BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Sinyal Teori Sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor, kreditor). Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al., 2000 dalam Ratna Candra Sari dan Zuhrohtun, 2006). Teori
sinyal
mengemukakan
tentang
bagaimana
seharusnya
sebuah
perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain.
10
Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Laba dan komponen arus kas merupakan bagian dari laporan keuangan sehingga laba dan komponen arus kas seharusnya juga berguna untuk keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Laba dapat digunakan untuk menilai prospek perusahaan misalnya untuk (a) mengevaluasi performance manajemen, (b) memperkirakan earning power, (c) memprediksikan laba yang akan datang atau (d) menilai risiko investasi atau pinjaman pada perusahaan (SFAC no.1, 1978). Data arus kas mempunyai manfaat dalam (a) memprediksi kesulitan keuangan, (b) menilai risiko, ukuran, dan waktu keputusan pinjaman, (c) memprediksi peringkat kredit, (d) menilai perusahaan, dan (e) memberikan informasi tambahan pada pasar modal (Bowen et al, 1986 dalam Meythi, 2006).
2.1.2 Pengertian Pasar Modal Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No.1548/ KMK/ 90 mendefinisikan pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Pasar modal dalam arti yang sempit adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek (Sunariyah, 2004:13). Menurut Eduardus Tandelilin (2001:13), pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana
11
dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian pasar modal juga bisa diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi, sedangkan tempat dimana terjadinya jual beli sekuritas disebut dengan bursa efek. Oleh karena itu, bursa efek merupakan arti dari pasar modal secara fisik. Menurut Suad Husnan (2003:3), secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan pengertian pasar modal adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, yang mempertemukan antara pihak yang mengalami kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, dan memperdagangkan berbagai instrumen keuangan (sekuritas) baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.
2.1.3 Pengertian Saham Saham adalah keikutsertaan investor dalam perusahaan sebagai pemodal. Saham memberikan return dalam bentuk dividen, yang biasanya dibayarkan sekali setahun, dan capital gain (kenaikan harga saham di pasar). Dividen dan capital gain akan ada jika perusahaan memperoleh laba karena menurut definisinya, dividen adalah laba yang dibagikan. Sedangkan capital gain terjadi karena adanya laba yang tidak dibagikan dan faktor pertumbuhan perusahaan di
12
masa depan. Perusahaan yang rugi tidak akan membagikan dividen dan jika perusahaan itu tidak menjanjikan pertumbuhan, yang akan diperoleh investor adalah capital loss atau penurunan harga saham di pasar (www.beritanet.com). Setiap saham memiliki hak dan keistimewaan atau privilege tertentu yang hanya dapat dibatasi oleh kontrak khusus pada saat saham diterbitkan. Jika tidak ada ketentuan yang membatasi, maka setiap saham memiliki hak-hak: (a) untuk membagi laba dan rugi secara proporsional, (b) untuk ikut serta dalam manajemen (hak untuk memilih direktur) secara proporsional, (c) untuk membagi aktiva perusahaan bila terjadi likuidasi secara proporsional, (d) untuk ikut serta secara proporsional dalam setiap penerbitan saham baru dari kelompok yang sama disebut hak istimewa (preemptive rights) (Kieso, et al, 2002:308-309). Dalam setiap perseroan, satu kelompok saham harus memiliki hak kepemilikan dasar yang disebut saham biasa. Saham biasa (common stock) adalah hak residu perseroan yang menanggung resiko terbatas bila terjadi kerugian dan menerima manfaat bila terjadi keuntungan. Saham ini tidak dijamin akan menerima pembagian deviden atau pembagian aktiva bila perusahaan dilikuidasi. Namun pemegang saham biasa umumnya mengendalikan manajemen perusahaan dan memperoleh laba lebih besar jika perusahaan sukses. Dalam usaha menarik semua jenis investor, perseroan menawarkan dua atau lebih kelompok saham dengan hak atau keistimewaan yang berbeda. Saham khusus yang diciptakan disebut saham preferen (preferred stock). Sebagai pengganti atas setiap preferensi khusus, pemegang saham preferen selalu mengorbankan beberapa hak yang melekat dalam modal dasar.
13
2.1.4 Laporan Laba Rugi Menurut Kieso, et al (2002:150) laporan laba rugi (income statement) adalah laporan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan selama periode waktu tertentu. Komunitas bisnis dan investasi menggunakan laporan ini untuk menentukan profitabilitas, nilai investasi, dan kelayakan kredit atau kemampuan perusahaan melunasi pinjaman. Adapun manfaat yang diberikan dari laporan laba rugi kepada pemakai laporan keuangan, diantaranya: 1) Mengevaluasi kinerja masa lalu perusahaan. 2) Memberikan dasar untuk memprediksi kinerja masa depan. 3) Membantu menilai risiko atau ketidakpastian pencapaian arus kas masa depan. Penyajian laporan laba rugi dapat dilakukan secara langsung maupun bertahap. Unsur-unsur laporan laba rugi terdiri dari pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian. Laporan laba rugi bentuk langsung menyajikan unsurunsur tersebut dalam dua kelompok, yaitu pendapatan dan beban. Laporan laba rugi bertahap menyajikan unsur-unsur tersebut secara lebih rumit yang terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: 1) Bagian operasi, yaitu bagian yang melaporkan pendapatan dan beban-beban dari operasi utama perusahaan. Bagian ini terdiri dari: a) Bagian penjualan dan pendapatan, yaitu subbagian yang menyajikan penjualan, diskon, retur penjualan, harga, dan informasi lainnya yang berhubungan.
