BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori Pada kajian pustaka ini akan menguraikan mengenai landasan teori yang berkaitan dengan skripsi. Teori-teori tersebut meliputi pengertian auditing, jenis audit, standar audit, pengertian dan jenis auditor, profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kinerja auditor. 2.1.1
Pengertian Auditing Definisi audit menurut
A Statement of Basic Auditing Concept
(ASOBAC) dalam Halim (2003: 1) adalah suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Sukrisno Agoes (2004: 3) menjelaskan bahwa auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Lebih lanjut Jusup (2001: 11) mengemukakan bahwa pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Definisi tersebut menyebutkan paling tidak terdapat tujuh elemen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan audit antara lain sebagai berikut: 1) Proses yang kritis dan sistematis 2) Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif 3) Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kebijakan ekonomi 4) Menentukan tingkat kesesuaian (degree of correspondence) 5) Kriteria yang telah ditentukan 6) Penyampaian hasil 7) Para pemakai yang berkepentingan Dari definisi-definisi yang telah disebutkan dapat dijelaskan bahwa auditing adalah suatu proses sistematis dalam menentukan tingkat kesesuaian asersi-asersi dengan kriteria yang telah ditetapkan melalui penghimpunan dan pengevaluasian bukti secara obyektif yang hasilnya disampaikan kepada pihakpihak yang berkepentingan. 2.1.2
Jenis Audit
Halim (2003: 5-10) menerangkan bahwa jenis audit berdasarkan tujuan dilaksanakannya audit dapat dibagi menjadi tiga kategori antara lain sebagai berikut:
1) Audit tekait laporan keuangan (finacial statement audit) Audit laporan keuangan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai kriteria yang telah ditentukan yaitu prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU). 2) Audit kepatuhan (compliance audit) Audit kepatuhan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti dengan tujuan untuk membuktikan apakah kegiatan finansial maupu operasional tertentu dari suatu entitas dengan kondisi-kondisi, aturan-aturan dan regulasi yang telah ditentukan. 3) Audit operasional (operational audit) Audit operasional meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai kegiatan operasional organisasi dalam hubungannya dengan tujuan pencapaian efisiensi, efektivitas, maupun kehematan (ekonomis) operasional. Berdasarkan pelaksana audit, auditing dapat diklasifikasikan menjadi tiga antara lain sebagai berikut: 1) Auditing eksternal
Auditing eksternal merupakan suatu kontrol sosial yang memberikan jasa untuk memenuhi kebutuhan informasi untuk pihak luar perusahaan yang diaudit. Auditornya adalah pihak luar perusahaan yang independen, yaitu akuntan publik yang telah diakui oleh pihak yang berwenang untuk melaksanakan tugas tersebut. Auditor tersebut umumnya dibayar oleh manajemen perusahaan yang diperiksa. 2) Auditing internal Auditing intrnal adalah suatu kontrol organisasi yang mengukur dan mengevaluasi efektivitas organisasi. Informasi yang dihasilkan ditujukan untuk manajemen organisasi yang bersangkutan. Auditornya digaji oleh organisasi tersebut. 3) Auditing sektor publik Auditing sektor publik adalah suatu kontrol atas organisasi pemerintah yang memberikan jasanya kepada masyarakat, seperti pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Audit dapat mencakup audit laporan keuangan, audit kepatuhan maupun audit operasional. Auditornya adalah auditor pemerintah yang dibayar oleh pemerintah. 2.1.3
Manfaat Audit Halim (2003: 60) mengemukakan empat manfaat dari suatu pelaksanaan
audit antara lain sebagai berikut: 1) Meningkatkan kredibilitas perusahaan Perusahaan yang laporan keuangannya telah diaudit oleh auditor independen dan diberikan pendapat wajar tanpa pengeualian mempunyai keuntungan
ekonomis. Sumbangan auditor adalah memberikan kepercayaan terhadap laporan keuangan atau menjadikan laporan keuangan lebih dapat dipercaya sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
2) Meningkatkan efisiensi dan kejujuran Audit laporan keuangan yang dilakukan secara berfrekuensi secara teratur akan membawa dampak positif bagi efisiensi dan kejujuran karyawan. Bila karyawan mengetahui bahwa audit independen akan dilakukan, maka ia akan berusaha menekan sekecil mungkin kesalahan dalam proses akuntansi dan mengurangi kesalahan penilaian aktiva. 3) Meningkatkan efisiensi operasional perusahaan Auditor
independen,
berdasarkan
pengujiannya
dapat
memberikan
rekomendasi-rekomendasi untuk memperbaiki pengendalian internal untuk meningkatkan efisiensi operasionalia perusahaan klien. 4) Mendorong efisiensi pasar modal Pada tingkat makro, audit memberikan dampak positif sangat penting. Audit yang dilakukan secara efektif akan menghasilkan laporan keuangan perusahaan klien yang berlualitas, relevan, reliabel dan dapat dipercaya. Dengan demikian pasar modal yang akan menggunakan informasi yang dihasilkan laporan keuangan sebagai sumber informasi utamanya akan dapat berjalan secara efisien. Pasar modal yang efisien akan menghasilkan alokasi sumber daya yang efisien pula, sehingga perekonomian nasional akan berjalan efisien.
