BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Pengertian pasar modal Menurut Samsul (2006:43), pasar modal adalah tempat atau sarana bertemunya antara permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang, umumnya lebih dari 1 (satu) tahun. Pasar modal merupakan salah satu jenis pasar keuangan yang memiliki jatuh tempo instrumen aktiva keuangan yang panjang (Fabozzi, 1999:13). Hukum mendefinisikan pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Ahmad (2004:17) mendefinisikan pasar modal menjadi tiga jenis, yaitu : 1) definisi yang luas Pasar modal adalah kebutuhan sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang keuangan, serta surat-surat kertas berharga/klaim, jangka panjang dan jangka pendek, primer, dan yang tidak langsung. 2) definisi dalam arti menengah Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisasi dan lembagalembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya yang
16
berjangka waktu lebih dari satu tahun) termasuk saham-saham, obligasi, pinjaman berjangka hipotek, dan tabungan serta deposito berjangka. 3) definisi dalam arti sempit Pasar modal adalah tempat pasar terorganisasi yang memperdagangkan saham-saham dan obligasi-obligasi dengan memakai jasa dari makelar, komisioner, dan para underwriter. 2.1.2 Manfaat pasar modal Tujuan pasar modal di Indonesia menurut Ahmad (2004:19), yaitu : 1) mempercepat
proses
perluasan
partisipasi
masyarakat
dalam
kepemilikan saham-saham perusahaan 2) pemerataan pendapatan masyarakat melalui kepemilikan saham perusahaan 3) menggairahkan
partisipasi masyarakat
dalam
pengarahan
dan
penghimpunan dana untuk digunakan secara produktif. Menurut Samsul (2006:43), tujuan dan manfaat pasar modal dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu : 1) sudut pandang negara Pasar modal dibangun dengan tujuan menggerakkan perekonomian suatu negara melalui kekuatan swasta dan mengurangi beban negara. Negara memiliki kekuatan swasta dan kekuasaan untuk mengatur bidang perekonomian tetapi tidak harus memiliki perusahaan sendiri. Di negara yang sudah maju, pasar modal merupakan sarana utama dalam pembangunan perekonomiannya. Negara maju tidak butuh
17
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tetapi butuh usaha swasta yang profesional yang tercermin dalam pasar modal. Perusahaan perkebunan, telekomunikasi, transportasi, dan sebagainya yang dianggap vital serta menyangkut kepentingan publik itu pun dimiliki dan dikelola oleh pihak swasta, tetapi persyaratan penjualan diatur oleh perundangan yang sangat ketat. Negara tidak perlu membiayai pembangunan ekonominya dengan cara meminjam dana dari pihak asing sepanjang pasar modal dapat difungsikan dengan baik. 2) sudut pandang emiten Pasar modal merupakan sarana untuk mencari tambahan modal. Perusahaan berkepentingan untuk mendapatkan dana dengan biaya yang lebih murah dan hal itu hanya bisa diperoleh di pasar modal. Modal pinjaman dalam bentuk obligasi jauh lebih murah dairpada kredit jangka panjang perbankan. Meningkatkan modal sendiri jauh lebih baik daripada meningkatkan modal pinjaman, khususnya untuk menghadapi persaingan yang semakin tajam di era globalisasi. Perusahaan yang pada awalnya memiliki utang lebih tinggi daripada modal sendiri dapat berbalik memiliki modal sendiri yang lebih tinggi daripada utang apabila memasuki pasar modal. Jadi, pasar modal merupakan sarana untuk memperbaiki struktur permodalan perusahaan.
18
3) sudut pandang masyarakat Masyarakat memiliki sarana baru untuk menginvestasikan uangnya. Investasi yang semula dilakukan dalam bentuk deposito, emas, tanah, atau rumah sekarang dapat dilakukan dalam bentuk saham dan obligasi. Jika investasi dalam bentuk rumah atau tanah butuh ratusan juta rupiah, maka investasi dalam bentuk efek dapat dilakukan dengan dana di bawah lima juta rupiah. Jadi, pasar modal merupakan sarana yang baik untuk melakukan investasi dalam jumlah yang tidak terlalu besar bagi kebanyakan masyarakat. Jika pasar modal itu berjalan dengan baik, jujur, pertumbuhannya stabil, dan harganya tidak terlalu bergejolak, maka sarana itu akan mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat. 2.1.3 Instrumen di pasar modal Bentuk instrumen di pasar modal disebut efek, yaitu surat berharga yang berupa saham, obligasi, bukti right, bukti waran, dan produk turunan atau biasa disebut derivative (Samsul, 2006:45). 1) Saham Saham adalah tanda bukti memiliki perusahaan di mana pemiliknya disebut juga sebagai pemegang saham (shareholder atau stockholder). Bukti bahwa seseorang atau suatu pihak dapat dianggap sebagai pemegang saham adalah apabila mereka sudah tercatat sebagai pemegang saham dalam buku yang disebut Daftar Pemegang Saham (DPS). Pada umumnya, DPS disajikan beberapa hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham diselenggarakan dan setiap pihak dapat
19