14
b) Bagian harga pokok penjualan, yaitu subbagian yang memperlihatkan harga pokok barang yang dijual untuk mendapatkan penjualan. c) Beban penjualan, yaitu subbagian yang mencantumkan daftar beban-beban yang berasal dari upaya perusahaan untuk melakukan penjualan. d) Beban administrasi atau umum, yaitu subbagian yang melaporkan bebanbeban administrasi umum. 2) Bagian nonoperasi, yaitu komponen laporan laba rugi yang menyajikan laporan pendapatan dan beban yang berasal dari aktivitas sekunder atau tambahan dari perusahaan. Keuntungan dan kerugian khusus yang jarang muncul atau tidak biasa, tetapi tidak keduanya, biasanya juga dilaporkan dalam bagian ini. Umumnya pos-pos ini dibagi menjadi dua subbagian utama: a) Pendapatan dan keuntungan lain, yaitu daftar pendapatan yang dihasilkan atau keuntungan yang terjadi dari transaksi nonoperasi yang umumnya berupa nilai bersih dari beban yang terkait. b) Beban dan kerugian lain, yaitu daftar beban atau kerugian yang terjadi dari transaksi nonoperasi yang umumnya berupa nilai bersih dari setiap pendapatan yang berhubungan. 3) Pajak penghasilan, yaitu bagian pendek yang melaporkan pajak penghasilan federal dan negara bagian yang dikenakan atas laba dari operasi berlanjut. 4) Operasi yang dihentikan, yaitu keuntungan atau kerugian material yang berasal dari disposisi segmen bisnis. 5) Pos-pos luar biasa, yaitu keuntungan dan kerugian material yang bersifat tidak biasa dan jarang terjadi. Kriteria pos-pos luar biasa adalah:
15
a) Bersifat tidak biasa, artinya kejadian atau transaksi yang mendasari harus memiliki tingkat abnormalitas yang tinggi dan merupakan jenis yang secara jelas tidak berhubungan dengan, atau hanya bersifat insidentil berkaitan dengan aktivitas normal dan umum perusahaan, dengan memperhitungkan lingkungan di mana perusahaan beroperasi. b) Kejarangan terjadinya, artinya kejadian atau transaksi yang mendasari harus merupakan jenis yang tidak diharapkan akan terjadi kembali di masa mendatang, dengan memperhitungkan lingkungan di mana perusahaan beroperasi. 6) Pengaruh kumulatif dari perubahan prinsip akuntansi. 7) Laba per saham atau earning per share.
2.1.5 Earnings Per Share (EPS) Earnings per share merupakan jumlah pendapatan yang diperoleh dalam satu periode untuk tiap lembar saham yang beredar (Zaki Baridwan, 2000: 448). FASB No.55 tahun 1982 (dalam Zaki Baridwan, 2000: 448) meminta penyajian data EPS pada halaman muka laporan laba rugi. Data EPS yang ditunjukkan adalah untuk penghasilan sebelum elemen-elemen luar biasa dan untuk penghasilan bersih. Standar ini tidak berlaku bagi perusahaan-perusahaan (mutual), perusahaan investment yang terdaftar, perusahaan-perusahaan negara, perusahaan-perusahaan non profit, laporan keuangan perusahaan induk yang diterbitkan bersama dengan laporan keuangan konsolidasi, laporan keuangan anak perusahaan, atau laporanlaporan untuk tujuan khusus, serta tidak berlaku bagi perusahaan-perusahaan yang tidak go public.
16
Menurut Kieso et al (2002:170) earnings per share atau laba per saham diperoleh dari laba bersih dikurangi deviden saham preferen (laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa) dibagi dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar. Zaki Baridwan (2000:450) menyajikan perhitungan EPS yang lebih spesifik. Perhitungan EPS tergantung dari struktur modal PT (Perseroan Terbatas), yaitu struktur modal sederhana dan kompleks. Struktur modal sederhana adalah struktur modal yang terdiri dari saham biasa saja, atau dapat juga terdiri dari berbagai macam saham tetapi secara potensial tidak mempunyai efek dilutive. Untuk PT yang struktur modalnya sederhana, perhitungan pendapatan per lembar saham (earnings per share) diperoleh dari pendapatan bersih dikurangi deviden saham prioritas, dibagi dengan rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar. Struktur modal yang kompleks terdiri dari berbagai macam surat berharga seperti saham biasa, saham prioritas, surat-surat berharga yang dapat ditukarkan (convertible) seperti convertible preferred stocks, convertible bonds, juga adanya options dan warrants. Perusahaan-perusahaan yang mempunyai struktur modal yang kompleks diminta untuk menyajikan dua data EPS di halaman muka laporan laba rugi. Penyajian pertama adalah primary earnings per share, dan yang kedua adalah fully diluted earnings per share. Primary earnings per share diperoleh dari pendapatan bersih dikurangi deviden saham prioritas dibagi rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar, kemudian dikurangi dengan akibat dari saham biasa ekuivalen. Perhitungan fully
17
diluted earnings per share didapat dari primary earnings per share dikurangi surat berharga selain saham biasa ekuivalen yang mempunyai akibat dilutive.
