BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon / reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berfikir, berpendapat, bersikap). Perilaku aktif dapat dilihat (overt) sedangkan perilaku pasif tidaklah nampak seperti pengetahuan, persepsi atau motivasi (sarwono, 1997). 2.1.1. Bentuk Perilaku Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benjamin,seorang psikologi pendidikan, membagi perilaku ke dalam 3 domain (kawasan / ranah). Kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari : ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan psikomotor (psychomotor domain), (Notoatmodjo, 2003). Banyak kejadian di masa lalu menunjukkan bahwa kurangnya pengertian masyarakat akan hubungan interaksi antara manusia dengan lingkungan dan kurangnya pengertian tentang sifat-sifat manusia sendiri dapat menyebabkan berbagai bencana.
Universitas Sumatera Utara
Usaha-usaha di bidang kesehatan lingkungan perlu didasarkan pada pengetahuan ekologi manusia (Soemirat, 2000). Menurut Ki Hajar Dewantoro, tokoh pendidikan nasional kita, ketiga kawasan perilaku ini disebut cipta (Kongnisi), rasa (emosi) dan karsa (konasi). Ketiga kemampuan tersebut harus dikembangkan bersama-sama secara seimbang sehingga terbentuk manusia Indonesia seutuhnya (harmonis). Ahli-ahli umum menggunakan istilah pengetahuan, sikap dan tindakan yang acap kali disingkat dengan KAP (knowledge, attitude, practice). a. Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan umumnya dating dari pengalaman,juga bias didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku dan surat kabar (Notoatmodjo,2003). Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
Universitas Sumatera Utara
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang rendah. 2. Memahami (Comprehension) Memahai diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajarinya. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003). b. Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yag masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat terlihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap belum merupakan tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap terdiri dari 4 tingkatan yakni : 1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek) 2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
Universitas Sumatera Utara
4. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. c. Tindakan (Practice) Menurut S. Notoatmodjo (2003), bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behaviour). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan
nyata
diperlukan
factor
pendukung
atau
suatu
kondisi
yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Tingkat tindakan diantaranya : 1. Persepsi (Perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama. 2. Respon Terpimpin (Guided respons) Melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh merupakan indicator tindakan tingkat dua. 3. Mekanisme (Mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai tindakan tingkat tiga. 4. Adaptasi (Adaptation)
Universitas Sumatera Utara
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 2.1.2. Proses Adopsi Perilaku Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1986) seperti dikutip oleh Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni : 1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). 2. Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus. 3. Evaluation (menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). 4. Trial, dimana telah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adoption, dimana orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Adapun teori terbaru proses adopsi, yakni Inovation Decision Process yang terdiri dari empat tahap yaitu : 1. Tahap pengertian (Knowledge). Pada tahap ini individu diperkenalkan akan adanya sesuatu yang baru (Inovasi) dan individu lalu memperoleh pengertian tentang inovasi tersebut. 2. Tahap persuasi (Persuasion).