melihat DPS tersebut. Bukti bahwa seseorang adalah pemegang saham juga dapat dilihat pada halaman belakang lembar saham apakah namanya sudah diregistrasi oleh perusahaan (emiten) atau belum. Saham terbagi menjadi 2 jenis yaitu, saham preferen dan saham biasa. Saham preferen adalah jenis saham yang memiliki hak terlebih dahulu untuk menerima laba dan memiliki hak laba kumulatif. Hak kumulatif adalah hak untuk mendapatkan laba yang tidak dibagikan pada suatu tahun yang mengalami kerugian, tetapi akan dibayar pada tahun yang mengalami keuntungan, sehingga saham preferen akan menerima laba dua kali. Hak istimewa ini diberikan kepada pemegang saham preferen karena merekalah yang memasok dana ke perusahaan sewaktu mengalami kesulitan keuangan. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2006:381), saham preferen merupakan saham yang memberikan dividen yang tetap besarnya. Saham biasa adalah jenis saham yang akan menerima laba setelah laba bagian saham preferen dibayarkan. Apabila perusahaan bangkrut, maka pemegang saham biasa yang menderita terlebih
dahulu. Penghitungan
indeks harga
saham
didasarkan pada harga saham biasa. Hanya pemegang saham biasa yang mempunyai suara dalam RUPS. 2) Obligasi Obligasi adalah tanda bukti perusahaan memiliki jangka panjang kepada masyarakat yaitu di atas 3 tahun. Pihak yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) dan pemegang obligasi akan
20
menerima kupon sebagai pendapatan dari obligasi yang dibayarkan setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali. Pada saat pelunasan obligasi oleh perusahaan, pemegang obligasi akan menerima kupon dan pokok obligasi. Husnan dan Pudjiastuti (2006:259) mendefinisikan obligasi adalah surat tanda hutang dan umumnya tidak dijamin dengan aktiva tertentu sehingga apabila perusahaan bangkrut, pemegang obligasi akan diperlakukan sebagai kreditur umum. Obligasi akan mencantumkan : (1) nilai pelunasan atau face value (2) jangka waktu akan dilunasi (3) bunga yang dibayarkan (disebut sebagai coupon rate) (4) berapa kali dalam satu tahun bunga tersebut dibayarkan. 3) Bukti right Bukti right adalah hak untuk membeli saham pada harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Hak membeli itu dimiliki oleh pemegang saham lama. Harga tertentu di sini berarti harganya sudah ditetapkan di muka dan biasa disebut harga pelaksanaan atau harga tebusan (strike price atau exercise price). Pada umumnya, strike price dan bukti right berada di bawah harga pasar saat diterbitkan. Sementara jangka waktu tertentu berarti waktunya kurang dari 6 bulan sejak diterbitkan sudah harus dilaksanakan. Apabila pemegang saham lama yang menerima bukti right tidak mampu atau tidak berniat menukarkan bukti right dengan saham, maka bukti right tersebut dapat dijual di Bursa Efek melalui broker efek. Apabila pemegang bukti right lalai menukarkannya
21
dengan saham dan waktu penukaran sudah kadaluwarsa, maka bukti right tersebut tidak berharga lagi atau pemegang bukti right akan menderita rugi. 4) Waran Waran adalah hak untuk membeli saham pada harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Menurut Husnan (2000:407), waran merupakan sekuritas yang memberikan hak (dan bukan kewajiban) untuk membeli saham langsung dari perusahaan dengan harga tertentu pada waktu tertentu. Waran tidak saja dapat diberikan kepada pemegang saham lama, tetapi juga sering diberikan kepada pemegang saham obligasi sebagai pemanis pada saat perusahaan menerbitkan obligasi. Harga tertentu berarti harganya sudah ditetapkan di muka sebesar di atas harga pasar saat diterbitkan. Jangka waktu tertentu berarti setelah 6 bulan, atau dapat setelah 3 tahun, 5 tahun, atau 10 tahun. Pemegang waran tidak akan menderita kerugian apapun seandainya waran itu tidak dilaksanakan. Pada saat harga pasar melebihi strike price waran, maka waran sudah saatnya ditukar dengan saham. Namun pemegang waran masih dapat menunggu sampai harga saham mencapai tingkat tertinggi sepanjang waktu berlakunya belum kadaluwarsa. Apabila pemegang waran tidak ingin menebusnya, maka waran itu dapat dijual di Bursa Efek melalui broker efek. Apabila waktu untuk mendapatkannya sudah kadaluwarsa dan pemegang waran lalai menebusnya, maka waran tersebut akan menjadi kertas yang tidak bernilai lagi.
22
5) Indeks saham dan Indeks obligasi Indeks saham dan indeks obligasi adalah angka indeks yang diperdagangkan untuk tujuan spekulasi dan lindung nilai (hedging). Perdagangan yang dilakukan tidak memerlukan penyerahan barang secara fisik, melainkan hanya perhitungan untung rugi dari selisih antara harga beli dan harga jual. Berbeda dengan saham, obligasi, bukti right, dan waran, indeks saham dan indeks obligasi diperdagangkan secara berjangka. Mekanisme perdangangan produk derivative ini dilakukan secara future dan option. 2.1.4 Jenis pasar modal Menurut Samsul (2006:46), pasar modal dapat dikategorikan menjadi 4 pasar, yaitu : 1) pasar pertama (perdana) Pasar perdana adalah tempat atau sarana bagi perusahaan yang untuk pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat umum. Dikatakan tempat karena secara fisik masyarakat pembeli dapat bertemu dengan penjamin emisi ataupun agen penjual untuk melakukan pesanan sekaligus membayar uang pesanan. Dikatakan sarana karena pembeli dapat memesan melalui telepon dari rumah dan membayar dengan cara mentransfer uang melalui bank ke rekening agen penjual. Dikatakan pertama kali karena sebelumnya perusahaan ini milik perusahaan perorangan atau beberapa pihak saja dan sekarang menawarkan kepada masyarakat umum.