2.1.6 Laporan Arus Kas Menurut Kieso, et al (2002:372) laporan arus kas merupakan laporan yang melaporkan penerimaan kas, pembayaran kas, dan perubahan bersih kas dari kegiatan operasi, investasi, serta pembiayaan perusahaan selama suatu periode, dalam bentuk yang dapat merekonsiliasi saldo kas awal dan akhir. Informasi dalam laporan arus kas dapat membantu para investor, kreditor, dan pihak lainnya menilai hal-hal berikut ini (Kieso, et al (2002: 373): 1) Kemampuan entitas untuk menghasilkan arus kas di masa depan. 2) Kemampuan entitas untuk membayar deviden dan memenuhi kewajibannya. 3) Penyebab perbedaan antara laba bersih dan arus kas bersih dari kegiatan operasi. 4) Transaksi investasi dan pembiayaan yang melibatkan kas dan nonkas selama suatu periode.
2.1.7 Komponen Arus Kas PSAK No.2 (IAI, 2004) memberikan penjelasan mengenai komponen arus kas yang terdiri dari arus kas dari aktivitas operasi, arus kas dari aktivitas investasi, arus kas dari aktivitas pendanaan, sebagai berikut: 1) Arus kas dari aktivitas operasi Arus kas dari aktivitas operasi merupakan arus kas yang berasal dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (prinsipal revenue-
18
producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan pendanaan. Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar. Arus kas dari aktivitas operasi umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi bersih. Arus kas tersebut dapat berupa: a) penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa. b) penerimaan kas dari royalti, fee, komisi, dan pendapatan lain. c) pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa. d) pembayaran kas kepada karyawan. e) penerimaan dan pembayaran kas oleh perusahaan asuransi sehubungan dengan premi, klaim, anuitas, dan manfaat asuransi lainnya. f) pembayaran kas atau penerimaan kembali (restitusi) pajak penghasilan kecuali jika dapat diidentifikasikan secara khusus sebagai bagian dari aktivitas pendanaan dan investasi. g) penerimaan dan pembayaran kas dari kontrak yang diadakan untuk tujuan transaksi usaha dan perdagangan.
19
2) Arus kas dari aktivitas investasi Arus kas dari aktivitas investasi yaitu arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas. Pengungkapan terpisah arus kas yang berasal dari aktivitas investasi perlu dilakukan sebab arus kas tersebut mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan. Arus kas dari aktivitas investasi diantaranya: a) pembayaran kas untuk membeli aktiva tetap, aktiva tak berwujud, dan aktiva jangka panjang lain, termasuk biaya pengembangan yang dikapitalisasi dan aktiva tetap yang dibangun sendiri. b) penerimaan kas dari penjualan tanah, bangunan dan peralatan, aktiva tak berwujud, dan aktiva jangka panjang lain. c) perolehan saham atau instrumen keuangan perusahaan lain. d) uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain serta pelunasannya (kecuali yang dilakukan oleh lembaga keuangan). e) pembayaran kas sehubungan dengan futures contracts, forward contracts, option contracts, dan swap contracts kecuali apabila kontrak tersebut dilakukan untuk tujuan perdagangan (dealing or trading), atau apabila pembayaran tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan. 3) Arus kas dari aktivitas pendanaan Arus kas dari aktivitas pendanaan yaitu arus kas yang berasal dari aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan
20
pinjaman perusahaan. Pengungkapan terpisah arus kas yang timbul dari aktivitas pendanaan perlu dilakukan sebab berguna untuk memprediksi klaim terhadap arus kas masa depan oleh para pemasok modal perusahaan. Arus kas dari aktivitas pendanaan dapat dicontohkan sebagai berikut: a) penerimaan kas dari emisi saham atau instrumen modal lainnya. b) pembayaran kas kepada para pemegang saham untuk menarik atau menebus saham perusahaan. c) penerimaan kas dari emisi obligasi, pinjaman, wesel, hipotik, dan pinjaman lainnya. d) pelunasan pinjaman. e) pembayaran kas oleh penyewa guna usaha (lessee) untuk mengurangi saldo kewajiban yang berkaitan dengan sewa guna usaha pembiayaan (finance lease).
2.1.8 Siklus Hidup Perusahaan Beberapa organisasi baru, “lenyap” setelah mencapai kesuksesan yang gemilang, organisasi yang lain mungkin mengalami kebangkrutan yang prematur yaitu tidak lama setelah organisasi dibentuk, tetapi teori organisasi menyatakan bahwa organisasi dapat hidup kekal seperti sebagian besar universitas dan gereja. Kreitner dan Kinicki (1998) dalam Juniarti dan Rini Limanjaya (2005) mengungkapkan tentang teori siklus hidup perusahaan sebagai berikut: “Like the people who make up organizations, organizations themselves go through life cycles. Organizations are born and barring early decline, eventually growth and mature, if decline is not reversed the organizations dies.”
21
Pashley & Philippatos (1990) dalam Juniarti dan Rini Limanjaya (2005) membagi siklus hidup perusahaan menjadi empat tahap utama, yaitu pioneering, expansion, maturity, dan decline. Black (1998) dalam Juniarti dan Rini Limanjaya (2005) menyebut tahap pioneering sebagai tahap start-up, dan menyebut tahap expansion sebagai tahap growth.
