BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Komposisi dan arah pandangan antara beberapa negara serta bagaimana pengaruhnya terhadap perekonomian suatu negara dapat dijelaskan melalui teoriteori perdagangan internasional. Selain itu, teori perdagangan internasional juga dapat menunjukkan adanya keuntungan yang timbul akibat adanya perdagangan internasional (gains from trade) berdasarkan teori yang menerapkan tentang timbulnya perdagangan internasional pada dasarnya adalah. 1) Teori Pra Klasik Merkantilisme Merkantilisme adalah suatu aliran atau filsafat yang timbul dan berkembang dengan pesat pada abad XVI-XVII di Eropa Barat. Kaum Merkantilisme memiliki pandangan bahwa perdagangan internasional merupakan suatu hal yang penting bagi kemakmuran suatu negara. Dengan kata lain, kekayaan atau kemakmuran
suatu negara identik dengan jumlah emas yang
dimiliki (Hamdy Hady, 2001:24) untuk mencapai hal tersebut, suatu negara harus memiliki strategi yang mendorong ekspor yang sebesar-besarnya, melarang atau membatasi impor dengan ketat, mengakibatkan surplus perdagangan yang harus dibayar dengan uang emas, pembatasan atau pelarangan kegiatan impor dapat dilakukan dengan cara peningkatan bea masuk agar impor menurun, sementara dibidang ekspor, pemerintah memberikan subsidi kepada eksportir agar mereka termotivasi untuk meningkatkan ekspor. Semua kebijakan pemerintah ini
14
bertujuan
untuk
menciptakan
surplus
perdagangan
sehingga
nantinya
kemakmuran negara dapat dicapai. Pada perkembangan saat ini, kebijakan Merkantilisme masih dijalankan oleh banyak negara dalam bentuk “Neo Merkantilisme” yaitu kebijakan proteksi untuk
melindungi
dan
mendorong
ekonomi
industri
nasional
dengan
menggunakan kebijakan tarif (Tariff barrier) dan kebijakan non tarif (non tariff barrier) 2) Teori Klasik. Tokoh klasik yaitu Adam Smith merupakan tokoh yang mengkritik teori Pra-Klasik atau Merkantilisme. Adam Smith dalam teorinya, yaitu teori keunggulan absolsut (Absolute advantage) berpendapat bahwa suatu negara mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang secara mutlak lebih murah dari pada negara lain yaitu karena mempunyai keunggulan mutlak dalam keunggulan produksi barang tersebut (Boediono, 2002:20). Dengan kata lain setiap negara atau memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan pengekspor barang jika negara tersebut memiliki keuntungan mutlak (Absolute Advantage), serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidak unggulan mutlak (Absolute disadvantage) Kelemahan teori absolute advantage dari Adam Smith adalah perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dengan demikian, bila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut untuk
15
masing-masing produk, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional (Hamdy Hady, 2001:32) David Ricardo memperbaiki dan menyempurnakan kelemahan teori Adam Smith dengan teori keunggulan komparatif (comparative advantage). David Ricardo menyatakan suatu negara mempunyai perbedaan dalam sumber alam dan sumber daya manusia. Suatu negara mungkin melimpah sumber daya alamnya dalam hal ini adalah faktor produksinya dan pada negara lain kurang memilikinya, sehingga dalam memproduksi barang suatu negara yang mempunyai faktor produksi lebih unggul dibandingkan dengan negara yang kurang faktor produksinya. Dalam teori David Ricardo, kedua negara itu masih bisa melakukan perdagangan internasional tetapi dengan syarat negara itu menghasilkan sejenis barang yang paling produktif dibandingkan dengan negara lain serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi kurang atau tidak produktif. 3) Teori Hecksher-Ohlin. Teori perdagangan ini dikembangkan oleh ahli ekonomi Swedia yaitu Eli Hecksher dan Beriil Ohlin teori yang lebih modern ini menyatakan bahwa terjadinya perdagangan internasional disebabkan karena adanya perbedaan relatif faktor-faktor pemberian alam dan intensitas penggunaan faktor produksi (Lindert, 1995:35) Hecksher dan Ohlin menyatakan juga bahwa setiap negara akan mengekspor barang yang produksinya menggunakan faktor produksi yang persediaannya melimpah dan murah secara intensif serta mengimpor barang yang persediaannya langka dan mahal secara intensif.
