tatanan yaitu tatanan rumah tangga, sekolah, institusi kesehatan, tempat kerja, dan tempat umum. Program ini mengajarkan dan menciptakan kondisi perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan memberikan komunikasi, informasi, edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam perialku hidup bersih dan sehat melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (sosial support), dan pemberdayaan masyarakat (Depkes RI, 2008). 2.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PHBS Menurut Notoatmodjo (2007), ada 3 faktor penyebab seseorang melakukan perilaku hidup bersih dan sehat yaitu faktor pemudah (predisposing factor), faktor pemungkin (enambling factor) dan faktor penguat (reinforcing factor). 1. Faktor pemudah (predisposing factor) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap anak-anak terhadap perilaku hidup bersih dan sehat sehingga faktor ini menjadi pemicu atau anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi tindakannya akibat tradisi atau kebiasaan, kepercayaan, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi, seperti pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang dimiliki oleh
7
seseorang yang tidak merokok karena melihat kebiasaan dalam anggota keluarganya tidak ada satupun yang merokok. 1. Faktor pemungkin (enambling factor) Faktor ini merupakan pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau tindakan terlaksana. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi anak-anaknya seperti air bersih, tempat pembuangan sampah, jamban ketersediaan, dan makanan yang bergizi. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat. 2. Faktor penguat (reinforcing factor) Faktor ini merupakan faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tindakan. Faktor ini terwujud dalam bentuk sikap dan perilaku pengasuh anak-anak atau orangtua yang merupakan tokoh yang dipercaya atau dipanuti oleh anak-anak seperti pengasuh anak-anak memberikan keteladanan dengan melakukan cuci tangan sebelum makan atau selalu minum air yang sudah dimasak maka hal ini menjadi penguat untuk perilaku hidup bersih dan sehat bagi anak-anak seperti halnya pada masyarakat akan memerlukan acuan untuk berperilaku melalui peraturan-peraturan atau undang-undang baik dari pusat atau pemerintah daerah, perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama termasuk juga petugas kesehatan setempat. Hal-hal yang mempengaruhi PHBS sebagian terletak di dalam diri individu itu sendiri, yang disebut sebagai faktor intern, dan sebagian terletak di luar diri individu yang disebut sebagai faktor ekstern (faktor lingkungan).
1. Faktor Internal a.Keturunan Seseorang berperilaku tertentu karena memang sudah mewarisi sifat dari orangtuanya atau neneknya dan lain sebagainya. Sifat-sifat yang dimilikinya tersebut akan terus melekat pada seseorang tersebut dan akan sulit untuk dirubah. b. Motif Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melalakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motif ini tidak dapat diamati tetapi yang dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan tersebut. Menurut Moslow motif terbagi menjadi kebutuhan biologis , kebutuhan social, dan kebutuhan rohani. 2. Faktor Eksternal Faktor yang menyebakan atau mempengaruhi seseorang untuk berbuat sesuatu yang di sebabkan karena adanya suatu dorongan atau unsur-unsur tertentu. Faktor eksternal juga merupakan faktor yang terdapat di luar diri individu. 2.1.2 Indikator PHBS di setiap tatanan Indikator tatanan sehat terdiri dari indikator perilaku dan indikator lingkungan di lima tatanan yaitu, tatanan rumah tangga, tatanan institusi kesehatan, tatanan tempat-tempat umum, tatanan sekolah dan tatanan tempattempat kerja.
Tabel 2.1 Indikator PHBS di Setiap Tatanan PHBS di setiap Tatanan PHBS di Rumah Tangga
PHBS di Institusi Kesehatan
PHBS di Tempattempat Umum
Syarat
Sasaran
a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter dan bidan) b. Memberi ASI ekslusif c. Menimbang balita setiap bulan d. Menggunakan air bersih e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun f. Menggunakan jamban sehat g. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu h. Makan buah dan sayur setiap hari i. Melakukan aktifitas fisik setiap hari j. Tidak merokok di dalam rumah a. Menggunakan air bersih b. Menggunakan jamban c. Membuang sampah pada tempatnya d. Tidak merokok di institusi kesehatan e. Tidak meludah sembarangan f. Memberantas jentik nyamuk a. Menggunakan air bersih b. Menggunakan jamban c. Membuang sampah pada tempatnya d. Tidak merokok di tempat umum e. Tidak meludah sembarangan f. Memberantas jentik nyamuk
a. Pasangan usia subur b. Ibu hamil dan menyusui c. Anak dan remaja d. Usia lanjut e. Pengasuh anak
a. Pasien b. Keluarga pasien c. Pengunjung d. Petugas kesehatan di institusi kesehatan e. Karyawan di institusi kesehatan a. Masyarakat pengunjung b. Pedagang c. Petugas kebersihan , keamanan pasar d. Konsumen e. Pengelola (pramusaji) f. Jamaah g. Pemeliharaan/pengelola tempat ibadah h. Remaja tempat ibadah i. Penumpang j. Awak angkutan umum k. Pengelola angkutan umum
PHBS di Tatanan Sekolah