2.1.9 Metode Klasifikasi Siklus Hidup Perusahaan Anthony dan Ramesh (1992) dalam Juniarti dan Rini Limanjaya (2005) mengklasifikasikan perusahaan ke dalam tahap start up dengan menggunakan beberapa kriteria berikut: 1) Perusahaan yang telah berdiri cukup lama (sekitar 5 tahun) sehingga memungkinkan untuk diklasifikasi. 2) Perusahaan tidak terbentuk sebagai akibat dari divesture, merger, atau bentuk restrukturisasi lainnya. 3) Perusahaan mulai melakukan penjualan tidak lebih dari satu tahun sebelum go public. 4) Hanya data perusahaan selama tiga tahun pertama setelah tanggal berdiri perusahaan yang dimasukkan. Klasifikasi perusahaan ke dalam tahap growth, mature, dan decline dilakukan berdasarkan pada tiga variabel klasifikasi, yaitu percent sales growth (SG), annual devidend as a percentage of income (DP), dan age of the firm (AGE). SG adalah persentase kenaikan penjualan disetiap tahunnya. DP adalah persentase dari laba yang dibayarkan kepada pemegang saham, yang umumnya berlaku bahwa jika semakin tinggi rasio pembayaran maka dapat dikatakan semakin
22
dewasa perusahaan tersebut. AGE merupakan umur dari perusahaan yaitu lamanya perusahaan berada di dalam suatu industri. Perusahaan dengan sales growth yang tinggi umumnya adalah perusahaan yang masih berada dalam tahap awal perkembangan dan memiliki kesempatan tumbuh yang tinggi, sedangkan perusahaan dengan sales growth yang rendah dimungkinkan perusahaan tersebut sedang memasuki tahap decline. Pembayaran deviden yang rendah pada umumnya dihubungkan dengan tahap siklus hidup awal karena perusahaan membutuhkan kas untuk mengembangkan pangsa pasar, menguasai teknologi, dan mendanai investasi. Pembayaran deviden yang rendah dapat dimungkinkan juga disebabkan perusahaan sudah lama berada didalam industri dan sedang berada dalam kesulitan likuiditas, sehingga dimasukkan variabel umur (AGE) perusahaan untuk meminimalkan kemungkinan kesalahan pengklasifikasian perusahaan ke dalam siklus hidupnya. Pedoman yang dipakai dalam mengklasifikasikan perusahaan ke dalam tahap growth, mature, dan decline, ditunjukkan pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Indikator Tahap Siklus Hidup Perusahaan Tahap Siklus
Variabel Klasifikasi Siklus Hidup
Hidup
DP
SG
AGE
Growth
Low
High
Young
Mature
Medium
Medium
Adult
Decline
High
Low
Old
Sumber: Anthony & Ramesh (1992 dalam Juniarti dan Rini Limanjaya., 2005)
23
2.1.10 Karakteristik Tahapan Siklus Hidup Perusahaan Juniarti dan Rini Limanjaya (2005) memaparkan karakteristik dari tahapan siklus hidup perusahaan sebagai berikut: 1) Tahap Start-up (Tahap Perkenalan) Tahap start-up merupakan tahap dimana perusahaan akan mengalami pertumbuhan penjualan dan keuntungan yang relatif lamban, karena selain perusahaan adalah sebagai pendatang baru di dalam industri, perusahaan yang bersangkutan juga masih dalam tahap perkenalan terhadap produk-produknya yang dijual, terhadap karyawan-karyawan yang ada didalamnya, terhadap sistem dan prosedur yang ada di dalamnya, dan lain-lain. Net income yang diperoleh perusahaan akan cenderung bernilai negatif, karena perusahaan berusaha mendapatkan pangsa pasar sehingga perusahaan banyak melakukan pengeluaran kas untuk pengembangan produk, pengembangan pasar, dan ekspansi kapasitas. Kondisi ini dapat menekan laba jangka pendek tetapi diharapkan akan mendatangkan laba jangka panjang di masa depan. Arus kas dari aktivitas operasi perusahaan pada tahap ini juga diperkirakan akan bernilai negatif karena perusahaan masih dalam tahap pencarian pangsa pasar dan kemungkinan masih belum mampu menghasilkan arus kas masuk dari aktivitas operasi dalam jumlah yang lebih besar daripada arus kas keluarnya. Arus kas dari aktivitas investasi pada tahap ini juga diprediksi negatif, karena perusahaan melakukan pengeluaran investasi yang sangat besar terutama dalam mengembangkan pangsa-pangsa pasarnya. Adanya kebutuhan untuk memenuhi penggunaan investasi yang sangat besar, mendorong perusahaan untuk
24