16
Teori Hecksher-Ohlin (H-O) disebut juga teori proporsi faktor (factor proportion) atau teori ketersediaan faktor (factor endowment)
(Tambunan,
2001:36). Menurut Teori Hecksher-Ohlin atau Teori H-O, perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (Endowment factors) masing-masing negara. Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdagangan internasional. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masingmasing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam memproduksinya. Teori H-O menggunakan asumsi 2 x 2 x 2 dalam arti sebagai berikut. a. Perdagangan internasional terjadi antara dua negara b. Masing-masing negara memproduksi dua macam barang yang sama. c. Masing-masing negara memproduksi dengan dua macam faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan mesin, tetapi dengan jumlah produksi dan proporsi berbeda. Dalam teori H-O dinyatakan bahwa harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya, serta masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.
17
Kelemahan Teori H-O sebagai berikut. a. Menurut teori H-O perbedaan harga barang sejenis dapat terjadi karena adanya perbedaan proporsi atau jumlah faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara dalam memproduksi barang tersebut. b. Jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama, maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi. c. Pada kenyataannya walaupun jumlah atau proposi faktor produksi yang dimiliki masing-masing sejenis relatif sama sehingga harga barang yang sejenis pun sama ternyata perdagangan internasional tetap dapat terjadi.
2.1.2 Teori Ekspor Menurut Collins (1994:218) pengertian ekspor dapat dibagi menjadi tiga, yaitu. a. Suatu barang yang diproduksi dan secara fisik diangkut dan dijual di pasar luar negeri, kemudian diperoleh penerimaan dalam mata uang asing. Eskpor seperti ini disebut ekspor yang dapat dilihat (visible ekspor) b. Suatu jasa yang disediakan bagi orang asing baik dalam negeri (sebagai contoh, kunjungan turis) maupun di luar negeri (sebagai contoh, perbankan dan asuransi) yang keduanya menghasilkan mata uang asing, ekspor seperti ini disebut ekspor yang tidak dapat dilihat (invisible ekspor)
18
c. Modal yang ditempatkan di luar negeri dalam bentuk investasi portofolio, investasi langsung luar negeri dalam bentuk asset fisik dan deposito bank yang disebut sebagai ekspor modal. Ekspor sangat penting dalam hal ini bersama-sama dengan impor menghasilkan neraca pembayaran. Suatu negara harus mengekspor untuk dapat membiayai impornya yang dibayar dengan mata uang asing dan ekspor menggambarkan suntikan dana dalam aliran sirkulasi pendapatan nasional.
2.1.3 Paradigma Baru Perdagangan Internasional Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya di tentukan oleh faktor-faktor keunggulan komparatif tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti daripada paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitif, keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan dinegara tersebut secara individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahanperubahan, misalnya teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan, 2001:130)
19
Menurut Sukirno (2000:109) faktor-faktor yang menentukan ekspor adalah. a. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjadi ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat di tentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain. b. Proteksi di negara-negara lain Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara, contohnya: kebijakan proteksi di negara-negara maju dapat menghambat perkembangan ekspor di negara berkembang. c. Kurs Valuta Asing Peningkatan kurs mata uang negara mengimpor terhadap mata uang negara pengekspor
dapat
meningkatkan
daya
beli
negara
pengimpor
yang
mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat. Kebijaksanaan dalam bidang ekspor diarahkan pada peningkatan daya saing dan perluasan pasar luar negeri yang ditempuh dengan upaya-upaya peningkatan
efisiensi
produksi,
perbaikan
mutu
komoditas,
jaminan
kesinambungan dan ketetapan waktu penyerahan, serta penganekaragaman produk di pasar. Untuk mendukung semua itu dilakukan penyempurnaan sarana dan prasarana perdagangan termasuk informasi pasar, peningkatan promosi, peningkatan akses pasar serta pemantapan sarana dan prasarana penunjang ekspor seperti: perkreditan, asuransi, lalu lintas keuangan dan perangkat hukum.