a. Mencuci tangan dengan air yang a. Siswa mengalir dan memakai sabun b. Warga sekolah (kepala b. Mengkonsumsi jajanan sehat di sekolah, guru, kayawan kantin sekolah sekolah, komite dan c. Menggunkan jamban yang orangtua siswa) bersih dan sehat c. Masyarakat lingkungan d. Olahraga yang teratur dan sekolah (penjaga kantin, terukur satpam) e. Memberantas jentik nyamuk f. Tidak merokok di sekolah g. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan h. Membuang sampah pada tempatnya
PHBS di Tempattempat Kerja
a. Tidak merokok di tempat kerja a. Pekerja b. Membeli dan mengkonsumsi makanan daritempat kerja c. Melakukan olahraga secara teratur/aktifitas fisik d. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar dan buang air kecil e. Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja f. Menggunakan air bersih g. Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar h. Membuang sampah pada tempatnya i. Mempergunakan alat pelindung diri (APD) sesuai jenis pekerjaan
2.2
PHBS di Tatanan Sekolah PHBS di sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh
peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit,
meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat. Sekolah sehat adalah sekolah yang mampu menjaga lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan kesehatan peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan kecerdasaan peserta didik melalui upaya kesehatan. Penerepan PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak seiring dengan munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (6 – 12 tahun), yangternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. Syarat-syarat PHBS di tatanan Sekolah yaitu : a. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun b. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah c. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat d. Olahraga yang teratur dan terukur e. Memberantas jentik nyamuk f. Tidak merokok di sekolah g. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan h. Membuang sampah pada tempat 2.2.1 Sasaran PHBS di Tatanan Sekolah Dalam program pembinaan PHBS ini diarahkan pada sasaran utamayaitu PHBS Tatanan Sekolah yaitu siswa, warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, komite sekolah dan orangtua siswa) dan masyarakat lingkungan sekolah (penjaga kantin dan satpam)(Proverawati, 2012).
Menurut Tarigan (2004), sasaran PHBS pada usia sekolah (6-10 tahun) yang kurang baik akan menimbulkan berbagai penyakit seperti diare, sakit gigi, sakit kulit dan cacingan. Dengan demikian untuk mengurangi prevalensi dampak buruk tersebut, maka perlu diterapkan sasaran PHBS dengan memperhatikan halhal sebagai berikut : 1. Kebersihan Kulit Memelihara kebersihan kulit, harus memperhatikan kebiasaan berikut ini : a. Mandi dua kali sehari b. Mandi pakai sabun c. Menjaga kebersihan pakaian d. Menjaga kebersihan lingkungan 2. Kebersihan Rambut Menurut Potter dan Perri (2005) untuk selalu memelihara rambut dan kulit kepala dan kesan cantik serta tidak berbau aspek, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Memberhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang kurangnnya dua kali seminggu b. Mencuci rambut dengan shampo/bahan pencuci rambut lain c. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri 3. Kebersihan Gigi Menurut Irianto (2007), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan gigi adalah sebagai berikut :
a. Menggosok gigi secara benar dan teratur dan dianjurkan setiap habis makan b. Memakai sikat gigi sendiri c. Menghindari makanan yang merusak gigi d. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi e. Memeriksakan gigi secara rutin
4. Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku Menurut Potter dan Perri (2005), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memelihara kebersihan tangan, kaki, dan kuku yaitu: a. Mencuci tangan sebelum makan b. Memotong kuku secara teratur c. Kebersihan lingkungan 3 Kebiasaan Berolahraga Olahraga yang teratur mencakup kualitas gerakan dan kuantitas dalam arti dan frekuensi yang digunakan untuk berolah raga. Dengan demikian akan menetukan status kesehatan seseorang khususnya anak-anak pada masa pertumbuhan (Notoatmojo, 2007). 6. Kebiasaan Tidur yang Cukup Tidur yang cukup bukan saja berguna untuk memelihara kesehatan fisik, tetapi juga untuk kesehatan mental. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi, mengacu orang untuk meningkatkan kehidupannya di bidang social dan ekonomi, yang akhirnya mendorong orang bersangkutan untuk bekerja keras tanpa menghiraukan beban fisik dan mentalnya. Istirahat yang cukup adalah
kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan kesehatannya (Notoatmodjo, 2010). Tidur yang cukup diperlukan oleh tubuh kita untuk memulihkan tenaga. Dengan tidur yang cukup, kemampuan dan keterampilan akan meningkat sebab susunan saraf serta tubuh terpelihara agar tetap segar dan sehat. Tidur yang sehat merupakan kebutuhan yang penting yang dibutuhkan setiap hari. Tidur yang sehat apabila lingkungan tempat tidur udaranya bersih, suasana tenang dan cahaya lampu remang-remang (tidak silau), serta kondisi tubuh yang nyaman seperti tungkai diletakkan agak tinggi agar mempelancar peredaran darah pada anggota gerak bawah (Irianto K, 2007). Menurut DepKes RI (1989) yang dikutip oleh Habeahan (2009), tidur yang sehat harus memenuhi syarat kepadatan hunian ruang tidur yaitu luas ruang tidur minimal 8 meter dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 (dua) orang untuk tidur. 7. Gizi dan Menu Seimbang Menu seimbang adalah pola makan sehari-hari yang memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi kebutuhan tubuh baik menurut jumlahnya (kuantitas), maupun jenisnya (kualitas) (Notoatmodjo, 2010). Keadaan gizi setiap individu adalah faktor yang sangat penting sebab zat gizi zat kehidupan yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia sepanjang hayatnya. Gizi seimbang merupakan makanan yang beraneka ragam yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan serat sesuai dengan proporsi yang memakan sayur-sayuran dan buah-buahan serta pola
makan yang teratur yaitu tiga kali sehari pada pagi, siang dan malam hari (Tarigan M, 2004). 2.2.2 Pelaksanaan PHBS di Tatanan Sekolah Menurut Depkes RI (2009), indikator PHBS di sekolah terdiri dari 8 indikator yaitu : (1) mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun; (2) mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah; (3) menggunakan jamban yang bersih dan sehat; (4) olahraga yang teratur dan terukur; (5) memberantas jentik nyamuk; (6) tidak merokok di sekolah; (7) menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan; (8) membuang sampah pada tempatnya. 2.2.2.1 Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun Menurut WHO (2005) dalam Depkes RI (2006), ada 2 teknik dalam melakukan cuci tangan yaitu : (1) mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air, (2) mencuci tangan dengan menggunakan larutan berbahan dasar alkohol. Langkah-langkah mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir yaitu: 1. Basuh tangan dengan air 2. Tuangkan sabun secukupnya 3. Ratakan dengan kedua telapak tangan 4. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan
dan sebaliknya 5. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari 6. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
7. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya 8. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak
tangan kiri dan sebaliknya 9. Gosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan dan
lakukan sebaliknya 10. Bilas kedua tangan dengan air 11. Keringkan dengan handuk sekali pakai sampai benar-benar kering 12. Gunakan handuk tersebut untuk menutup kran 13. Kedua tangan telah aman
Pada langkah nomor 3 sampai dengan nomor 9 merupakan langkah cuci tangan dengan menggunakan sabun sedangkan langkah nomor 2 sampai nomor 8 merupakan langkah cuci tangan dengan menggunakan berbahan dasar alkohol yang dikenal sebagai 7 langkah hygiene tangan dan menjadi dasar pedoman prosedur tetap mencuci tangan rumah sakit di Indonesia. Menurut Depkes RI (2008), seluruh anggota masyarakat (siswa, guru, staf sekolah) harus mencuci tangan sebelum makan, sesudah buang air kecil/besar, sesudah beraktifitas atau setiap kali tangan kotor dengan memakai sabun dan air bersih yang mengalir. Air bersih yang mengalir akan membuang kuman-kuman yang ada pada tangan yang kotor, sedangkan sabun selain membersihkan kotoran juga dapat membunuh kuman yang ada di tangan sehingga tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman serta dapat mencegah terjadinya penularan penyakit diare, demam tifoid, kecacingan, penyakit kulit, ISPA, dan flu burung.
Menurut penelitian Quintero (2009) , terdapat sekitar 33,6 % siswa SD dan SMP yang mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir dan hanya sekitar 7% saja siswa yang rutin setiap harinya yang mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir. Kurang nya fasilitas disekolah terkait dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir menyebabkan penerapan mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir masih tergolong rendah. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa perilaku siswa yang melakukan cuci tangan pakai sabun dan air yang mengalir menurunkan prevalensi penyakit pencernaan sebesar 0,8% dan menunurunkan absensi siswa karena sakit sebesar 0,7 kali. Menurut penelitian Wati (2011), terdapat sekitar 33 orang siswa (70,2%) memiliki pengetahuan yang baik dalam melakukan cuci tangan sebelum diberi penyuluhan dan meningkat menjadi
44 orang siswa (93,6%) setalah diberi
penyuluhan. Menurut penelitian Akbar (2013) membuktikan bahwa metode diskusi menunjukkan metode penyuluhan yang paling efektif digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap anak sekolah dasar tentang PHBS. Hal ini diketahui perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sesudah intervensi baik dengan metode ceramah maupun metode diskusi dimana rerata nilai pengetahuan dan sikap responden dengan metode diskusi yaitu 22,47 dan 14,00 lebih besar nilainya dibandingkan dengan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden dengan metode ceramah yaitu 21,74 dan 13,47.