23
Berikut ini adalah ciri-ciri pasar perdana : (1) emiten menjual saham kepada masyarakat luas melalui penjamin emisi dengan harga yang telah disepakati antara emiten dan penjamin emisi seperti yang tertera dalam prospectus, atau ada ancer-ancer harga apabila menggunakan sistem book-building (2) pembeli tidak dipungut biaya transaksi (3) pembeli belum pasti memeroleh jumlah saham sebanyak yang dipesan, apabila terjadi over-subscribed (4) investor membeli melalui penjamin emisi ataupun agen penjual yang ditunjuk (5) masa pesanan terbatas (6) penawaran melibatkan profesi seperti akuntan publik, notaris, konsultan hukum, dan perusahaan penilai (7) pasar perdana disebut juga dengan istilah pasar primer (primary market) dan pasar pertama (first market). 2) pasar kedua Pasar kedua adalah tempat atau sarana transaksi jual-beli efek antar investor dan harga dibentuk oleh investor melalui perantara efek. Dikatakan tempat karena secara fisik para perantara efek berada dalam satu gedung di lantai perdagangan (trading floor), seperti di Bursa Efek Jakarta. Dikatakan sarana karena para perantara efek tidak berada dalam satu gedung, tetapi dalam satu jaringan sistem perdagangan (seperti di Bursa Efek Surabaya) dan kantor perantara efek tersebar di
24
beberapa kota. Terbentuknya harga pasar oleh tawaran jual dan tawaran beli dari para investor ini disebut juga dengan istilah order driven market. Berikut ini adalah ciri-ciri pasar kedua : (1) harga terbentuk oleh investor (order driven) melalui perantara efek (anggota bursa) yang berdagang di bursa efek (2) transaksi dibebani biaya jual dan beli (3) pesanan dapat berjumlah tak terbatas (4) anggota bursa memasukkan tawaran jual/beli investor ke dalam komputer perdagangan yang disediakan oleh pihak bursa (5) anggota bursa beli menyelesaikan pembayaran dana kepada Sentral Kliring,
kemudian
menerima
sahamnya
dengan
cara
pemindahbukuan oleh Sentral Kustodian dengan menunjukkan bukti pembayaran dari Sentral Kliring (6) anggota bursa jual menyelesaikan penyerahan saham kepada Sentral Kustodian, kemudian menerima dana dengan cara pemindahbukuan oleh Sentral Kliring dengan menunjukkan bukti penyerahan efek dari Sentral Kustodian (7) Pasar kedua disebut juga dengan istilah bursa efek atau secondary market. 3) pasar ketiga Pasar ketiga adalah sarana transaksi jual-beli efek antara market maker serta investor dan harga dibentuk oleh market maker. Investor dapat
25
memilih market maker yang memberi harga terbaik. Market maker adalah anggota bursa. Para market maker ini akan bersaing dalam menentukan harga saham, karena satu jenis saham dipasarkan oleh lebih dari satu market maker. Investor dapat melihat harga yang ditawarkan oleh market maker pada komputer informasi yang ada di perusahaan efek, yang tersebar di seluruh negeri. Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki pasar ketiga. Pasar ketiga ini sudah sangat maju di Amerika Serikat, yaitu NASDAQ (National Association of Securities Dealers Automated Quotation) sebagai bursa efek terbesar nomor dua di dunia setelah New York Stock Exchange (NYSE). Sedangkan bursa lainnya seperti Boston dan Pacific Exchange merupakan bursa regional, yang daftar utamanya terdiri atas perusahaan-perusahaan berlokasi di area geografis tertentu (Bodie, dkk; 2006:93). Berikut ini adalah ciri-ciri pasar ketiga, yaitu : (1) harga dibentuk oleh market maker atau disebut dealer driven market (2) investor membeli dan menjual dari dan ke market maker (3) jumlah market maker banyak sehingga investor dapat memilih harga terbaik (4) perdagangan dilaksanakan di kota-kota besar dalam satu jaringan nasional
26
(5) market maker berdagang dari kantor masing-masing melalui jaringan komputer (6) mesin utama ada di OTC Market Pusat yang terhubung dengan mesin kantor market maker di kota-kota lain (7) mesin OTC terintegrasi dengan mesin di sentral kliring/sentral kustodian (8) market maker menyelesaikan pembayaran dengan Sentral Kliring dan menyelesaikan penyimpanan efek dengan Sentral Kustodian (9) market maker menjadi anggota bursa OTC market dan anggota kliring/kustodian (10) pasar ketiga disebut juga Over The Counter (OTC) market. 4) pasar keempat Pasar keempat adalah sarana transaksi jual jual-beli antara investor jual dan investor beli tanpa melalui perantara efek. Transaksi dilakukan secara tatap muka antara investor beli dan investor jual untuk saham atas pembawa. Mekanisme ini pernah terjadi pada awal-awal perdagangan efek di abad ke-17. Kemajuan teknologi membuat mekanisme ini dapat terjadi melalui Electronic Communication Network (ECN) asalkan para pelaku memenuhi syarat, yaitu memiliki efek dan dana di central custodian dan central clearing. Pasar keempat ini hanya dilaksanakan oleh para investor besar karena dapat menghemat biaya transaksi daripada jika melakukan di pasar sekunder. Berikut ini adalah ciri-ciri pasar keempat :
27
(1) investor beli dan investor jual bertransaksi langsung lewat ECN (2) harga terbentuk dalam tawar-menawar langsung antara investor beli dan investor jual (3) investor menjadi anggota ECN, central custiodian, dan central clearing (4) ECN, central custodian, dan central clearing terjalin dalam satu sistem jaringan perdagangan (5) ECN terdaftar sebagai Bursa Efek. 2.1.5 Rasio keuangan Menurut Raharjaputra
(2009:196),
pengertian
dari
rasio
adalah
membandingkan antara satu angka dengan angka lainnya yang memberikan suatu makna. Suatu keuntungan dengan menggunakan rasio adalah meringkas suatu data historis perusahaan sebagai bahan perbandingan. Rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi suatu laporan keuangan (Brigham dan Houston, 2009:94). Dari sekian banyak alat analisis keuangan, analisis rasio merupakan analisis yang paling banyak digunakan dimana analisis ini menggunakan data keuangan yang diambil dari neraca dan laporan keuangan perusahaan. Di luar aktivitas operasi internal perusahaan, rasio juga dipengaruhi oleh peristiwa ekonomi, faktor industri, kebijakan manajemen, dan metode akuntansi (Subramayam dan Wild, 2010:42). Dalam suatu analisis rasio keuangan, terdapat 5 inti atau 5 pokok, yaitu sebagai berikut :
28
1) rasio likuiditas Aktiva likuid adalah aktiva yang diperdagangkan dalam suatu pasar yang aktif sehingga akibatnya dapat dengan cepat diubah menjadi kas dengan menggunakan harga pasar (Brigham dan Houston, 2009:95). Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo. Rasio ini paling banyak mendapat perhatian baik dari para analis maupun
investor.