Universitas Sumatera Utara
Dalam diri individu akan tumbuh sikap positif dan negatif terhadap inovasi tersebut. 3. Tahap pengambilan keputusan Pada tahap ini individu memutuskan apakah ia akan menerima atau menolak inovasi tersebut. Tahap pemantapan (confirmation) Pada tahap ini individu mencari-cari informasi lebih lanjut sehubungan dengan keputusan yang diambil sudah tepat. 2.1.3. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak di dalam diri individu itu sendiri yang disebut sfaktor intern (dalam) dan sebagian terletak di luar dirinya, yang disebut dengan ekstern (luar). 1. Yang merupakan bagian dari factor-faktor intern (dalam), termasuk : a. keturunan, dimana seseorang berperilaku tertentu, karena memang sudah demikianlah diturunkan oleh orang tuanya. b. Motif, dimana seseorang berbuat sesuatu karena adanya dorongan atau motif tertentu. Dorongan ini timbul karena dilandasi oleh adanya kebutuhan, yang oleh Maslow dikelompokkan sebagai berikut : Kebutuhan biologis, kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar atau kebutuhan fisiologis (kebutuhan akan makan dan minum, kebutuhan akan perumahan, kebutuhan akan pakaian, kebutuhan akan sex), Kebutuhan social, yang meliputi akan perlindungan, kebutuhan untuk bergaul dengan orang lain, kebutuhan akan kasih saying / cinta kasih, kebutuhan untuk
Universitas Sumatera Utara
diakui kelompoknya, dan yang ketiga merupakan Kebutuhan rohani yang meliputi kebutuhan agama, kebutuha pendidikan, kebutuhan akan prestise / gengsi dan sebagainya. 2. Sedangkan faktor ekstern (luar) yaitu faktor-faktor yang ada di luar individu yang bersangkutan yang mempengaruhi individu sehingga di dalam diri individu timbul dorongan-dorongan untuk berbuat sesuatu misalnya pengaruh dari lingkungan sendiri (Notoatmodjo, 2003). 2.2. Perilaku Kesehatan Semua ahli kesehatan masyarakat di dalam membicarakan masalah status kesehatan mengacu pada teori Benjamin Bloom. Dimana Benjamin menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan yang mempunyai andil yang paling kecil. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan atau reaksi manusia baik bersiat pasi
maupun
bersifat
aktif.
Dengan
demikian
perilaku
kesehatan
dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok : 1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance), ini terdiri dari 3 aspek : a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior) b. Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit (health prevention behavion) c. Perilaku terhadap gizi makanan dan minuman (health nutrition behavior) 2. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)
Universitas Sumatera Utara
3. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku dilatar belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yaitu Faktor pencetus (factor predisposition). Faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factor). Sehingga dari teori tersebut saling berkesinambungan, maka skema dari Benjamin dan Lawrence Green dapat dimodifikasikan sebagai berikut : Keturunan
Pelayanan Kesehatan
Status Kesehatan Lingkungan
Perilaku
Proses Perubahan
Predisposition Factor Reinforcing (Pengetahuan, (Sikap kepercayaan dan perilaku) Nilai)
Enabling Factor (Ketersediaan sumber-sumber dan
Factor dan
fasilitas)
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang berkaitan sakit dan penyakit, system pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan, makanan serta lingkungan. Reaksi tersebut bias pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun aktif (berupa tindakan). Sedangkan menurut Kasl dan Cobb, perilaku kesehatan adalah setiap tindakan yang diambil oleh seseorang individu yang berpendapat bahwa dirinya sehat dengan maksud untuk mencegah terjadinya penyakit atau mengenalnya pada stadium permulaan. Sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut mencakup perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsikan penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya) maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan degan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat pencegahan penyakit yang berarti respons untuk melakukan pencegahan penyakit. Seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapi (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek kesehatan atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behaviour). Indikator praktek kesehatan mencakup hal-hal berikut : a. Tindakan sehubungan dengan penyakit, tindakan atau perilaku ini mencakup pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit. b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan antara lain mengkonsumsi makanan dan gizi seimbang, melakukan olah raga, menjauhkan diri dari rokok serta obat terlarang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Tindakan kesehatan lingkungan, antara lain membuang sampah di tempat sampah, menggunakan air bersih untuk mandi, cuci, masak, membuang air besar di jamban dan lainnya (Notoatmodjo, 2003). 2.3. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosio psikologis, munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider, kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventif health behavior), yang oleh Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Fieldtheory, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model) (Notoatmodjo, 2003). Health Belief Model (HBM) didasarkan atas 3 faktor esensial, kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil resiko kesehatan. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku itu sendiri. Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana dan petugas kesehatan. Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit, dan adanya kepercayaan perubahan perilaku akan memberikan keuntungan. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang
Universitas Sumatera Utara
ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasikan perubahan perilaku dan pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa. Health Belief Model (HBM) seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang mengenai kesehatan. Health Belief Model (HBM) ini digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. Health Belief Model (HBM) merupakan model kognitif yang berarti bahwa khususnya proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut Health Belief Model (HBM) kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (Machfoedz, 2006). Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Asumsinya adalah bahwa, bila ancaman yang dirasakan tersebut, maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada, yaitu : 1. Ketidak kekebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka. 2. Keseriusan yang dirasakan (perceived severity) merupakan orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyair tersebut apabila mereka mengembangkan masalah kesehatan atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani.