2.2.2.2 Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah Menurut Evayanti (2012), sekolah sebaiknya menyediakan warung sekolah sehat dengan makanan yang mengandung gizi seimbang dan bervariasi sehingga membuat tubuh siswa yang mengkonsumsi makanan/jajanan tersebut menjadi sehat dan kuat sehingga angka ketidakhadiran siswa menjadi menurun dan proses belajar berjalan dengan baik. Menurut penelitian yang di lakukan Hermina, (2000) bahwa frekuensi konsumsi makanan jajanan di sekolah selama seminggu terakhir tampak bahwa sebagian siswa (50%) mengkonsumsi makanan jajanan yang kurang beragam jenis zat gizinya. Mereka umumnya membeli jenis makanan jajanan yang kandungan zat gizinya hanya satu atau dua jenis sumber zat gizi, yakni hanya mengandung karbohidrat dan lemak saja sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2005) tentang makanan jajanan di SDN 1 Pamijen Sukaraja, menunjukkan bahwa sebagian besar makanan jajanan yang dijual belum memenuhi nilai gizi yang diharapkan. Makanan yang dianggap sebagai makanan berat, seperti: bubur nasi dan bubur sum-sum, berat perporsi hanya 20-40 gram, dengan nilai energi 32-59 kkal, dan protein 0.3-0.98, sedangkan makanan semi basah seperti: cilok, mendoan, bakwan, timus goreng, dan sosis goreng, berat per porsi hanya 5-30 gram, dengan nilai energi 0-95 kkal, dan protein 0- 3.2 gram. Menurut penelitian Kristianto (2009), menunjukkan bahwa pada makanan jajanan pada anak sekolah dasar yang dijual dilingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah tidak memenuhi syarat syarat keamanan karena penggunaan
bahan berbahaya yang dilarang seperti formalin (71,4%), boraks (23,5%), dan rhodamin B (18,5%). 2.2.2.3 Menggunakan jamban yang bersih dan sehat Penggunaan jamban yang bersih dan sehat setiap buang air besar dan buang air kecil dapat menjaga lingkungan sekolah disekitar sekolah menjadi bersih , sehat serta tidak berbau. Penggunaan jamban yang bersih dan sehat dapat juga mencegah terjadinya pencemaran air yang ada dilingkungan sekolah serta juga dapat menghindari adanya lalat dan serangga yang dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit diare, demam tifoid, serta kecacingan (Evayanti, 2012). 2.2.2.4
Olahraga yang Teratur dan Terukur Olahraga yang teratur dan terukur dapat memelihara kesehatan fisik dan
mental pada diri siswa serta dapat meningkatkan kebugaran tubuh siswa sehingga siswa tidak mudah jatuh sakit. Olahraga yang teratur dan terukur dapat dilakukan dilingkungan sekolah yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat yang berada dilingkungan sekolah seperti karyawan sekolah, komite, penjaga kantin, serta satpam (Evayanti, 2012). 2.2.2.5
Memberantas Jentik Nyamuk Menurut Evayanti (2012), memberantas jentik nyamuk dilingkungan
sekolah dibuktikannya dengan tidak ada ditemukannya jentik nyamuk pada penampungan air, bak mandi, gentong air, vas bunga, pot bunga/alas bunga, serta barang-barang bekas atau tempat-tempat yang dapat menampung air yang ada dilingkungan sekolah. Kegiatan pemberantasan nyamuk (PSN) dilingkungan
sekolah dengan menguras dan menutup tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas, serta menghindari gigitan nyamuk. Lingkungan sekolah yang bebas dari jentik nyamuk dapat mencegah terjadinya penulanaran penyakit demam berdarah, chikunya, filariasis, dan malaria. 2.2.2.6 Tidak Merokok di Sekolah Menurut Proverawati (2012), dalam satu batang rokok yang dihisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya seperti nikotin, tar dan carbon monoksida (C0). Nikotin dapat menyebabkan ketagihan dan merusak jantung serta aliran darah. Tar dapat menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker sedangkan gas CO dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen yang akan membuat sel-sel dalam tubuh akan mati. Menurut Riset Dasar Kesehatan (2007), sebagian besar perokok mulai merokok ketika mereka masih anak-anak atau remaja yaitu pada usia 10-14 tahun sebesar 13,6% dan angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar 27,7%. Menurut penelitian Rahmadi (2013), sekitar 32,3% siswa pernah merokok dan umumnya mereka mempunyai pengetahuan yang kurang tentang efek negatif dari rokok terhadap kesehatan. Kebiasaan meokok pada siswa tersebut dipengaruhi
oleh orang tua, teman sebaya, kepribadian, dan media
inforrmasi yang mengiklankan rokok. 2.2.2.7 Menimbang Berat Badan dan Mengukur Tinggi Badan Setiap Bulan Kegiatan menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan pada siswa dilakukan dengan tujuan untuk mengamati tingkat pertumbuhan pada siswa. Hasil pengukuran dan penimbangan berat badan pada siswa tersebut dibandingkan