2.1.4
Standar Audit Standar audit/pemeriksaan merupakan patokan dalam melaksanakan audit
sehingga menghasilkan pencapaian mutu audit yang tinggi. Secara umum, standar ini meliputi pertibangan-pertimbangan mengenai kualitas profesional profesional pribadi auditor, pelaksanaan audit dan pelaporannya. Di Indonesia terdapat berbagai standar audit/pemeriksaan antara lain sebagai berikut: 1) Pedoman Operasional Pemeriksaan (POP) POP tahun 2005 yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali, dalam peraturan Gubernur Bali No. 45 Tahun 2005 tentang Pedoman Operasional Pemeriksaan Badan Pengawas Daerah Provinsi Bali. POP ini berlaku untuk semua aparat pemeriksa yang bekerja pada Badan Pengawas Daerah Provinsi Bali. 2) Standar Audit Pemerintah (SAP) Dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tahun 1995, mengacu pada GAO standar tahun 1994 dan SPAP-IAI tahun 1994. SAP berlaku untuk semua aparat pengawasan fungsional (intern dan ekstern) pemerintah. Standar ini wajib digunakan dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap kinerja keuangan pemerintah. 3) Standar Audit-Aparat Pengawasan Fungsional Intern Pemerintah (SA-APFIP) dikeluarkan BPKP, juga digunakan untuk melakukan tugas audit terhadap kegiatan atau keuangan pemerintah. 4) Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Dikeluarkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengacu pada standar dari American Institute of Certified Public Accountant (AICPA).
SPAP yang terbaru diterbitkan dan mulai berlaku per 1 januari 2001 digunakan oleh akuntan publik untuk melaksanakan audit keuangan dan jasa lainnya. Dalam SPAP terdapat sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, antara lain sebagai berikut: 1) Standar Umum (1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. (2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. (3) Dalam pekalsanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2) Standar Pekerjaan Lapangan (1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. (2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh dengan merencanakan audit, menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. (3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3) Standar Pelaporan
(1) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. (2) Laporan audit harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode berikutnya. (3) Pengungkapan informatif dalam laopran keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. (4) Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, makan laporan auditor harus memuat petunjuk yang mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor (IAI, 2001: 150.1 & 150.2) Masing-masing standar tersebut diatas memiliki tujuan dan kepentingan tersendiri dan terbatas untu sebuah organisasi tertentu. Walaupun berbeda-beda, secara umum standar tersebut paling tidak mengatur tentang kualifikasi pribadi atau lembaga auditor, pekerjaan audit dan pelaporan hasil pemeriksaan yang yang telah dilakukan. 2.1.5
Pengertian dan Jenis auditor
Mulyadi dan Kanaka (1998: 26-28) menggolongkan auditor menjadi tiga tipe berdasarkan letak atau posisi lembaga audit dan fungsi yang dijalankannya, antara lain sebagai berikut:
1) Auditor Independen Auditor independen secara profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama di bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan klien. Untuk dapat berpraktik sebagai auditor independen, seseorang harus telah lulus dari jurusan akuntansi fakultas ekonomi atau mempunyai izasah yang disamakan, telah mendapat gelar akuntan dan mendapat izin praktik dari Menteri Keuangan Republik Indonesia. 2) Auditor Pemerintah Auditor pemerintah secara profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawabannya keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintah atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Yang disebut sebagai auditor pemerintah yang umumnya adalah auditor yang bekerja di inspektorat. 3) Auditor Intern Auditor ini bekerja dalam perusahaan negara maupun swasta yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian dari organisasi. Pasal 38 dan 39 dalam UU No. 25 Tahun 1992 menjelaskan bahwa pengawas koperasi dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota serta bertanggung jawab kepada
rapat anggota. Tugas pengawas adalah
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan usaha koperasi oleh pengurus serta membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. Pengawas koperasi dapat dikatakan berfungsi sebagai auditor internal karena pengawas koperasi merupakan anggota koperasi yang diberikan tugas sebagai pengawas koperasi. 2.1.6
Profesionalisme Istilah profesionalisme berasal dari kata profesi yang berarti suatu
pekerjaan yang memerlukan pengetahuan, mencakup ilmu pengetahuan, keterampilan dan metode. Profesional suatu kemampuan yang dilandasi oleh tingkat pengetahuan yang tinggi dan latihan khusus, daya pemikiran yang kreatif untuk melaksanakan tugas-tugas yang sesuai dengan bidang keahlian dan profesinya. Harjana (2002: 20) memberikan pengertian bahwa profesional adalah orang yang menjalani profesi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Dalam hal ini ia dipercaya dan dapat diandalkan dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga dapat berjalan dengan lancar, baik dan mendatangkan hasil yang diharapkan.
Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) antara lain:
1) Prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAPI dalam terminologi filosofi 2) Peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan 3) Interpretasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya 4) Ketepatan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam melakukan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya. Tangkilisan
dalam
Ariani
(2010)
menjelaskan
bahwa
ukuran
profesionalisme diukur melalui keahlian yang dimiliki oleh seseorang yang sesuai dengan kebutuhan tugas yang dibebankan organisasi kepada seseorang. Alasan pentingnya kecocokan atau kesesuaian antara disiplin ilmu atau keahlian yang dimiliki seseorang adalah karena jika keahlian yang dimiliki tidak sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya, maka itu berdampak pada ketidakefektifan organisasi. Hall
dalam
Astuti,
dkk.
(2003)
memaparkan
indikator-indikator
profesionalisme auditor tercermin dalam komponen-komponen berikut, antara
lain: (a) dedikasi pada profesi, (b) kewajiban sosial, (c) kemandirian, (d) kepercayaan terhadap peraturan profesi, dan (e) hubungan dengan rekan seprofesi.