Universitas Sumatera Utara
Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan tindakan pencegahan atau tidak yang berkaitan dengan dunia medis, dan mencakup berbagai ancaman perilaku, seperti check-up untuk mencegah atau pemeriksaan awal dan imunisasi (Machfoedz, 2006). Menurut Kosa dan Robertson yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), menyatakan bahwa perilaku kesehatan individu cendrung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan dan kurang mendasarkan pada pengetahuan biologi. Memang kenyataannya demikian, setiap individu mempunyai cara yang berbeda didalam mengmbil tindakan penyembuhan atau pencegahan, meskipun gangguan kesehatannya sama. Pada umumnya tindakan yang diambil berdasarkan penilaian individu atau mungkin dibantu oleh orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian semacam ini menunjukkan bahwa gangguan yang dirasakan oleh individu menstimulasi dimulainya suatu proses sosial psikologis. Apabila individu bertindak untuk mengobati penyakitnya, ada empat variabel yang terlihat dalamtindakan tersebut, yakni kerentanan yang dirasakan(perceivet susceptibility) agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan(susceptible) terhadap penyakit tersebut dan keseriusan yang dirasakan( perceived seriousness), tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat, manfaat dan rintangan yang dirasakan, apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap gawat(serius),
Universitas Sumatera Utara
ia akan melakukan suatu tindakan tertentu, tergantuk pada manfaat yang dirasakan dari rintangan yangditemukan, isyarat atau tanda-tanda(cues) untuk mendapatkan tingkat penerimaanyang benar tentang kerentanan, kegawatan, dan keuntungan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal, misalnya pesan-pesan pada media masa, nasehat atau anjuran teman atau anggota keluarga lain dari si sakit, dan sebagainya(Notoatmodjo, 2003). 2.4. Penyakit Malaria Penyakit ini disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang dalam salah satu tahap perkembangbiakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah merah. Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Anopheles. Masa inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan, setelah masa tunas, orang yang tertular akan mengalami demam tinggi dan menggigil selama beberapa jam, disertai pengeluaran keringat yang banyak, pusing, mual. Kemudian diikuti dengan masa bebas gejala, dimana penderita merasa sehat seperti sedia kala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala seperti di atas akan berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang. Penghancuran sel-sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi anemis, hati dan limpa membesar, sumbatansumbatan pada pembuluh kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan pada organ yang sangat sensitive terhadap kekurangan suplai darah, seperti otak dan sebagainya (Sudrajat, 2000). Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain : a. Malaria tertiana, disebabkan oleh plasmodium vivax, demam muncul setiap hari ketiga.