dengan standar berat badan dan tinggi badan yang telah ditetapkan sehingga guru mengetahui pertumbuhan siswanya normal atau tidak normal (Evayanti, 2012). 2.2.2.8 Membuang Sampah pada Tempatnya Menurut Evayanti (2012), siswa dan masyarakat sekolah wajib membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan. Siswa diharapkan tahu dalam memilih jenis sampah seperti sampah organik maupun sampah non organik. Sampah yang berserakan dilingkungan sekolah dapat menimbulkalkan penyakit dan tidak indah dipandang oleh mata. 2.2.3 Manfaat Pelaksanaan PHPS di Tatanan Sekolah Menurut Proverawati (2012), manfaat Pembinaan PHBS di Sekolah yaitu : a. Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit b. Meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar siswa c. Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orangtua d. Meningkatkan citra pemerintah daerah di bidang pendidikan e. Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain 2.2.4 Pembinaan PHBS di Tatanan Sekolah Menurut PerMenKes RI No2269/MENKES/PER/XI/2011, pembinaan PHBS adalah upaya untuk menciptakan danmelestarikan perilaku hidup yang berorientasi
kepadakebersihan
dan
kesehatan
di
masyarakat,
antar
masyarakatdapat mandiri dalam mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan
yang
penyelenggaraan
dihadapinya.Pembinaan Promosi
Kesehatan,
PHBS yaitu
dilaksanakan
upaya
untuk
melalui membantu
individu,keluarga, kelompok dan masyarakat agar tahu, mau danmampu mempraktikkan PHBS, melalui proses pembelajarandalam mencegah dan menanggulangi masalah-masalahkesehatan yang dihadapi, sesuai sosial budaya setempatserta didukung oleh kebijakan publik yang berwawasankesehatan. Di institusi pendidikan, pembinaan PHBS dilaksanakanmelalui kegiatan Usaha
Kesehatan
Sekolah
(UKS)
yang
terintegerasi
dengan
kegiatan
pengembangan danpembinaan Desa Siaga dan Kelurahan Siaga Aktif. Namundemikian, tanggung jawab pembinaan yang terendah tidak diletakkan di tingkatkecamatan,
melainkan
di
tingkat
kabupaten/kota
(Pokjanal
Kabupaten/Kota). a. Pemberdayaan Pemberdayaan di institusi pendidikan seperti sekolah,madrasah, pesantren, seminar dan lain-lain, dilakukanterhadap para anak didik. Sebagaimana di desa ataukelurahan, di sebuah institusi pendidikanpemberdayaan juga diawali dengan pengorganisasian masyarakat (yaitu masyarakat institusi pendidikantersebut). Pengorganisasian masyarakat ini adalahuntuk membentuk atau merevitalisasi Tim PelaksanaUKS yang disebut dengan nama lain dan parapendidik di institusi pendidikan yang bersangkutan penegembangan kapasitaspengelola ). Dengan pengorganisasian masyarakat di institusi pendidikantersebut, maka selanjutnya pemberdayaan anak didikdapat diserahkan kepada pimpinan institusi pendidikan,
komite atau dewan penyantun, TimPelaksana UKS atau yang disebut sebagai para pendidik, dan anak-anak didik yang ditunjuk sebagai kader (misalnya dokter kecil). b. Bina Suasana Bina suasana di institusi pendidikan selain dilakukanoleh para pendidik, juga oleh para pemukamasyarakat (khususnya pemuka masyarakat bidang pendidikan
danagama),
pengurusorganisasi
anakdidik
seperti
OSIS
dan
sejenisnya, pramuka dan parakader. Para pendidik, pemuka masyarakat, pengurus organisasi anak didik, Pramuka dan kader berperansebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS diinstitusi pendidikan tersebut. Bina suasana juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan media seperti billboard di halaman, poster di ruang kelas,pertunjukan film, pemuatan makalah/berita dimajalah dinding atau majalah sekolah, sertapenyelenggaraan seminar/simposium/diskusi,mengundang pakar atau alim-ulama atau figur publikuntuk berceramah, pemanfaatan halaman untuktaman obat/taman gizi. c. Advokasi Advokasi dilakukan oleh fasilitator dari kabupaten/kota/provinsi terhadap para pemilik/pimpinaninstitusi pendidikan, para pendidik dan pengurus organisasi peserta didik, agar mereka berperansertadalam kegiatan pembinaan PHBS di institusi pendidikannya. Para pemilik/pimpinan institusi pendidikan misalnya, harus memberikan dukungan kebijakan/pengaturan dan menyediakan sarana agarPHBS di institusi Pendidikannya dapat dipraktikkan .Advokasi juga dilakukan
terhadap
para
penyandang
dana,
termasukpengusaha,
agar
mereka
No2269/MENKES/PER/XI/2011,
sasaran
membantuupaya pembinaan PHBS di institusi pendidikan. 2.2.4.1 Sasaran Pembinaan PHBS Menurut
PerMenKes
RI
pembinaan PHBS, ada 3 yaitu sasaranprimer, sasaran sekunder dan sasaran tersier. Sasaran
primerberupasasaran
masyarakat,kelompok-kelompok
langsung, dalam
yaitu
masyarakat
individu dan
anggota
masyarakatsecara
keseluruhan, yang diharapkan untuk mempraktikkan PHBS. Sasaran skunder adalah merekayang memiliki pengaruh terhadap sasaran primer dalam pengambilankeputusannyauntuk mempraktikkan PHBS. Termasuk di sini adalah parapemuka masyarakat atau tokoh masyarakat, yang umumnyamenjadi panutan sasaran primer. Terdapat berbagai jenistokoh masyarakat,
misalnya tokoh
pertanian,tokoh pendidikan, tokoh bisnis, tokoh pemuda, tokoh remaja,tokoh wanita, tokoh kesehatan. Sasaran tersier adalah mereka yang berada dalamposisi pengambilan keputusan formal, sehingga dapatmemberikandukungan , baik berupa kebijakan/peraturan dan atau sumber daya dalam proses pembinaan PHBSterhadap sasaran primer. Mereka sering juga disebut sebagai tokoh masyarakat formal, yakni orang yang memiliki posisimenentukan dalam struktur formal di masyarakatnya (disebutjuga penentu kebijakan) yang memiliki kemampuan untuk mengubah sistem nilai dannorma masyarakat melalui pemberlakuan kebijakan/peraturan, serta menyediakan sarana yang diperlukan.