20
2.1.4 Konsep Suku Bunga Kredit Bunga adalah harga uang dan merupakan cermin dari mekanisme kekuatan permintaan dan penawaran uang di masyarakat atau pasar uang (Sudirman, 2000:109).Menurut pendapat Mashab klasik, bunga adalah harga dari dana yang tersedia untuk dipinjamkan. Bunga kredit adalah sejumlah ganti rugi atas balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah (Bank Indonesia, 2005:9). Bagi bank, bunga kredit dipandang sebagai suatu pendapatan bank yang menguntungkan bagi peminjam, bunga dipandang sebagai suatu biaya atau ongkos yang dikeluarkan olehnya. Berdasarkan segi kegunaannya bunga kredit timbul karena pemakaian sejumlah uang untuk. 1) Kredit modal kerja yaitu kredit jangka pendek yang diberikan bank untuk keperluan modal kerja debitur yang bersangkutan. Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biayabiaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi. 2) Kredit investasi yaitu kredit jangka menengah dan panjang untuk pembelian barang-barang modal dan jasa yang diperlukan oleh peminjam untuk diinvesasikan berupa rehabilitas, modernisasi, ekspansi, relokasi usaha dan atau pendirian usaha baru. Jadi kredit ini untuk keperluan penambahan modal (bukan untuk kerja) sehingga kredit ini bersifat produktif dimana usaha yang diberi kredit memiliki perencanaan yang terarah.
21
2.1.5 Hubungan Suku Bunga Kredit dengan Ekspor Bunga kredit adalah sejumlah ganti rugi atau balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah. Dimana meningkatnya suku bunga kredit yang menyebabkan adanya tambahan biaya pengambilan hutang sehingga modal kerja menjadi lebih sedikit. Hal ini berdampak pada jumlah produksi yang semakin berkurang, sehingga suku bunga kredit dengan ekspor terdapat hubungan yang negatif.
2.1.6 Teori Nilai Tukar Dalam perekonomian terbuka, penggunaan uang dalam memperlancar transaksi tidak terbatas hanya dilakukan antara penduduk, tetapi juga dapat dilakukan antar penduduk suatu negara dengan negara lain dengan menggunakan mata uang yang disepakati. Penggunaan uang dengan penduduk negara lain tersebut umumnya dilakukan untuk transaksi pembayaran impor barang-barang dan serta ke penduduk di luar negeri ataupun penerimaan dari hasil ekspor barang jasa dari luar negeri. Dalam melakukan transaksi dengan penduduk negara lain, masing-masing negara tentunya akan menghadapi permasalahan mengenai alat pembayaran yang digunakan untuk transaksi tersebut, semua permasalahan yang berkaitan dengan mata uang suatu negara dengan negara lainnya tersebut biasanya dikenal dengan permasalahan nilai tukar (Simorangkir, 2004:1) Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah harga satu unit nyata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing. Sebagai contoh nilai tukar ( rupiah terhadap Dollar Amerika adalah harga satu Dollar Amerika (USD) dalam
22
rupiah (Rp) atau dapat juga sebaliknya diartikan harga satu rupiah terhadap satu Dollar Amerika.
2.1.7 Cara Penentuan Kurs Valuta Asing Ada beberapa macam sistem kurs yang dapat menjaga kestabilan nilai tukar diantaranya. 1) Sistem Kurs Tetap (Fixed ExchangeRrate System) Adalah kurs yang ditentukan oleh badan yang berwenang di bidang moneter (otoritas moneter), untuk waktu tertentu kurs ini tidak berubah-ubah. Apabila nilai mata uang negara tersebut berubah maka otoritas mereka yang berhak mengambil kebijakan untuk mengembalikan
nilai tukar ke nilai yang
ditetapkan konsekuensinya dari kebijakan nilai tukar tetap adalah otoritas moneter harus bisa memperkirakan dengan tepat nilai tukar equilibirium yang harus dipertahankan agar tidak over volume, dibutuhkan cadangan devisa yang besar untuk melakukan intervensi, dibutuhkan koordinasi kebijakan moneter antara negara. 2) Sistem Kurs Mengambang atau Berubah (Floating Exchange Rate System) Kebijakan penentuan nilai tukar ini adalah dengan memberikan kebenaran atau mengembangkan pada pasar untuk mencapai nilai keseimbangan, sehingga tinggi rendahnya kurs tergantung dari permintaan dan penawaran.