2.1.7
Etika Profesi Kamus Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2001:
102) memberikan tiga arti yang cukup lengkap tentang etika, yakni: 1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak) 2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak 3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat umum Etika profesi terdiri dari gabungan kata etika yang berarti aturan-aturan atau perilaku; dan profesi adalah pekerjaan atau jabatan yang didasari oleh keahlian tertentu. Arens (2003: 71) mendefinisikan etika secara umum sebagai seperangkat prinsip moral atau nilai. Perilaku beretika diperlukan oleh masyarakat agar semuanya berjalan secara teratur. Terdapat dua alasan utama mengapa orang bertindak tidak beretika yakni karena standar etika seseorang berbeda dari masyarakat umum atau seseorang memutuskan untuk bertindak semaunya. Etika memberikan batasan ataupun standar yang mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatu dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepentingan sosial (profesi) itu sendiri. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat. Dari berbagai pengertian serta gambaran dari berbagai etika profesi yang telah disampaikan diatas dan dengan adanya pedoman yang melandasi etika yang harus dipatuhi oleh auditor guna menjaga mutu, citra, dan martabat, maka dapatlah disimpulkan bahwa etika profesi itu merupakan seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang seharusnya dipatuhi dan dilaksanakan dalam mengemban suatu profesi. Yanhari (2007) menjelaskan indikator-indikator etika profesi yang dipergunakan dalam penelitian ini memuat hal-hal yang menyangkut: (a) kepribadian dan tanggung jawab profesi; (b) integritas; (c) objektivitas; (d) kehatihatian; (e) kerahasiaan. 2.1.8
Tingkat Pendidikan Standar Profesional Akuntan Publik (2001: 110.1) menyebutkan bahwa
persyaratan profesional yang dituntut dari seorang auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Standar umum pertama dalam standar auditing menegaskan bahwa betapa tingginya kemampuan seorang dalam bidang lain selain auditing, termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam standar auditing ini, jika ia tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing. Standar Profesional Akuntan Publik (2001: 210.1) juga menyebutkan bahwa dalam hal melaksanakan audit atas laporan keuangan, untuk sampai pada
tahap pernyataan pendapat, auditor senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya. Seseorang auditor memiliki kewajiban untuk terus memelihara dan meningkatkan kemampuan serta pengetahuannya melalui pendidikan formal atau tidak formal yang disebut pendidikan profesional berkelanjutan. Tujuan ketentuan ini adalah agar auditor independen selalu mengikuti perkembangan terbaru di bidang akuntansi, pengauditan dan bidang-bidang terkait lainnya. Pendidikan akan berdampak pada kualitas pekerjaan itu sendiri dan proses produksi yang berkelanjutan. Ini terjadi karena pendidikan mempengaruhi tenaga kerja secara mendalam bukan hanya fisik belaka. Asri Megaliani (2007) mengatakan bahwa pendidikan seorang auditor sangatlah penting, karena dengan tingkat pedidikan yang memadai, seorang auditor dapat menjalankan profesinya seefektif dan seefisien mungkin. Hal ini tentu akan berpengaruh pada jumlah temuan dan kualitas hasil pemeriksaannya. Adapun indikator-indikator tingkat pendidikan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (a) tingkat pendidikan dan pelatihan masing-masing pengawas, dan (b) kesesuaian pendidikan dan pengetahuan dengan standar pfofesi. 2.1.9