Walaupun
analisis
terhadap
likuiditas
ini
membutuhkan bantuan lain, seperti anggaran kas (cash budget), penggunaan rasio ini lebih cepat dan mudah. Rasio likuiditas yang sudah umum dikenal adalah sebagai berikut : (1) current ratio Rasio ini dihitung dengan membagi aset lancar (current assets) dengan utang lancar (current liabilites). Seperti yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa aset lancar secara umum, terdiri atas: kas dan setara kas, surat berharga, piutang dagang, persediaan, biaya dibayar di muka, dan aset lancar lainnya. Utang lancar terdiri atas: utang dagang, utang bank, utang pajak, utang muka pelanggan, dan lainnya. Rasio ini digunakan sebagai alat ukur atas kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang atau kewajiban jangka pendeknya. Semakin tinggi rasio ini akan semakin aman bagi kreditor. Angka satu kali (1X) mencerminkan aset lancar sama dengan utang lancar. Jadi, masih terlalu mepet,
29
walaupun sudah menggambarkan ketersediaan aset yang ada mampu untuk menutup utang lancar. Angka 1,5X lebih aman untuk digunakan sebagai batas bawah (Prihadi, 2008:21). Perhitungan current ratio adalah sebagai berikut : Current Ratio =
.......................................................(1)
(2) acid test ratio/quick ratio Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan mengurangkan persediaan yang dianggap kurang likuid karena prosesnya cukup panjang, yaitu melalui penjualan dan kemudian piutang dagang atau tunai. Dalam praktiknya ada beberapa pos neraca yang harus dikeluarkan, antara lain: uang muka dan jaminan, biaya dibayar di muka, pajak dibayar di muka, dan lainnya, karena pos-pos tersebut kenyataannya tidak lebih likuid dari persediaan, bahkan bisa sulit ditagih. 2) rasio leverage Rasio leverage mengukur sejauh mana perusahaan mendanai usahanya dengan membandingkan antara dana sendiri (shareholders equity) yang telah disetorkan dengan jumlah pinjaman dari para kreditur (creditors). Hal yang pertama adalah para kreditur melihat atau menganalisis berapa jumlah dana sendiri yang telah disetor (owner supplied funds) sebagai margin of safety, yaitu merupakan suatu batas aman atas kemungkinan buruk yang terjadi. Apabila pemilik perusahaan hanya
30
memiliki dana sendiri dengan porsi yang kecil dari jumlah dana yang dibutuhkan, maka kreditur memiliki beban atau risiko besar. Kedua, dengan dana pinjaman dari kreditur, pemilik perusahaan memiliki keuntungan, yaitu masih memiliki hak mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi terbatas. Ketiga, jika perusahaan memiliki kelebihan atau keuntungan dari selisih keuntungan operasional dengan bunga atau biaya modal, maka pemilik perusahaan akan memeroleh keuntungan tersebut. Perusahaan dengan rasio leverage yang rendah, memiliki risiko kecil apabila kondisi perekonomian menurun, tetapi sebaliknya, apabila kondisi perekonomian sedang baik (boom) perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk memeroleh keuntungan (return) yang relatif besar. Keputusan tentang penggunaan leverage harus dipertimbangkan dengan seksama anatara kemungkinan risiko (risks) dengan tingkat keuntungan (expected return) yang akan diperoleh. Rasio leverage yang umum digunakan adalah sebagai berikut : (1) total debt to total assets Rasio ini sering disebut sebagai debt ratio saja, yaitu mengukur jumlah persentase dari jumlah dana yang diberikan oleh kreditur berupa utang terhadap jumlah aset perusahaan. Utang (debt) tersebut termasuk utang lancar, utang bank, obligasi, dan kewajiban jangka panjang lainnya. Para kreditur lebih menyukai debt ratio yang moderat, karena risiko yang terjadi terhadap
31
perusahaan dapat dengan mudah dikendalikan, apabila terjadi secara ekstrem likuidasi atau pembubaran perusahaan, sebaliknya apabila terjadi perekonomian yang baik (upturn), maka peluang untuk mendapatkan keuntungan atas bunga atau transaksi usaha dengan pihak perusahaan akan diperoleh. (2) debt to equity ratio Rasio ini mengukur jumlah utang atau dana dari luar perusahaan terhadap modal sendiri (shareholders equity). 3) rasio aktivitas Rasio ini mengukur seberapa besar hasil guna yang dicapai perusahaan dengan memanfaatkan sumber daya perusahaan yang dimiliki. Terdapat beberapa rasio aktivitas yang umum digunakan, yaitu : (1) Inventory Turnover Ratio (ITR) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menjual produknya dalam suatu periode tertentu dibandingkan dengan jumlah persediaan yang dimiliki. (2) perputaran piutang (receivables turnover ratio) Rasio ini digunakan untuk memperkirakan berapa kali dalam suatu periode tertentu, jumlah arus kas masuk ke perusahaan yang diperoleh dari piutang dagang, semakin cepat piutang dagang atau tagihan masuk akan semakin baik, karena akan menambah likuiditas perusahaan.
32
4) rasio profitabilitas Rasio ini mengukur kemampuan para eksekutif perusahaan dalam menciptakan tingkat keuntungan baik dalam bentuk laba perusahaan maupun nilai ekonomis atas penjualan, aset bersih perusahan maupun modal sendiri (shareholder equity). Tingkat profitabilitas yang konsisten akan menjadi tolak ukur bagaimana perusahaan tersebut mampu bertahan dalam bisnisnya dengan memeroleh return yang memadai dibandingkan dengan risikonya (Prihadi, 2008:51). Rasio ini lebih diminati oleh para pemegang saham dan manajemen perusahaan sebagai salah satu alat keputusan investasi, apakah investasi bisnis ini akan
dikembangkan,
dipertahankan,
dan
sebagainya.
Rasio
profitabilitas yang umum digunakan, yaitu : (1) operating profit margin Rasio ini mengukur berapa banyak selisih antara penjualan dengan biaya operasional yang akan atau telah dimiliki perusahaan. Rumus ini dihitung dengan membagi laba bersih sebelum pajak (Earning Before Taxes/EBT) dengan penjualan. (2) operating assets turnover Rasio ini mengukur seberapa besar kemampuan eksekutif atau manajemen
perusahaan
memanfaatkan
aset
yang
dimiliki
perusahaan dalam menghasilkan penjualan. Hal lainnya adalah untuk mengetahui apakah ada beberapa aset perusahaan yang perlu
33
dinilai kembali, dikarenakan sudah tidak produktif lagi atau harus diganti. (3) operating rate of return Rasio ini dihitung dengan mengalikan operating profit margin dengan operating assets turnover, yang telah dibahas sebelumnya. Rasio atau perhitungan ini akan sangag bermanfaat karena akan memberikan masukan kepada para eksekutif atau manajemen perusahaan. (4) gross profit margin Analisis ini berguna bagi pedagang besar maupun pengecer karena indikasi ini dapat terlihat segera berapa besar keuntungan yang akan diperoleh, berawal dari indikasi ini perusahaan dapat mencari pemasok yang memberikan harga lebih rendah atau melakukan negoisasi, sedangkan bagi perusahaan manufaktur, indikasi ini dapat
dijadikan
sebagai
langkah
awal
untuk
melakukan
penghematan biaya dengan mencari pos-pos mana yang perlu diperbaiki. Menurut Brigham dan Houston (2009:109), terdapat beberapa rasio lain yang digunakan untuk mengukur rasio profitabilitas, yaitu : (1) tingkat pengembalian total aktiva Rasio antara laba bersih terhadap total aktiva mengukur tingkat pengembalian total aktiva (Return On Assets-ROA) setelah beban bunga dan pajak. Perhitungan ROA adalah sebagai berikut.