Langkah-langkah pembinaan PHBS di sekolah sebagai berikut : a. Analisis Situasi b. Pembentukan kelompok kerja c Pembuatan Kebijakan PHBS di sekolah d. Penyiapan Infrastruktur e. Sosialisasi Penerapan PHBS di sekolah f. Penerapan PHBS di Sekolah g. Pemantauan dan evaluasi 2.2.4.2 Dukungan dan Peran untuk Membina PHBS di Sekolah Adanya kebijakan dan dukungan dari pengambil keputusan seperti Bupati, Kepala Dinas pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan, DPRD, lintas sektor sangat penting untuk pembinaan PHBS disekolah demi terwujudnya sekolah sehat. Peran dari berbagai pihak terkait (Tim Pembina dan pelaksana UKS) juga penting, sedangkan masyarakat sekolah hanya berpartisipasi dalam perilaku hidup bersih dan sehat baik di sekolah maupun di masyarakat (Syahputri, 2011). Menurut PerMenKes RI No2269/MENKES/PER/XI/2011, ada beberapa dukungan dan peran dalam pembinaan PHBS di tatanan sekolah yaitu : 1. Pemilik/Komite/Dewan Penyantun/Pengelola Institusi Pendidikan a. Memberikan dukungan kebijakan berupa peraturan yang mrndukung pembinaan PHBS di institusi pendidikannya. b. Menyediakan sarana/fasilitas (air bersih, jambansehat, kantin sehat, tempat sampah dan lain-lain)untuk mendukung PHBS di institusi pendidikannya.
c. Menyediakan dana dan sumber daya lain yang diperlukan untuk pembinaan PHBS di institusi pendidikannya. 2. Tim Pelaksana UKS/Pendidik a. Menyusun rencana, melaksanakan, memantau danmenegevaluasi pembinaan PHBS di institusi pendidikannya. b. Membentuk dan menyelenggarakan KlinikKonsultasi Kesehatan. 3. Kader a. Melaksanakan promosi kesehatan dalam rangka pembinaan PHBS bagi teman-teman (anak didik)lainnya. b. Membantu penyelenggaraan Klinik Konsultasi 2.3 Sanitasi Dasar Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan
pada
pengawasan
berbagai
faktor
lingkungan
yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar,1995). Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah dan saluran pembuangan air limbah. 2.3.1 Penyediaan Air Bersih Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan sehari-hari setelah udara. Sekitar ¾ bagian tubuh kita terdiri atas air, tak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Air juga dapat dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga dipergunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam
kebakaran, tempat rekreasi, dan transportasi. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter/35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Menurut analisis WHO, pada negara-negara maju setiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari, sedangkan pada negara berkembang tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Mubarak, 2009). Air merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia sebab manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Pada tumbuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri air , untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80% (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
416/MenKes/Per/IX/1990, yang di maksud air bersih adalah air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah di masak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber air yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman sebagai berikut : 1. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit 2. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun
3. Tidak berasa dan tidak berbau 4. Dapat di pergunakan untuk kebutuhan domestik/rumah tangga 5. Memenuhi standar minimal yang ditemuakan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI (Mubarak, 2009). Menurut Depkes RI (2005), Syarat Air Bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas 1. Syarat Kuantitatif Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-lain 33,3 liter (Slamet, 2007). 2. Syarat Kualitatif Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2007). 1. Parameter Fisik Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di
bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah. a. Bau Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air. Bau air kebanyakan disebabkan oleh adanya bahan organik dalam air atau adanya peningkatan aktifitas bakteri dan yang bisa juga disebabkan oleh pengotoran industri (Mubarak, 2009). b. Rasa Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. Perubahan rasa secara normal dalam penyediaan air bersih bisa memeberikan suatu tanda adanya perubahan kualitas air baku atau adanya kekeliruan dalam proses pengolahan air (Mubarak, 2009). c. Warna Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara alamiah di air rawa, berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya orang tidak mau menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila terkena khlor dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun. Warnapun dapat berasal dari buangan industri ( Slamet, 2007).
d. Kekeruhan Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber kekeruhan. Kekeruhan yang tinggi akan melindungi mikroorganisme dari pengaruh desinfeksi, mendorong pertumbuhan bakteri, menaikkan kebutuhan klor. Pada semua proses desinfeksi dengan memperoleh hasil yang efektif maka kekeruhan air harus selalu rendah (Mubarak, 2009). e. Suhu Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan,
menghambat
reaksi-reaksi
biokimia
di
dalam
saluran/pipa,
mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air dapat menghilangkan dahaga (Slamet, 2007). f. Jumlah Zat Padat Terlarut Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik pula. Selanjutnya efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut (Slamet, 2007). 2. Parameter Mikrobiologis Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan
jenis
bakteri
berbeda
sesuai
dengan
tempat
dan
kondisi
yang
mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan seharihari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen, namum bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen. 3. Parameter Radioaktifitas Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi. Parameter radioaktifitas seperti sinal alfa, sinar beta dan gama yang berbeda dalam kemampuan menembus jaringan tubuh. Sinar alfa sulit menembus kulit, sedangkan sinar beta dapat menembus kulit, dan sinar gama dapat menembus sangat dalam. Kerusakan yang terjadi ditentukan oleh intensitas sinar serta frekuensi dan luasnya pemaparan (Slamet, 2007). 4. Parameter Kimia Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa (Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), Cadmium (Cd), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa (Netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air. Air merupakan bahan pelarut yang
bagus karena dapat melarutkan berbagai element kimia yang dilaluinya sehingga pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5 – 9 (Slamet, 2007). 2.3.2 Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban) Dengan bertambahnya penduduk yang tidak seabnding dengan area pemukiman,masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dari segi kesehatan masyarakat masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalh yang pokok untuk sedini mungkin diatasi sebab kotoran manusia(feces) adalah sumber penularan penyakit yang multikompleks. Kotoran manusia merupakan sebuah benda yang sudah tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh seperti tinja (feces), air seni (urine), dan CO2 (Notoatmodjo, 2007). Syarat jamban yang sehat adalah sebagai berikut : (Depkes RI, 2004). 1. Konstruksi kuat
2. Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah dan air permukaan 3. Jarak jamban dengan sumber air bersih tidak kurang dari 10 meter 4. Pencahayaan minimal 100 lux (KepMenKes N0. 519 TAHUN 2008) 5. Tidak menjadi sarang serangga (nyamuk, lalat, kecoa) 6. Ventilasi 20% dari luas lantai 7. Di lengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air, dan berwarna terang 8. Murah 9. Memiliki saluran dan pembuangan akhir yang baik yaitu lubang selain tertutup juga harus di semen agar tidak mencemari lingkungan nya 10. Tersedia air dan alat pembersih
Menurut Notoatmodjo (2007), agar persyaratan-persyaratan tersebut dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara lain : 1. Sebaiknya jamban tertutup artinya bangunan jamban terlindung dari panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari pandangan orang (privacy) 2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat 3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau 4. Di sediakan alat pembersih atau kertas pembersih 2.3.3Pengelolaan Sampah Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang.Pengelolaan sampah meliputi penyimpanan, pengumpulan dan pemusnahan sampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga sampah
tidak
mengganggu
kesehatan
masyarakat
dan
lingkungan
hidup
(Notoatmodjo, 2007).