23
Sistem kurs mengambang terdiri dari. a. Sistem Kurs mengambang bebas Penentuan nilai tukar terjadi tanpa adanya campur tangan dari otoritas moneter oleh sebab itu kebijakan moneter dapat lebih independen. Otoritas moneter bisa menetapkan penawaran rupiah dan membiarkan pasar valuta asing menentukan nilai tukar sehingga sasaran kebijakan moneter terfokus dan lebih efektif dalam pengendalian inflasi. b. Sistem kurs mengambang terkendali Penentuan nilai tukar dibiarkan secara bebas sesuai dengan permintaan, kebijakan masih dipakai untuk menjaga agar nilai tersebut berada pada target nilai yang ditentukan. c. Sistem Kurs Terkait. Sistem nilai tukar yang ditetapkan dengan cara mengaitkan nilai tukar mata uang suatu negara dengan nilai tukar negara lain atau sejumlah mata uang tertentu. Salah satu variasi dari sistem kurs terkait adalah Current Board System (CBS) yang diterapkan oleh beberapa negara yang mengalami kesulitan moneter (Hamdy Hady, 2001:20). CBS dilaksanakan dengan cara mengaitkan dan menetapkan nilai tukar tetap antar mata uang suatu negara dengan hard currency tertentu didasarkan kepada jumlah mata uangnya yang beredar dan cadangan devisa yang dimilikinya (dalam bentuk mata uang hard currency)
24
2.1.8 Hubungan Nilai Tukar Rupiah dengan Ekspor Perdagangan internasional akan membawa konsekuensi baik dari segi ekonomi maupun non ekonomi baik positif ataupun negatif. Salah satu bentuk perdagangan internasional adalah kegiatan ekspor, yang merupakan sumber pendapatan luar negeri suatu negara yang berupa valuta asing (devisa). Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang positif dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs dollar meningkat maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2000:319).
2.1.9 Konsep Inflasi Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang-barang dan jasa dengan terus-menerus dan secara umum, akan tetapi kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas mengakibatkan kenaikan pada sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kemudian kenaikan harga karena musiman, menjelang hari raya atau hari besar dan terjadi sekali saja pada saat itu tidak dapat disebut sebagai inflasi. Berdasarkan berat dan ringannya inflasi dapat digolongkan menjadi empat macam tingkatan, yaitu. 1) Inflasi ringan (dibawah 10% per tahun) 2) Inflasi sedang (antara 10%-30% per tahun) 3) Inflasi berat (antara 30%-100% per tahun) 4) Hiper inflasi (diatas 100% per tahun)
25
Berdasarkan darimana inflasi itu berasal, maka inflasi dapat digolongkan atau dibedakan menjadi dua yaitu. 1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) Yaitu inflasi yang disebabkan karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan jalan percetakan uang maupun akibat panen gagal yang berlangsung terus-menerus. 2) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation) Yaitu inflasi yang timbul karena kenaikan harga barang luar negeri atau negara yang berhubungan dengan negara kita yang dapat berupa kenaikan harga barang impor. Berdasarkan besarnya laju inflasi (Nopirin, 1995:27), inflasi dapat dibedakan menjadi tiga kategori seperti berikut. 1) Inflasi merayap (creeping inflation) Biasanya inflasi merayap ditandai dengan laju inflasi yang rendah dan berjalan dengan lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama. 2) Inflasi menengah (galloping inflation) Inflasi menengah ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya dua digit atau bahkan tiga) dan kadang kala terjadi dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Akselerasi ini berarti bahwa hargaharga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari minggu atau bulan lalu.
26
3) Inflasi tinggi (hiper inflation) Inflasi tinggi merupakan inflasi yang paling parah akibatnya harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang dan nilai uang merosot dengan tangan sehingga ditukarkan dengan barang serta perputaran uang yang cepat, harga naik secara akselerasi biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja (misalnya ditimbulkan oleh adanya perang) yang dibiayai atau ditutup dengan mencetak uang. Inflasi memberikan beberapa efek diantaranya. 1) Efek terhadap pendapatan (equity effect) Efek terhadap pendapatan ini sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Misalnya pihak yang dirugikan adalah orang yang memiliki pendapatan tetap, orang yang memupuk kekayaan dalam bentuk uang kas. Pihak yang diuntungkan misalnya adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan persentase yang lebih tinggi dari laju inflasi. 2) Efek terhadap Efisiensi (efficiency effect) Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tersebut.