34
ROA =
..............................................(2)
(2) tingkat pengembalian ekuitas saham biasa Pada akhirnya, rasio akuntansi yang paling penting, atau “jumlah akhir” (bottom line), adalah rasio laba bersih terhadap ekuitas saham biasa, yang diukur sebagai tingkat pengembalian ekuitas saham biasa (Return On Equity-ROE). Perhitungan ROE adalah sebagai berikut.
ROE =
............................................(3)
5) rasio valuasi Rasio ini
mengukur seberapa
jauh
perusahaan
melalui para
eksekutifnya mampu menciptakan nilai pasar (market value) yang lebih besar atas investasi yang ditanamkannya. Rasio ini merupakan suatu rasio yang lengkap dimana faktor risiko (risk ratio) dan harapan tingkat keuntungan (expected return) harus dipelihara dengan baik untuk memaksimalkan kesejahteraan para investor. 2.1.6 Ukuran perusahaan Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dengan total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Ketiga variabel ini digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan
35
semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula suatu perusahaan dikenal dalam masyarakat. Dari ketiga variabel ini, nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan dalam mengukur ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar dapat menjadi indikasi bahwa perusahaan mempunyai komitmen yang tinggi untuk terus memperbaiki kinerjanya, sehingga pasar akan mau membayar lebih mahal untuk mendapatkan sahamnya karena percaya akan mendapatkan pengembalian yang menguntungkan dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total aset yang kecil. Menurut Kumaladewi (2010), perhitungan ukuran perusahaan adalah sebagai berikut. Ukuran perusahaan = Log natural total aktiva......................................................(4) 2.1.7 Return saham Menurut Tandelilin (2001:47), return adalah keuntungan yang merupakan kompensasi atas waktu dan risiko terkait dengan investasi yang dilakukan. Return ini dibedakan menjadi dua, yaitu pengembalian yang telah terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data historis dan pengembalian yang diharapkan (expected return) akan diperoleh investor di masa depan (Halim, 2005:34). Komponen pengembalian meliputi :
36
1) untung/rugi
modal
(capital
gain/loss)
merupakan
keuntungan
(kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) di atas harga beli (harga jual) yang keduanya terjadi di pasar sekunder. 2) imbal hasil (yield) merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga. Yield dinyatakan dalam persentase dari modal yang ditanamkan. Dari kedua komponen pengembalian tersebut, selanjutnya dapat dihitung pengembalian total (total return) dan tingkat pengembalian (rate of return) sebagai berikut. Total pengembalian = capital gain (loss) + yield.............................................(5) R=(
−1)
(
−
)
Dimana, R = total pengembalian Pt = harga saham periode bersangkutan Pt-1 = harga saham periode sebelumnya Perubahan harga selama satu periode bisa berupa angka negatif (-), nol (0), dan positif (+), sedangkan yield bisa berupa angka nol (0) dan positif (+). 2.1.8 Hubungan return on equity terhadap return saham Return On Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu dan mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri. Laba perusahaan yang dialokasikan untuk pemegang saham biasa dalam bentuk
37
dividen berasal dari keuntungan bersih perusahaan, yang dapat meningkatkan harga saham emiten (Wiesmayani, 2008). Dengan melihat return on equity suatu perusahaan, maka investor dapat memperhitungkan laba yang diperoleh perusahaan. Semakin tinggi laba perusahaan, maka semakin baik perusahaan tersebut. Hal itu menyebabkan semakin tinggi return on equity, maka akan semakin meningkatkan harga saham suatu perusahaan, berarti capital gain atas saham tersebut semakin tinggi dan return saham akan semakin meningkat pula. Jadi, antara ROE dengan return saham dapat dikatakan memiliki hubungan yang searah atau positif. 2.1.9 Hubungan return on assets terhadap return saham Return On Assets (ROA) menggambarkan kemampuan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba dari operasi. Nilai ROA diperoleh dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak dengan jumlah aset perusahaan. Bagi investor, ROA merupakan indikator penting untuk menilai prospek perusahaan di masa mendatang dengan melihat sejauh mana profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi tingkat ROA yang mampu dihasilkan perusahaan, operasi perusahaan semakin efisien dan akan semakin memiliki prospek di masa yang akan datang. Perusahaan yang memiliki ROA yang tinggi akan diminati oleh investor karena akan ada harapan untuk memeroleh return yang tinggi dan begitu pula sebaliknya apabila ROA semakin rendah. 2.1.10 Hubungan current ratio terhadap return saham Current ratio (CR) mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. Semakin baik
38
persentase current ratio mencerminkan semakin likuid perusahaan tersebut sehingga kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya akan semakin tinggi, hal ini akan mampu meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata kreditur (Wiesmayani, 2008). Dalam hal ini, kreditur akan dengan mudah memberikan pinjaman modal pada perusahaan tersebut, sehingga dapat meningkatkan operasi perusahaan dalam memeroleh laba atau menghasilkan keuntungan. Keadaan seperti ini akan dapat meningkatkan kepercayaan para investor dalam berinvestasi pada perusahaan tersebut, sehingga perusahaan dapat lebih meningkatkan operasinya dalam pencapaian laba yang pada akhirnya dapat meningkatkan return saham perusahaan tersebut. Jadi, dapat dikatakan bahwa antara current ratio (CR) dengan return saham mempunyai hubungan yang positif dan searah. 2.1.11 Hubungan ukuran perusahaan terhadap return saham Ukuran perusahaan merupakan salah satu indikasi mengukur kinerja suatu perusahaan. Faktor size yang menunjukkan ukuran perusahaan merupakan faktor penting dalam pembentukan return saham. Faktor ini menunjukkan bahwa faktor size yang merupakan kapitalisasi nilai pasar dari ekuitas lebih konsisten dan lebih berpengaruh dalam memengaruhi return. Saham-saham perusahaan yang lebih besar cenderung mempunyai return yang lebih tinggi daripada saham-saham perusahaan yang lebih kecil.