mendapatkan dana yang besar agar dapat memulai usahanya. Dengan kata lain, pada tahap ini perusahaan memerlukan aliran kas dari aktivitas pendanaan yang positif, yakni arus kas masuk dari aktivitas pendanaan harus lebih besar dari arus kas keluarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada tahap start up, perusahaan memiliki volume penjualan awal yang rendah, menderita kerugian akibat adanya start up cost, dan tingkat likuiditas yang rendah. Sebagian besar dana yang dimiliki perusahaan merupakan dana dari hasil pinjaman, dan umumnya perusahaan tidak membagikan deviden. Perusahaan hanya memiliki sedikit aktiva dan sebagian besar porsi nilai perusahaan terdiri dari kesempatan tumbuh. Pendanaan yang diperlukan sangat besar untuk melakukan investasi agar kesempatan tumbuh dapat diwujudkan. 2) Tahap Growth (Tahap Pertumbuhan) Tahap growth merupakan tahap dimana perusahaan mengalami peningkatan penjualan, keuntungan, likuiditas, dan peningkatan rasio ekuitas terhadap utang, serta mulai membayar deviden. Selain itu perusahaan juga mulai melakukan diversifikasi dalam lini produk yang berhubungan erat. Net income yang diperoleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan tahap start-up. Walaupun kadang-kadang laba yang diperoleh masih bernilai negatif tetapi biasanya besarnya kerugian yang diderita menurun. Hal ini disebabkan karena perusahaan sudah berhasil memperoleh pangsa pasar dan mampu menghasilkan arus kas operasional yang meningkat atau bahkan positif. Perusahaan yang berada pada tahap ini kemungkinan besar sudah bisa membayar
25
deviden, jika perusahaan sudah mampu memperoleh laba yang positif, namun deviden yang dibagikan masih rendah karena kas masih difokuskan untuk keperluan pendanaan. Arus kas dari aktivitas operasi akan mengalami peningkatan karena perusahaan sudah berhasil memperoleh pangsa pasar dan mendapatkan kenaikan penjualan, maka diharapkan arus kas dari aktivitas operasi akan bernilai positif. Pada tahap growth, perusahaan masih melakukan pengeluaran investasi yang sangat besar untuk mengembangkan dan mempertahankan pangsa pasar serta menguasai teknologi. Demikian juga dengan kegiatan pendanaan, dana yang diperlukan dalam tahap ini lebih besar dari tahap sebelumnya. Tujuannya yaitu untuk meraih dana dalam membiayai sales growth dan profitability yang lebih tinggi lagi yakni dengan menginvestasikan dana tersebut ke dalam aktiva tetap lain untuk memenuhi permintaan pasar. Jadi dapat disimpulkan pada tahap growth kesempatan tumbuh perusahaan menjadi lebih tinggi daripada tahap sebelumnya. Perusahaan memperoleh sejumlah aset-aset yaitu hasil dari investasi dari tahap sebelumnya. 3) Tahap Mature (Tahap Kedewasaan) Tahap mature perusahaan mengalami puncak tingkat penjualan, tingkat likuiditas tinggi dan perusahaan menjadi cash cow. Pangsa pasar di tahap ini semakin kuat, oleh karena itu pada tahap ini perusahaan diharapkan mampu menghasilkan laba yang positif dalam jumlah besar. Perusahaan juga membayar dividen yang tinggi. Disamping itu, perusahaan juga diharapkan mampu menghasilkan arus kas operasional yang semakin besar.
26
Arus kas dari aktivitas investasi perusahaan untuk aktiva tetap mulai menurun, perusahaan sudah mampu menghasilkan laba dari assets yang ditanamkan dari dua periode siklus sebelumnya. Arus kas dari aktivitas pendanaan pada tahap ini juga akan
berkurang
karena
selain
perusahaan
sudah
mampu
melakukan
pembiayaannya sendiri dengan memiliki arus kas operasi yang positif dalam jumlah besar, perusahaan sudah tidak membutuhkan pendapatan dana yang terlalu besar seperti pada tahap-tahap sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa di tahap mature ini, meskipun nilai kesempatan tumbuh merupakan salah satu komponen utama, tetapi relatif menjadi berkurang bila dibandingkan dengan tahap start up dan growth. Nilai aktiva mulai bertambah, dan telah mampu menghasilkan pendapatan dan biaya yang lebih representative bila dibandingkan dengan tahap siklus hidup lainnya. 4) Tahap Decline (Tahap Penurunan) Tahap decline, perusahaan memiliki kesempatan bertumbuh yang terbatas karena menghadapi persaingan yang semakin tajam dan kejenuhan akan permintaan barang. Perusahaan banyak menghadapi kompetitor yang menawarkan barang-barang pengganti yang lebih diminati konsumen. Selain itu pangsa pasar potensial yang sangat sempit, dan terjadi ekspansi yang semakin tidak menguntungkan. Permintaan akan produk yang diproduksi sangat rendah. Perusahaan juga menghadapi keusangan manajerial dan teknologi. Perusahaan, terutama yang berada pada akhir tahap decline mengalami penurunan penjualan secara signifikan sehingga terjadi kerugian dan pembayaran deviden pun terhenti.