Pengalaman Kerja Standar auditing pertama dalam Standar Pemeriksaan Akuntan Publik
(SPAP) mengatur tentang audit harus dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Sama halnya dengan
pendidikan formal seorang auditor, pengalaman auditor juga merupakan persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen. Seorang auditor dikatakan memenuhi standar auditing pertama apabila auditor tersebut memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing. Pengalaman profesional seorang auditor bisa diperoleh melalui pelatihan, supervisi maupun review terhadap hasil pekerjaannya yang diberikan oleh auditor yang lebih berpengalaman. Milan Widhiati (2005) menjelaskan bahwa pengalaman kerja seorang auditor akan mendukung keterampilan dan kecepatan dalam menyelesaikan tugastugasnya sehingga tingkat kesalahan akan semakin berkurang. Semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki oleh seorang auditor maka akan semakin cepat dalam menemukan temuan. Pengalaman kerja dipandang sebagai faktor penting dalam memprediksi dan menilai kinerja auditor dalam melakukan pemeriksaan. Liebbry dan Troman dalam Milan Widhiati (2005) mengemukakan bahwa pengalaman yang dimiliki auditor dalam melakukan audit/pemeriksaan dapat dijadikan pertimbangan auditor berkualitas. Gibbins dalam Hastuti dkk. (2003) menyatakan bahwa pengalaman baik langsung maupun tidak langsung misalnya melalui pendidikan sangat penting dalam membentuk strukur proses psikologi dari judgement (kebijakan). Judgement dari akuntan publik yang lebih berpengalaman akan lebih intensif dibanding dengan auditor yang kurang pengalamannya sebab pembuat kebijakan lebih mendasarkan pada kebiasaan dan kurang mengikuti pemikiran dari
kebijakan itu sendiri. Adapun indikator-indikator pengalaman kerja dalam penelitian ini yaitu: (a) masa kerja masing-masing pengawas; dan (b) penguasaan dan pemahaman kerja. 2.1.10 Kinerja auditor 1) Pengertian kinerja Bastian, Indra (2001: 329) mendefinisikan kinerja sebagi dambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Dari pengertian diatas dapat dinyatakan apabila seseorang dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan yang diberikan dengan baik dan sesuai dengan harapan organisasinya, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki kinerja atau prestasi kerja yang baik pula. Bastian, Indra (2001: 337) juga menyebutkan ukuran yang dipakai dalam menentukan kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian
sasaran
dan
tujuan
yang
ditetapkan
dengan
mempertimbangkan elemen indikator sebagai berikut: (1) Indikator masukan (input), yaitu sesuatu yang dibutuhkan agar mampu menhasilkan produk, baik barang maupun jasa yang meliputi sumber daya manusia, informasi dan kebijakan.