Universitas Sumatera Utara
b. Malaria quartana, disebabkan oleh plasmodium malariae, demam setiap hari keempat. c. Malaria serebral, disebabkan oleh plasmodium falcipanim, demam tidak teratur, disertai gejala terkenanya otak, koma dan kematian yang mendadak. d. Malaria pemisiosa, disebabkan oleh plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat mendadak, mirip stroke, koma disertai gejala malaria yang berat (Sudrajat, 2000). Meningkatnya kasus malaria di berbagai tempat di Indonesia dewasa ini di antaranya disebabkan oleh meluasnya plasmodium yang resisten terhadap obat anti malaria dan nyamuk vector yang resisten terhadap insektisida, sehingga kebutuhan vaksin malaria sangat diharapkan. Namun demikian usaha menemukan vaksin malaria yang protektif sampai saat ini masih belum didapatkan diantaranya oleh karena adanya variasi antigenik antar plasmodium di berbagai daerah. Untuk dapat merencakan desain vaksin yang protektif bagi masyarakat di daerah endemik di Indonesia, perlu dilakukan identifikasi epitop pada protein permukaan Plasmodium falciparum dari beberapa daerah endemik di Indonesia (Ditjen PPM & PLP,2004). Penyebaran penyakit malaria dipengaruhi oleh faktor Host, Agent, dan Environment. Di samping ketiga faktor tersebut, faktor perilaku manusia juga berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria. 2.4.1. Faktor Host Host pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu Host Intermediate (manusia) dan Host Defniitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai Host Intermediate (penjamu sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual parasit malaria 6,43 kali dibandingkan yang memakai kelambu, bekerja di luar rumah dapat memberi
Universitas Sumatera Utara
resiko sebesar 13,48 kali untuk tertular malaria dibandingkan orang yang tidak bekerja atau yang bekerja di dalam rumah. 2.4.2. Hubungan Lingkungan dengan Kejadian Malaria Saifuddin (2004) di Kabupaten Bireun, menemukan bahwa umumnya penderita malaria memiliki rumah dengan saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu sebesar 61,5% dan secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara keadaan saluran pembuangan air limbah dengan angka
kejadian
malaria.
Maulana
(2003)
di
Kabupaten
Simeulue
NAD
menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa habitat nyamuk Anopheles spp di Kecamatan Simeulue Timur adalah umumnya rawa dan lagun. Sushanti dkk (1993-1996) di Tapanuli Selatan, tempat perindukan nyamuk anopheles sp adalah di kolam dan di sawah, dimana kepadatan/populasi jentik lebih banyak ditemukan di sawah bila dibandingkan di kolam. 2.5. Teori-Teori Yang Berhubungan Dengan Penelitian Malaria 2.5.1. Epidemiologi Malaria 1. Gejala Klinis Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium mempunyai gejala utama demam, menggigil dan berkeringat..(Harijanto,P.N,2000) 2. Penyebaran Penyakit Malaria Penyakit malaria di Indonesia ditemukan tersebar luas di semua pulau dengan derajat dan berat infeksi berbeda-beda. (Pribadi,1997). 3. Penularan Penyakit Malaria Timbulnya penyakit malaria pada manusia melalui proses penularan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Penularan Secara Alamiah (Natural Infection) adalah suatu infeksi yang terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles sp betina yang mengandung parasit (plasmodium) b. Penularan Secara Mekanik (Mechanical Infection). Terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik yang mengandung parasit malaria c. Malaria Kongenital, terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang terinfeksi parasit malaria. Infeksi Kongenital jarang terjadi (Bruce-Chwat,L.J,1985) 2.5.2. Konsep Segitiga Epidemiologi Terhadap Penyebaran Malaria Penyebaran malaria secara epidemiologi dapat terjadi akibat terjadinya interaksi tiga faktor yaitu : agent, hospes dan environment 1. Parasit/Plasmodium (Agent) Parasit (plasmodium) hidup dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit (plasmodium) hidup dalam tubuh nyamuk dalam tahap daur seksual dan hidup dalam tubuh manusia pada tahap daur aseksual (Depkes RI, 1999). Menurut Harijanto (2000) dikenal 4 jenis plasmodium yaitu : a. P. vivax, menyebabkan malaria tertiana/vivak (demam setiap hari ke-3). b. P.falcifarum, memberikan banyak komplikasi dan cukup ganas, menyebabkan malaria tropika (demam setiap 24-48 jam) c. P.malariae, jarang dijumpai menyebabkan malaria quartana/malariae (demam setiap hari ke-4). d. P.ovale, dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian jaya. 2. Faktor Pejamu (Hospes) a. Hospes Intermedier (Manusia sebagai pejamu antara)