Syarat-syarat tempat sampah antara lain : 1. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya sampah 2. Mempunyai tutup,mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan
3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu orang. 2.3.4
Saluran Pembuangan Air Limbah Air limbah atau air buangan adalah air sisa yang di buang yang berasal
dari rumah tangga , industri maupun tempat-tempat umum lainnya yang mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2007). Menurut Mubarak (2009) , sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut 1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber air bersih 2. Tidak mengakibatkan pencemaran air untuk perikanan air sungai, atau tempattempat rekreasi serta keperluan sehari-hari 3. Tidak di hinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat berkembang biaknya berbagai bibit penyakit dan vektor 4. Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak di olah 5. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan 6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap 2.4
Sekolah Dasar Sekolah Dasar merupakan jenjang paling dasar pada pendidikan formal di
Indonesia, ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 dan merupakan suatu lembaga dengan organisasi yang tersusun rapi dan segala aktivitasnya direncanakan dengan sengaja yang disebut kurikulum (Ahmadi, 2001).
1. Fungsi Sekolah Menurut Ahmadi (2001) sekolah memiliki fungsi yakni: 1.
Membantu
lingkungan
keluarga
untuk
mendidik
dan
mengajar,
memperbaiki, dan memperdalam atau memperluas tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarga serta membantu pengembangan bakat 2. Mengembangkan kepribadian peserta didik dapat bergaul dengan guru dan teman- temannya sendiri, taat kepada peraturan atau disiplin dan dapat terjun di masyarakat berdasarkan norma yang berlaku. 2. Faktor yang mempengaruhi lingkungan sekolah Menurut Azwar (1999), ada beberapa faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan sekolah yang sehat yaitu sebagai berikut : 1. Persediaan air bersih yang terdiri dari air ledeng dan bukan air ledeng 2. Fasilitas cuci tangan yaitu disediakan kran-kran atau tempat air untuk cucitangan 3. WC yang memenuhi syarat kesehatan 4. Tempat pembuangan sampah yang mudah dijangkau dan memenuhi syarat kesehatan. 5. Saluran pembuangan air limbah (air bekas) yang lancar (tidak tersumbat). 6. Program sanitasi makanan sekolah, misalnya warung sekolah juga harus memenuhi syarat kesehatan. 7. Bangunan sekolah dan letaknya
2.4.1 AnakSekolah Dasar
Anak usia sekolah dasar merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6-12 tahun yang memiliki fisik lebih kuat, mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung pada orang tua yang disebut sebagai periode laten yang tidak seperti bayi dan usia prasekolah yang sudah dapat menentukkan kehendak/keinginan yang sesuai dengan kemampuan mereka untuk memilih mana yang lebih baik atau sebaliknya terhadap diri mereka sendiri. Pada usia anak sekolah ini, anak-anak membandingkan dirinya dengan teman-temannya dimana mereka mudah sekali mengalami ketakutan akan kegagalan dan ejekan teman, mudah merasa cemas, akan tumbuh rasa rendah diri. Satu hal yang perlu dimiliki oleh seorang anak yang telah memasuki sekolah dasar yaitu dapat menerima otoritas tokoh lain diluar orangtuanya, kesadaran akan tugas, patuh pada peraturan dan dapat mengendalikan emosinya (Gunarsa, 2006). Menurut Quastin (2011) dalam Wati (2012), pada usia anak
sekolah
secara fisik anak mengalami peerubahan dalam proporsi bentuk tubuh. Pada masa ini pertumbuhan anak perempuan lebih cepat daripada anak laki-laki tetapi pada usia 10 tahun keatas pertumbahan anak laki-alaki akan menyusul hal ini disebakan karena anak laki-laki lebih berotot sedangkan anak perempuan lebih lentur. Pada saat memasuki usia anak sekolah perekmangan mental anak mengalami kematangan sebab adanya keterbukaan dan keinginan anak untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman.