(2) Indikator keluaran (output), yaitu sesuatu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan fisik dan nonfisik. (3) Indikator hasil (outcome), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. (4) Indikator manfaat (benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari suatu pelaksanaan kegiatan. (5) Indikator dampak (impact), yaitu pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator. 2) Kinerja Pengawas Koperasi sebagai Internal Auditor Apabila pengertian kinerja diatas dikaitkan dengan pengertian kinerja pengawas koperasi, maka kinerja pengawas koperasi dimaksud adalah hasil yang dicapai oleh pengawas koperasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya seperti yang tertuang dalam pasal 38dan 39 UU No. 25 Tahun 1992, yaitu melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan usaha koperasi oleh pengurus serta membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. Dalam menjalankan fungsinya, kinerja pengawas koperasi dapat diukur dari banyaknya produk yang dihasilkan, yaitu berupa temuan pemeriksaan yang dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kinerja pengawas koperasi adalah kemampuan dari seorang pengawas koperasi menghasilkan temuan atau hasil pemeriksaan dari kegiatan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan koperasi.
Adapun indikator-indikator kinerja pengawas koperasi dalam penelitian ini yaitu: (a) pemeriksaan;(b) merekomendasi; dan (c) menetapkan tuntutan. 2.2 Pembahasan Penelitian Sebelumnya Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja auditor sebelumnya pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Adi Wijaya (2006) melakukan penelitian yang berjudul pengaruh tingkat pendidikan dan pengalaman kerja auditor terhadap rentang waktu penyelesaian audit pada Kantor Akuntan Publik di Bali. Variabel independen dalam penelitian tersebut adalah tingkat pendidikan dan pengalaman kerja auditor. Variabel dependennya adalah rentang waktu penyelesaian audit. Hasil penelitian tersebut adalah tingkat pendidikan auditor tidak berpengaruh terhadap rentang waktu penyelesaian audit sementara pengalaman kerja auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap rentang waktu penyelesaian audit. Persamaan penelitian ini terletak pada variabel tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, perbedaannya terletak pada variabel profesionalisme, etika profesi, lokasi dan waktu penelitian. Asri Megaliani (2007) meneliti tentang pengaruh tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan komponen profesionalisme auditor terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bali. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perngaruh tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan komponen profesionalisme auditor terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Hasil uji F menunjukkan bahwa semua variabel bebas berpengaruh secara serempak dan signifikan terhadap variabel terikat. Pengujian hipotesis parsial terhadap
pengabdian pada profesi dan kepercayaan terhadap profesi menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat materialitas, namun variabel tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kemandirian dan hubungan dengan rekan seprofesi mengindikasikan pengaruh positif terhadap tingkat materialitas. Persamaan penelitian ini terletak pada variabel tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan komponen profesionalisme, perbedaannya terletak pada variabel etika profesi dan pada waktu dan lokasi penelitian. Aprillia (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja auditor pada Perwakilan BPK RI di Denpasar. Variabel bebas penelitian ini adalah profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja auditor pada Perwakilan BPK RI di Denpasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel profesionalisme, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor pada Perwakilan BPK RI di Denpasar, sedangkan variabel etika profesi berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja auditor pada Perwakilan BPK RI di Denpasar. Persamaan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan variabel terikatnya, perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan waktu penelitian. Mega (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja pada kinerja auditor BPKP Perwakilan Provinsi Bali. Variabel bebas penelitian ini adalah profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja auditor BPKP Perwakilan Provinsi Bali. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas yaitu, profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor BPKP Perwakilan Provinsi Bali. Persamaan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan variabel terikatnya, perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan waktu penelitian. Ariani (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja pada kinerja auditor Inspektorat di Wilayah Provinsi Bali. Variabel bebas penelitian ini adalah profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja auditor Inspektorat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel etika profesi, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor Inspektorat, sedangkan variabel profesionalisme tidak berpengaruh signifikan
pada kinerja auditor
Inspektorat. Persamaan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan variabel terikatnya, perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan waktu penelitian. Laksmi (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh tingkat pendidikan, pelatihan kerja dan perofesionalisme petugas pemeriksa pajak pada penyelesaian pemeriksaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama se-Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyelesaian pemeriksaan pajak di kantor pelayanan pajak Pratama Se-Bali, sedangkan variabel pengalaman kerja dan profesionalisme pengaruhnya tidak signifikan. Persamaan penelitian ini terletak pada variabel bebas yaitu variabel profesionalisme dan tingkat
pendidikan, perbedaannya terletak pada variabel pelatihan kerja, lokasi penelitian dan waktu penelitian.
2.3 Rumusan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh profesionalisme pada kinerja pengawas koperasi Hardjana (2002) dan Tangkilisan (2005) menyatakan bahwa seseorang disebut profesional apabila ia menjalani profesinya sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Seorang auditor yang
menjalankan tugas profesi dengan sungguh-
sungguh maka kinerjanya akan lebih baik dan lebih optimal. Yanhari (2007) menemukan bahwa variabel profesionalisme berpengaruh terhadap kinerja auditor dan signifikan secara statistik. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: Profesionalisme berpengaruh pada kinerja pengawas koperasi 2.3.2
Pengaruh etika profesi pada kinerja pengawas koperasi Arens (2003: 71) menyatakan bahwa etika profesi merupakan landasan
moral yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh setiap auditor. Pemahaman akan etika profesi tentunya akan mengarahkan sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan tugas guna mencapai hasil yang lebih baik. Yanhari (2007) juga menemukan bahwa variabel etika profesi berpengaruh pada kinerja auditor dan signifikan secara statistik. Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Etika profesi berpengaruh pada kinerja pengawas koperasi. 2.3.3 Pengaruh tingkat pendidikan pada kinerja pengawas koperasi Jika seorang auditor/pengawas koperasi dapat menjalankan profesinya seefektif dan seefisien mungkin, maka akan berdampak pada kinerja auditor/pengawas koperasi tersebut. Asri Megaliani (2007) menemukan bahwa variabel tingkat pendidikan auditor menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Hipotesis yang dapat dikembangkan dari argumen diatas adalah sebagai berikut: H3: Tingkat pendidikan berpengaruh pada kinerja pengawas koperasi. 2.3.4 Pengaruh pengalaman kerja pada kinerja pengawas koperasi Pengalaman kerja dipandang sebagai faktor penting dalam memprediksi dan menilai kinerja auditor dalam melakukan pemeriksaan, karena telah dibuktikan oleh Neni Meidiawati dalam Widagdo, Ridwan, dkk (2002) yang menemukan tingkat kesalahan yang dibuat auditor yang tidak berpengalaman lebih banyak dari pada auditor yang berpengalaman. Seorang auditor dapat menjalankan profesinya dengan lebih efektif dan efisien apabila didukung dengan adanya pengalaman kerja yang cukup. Pengalaman kerja auditor memiliki pengaruh terhadap kinerja auditor, Asri Megaliani (2007) menemukan bahwa variabel pengalaman kerja auditor menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dan positif terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut: H4: Pengalaman kerja berpengaruh pada kinerja pengawas koperasi.