Universitas Sumatera Utara
Manusia merupakan tempat berkembangbiaknya agent sekaligus sebagai sumber penularan melalui vektor. Ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan pejamu terhadap agent. Faktor-faktor tersebut yaitu : (Depkes RI, 1994) Usia : Anak-anak lebih rentan terhadap malaria yaitu usia : 2-9 tahun, ras, riwayat pernah menderita malaria, cara hidup (life style), perilaku terhadap terjadinya malaria (man-made malaria), sosial ekonomi, status gizi, faktor keturunan dan imunitas. b. Hospes Definitive (Vektor sebagai Pejamu tetap/nyamuk Anopheles,sp) Hanya nyamuk Anopheles spp. betina yang menghisap darah. Darah diperlukan untuk pertumbuhan telur nyamuk, dalam proses penularan penyakit. Berdasarkan kebiasaan makan dan istirahat nyamuk Anopheles,sp. dapat dikelompokkan sebagai berikut : (Depkes RI, 1999a) : 1. Tempat hinggap atau istirahat. Ada yang lebih suka hinggap atau istirahat di luar rumah (eksofilik) dan ada di dalam rumah (endofilik). 2. Tempat Menggigit. Ada yang lebih suka menggigit di luar rumah (eksofagik) dan ada di dalam rumah (endofagik). 3. Objek yang digigit. Ada yang lebih suka menggigit manusia (antrofilik) dan ada yang lebih suka menggigit hewan (zoofilik). 3. Faktor Lingkungan (Environment) Faktor environment (lingkungan) dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu : (Depkes RI, 1999a) a. Lingkungan Fisik.
Universitas Sumatera Utara
1. Suhu. Suhu sangat berpengaruh terhadap siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. 2. Kelembapan. Pada kelembapan yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit sehingga meningkatkan penularan malaria (Harijanto,2000). 3. Hujan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan aliran air pada sungai atau saluran air lebih kuat sehingga larva dan kepompong akan terbawa oleh air (Bruce-Chwat.I.J,1985). 4. Ketinggian. Secara umum malaria akan berkurang pada tempat yang makin tinggi dari permukaan laut. Pada ketinggian di atas 2000 meter di atas permukaan laut jarang terjadi transmisi (Harijanto,2000). 5. Angin. Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau ke luar. 6. Sinar matahari. Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh, sedang anopheles barbirostris dapat hidup pada tempat yang teduh maupun di tempat yang terang. 7. Arus air. Anopheles barbirostris menyukai tempat perindukan dengan air yang statis atau mengalilr sedikit, Anopheles minimus menyukai tempat perindukan dengan aliran air yang cukup deras sedang anopheles letifer suka di tempat air yang tergenang. b. Lingkungan Biologik (tumbuhan pelindung dan hewan pemakan/predator).
Universitas Sumatera Utara
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain dapat menghalangi masuknya sinar matahari, atau melindungi larva dari serangan makhluk hidup lain. Beberapa jenis ikan pemakan larva (predator) seperti ikan kepala timah (Panchax, sp) gambusia sp, nila (Oreochomis niloticus) dan lain lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. M.Sudomo, dkk (1998) dalam penelitiannya di desa Sihepeng menyimpulkan bahwa ikan nila merah (Oreochromis niloticus) ternyata dapat mengendalikan populasi larva nyamuk Anopheles di kolam percobaan di desa Sihepeng. c. Lingkungan Kimiawi Lingkungan kimiawi yang baru diketahui pengaruhnya adalah keadaan kadar garam tempat perindukan. Anopheles sundaicus menyukai tempat perindukan dan tumbuh optimal pada air payau dengan kadar garam antara 12-18%, tidak dapat berkembang biak pada kadar air dengan kadar garam lebih dari 40%. 4. Lingkungan Sosial Budaya. a. Sosial Budaya dan Perilaku Lingkungan sosial budaya cukup besar pengaruhnya terhadap transmisi malaria. Kebiasaan berada di luar rumah sampai larut malam pada masyarakat, akan memudahkan terjadinya gigitan nyamuk pada manusia. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan. b. Pandangan atau persepsi masyarakat, jika malaria dianggap sebagai penyakit berbahaya maka masyarakat secara bersama-sama akan membersihkan. 2.6. Cara Penanggulangan Malaria