27
3) Efek terhadap Output (Output Effect) Efek ini hanya mempertanyakan apakah inflasi akan mengakibatkan kenaikan atau penurunan output inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barangbarang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi, namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hiper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya yaitu penurunan output.
2.1.10 Hubungan Inflasi dengan Ekspor Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga secara umum dan terus menerus. Jika inflasi meningkat maka harga barang di dalam negeri terus mengalami kenaikan. Naiknya inflasi menyebabkan biaya produksi barang ekspor akan semakin tinggi. Hal ini tentunya akan menyebabkan ekspor menjadi turun karena waktu memproduksi barang komoditas ekspor diperlukan biaya tinggi. Jadi terdapat hubungan yang negatif antara inflasi dengan ekspor.
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Parmika (2003) yang berjudul “Analisis Pengaruh Upah, Kurs Valuta Asing (Dollar AS), dan Harga Barang Diversifikasi Ekspor terhadap Volume Ekspor Kerajinan Kayu Provinsi Bali Periode 1985-2001”. Teknik analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Adapun variabel bebasnya adalah upah, kurs valuta asing (Dollar AS), dan harga barang diversifikasi ekspor, sedangkan variabel terikatnya adalah
28
volume ekspor kerajinan kayu Provinsi Bali periode 1985-2001. Dari hasil regresi diperoleh persamaan : Ŷ = -1.502.267,074 + 2.198,59 X1 + 3.719,77 X2 –1.459,1 X3 Dengan menggunakan teknik analisa statistik yaitu ttest dan Ftest diperoleh hasil bahwa pengaruh upah terhadap volume ekspor kerajinan kayu Provinsi Bali berpengaruh nyata dan positif (+) dengan thitung (18,446) > ttabel (-11,753). Pada kurs valuta asing (Dollar AS) didapat bahwa berpengaruh nyata dan positif (+) terhadap volume ekspor kerajinan kayu Provinsi Bali dengan thitung (7,679) > ttabel (1,771) serta pada harga barang diversifikasi ekspor didapat hubungan yang nyata dan positif terhadap volume-volume ekspor kerajinan kayu Provinsi Bali dengan thitung (5,993) > ttabel (1,771). Uji serempak menunjukkan bahwa upah, kurs valuta asing (Dollar Asing) dan harga barang diversifikasi secara bersama-sama berpengaruh nyata dan positif (+) terhadap volume ekspor kerajinan kayu Provinsi Bali dengan Fhitung (159,291) > Ftabel (3,47) selanjutnya koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,974 yang artinya 97,4 persen dari fluktuasi di pengaruhi oleh variabel-variabel tersebut, serta 2,6 persen lainnya dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak dimasukkan dalam model. Adapun perasaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. 1) Persamaan dalam penelitian ini menggunakan satu variabel bebas yang sama yaitu kurs dollar AS. Selain itu juga sama-sama menggunakan volume ekspor sebagai variabel terikat. Teknik analisis yang digunakan juga sama yaitu regresi linier berganda, uji-t, uji-F dan analisis koefisien, determinasi.
29
2) Perbedaan pada penelitian sebelumnya menggunakan upah dan harga barang diversifikasi sedang pada penelitian ini menggunakan inflasi dan suku bunga kredit selain itu terdapat perbedaan periode yang digunakan. Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Hanjaswara (2005) yang berjudul “Analisis Pengaruh Suku Bunga Kredit, Kurs Dollar Amerika dan Inflasi terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005”. Membahas mengenai pengaruh tingkat suku bunga kredit, kurs Dollar Amerika dan Inflasi terhadap volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali periode 1992-2005 secara Parsial dan Serempak dari Hasil Regresi diperoleh Persamaan Ŷ = 232.569,5 + 112.963,816 X1 + 201, 125 X2 – 13.337,452 X3 Dengan menggunakan teknik analisis statistik yaitu ttest dan Ftest diperoleh hasil bahwa pengaruh tingkat suku bunga kredit terhadap volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali tidak berpengaruh dengan thitung (0,358) > ttabel (-1,771) pada kurs dollar Amerika didapatkan bahwa berpengaruh nyata dan positif (+) terhadap volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali dengan thitung (2,671) > ttabel (1,771), serta pada inflasi didapatkan bahwa tidak berpengaruh terhadap volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali dengan thitung (-1,387) > ttabel (1,771) Uji Simultan menunjukkan bahwa tingkat suku bunga kredit, kurs dollar Amerika dan Inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali, dengan Fhitung (11,604) > Ftabel (3,71). Selanjutnya koefisien determinasi (R²) yang diperoleh sebesar 0,777 yang artinya 77,7 persen dari fluktuasi dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut serta 2,6 persen lainnya dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak masukkan dalam model.