27
Laba perusahaan pada tahap ini akan mengalami penurunan, karena dengan terbatasnya market share perusahaan, maka penjualan pun akan cenderung menurun. Jika penurunan laba bersih ini berkelanjutan dari periode ke periode, perusahaan harus melakukan revitalisasi, yaitu melakukan berbagai upaya agar dapat masuk ke dalam tahap growth kembali. Jika perusahaan tidak berhasil melakukan revitalisasi maka secara perlahan-lahan dan pada akhirnya mengalami kerugian, kebangkrutan dan mati. Arus kas dari aktivitas operasi pada tahap ini akan semakin menurun atau bahkan negatif. Pada tahap ini, aktivitas dari arus kas operasi berguna bagi perusahaan untuk memberikan informasi seberapa besar perusahaan mampu menghasilkan modal atas kegiatan operasinya sendiri, yakni untuk membayar kepada para debitur dalam kasus likuidasi. Arus kas dari aktivitas investasi berguna bagi perusahaan untuk memberikan informasi seberapa besar dana yang diperoleh
dari
hasil
penjualan
aset-aset
perusahaan
untuk
membayar
pengembalian hutang kepada para kreditur. Arus kas dari aktivitas pendanaan pada tahap ini juga berguna untuk memberikan informasi kepada perusahaan seberapa besar kemampuan perusahaan melunasi hutang-hutangnya kepada para kreditur.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji relevansi informasi laba dan komponen arus kas dalam kaitannya dengan siklus hidup perusahaan. Juniarti dan Rini Limanjaya (2005) meneliti tentang relevansi net income dan komponen arus kas disetiap siklus hidup perusahaan. Sampel yang digunakan adalah
28
perusahaan manufaktur. Periode penelitian 1992-1996. Variabel dependennya adalah MVE (Market Value Equity), sedangkan variabel independennya adalah net income dan nilai masing-masing komponen laporan arus kas. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis liniear berganda. Metode pengklasifikasian perusahaan ke dalam tahap siklus hidupnya menggunakan tiga variabel yaitu sales growth, deviden payout, dan age. Hasil yang didapat bahwa komponen arus kas lebih memiliki value relevance dibandingkan dengan laba pada tahap growth dan mature. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Juniarti dan Rini Limanjaya (2005) adalah pada teknik analisis datanya. Perbedaan terletak pada variabel penelitian, sampel penelitian, dan metode klasifikasi. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah harga saham, sedangkan variabel independennya adalah EPS sebelum pos luar biasa dan operasi dihentikan, dan nilai masing-masing komponen arus kas (operasi, investasi, dan pendanaan) sebelum pos luar biasa dan operasi dihentikan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan non manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta (BEJ) periode 2003-2007. Metode pengklasifikasian perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sales growth. San Susanto dan Erni Ekawati (2006) meneliti tentang relevansi nilai informasi laba dan aliran kas terhadap harga saham dalam kaitannya dengan siklus hidup perusahaan. Sampel yang digunakan adalah perusahaan seluruh jenis industri periode 1990-2003. Variabel dependennya adalah harga saham, sedangkan variabel independennya adalah EPS (earning per share), CFOPS (cash flow operations per share), CFIPS (cash flow investment per share), CFFPS (cash
29
flow financing per share). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Metode pengklasifikasian yang digunakan adalah average sales growth.. Hasil yang ditemukan bahwa pada tahap start-up, informasi arus kas dari aktivitas investasi dan pendanaan lebih memiliki value relevance. Pada tahap growth, informasi laba, arus kas dari aktivitas operasi, dan arus kas dari aktivitas pendanaan yang memiliki value relevance. Pada tahap mature, laba dan arus kas sama-sama memiliki value relevance. Pada tahap decline, arus kas dari aktivitas operasi dan pendanaan lebih memiliki value relevance. Persamaan penelitian ini dengan penelitian San Susanto dan Erni Ekawati (2006) terletak pada teknik analisis data yang digunakan, variabel dependen, dan metode klasifikasi perusahaan. Perbedaannya adalah pada variabel independen, dan sampel penelitian. I Made Gede Ary Gunawan (2007) menguji tentang reaksi pasar terhadap informasi laba dan komponen arus kas pada perusahaan manufaktur (pengujian siklus hidup perusahaan). Periode penelitian adalah 2004-2006. Variabel dependennya adalah return saham, variabel independennya adalah EPS, total arus kas dari aktivitas operasi, total arus kas dari aktivitas investasi, dan total arus kas dari aktivitas pendanaan. Metode klasifikasi perusahaan yang digunakan adalah sales growth. Teknik analisisnya adalah regresi linear berganda. Hasil temuannya menyatakan bahwa pada tahap growth, EPS, CFO, CFI, dan CFF berpengaruh secara serempak terhadap return saham, namun hanya EPS yang berpengaruh secara parsial terhadap return saham. Tahap mature ditemukan bahwa secara serempak EPS, CFO, CFI, CFF tidak berpengaruh terhadap return saham.
30
Pengaruh serempak terjadi pada tahap decline, namun secara parsial hanya EPS dan CFO yang berpengaruh terhadap return saham. Persamaan penelitian ini dengan penelitian I Made Gede Ary Gunawan adalah pada metode klasifikasi perusahaan, serta teknik analisis data yang digunakan. Perbedaannya terletak pada variabel penelitian, dan sampel penelitian. Secara ringkas pembahasan penelitian-penelitian sebelumnya disajikan pada tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2. Ringkasan Penelitian Sebelumnya No 1.
2.
Peneliti
Variabel Penelitian Juniarti dan Variabel Rini Limanjaya independen: net (2005) income, dan nilai masing-masing komponen laporan arus kas. Variabel dependen: MVE (market value equity)
Teknik Analisis Data Analisis regresi linear berganda
San Susanto dan Erni Ekawati (2006)
Analisis regresi linear berganda
Variabel independen: EPS, CFOPS, CFIPS, CFFPS. Variabel dependen: harga saham
31
Hasil Cash flow atau arus kas lebih mempunyai relevansi nilai daripada informasi laba di tahap growth dan mature.
Arus kas investasi dan arus kas dari aktivitas pendanaan mempunyai value relevance pada tahap start up. Laba, arus kas dari aktivitas operasi, arus kas dari aktivitas pendanaan mempunyai value relevance pada tahap growth. Laba dan komponen arus kas mempunyai value relevance pada tahap mature. Arus kas dari aktivitas operasi dan
arus kas dari aktivitas pendanaan mempunyai value relevance pada tahap decline.