2.5
Pendidikan Kesehatan Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap di telaah
dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Adanya pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi tingkat pendidikan merupakan salah satu pencetus (predisposing) yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat (DepKes, 2006). Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan kata lain perilaku manusia terjadi melaluihasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Menurut Sarwono (2004), respon dapat dibedakan menjadi dua yaitu bersifat aktif (melakukan tindakan) dan juga dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak(tidak dapat dilihat) seperti pengetahuan, persepsi, dan motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice.
2.5.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu perhatian seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera penderangan(telinga), dan indera penglihatan(mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi (Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yaitu: 1. Tahu(know) Tahu (know) diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti apa tandatanda anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk).
2. Memahami (comprehension) Memahami (comprehension) diartikan sebagai memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui terserbut seperti orang yang memahami cara pemberantasan nyamuk demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harusmenutup, menguras, dan tempat-tempat penampungan air tersebut. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada situasi yang lain seperti seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat orang tersebut bekerja. 4. Analisis (analysis) Analisis diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikator bahwa pengetahuan seseorangsudah sampah pada tingkat analisis adalah apabila seseorang tersbut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut seperti dapat membedakan antara nyamuk Aedes aegypty dengan nyamuk anopheles.
5. Sintetis (synthesis) Sintetis diartikan sebagai suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan
dalam
satu
hubungan
yang
logis
dari
komponen-
komponenpengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada seperti dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar serta dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi dikaitkan sebagai kemampuan seseorang untuk melalukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau normanorma yang berlaku di masyarakat seperti seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak serta seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana. Pengukuran
penegetahuan
dapat
dilakukan
dengan
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaanpertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan atau besarnya persentase kelompok
responden
atau
masyarakat
komponen-komonen kesehatannya.
tentang
variable-variabel
atau
2.5.2 Sikap Menurut Notoatmodjo (2010), sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus suatu objek tertentu yang sudah melibatkan faktor-faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik). Dengan kata lain, sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala-gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan dan perhatian. Sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. Dengan kata lain, bagaimana kenyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obje (terkandunk. Dengan kata lain, bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Dengan kata lain, sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Menurut Ahmadi (2001), ketiga komponen tersebut secara bersama-sama akan membentuk sikap yang utuh ( Total Attitude). Sikap, pengetahuan, pikiran, kenyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang.
Menurut Ahmadi (2001) , sikap dibedakan menjadi : 1. Sikap negatif merupakan sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana seseorang itu berada. 2. Sikap positif merupakan sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang berlaku dimana seseorang itu berada. Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu : 1. Selalu ada objeknya. 2. Biasanya bersifat evaluative. 3. Relatif mantap. 4. Dapat dirubah. Menurut Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai beberapa tingkatan : 1. Menerima (receiving), diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang di berikan(objek) seperti sikap seseorang terhadap periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran si ibu hamil untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di lingkungannya. 2. Menanggapi(responding), diartikan bahwa memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi seperti seorang ibu hamil yang mengikuti penyuluhan ante natal care tersebut ditanya atau diminta menanggapi pertanyaan yang diberikan oleh penyuluh. 3. Menghargai (valuing), diartikan bahwa subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dengan kata lain mengajak atau
mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons seperti seorang ibu hamil mengajak tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care. 4. Bertanggung jawab (responsible), diartikan bahwa sesorang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan kenyakinannya harus berani mengambil resiko seperti seorang ibu hamil yang telah mengikuti penyuluhan ante natal care harus berani mengobarkan sedikit waktunya. Dengan kata lain bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung seperti memberikan pertanyaan-pertanyaan secara tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan, dengan memberikan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu. 2.5.3 Tindakan Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan sebab untuk terwujudnya tibdakan perlu factor lain yaitu antara adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan merupakan suatu gerakkan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu
bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Tindakan mempunyai beberapa tingkatan yaitu : (Syafrudin, 2009) 1. Persepsi, diartikan bahwa mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. 2. Respons terpimpin, diartikan bahwa dapat melakukakn sesuatu sesuai urutan yang benar sesuai dengan contoh. 3. Mekanisme, diartikan bahwa apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis/telah menjadi kebiasaan 4. Adaptasi, diartikan bahwa suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan tersebut telah di modifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara langsung seperti dengan pengamatan (observasi) dan secara tidak langsung seperti menggunakan metode mengingat kembali (recall).
2.6 Kerangka Konsep - Pengetahuan Guru dan Siswa tentang PHBS - Sikap Guru dan Siswa tentang PHBS
Pelaksanaan PHBS pada guru dan siswa
Sarana Sanitasi DasarSekolah: -Penyediaan Air Bersih -Jamban -Pengelolaan Sampah - Saluran Pembuangan Air Limbah
-Terlaksana -Tidak Terlaksana
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Dari kerangka konsep di atas dijelaskan pengetahuan guru dan siswa tentang PHBS tersebut dapat melalui sumber informasi yang diperoleh guru mengenai
PHBS
(media
cetak,
media
elektronik,
petugas
kesehatan,
keluarga/kerabat) dan sarana sanitasi dasar sekolah (penyediaan air bersih, jamban, pengelolaan sampah, saluran pembuangan air limbah) sebagai fasilitas yang mendukung dalam pelaksanaan PHBS pada guru dan siswa.