39
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya 1) Penelitian yang dilakukan oleh Ulupui (2007) yang berjudul ”Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan Profitabilitas Terhadap Return Saham (Studi Pada Perusahaan Makanan dan Minuman dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di BEJ)”. Penelitian ini mengunakan empat variabel bebas yakni rasio likuiditas, leverage, aktivitas, dan profitabilitas. Perusahaan yang dijadikan sampel adalah perusahaan-perusahaan yang masuk dalam industri konsumsi, khususnya makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ sejak tahun 1999-2005. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa variabel current ratio dan return on assets memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham satu periode ke depan. Variabel debt to equity juga menunjukkan pengaruh positif, namun tidak signifikan, sedangkan variabel total asset turn over menunjukkan hasil yang negatif dan tidak signfikan. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama melakukan penelitian tentang pengaruh profitabilitas dan likuiditas terhadap return saham. Perbedaannya adalah pada subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
2) Penelitian oleh Sasongko dan Nila W. (2006) yang berjudul ”Pengaruh EVA dan Rasio-Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji adanya pengaruh ROA (Return on Assets), ROE (Return on Equity), ROS (Return on Sales), EPS (Earning Per
40
Share), BEP (Basic Earning Power), dan EVA (Economic Value Added) terhadap harga saham. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara earning per share terhadap harga saham sehingga EPS dapat digunakan untuk menentukan nilai perusahaan, sedangkan variabel bebas lainnya, ROA, ROE, ROS, BEP, dan EVA tidak berpengaruh terhadap harga saham secara parsial. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukkan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai rasio profitabilitas. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada subjek penelitian, variabel yang akan diteliti, serta periode waktu penelitian.
3) Penelitian oleh Haryanto dan Sugiharto (2003) yang berjudul ”Pengaruh Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Industri Minuman di Bursa Efek Jakarta.” Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan yang terdiri dari neraca dan laporan rugi laba periode tahun 2000-2001. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ROA dan ROE memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap harga saham, sedangkan marjin keuntungan bersih tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh rasio profitabilitas. Sedangkan perbedaannya adalah subjek penelitian, variabel yang digunakan dalam penelitian, serta waktu periode penelitian.
41
4) Penelitian oleh Sudarmadji dan Sularto (2007) yang berjudul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan Keuangan Tahunan.” Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris tentang pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan tipe kepemilikan perusahaan terhadap luas voluntary disclosure laporan keuangan tahunan. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah random sampling. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, dan tipe kepemilikan perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh ukuran perusahaan dan profitabilitas. Sedangkan perbedaannya adalah variabel yang digunakan dalam penelitian, serta waktu periode penelitian.
5) Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Martani, dkk (2009) yang berjudul ”The Effect of Financial Ratios, Firm Size, and Cashflow from Operating Activities in The Interim Report to The Stock Return.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa Net Profit Margin (NPM), ROE, PBV (Price to Book Value), dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Debt to Equity (DER) dan aliran kas memiliki pengaruh positif pula, namun tidak signifikan, sedangkan Total Assets
42
Turn Over (TATO) menunjukkan hubungan negatif terhadap return saham. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh ukuran perusahaan dan rasio keuangan terhadap return saham. Sedangkan perbedaannya adalah waktu periode penelitian dan subjek penelitian.
6) Penelitian yang dilakukan oleh Sodikin (2007) yang berjudul “Variabel Makro Ekonomi yang Memengaruhi Return Saham di BEJ.” Peenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel makro yang diteliti meliputi tingkat bunga SBI, tingkat inflasi dan nilai tukar dollar AS terhadap Rupiah baik secara parsial maupun simultan terhadap return saham sektoral yang beredar di BEJ dari bulan Januari 2000 sampai Desember 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ekonomi tidak berpengaruh secara parsial terhadap return saham industri pertanian, pertambangan, aneka industri, barang konsumsi, infrastruktur, dan jasa. Pada saham industri pertambangan, kimia, konstruksi, dan keuangan, hanya tingkat bunga SBI yang memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham. Pada saham industri pertanian, pertambangan, barang konsumsi, konstruksi, infrastruktur, dan jasa, variabel makro juga tidak berpengaruh secara simultan terhadap return saham. Pada saham industri kimia dan aneka industri, variabel makro tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap return saham.
43
Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukkan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai return saham sebagai variabel terikatnya. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada subjek penelitian, variabel bebas yang akan diteliti, serta periode waktu penelitian.
7) Penelitian yang dilakukan oleh Suharli (2005) yang berjudul ”Studi Empiris Terhadap Dua Faktor yang Memengaruhi Return Saham pada Industri Food and Beverages di Bursa Efek Jakarta.” Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan makanan dan minuman yang tercatat di Bursa Efek Jakarta periode 2001-2004, yaitu sebanyak 17 perusahaan. Oleh karena keterbatasan kelengkapan data yang diperlukan yaitu tidak diperolehnya laporan keuangan pada tahun tertentu untuk 6 perusahaan, maka hanya 11 perusahaan yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa debt to equity ratio dan beta saham tidak memengaruhi return saham secara signifikan. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukkan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai return saham sebagai variabel terikatnya, sedangkan perbedaannya adalah terletak pada subjek penelitian, variabel bebas yang akan diteliti, serta periode waktu penelitian.