Universitas Sumatera Utara
Penanggulangan wabah malaria adalah suatu keadaan yang mendesak untuk ditangani dengan segera dan memerlukan tindakan yang bersifat khusus, oleh karenanya sebagai pedoman operasional penanggulangan wabah malaria dapat dipakai kriteria adanya peningkatan bermakna dari penderita klinis dan kematian atau dengan membandingkan situasi malaria selama tiga tahun terakhir dengan situasi pada saat ini pada masa transisi yang berlangsung. Terwujudnya masyarakat yang hidup sehat dalam lingkungan yang terbebas dari penularan malaria pada tahun 2025 secara bertahap. 1. Kebijaksanaan a. Dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan lintas sektoral bersama mitra kerja pembangunan termasuk LSM, dunia usaha, dan masyarakat. b. Pembebasan malaria dilakukan secara bertahap dari satu pulau atau beberapa pulau sampai seluruh wilayah Indonesia menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya setempat. 2. Strategi a. Memberdayakan masyarakat dalam mendukung secara aktif pemberantasan malaria. b. Meningkatkan akses pelayanan kepada masyarakat yang berisiko malaria terhadap upaya pemberantasan malaria yang berkualitas. c. Meningkatkan sistem surveilans, pemantauan dan evaluasi, serta sistem informasi kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
d. Meningkatkan advokasi kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk berperan aktif dalam pengendalian malaria dengan menggalang keitraan bersama sektor terkait, swasta, organisasi kemasyarakatan melalui forum kerja sama Gebrak Malaria, atau organisasi kemasyarakatan yang sudah ada. 3. Jenis-Jenis Kegiatan Strategi tersebut dicapai dengan melaksanakan beberapa jenis kegiatan berikut ini. a.
Peningkatan akses pelayanan -
penemuan penderita suspek malaria
-
konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan / atau RDT)
-
pengobatan
-
penyediaan LLIN untuk melindungi terhadap gigitan nyamuk
-
peningkatan kualitas fasilitas pelayanan
b. Penggalangan
kemitraan
untuk
pemberantasan
malaria
yang
berkesinambungan -
Melakukan advokasi untuk meningkatkan komitmen Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan menggalang kemitraan secara terkoordinasi dengan seluruh sektor terkait, termasuk sektor swasta dan organisasi kemasyarakatan melalui forum kerja sama Gebrak Malaria yang menjamin tersedianya sumber daya untuk mendukung upaya pemberantasan malaria yang berkesinambungan.
c. Peningkatan system surveilans malaria -
System kewaspadaan dini da penanggulangan KLB
Universitas Sumatera Utara
-
Surveilans kasus malaria dan vector
-
Pemantauan efikasi obat dan insektisida
-
System informasi malaria (pelaporan dan pencatatan)
-
Juru malaria desa
d. Pemberdayaan masyarakat -
Pembentukan pos malaria desa
-
Promosi kesehatan
-
Kemitraan dengan NGO, CBO, FGO
-
Pemberdayaan posyandu, desa siaga, dan lain-lain
e. Quality assurance akuntabilitas kinerja program -
Penelitian / survey
-
Evaluasi, review manajemen program
-
Auditing
-
Re-planning
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik Masyarakat 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan
Pengetahuan Sumber Informasi 1. Media Cetak 2. Media Elektronik 3. Petugas Kesehatan 4. Tetangga/teman
Sikap
Tindakan Terhadap Penanggulangan Malaria
Kerangka konsep diatas, menggunakan teori HBM (Health Belief Model) yang menggambarkan bahwa, karakteristik responden dan sumber informasi yang diterima responden berhubungan dengan pengetahuan maupun sikap responden. Hal ini akan mempengaruhi tindakan masyarakat terhadap penanggulangan Malaria di Kelurahan Penyabungan II Kecamatan Penyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal.
Universitas Sumatera Utara