30
Adapun persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya: 1) Persamaan variabel bebas dan variabel terikat yang digunakan sama, teknik analisis yang digunakan juga sama yaitu teknik regresi linier berganda, Uji-t, uji-F dan analisis koefisien determinasi. 2) Perbedaan pada penelitian sebelumnya adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan volume ekspor kerajinan anyamanan sedangkan pada penelitian ini menggunakan volume ekspor ikan tuna, selain itu terdapat perbedaan periode waktu yang digunakan. Penelitian sebelumnya juga dilaksanakan oleh Arthawan (2005) yang berjudul “Analisis Pengaruh Kurs dollar AS, Laju Inflasi dan Investasi Total terhadap Volume Ekspor Industri Menufaktur Unggulan Indonesia Periode 19852003”. Teknik analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Adapun variabel bebas yang digunakan adalah kurs dollar AS, laju inflasi, dan investasi total, sedangkan variabel terikatnya adalah volume ekspor industri manufaktur unggulan Indonesia periode 1985-2003. Dari hasil regresi diperoleh persamaan sebagai berikut : LnŶ = 7,035 + 0,0521 lnX1 – 0, 0213 lnX2 + 0,0678 lnX3 Dengan menggunakan teknik analisis statistik yaitu ttest dan Ftest diperoleh hasil bahwa pengaruh kurs dollar AS terhadap nilai ekspor industri manufaktur unggulan Indonesia adalah berpengaruh positif (+) dengan thitung (1,201) > ttabel (1,753). Pada laju inflasi didapat bahwa laju inflasi tidak berpengaruh terhadap volume ekspor industri manufaktur unggulan Indonesia dengan thitung (-0,908) >
31
ttabel (-1,753). Pada investasi didapat bahwa investasi berpengaruh nyata dan positif terhadap nilai ekspor industri manufaktur unggulan Indonesia dengan thitung (5,185) > ttabel (1,753). Uji serempak menunjukkan bahwa kurs Dollars AS, laju inflasi dan investasi secara bersama-sama berpengaruh nyata dan positif terhadap nilai ekspor manufaktur unggulan Indonesia dengan Fhitung (25,869) > Ftabel (3,29). Selanjutnya koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,838 yang artinya 83,8 persen dari fluktuasi dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut serta 16,20 persen lainnya dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak dimasukkan dalam model. Adapun persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya. 1) Persamaan, dalam penelitian ini menggunakan dua variabel bebas yang sama yaitu kurs dollar AS dan Inflasi selain itu juga sama-sama menggunakan volume ekspor sebagai variabel terikat. Teknik analisis yang digunakan juga sama yaitu teknik regresi linear berganda, uji-t, uji-F dan analisis determinasi. 2) Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel bebas yang pada penelitian sebelumnya menggunakan investasi total sedangkan pada penelitian ini menggunakan suku bunga kredit serta variabel terikat pada penelitian sebelumnya menggunakan volume ekspor industri manufaktur unggulan Indonesia. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan volume ekspor ikan tuna Provinsi Bali selain itu dalam penelitian ini dilakukan juga uji asumsi klasik dan lokasi penelitian pun berbeda dimana yang terdahulu memiliki lokasi Indonesia sedangkan pada penelitian ini memilih lokasi Provinsi Bali. Selain itu terdapat perbedaan periode waktu yang digunakan.
32
2.3
Rumusan Hipotesis Berdasarkan pokok masalah, kajian pustaka dan penelitian sebelumnya didapat rumusan hipotesis sebagai berikut. 1. Diduga bahwa suku bunga kredit, nilai tukar rupiah, dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap volume ekspor ikan tuna Provinsi Bali Periode 19902006. 2. Diduga bahwa suku bunga kredit dan inflasi secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume ekspor ikan tuna Provinsi Bali periode 19902006, sedangkan nilai tukar rupiah secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor ikan tuna Provinsi Bali periode 1990-2006.
33