8) Penelitian yang dilakukan oleh Hamzah (2006) yang berjudul ”Analisis Rasio Likuiditas, Profitabilitas, Aktivitas, Solvabilitas, dan Investment
44
Opportunity Set dalam Tahapan Siklus Kehidupan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Periode Tahun 2001-2005.” Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ serta membagikan dividen secara berturut-turut selama periode 2001-2005 dan laporan keuangan auditan perusahaan dipublikasikan di media massa. Jumlah perusahaan manufaktur yang menjadi total sampel perusahaan adalah sebanyak 135 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel rasio likuiditas, profitabilitas, aktivitas, dan solvabilitas terhadap variabel dependen berupa investment opportunity set (IOS) berpengaruh secara signifikan pada tahap pendirian (start-up) dan ekspansi awal (initial expansion), sedangkan pada tahap ekspansi akhir (final expansion), kedewasaan (mature), dan decline tidak berpengaruh terhadap signifikan. Pada pengujian regresi secara parsial dalam tahap pendirian, hanya rasio aktivitas dan solvabilitas yang berpengaruh secara signifikan pada IOS, sedangkan pada tahap ekspansi awal, hanya rasio aktivitas yang berpengaruh secara signifikan pada IOS. Pada ekspansi akhir, kedewasaan, dan decline tidak ada satu pun rasio keuangan dalam penelitian ini yang berpengaruh secara signifikan terhadap IOS. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukkan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai rasio keuangan, yaitu profitabilitas dan likuiditas. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada
45
subjek penelitian, variabel terikat yang akan diteliti, serta periode waktu penelitian.
9) Penelitian yang dilakukan oleh Suardana (2009) yang berjudul ”Pengaruh Rasio CAMEL Terhadap Return Saham.” Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan beberapa kriteria yaitu, bank tersebut memeroleh laba dalam periode amatan, bank tersebut tidak melaksanakan merger dalam periode amatan, dan tersedia closing price saham bulanan untuk triwulan pertama tahun 2003-2006. Jumlah perusahaan perbankan yang menjadi total sampel perusahaan adalah sebanyak 13 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio-rasio keuangan CAMEL secara simultan berpengaruh positif terhadap return saham, sedangkan secara parsial hanya rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) yang berpengaruh positif terhadap return saham dimana rasio yang lain, Return on Risked Assets (RORA), Operating Expense to Operating Income (OEOI)/BOPO, Earning per Share/EPS, dan Loans to Deposits Ratio/LDR tidak berpengaruh terhadap return saham. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukkan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap return saham. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
46
10) Penelitian yang dilakukan oleh
Usaha
dan Yasa (2009)
yang
berjudul ”Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi di Bursa Efek Indonesia.” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa perusahaan pengakuisisi melakukan manajemen laba dengan menaikkan nilai akrual (income increasing accrual) sebelum merger dan akuisisi dengan tujuan untuk meningkatkan laba dan saham yang terjual sehingga biaya yang dikeluarkan untuk melakukan merger dan akuisisi menjadi lebih rendah serta untuk membuktikan bahwa manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi sebelum melakukan merger dan akuisisi, telah memicu perbedaan kinerja keuangan perusahaan yang dinilai cenderung mengalami penurunan setelah melakukan kebijakan merger dan akuisisi. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan secara signifikan terhadap kinerja CR dan ROI setelah pelaksanaan merger dan akuisisi, sedangkan nilai DER mengalami peningkatan yang signifikan setelah pelaksanaan merger dan akuisisi. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukkan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai rasio keuangan. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada subjek penelitian, variabel terikat yang diteliti, dan periode waktu penelitian.
47
11) Penelitian yang dilakukan oleh Marbeya dan Suaryana (2009) yang berjudul ”Pengaruh Pemoderasi Pertumbuhan Laba Terhadap Hubungan Antara Ukuran Perusahaan, Debt to Equity Ratio dengan Profitabilitas pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di PT. Bursa Efek Jakarta.” Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Jumlah perusahaan perbankan yang menjadi total sampel perusahaan adalah sebanyak 23 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan laba tidak berpengaruh terhadap hubungan antara ukuran
perusahaan
dengan
profitabilitas dan
pertumbuhan
laba
berpengaruh terhadap hubungan antara Debt To Equity Ratio (DER) dengan profitabilitas. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai rasio profitabilitas dan ukuran perusahaan. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada subjek penelitian, variabel terikat yang digunakan, dan periode waktu penelitian.
12) Penelitian yang dilakukan oleh Erawati (2009) yang berjudul ”Intangible Assets, Nilai Perusahaan, dan Kinerja Keuangan.” Jumlah perusahaan perbankan yang menjadi total sampel perusahaan adalah sebanyak 23 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksistensi organisasi bisnis ditentukan oleh kemampuannya mengkreasi dan menyampaikan nilai kepada stakeholder. Kemampuan itu ditentukan oleh kemampuannya mengkreasi value untuk konsumennya. Dengan demikian, nyawa
48
organisasi bisnis adalah value creating activities. Kemampuan organisasi bisnis dalam mengelola dan mengkreasi keunggulan pada keempat value creating dimension matrix terletak pada unsur intangible asset, yang juga dikenal dengan istilah intellectual asset, intellectual capital, intellectual property, atau knowledge capital. Dari sudut pandang value creating activities, aset utama perusahaan adalah knowledge atau intelectual. Tangible assets hanyalah alat bantu bagi manusia dalam merealisasikan knowledge-nya dalambentuk produk/jasa. Premis utama yang dijadikan acuan adalah bahwa intangible assets bersama-sama dengan tangible assets merupakan satu kesatuan yang menentukan nilai perusahaan dan memengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Menentukan value dari intangible assets secara objektif memang sulit dilakukan apabila tidak terjadi transaski akuisisi. Namun, kesulitan ini tidak otomatis dapat digunakan sebagai pembenaran bahwa informasi tersebut tidak perlu disajikan. Standard setting bodies bersama-sama para pakar akuntansi harus bekerja keras untuk mencarikan solusi untuk masalah ini karena akuntansi berada pada ranah social science. Pengakuan terhadap human existency merupakan pusat dari kajian-kajian keilmuan pada ranah ini. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai kinerja keuangan. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada subjek penelitian, variabel yang digunakan, dan periode waktu penelitian.
49
13) Penelitian oleh Yuniasih dan Wirakusuma (2009) yang berjudul “Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi.” Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada metode nonprobability sampling tepatnya metode purposive sampling. Hasil penelitian menyatakan bahwa return on assets dan pengungkapan CSR berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan manufaktur, sedangkan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap hubungan return on assets dan nilai perusahaan. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai kinerja keuangan. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada subjek penelitian, variabel yang digunakan, dan periode waktu penelitian.