3.
I Made Gede Ary Gunawan (2007)
Variabel independen: EPS, arus kas bersih dari aktivitas operasi (CFO), arus kas bersih dari aktivitas investasi (CFI), dan arus kas bersih dari aktivitas pendanaan (CFF). Variabel dependen: return saham
Analisis regresi linear berganda
Secara serempak EPS, CFO, CFI, CFF, berpengaruh terhadap return saham pada tahap growth, namun hanya EPS yang berpengaruh secara parsial terhadap return saham. Tahap mature ditemukan bahwa secara serempak EPS, CFO, CFI, CFF tidak berpengaruh terhadap return saham. Pengaruh serempak ditemukan pada tahap decline, namun secara parsial hanya EPS dan CFO yang berpengaruh terhadap return saham.
2.3 Rumusan Hipotesis Laba yang dilaporkan perusahaan pada tahap start up adalah negatif karena perusahaan banyak melakukan pengeluaran kas untuk pengembangan produk, pengembangan pasar, dan ekspansi pasar. Walaupun laba bernilai negatif, perusahaan memiliki kesempatan tumbuh yang besar dan prospek untuk menghasilkan laba positif di masa depan, sehingga diharapkan harga saham tinggi. Laba diharapkan berhubungan negatif dengan harga saham. Hal ini sesuai dengan karakteristik tahap start up yang dipaparkan Juniarti dan Rini Limanjaya (2005). Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat suatu hipotesis:
32
H1a : Informasi laba perusahaan pada tahap start up berpengaruh negatif terhadap harga saham. Perusahaan pada tahap start up belum mampu menghasilkan arus kas dari aktivitas operasi dalam jumlah yang lebih besar daripada arus kas keluarnya. Walaupun arus kas dari aktivitas operasi bernilai negatif, perusahaan pada tahap start up memiliki prospek dan kesempatan tumbuh yang lebih besar di masa yang akan datang untuk menghasilkan arus kas dari aktivitas operasi positif sehingga diharapkan harga saham tinggi. Hal ini sesuai dengan karakteristik tahap start up yang dipaparkan Juniarti dan Rini Limanjaya (2005), sehingga hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut: H1b : Informasi arus kas dari aktivitas operasi pada tahap start up berpengaruh negatif terhadap harga saham. Arus kas dari aktivitas investasi pada tahap start up bernilai negatif karena perusahaan melakukan pengeluaran investasi yang sangat besar terutama dalam mengembangkan pangsa pasar. Arus kas dari aktivitas investasi diharapkan berhubungan negatif dengan harga saham. Hal ini didukung temuan Black (1998) dalam San Susanto dan Erni Ekawati (2006), dan hasil temuan San Susanto dan Erni Ekawati (2006), sehingga dapat dibuat suatu hipotesis: H1c : Informasi arus kas dari aktivitas investasi pada tahap start up berpengaruh negatif terhadap harga saham. Perusahaan pada tahap start up membutuhkan dana yang besar untuk memulai usahanya untuk mengembangkan pangsa pasar, menguasai teknologi, dan mendanai investasi dalam kesempatan berkembang. Arus kas dari aktivitas pendanaan diharapkan bernilai positif yang mencerminkan perusahaan memiliki
33
kesempatan untuk tumbuh sehingga diharapkan harga saham tinggi. Hal ini didukung oleh temuan Black (1998) dalam San Susanto dan Erni Ekawati (2006) dan temuan San Susanto dan Erni Ekawati (2006). Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1d : Informasi arus kas dari aktivitas pendanaan pada tahap start up berpengaruh positif terhadap harga saham. Pada tahap growth, perusahaan telah mendapatkan sejumlah pendanaan sehingga kesempatan tumbuh perusahaan semakin besar di masa depan. Harga saham diharapkan tinggi. Perusahaan sudah mulai memperoleh pangsa pasar dan pendapatan mulai meningkat. Hal ini didukung oleh temuan Black (1998 dalam San Susanto dan Erni Ekawati, 2006) dan temuan San Susanto dan Erni Ekawati (2006), serta Ary Gunawan (2007). Dengan demikian hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H2a : Informasi laba perusahaan pada tahap growth berpengaruh positif terhadap harga saham. Pada tahap growth, perusahaan sudah mampu memperoleh pangsa pasar serta menghasilkan arus kas operasi sehingga diharapkan arus kas bersih dari aktivitas operasi adalah positif. Pada tahap ini perusahaan masih memiliki prospek dan kesempatan berkembang untuk mencapai jumlah maksimal di masa yang akan datang sehingga diharapkan harga saham tinggi. Hal ini didukung oleh temuan Black (1998) dalam San Susanto dan Erni Ekawati (2006), dan temuan San Susanto dan Erni Ekawati (2006). Dengan demikian dapat dihipotesiskan:
34
H2b : Informasi arus kas dari aktivitas operasi pada tahap growth berpengaruh positif terhadap harga saham. Arus kas dari aktivitas investasi pada tahap growth akan bernilai negatif karena perusahaan akan melakukan banyak investasi untuk mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasarnya sehingga prospek untuk masa depan akan lebih baik. Oleh karena itu diharapkan harga saham tinggi. Hal ini didukung oleh temuan Black (1998) dalam San Susanto dan Erni Ekawati (2006), dan temuan San Susanto dan Erni Ekawati (2006), sehingga dapat dibuat hipotesis: H2c : Informasi arus kas dari aktivitas investasi pada tahap growth berpengaruh negatif terhadap harga saham. Kebutuhan dana pada tahap growth akan terus berlangsung karena perusahaan memiliki kesempatan untuk tumbuh di masa yang akan datang. Arus kas dari aktivitas pendanaan diharapkan bernilai positif yang mencerminkan perusahaan memiliki kesempatan untuk tumbuh sehingga diharapkan harga saham tinggi. Hal ini sesuai dengan temuan Black (1998) dan Atmini (2001) dalam San Susanto dan Erni Ekawati (2006), sehingga dapat dibuat suatu hipotesis sebagai berikut: H2d : Informasi arus kas dari aktivitas pendanaan pada tahap growth berpengaruh positif terhadap harga saham. Pangsa pasar perusahaan akan semakin kuat pada tahap mature sehingga mampu menghasilkan laba positif dalam jumlah yang besar. Laba yang tinggi diharapkan berhubungan positif dengan harga saham. Hal ini didukung oleh temuan Black (1998) dalam San Susanto dan Erni Ekawati (2006), dan temuan San Susanto dan Erni Ekawati (2006). Dengan demikian dapat diajukan hipotesis:
35
H3a : Informasi laba perusahaan pada tahap mature berpengaruh positif terhadap harga saham. Arus kas dari aktivitas operasi diharapkan akan berhubungan positif pada tahap mature, karena pada tahap ini perusahaan akan mendapatkan nilai arus kas dari aktivitas operasi yang sangat besar. Harga saham diharapkan tinggi. Hal ini didukung oleh temuan Black (1998) dalam San Susanto dan Erni Ekawati (2006), dan San Susanto dan Erni Ekawati (2006), sehingga dapat dibuat suatu hipotesis sebagai berikut: H3b : Informasi arus kas dari aktivitas operasi pada tahap mature berpengaruh positif terhadap harga saham. Arus kas dari aktivitas investasi diharapkan negatif karena perusahaan akan terus mengeluarkan biaya untuk melakukan ekspansi usaha agar prospek perusahaan dimasa depan akan lebih baik sehingga diharapkan harga saham tinggi. Hal ini didukung temuan Atmini (2001) dalam San Susanto dan Erni Ekawati (2006), serta San Susanto dan Erni Ekawati (2006), sehingga dapat dibuat suatu hipotesis sebagai berikut: H3c : Informasi arus kas dari aktivitas investasi pada tahap mature berpengaruh negatif terhadap harga saham. Perusahaan berada dalam posisi mapan dan mampu menghasilkan arus kas dari aktivitas pendanaan yang positif dalam jumlah besar pada tahap mature. Hal ini mencerminkan perusahaan memiliki kesempatan untuk tumbuh sehingga diharapkan harga saham tinggi. Arus kas pendanaan diharapkan berhubungan
36
positif dengan harga saham. Hal ini didukung temuan San Susanto dan Erni Ekawati (2006), sehingga dapat dibuat suatu hipotesis: H3d : Informasi arus kas dari aktivitas pendanaan pada tahap mature berpengaruh positif terhadap harga saham. Persaingan yang semakin tajam dihadapi oleh perusahaan yang berada pada tahap
decline,
menyebabkan
perusahaan
mengalami
kesulitan
dalam
menghasilkan laba, sehingga laba dilaporkan negatif. Walaupun demikian, perusahaan memiliki kesempatan tumbuh yang besar dan prospek untuk menghasilkan laba positif di masa depan dengan harapan perusahaan melakukan investasi pada lini produk baru sehingga diharapkan harga saham tinggi. Hal ini didukung temuan Ary Gunawan (2007). Dengan demikian dapat dibuat suatu hipotesis: H4a : Informasi laba perusahaan pada tahap decline berpengaruh negatif terhadap harga saham. Arus kas dari aktivitas operasi pada tahap ini diperkirakan akan negatif. Kondisi ini mencerminkan buruknya realitas ekonomi perusahaan dan menyebabkan rendahnya harga saham perusahaan. Hal ini didukung oleh temuan San Susanto dan Erni Ekawati (2006) dan Ary Gunawan (2007), sehingga dapat dibuat suatu hipotesis sebagai berikut: H4b : Informasi arus kas dari aktivitas operasi pada tahap decline berpengaruh positif terhadap harga saham. Perusahaan pada tahap decline lebih banyak menjual aktiva daripada membeli aktiva, sehingga diharapkan arus kas dari aktivitas investasi bernilai positif. Tahap
37
ini kesempatan tumbuh perusahaan adalah terbatas menyebabkan harga saham rendah. Arus kas dari aktivitas investasi diprediksi berpengaruh negatif terhadap harga saham. Hal ini didukung temuan San Susanto dan Erni Ekawati (2006). Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah: H4c : Informasi arus kas dari aktivitas investasi pada tahap decline berpengaruh negatif terhadap harga saham. Arus kas dari aktivitas pendanaan akan bernilai negatif pada tahap decline karena investor tidak lagi mengucurkan dananya untuk perusahaan. Perusahaan dipandang memiliki kesempatan tumbuh yang terbatas, sehingga diprediksi harga saham akan rendah. Hal ini didukung temuan San Susanto dan Erni Ekawati (2006). Dengan demikian hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H4d : Informasi arus kas dari aktivitas pendanaan pada tahap decline berpengaruh positif terhadap harga saham.
38