14) Penelitian oleh Kumaladewi (2010) yang berjudul “Pengaruh Perubahan Return on Assets, Perubahan Operating Profit Margin, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kemungkinan
Praktik Perataan Laba
pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” Sampel penelitian adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang dipilih menggunakan purposive sampling method. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan return on assets dan operating profit margin berpengaruh positif terhadap kemungkinan praktik perataan laba, sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kemungkinan
50
praktik perataan laba. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai kinerja keuangan dan ukuran perusahaan. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada subjek penelitian, variabel terikat yang digunakan, dan periode waktu penelitian.
15) Penelitian oleh Ambarwati (2008) yang berjudul “Pengaruh Return Saham, Volume Perdagangan Saham, dan Varian Return Saham Terhadap Bid-Ask Spread Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Tergabung dalam Indeks LQ 45 Periode Tahun 2003-2005.” Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria, perusahaan manufaktur yang termasuk dalam kelompok saham LQ 45 selama periode pengamatan tahun 2003-2005 dan mempunyai closing price, data bid-ask price, dan volume perdagangan selama periode pengamatan tahun 20032005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan return saham, volume perdagangan saham, dan varian return saham mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap bid-ask spread saham, sedangkan variabel return saham dan varian return saham secara parsial mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap bid-ask spread saham perusahaan manufaktur yang tergabung dalam indeks LQ 45 periode tahun 2003-2005. Namun, variabel volume perdagangan saham secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap bid-ask spread saham perusahaan manufaktur yang tergabung dalam LQ 45 periode tahun 2003-
51
2005. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai return saham. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada subjek penelitian, variabel terikat yang digunakan, dan periode waktu penelitian.
16) Penelitian oleh
Munte (2009) yang berjudul “Pengaruh Faktor
Fundamental Terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa secara parsial return on equity memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham, sedangkan current ratio dan ukuran perusahaan tidak mempunyai pengaruh signifikan dan berhubungan negatif terhadap return saham. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama melakukan penelitian mengenai pengaruh current ratio, rasio profitabilitas, dan ukuran perusahaan terhadap return saham. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
17) Penelitian oleh Azzam (2010) yang berjudul “The Impact of Institutional Ownership and Dividend Policy on Stock Returns and Volatility: Evidence from Eqypt.” Sampel dari penelitian ini adalah 50 perusahaan paling aktif
52
bertransaksi yang terdaftar di Bursa Efek Mesir selama periode tahun 2004-2007 dan terdiri dari perusahaan besar, sedang, dan kecil. Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
kepemilikan
institusionalswasta
berpengaruh signifikan dan positif terhadap volatilitas. Konsentrasi kepemilikan oleh tiga blockholders swasta terbesar mengurangi volatilitas saham. Profitabilitas dan perusahaan ukuran volatilitas menurun, sedangkan meningkatkan leverage volatilitas. Kepemilikan institusional tidak berpengaruh pada pendapatan saham. Dalam memeriksa pengaruh kepemilikan institusional terhadap kebijakan dividen, analisis menemukan bahwa kepemilikan oleh manajemen puncak dan kepemilikan swasta dan perusahaan swasta memiliki pengaruh negatif terhadap payout ratio. Di samping itu, konsentrasi kepemilikan oleh tiga terbesar meningkatkan payout ratio blockholders swasta. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama
meneliti
tentang
return
saham.
Sedangkan
perbedaannya adalah variabel yang akan diteliti, subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
18) Penelitian oleh Gu (2003) yang berjudul “State Ownership, Firm Size, and IPO Performance: Evidence from Chinese “A” Share Issues.” Penelitian ini mencakup 68 perusahaan yang telah go public pada tahun 1994 dan terdaftar di SHSE. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IPO pada tahun 1994 menyebabkan return jangka pendek yang sangat tinggi,
53
mengurangi return dari waktu ke waktu dan kinerja jangka panjang yang sangat buruk. Kepemilikan negara berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return awal, sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap return awal. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap return saham. Sedangkan perbedaannya adalah subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
19) Penelitian oleh Zou dan Adams (2008) yang berjudul “Corporate Ownership, Equity Risk and Returns in The People’s Republic of China.” Sampel yang digunakan dimulai dari periode 1996 hingga 2000 yaitu sebanyak 259 perusahaan dan menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan
yang memiliki
kepemilikan negara yang lebih besar akan memiliki volatilitas saham lebih tinggi dan return saham yang lebih rendah, begitu pula sebaliknya. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama
meneliti
tentang
return
saham.
Sedangkan
perbedaannya adalah variabel bebas yang digunakan, subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
20) Penelitian oleh Rjoub, dkk. (2009) yang berjudul “The Effects of Macroeconomic Factors on Stock Returns: Istanbul Stock Market.”
54
Sampel datanya diambil dari 193 perusahaan yang terdaftar di ISE pada periode Januari 2001 sampai dengan September 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara return saham terhadap variabel makroekonomi, yaitu inflasi yang tak terduga, premi risiko, suku bunga, dan money supply. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama
meneliti
tentang
return
saham.
Sedangkan
perbedaannya adalah variabel bebas yang digunakan, subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
21) Penelitian oleh Moosa (2010) yang berjudul “Does Climatic Seasonality Produce Seasonality in Stock Returns? Evidence from an Emerging Stock Market.” Analisis secara statistik berasal dari observasi rata-rata bulan dari Kuwait Stock Exchange Index (KSEI) pada periode Januari 1996 hingga Juli 2005. Hasil penelitian menjelaskan bahwa ditemukannya efek Bulan Juni yang memengaruhi return saham karena tekanan permintaan yang timbul dari keinginan para investor untuk mengakumulasi sahamnya sebelum pergi berlibur pada musim panas dimana investasi akan sulit dilakukan. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama
meneliti
tentang
return
saham.
Sedangkan
perbedaannya adalah variabel bebas yang digunakan, subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
55
22) Penelitian oleh Edelen, dkk (2010) yang berjudul “Relative Sentiment and Stock Returns”. Data penelitian ini menjelaskan data kepemilikan triwulanan untuk berbagai kategori, kas, kas equivalen, ekuitas, dan saham pendapatan tetap. Data-data tersebut dikombinasikan untuk mengukur alokasi dari akun ritel dan institusional dimana diambil dari kuartal keempat tahun 1968 hingga kuartal keempat tahun 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi retail sentiment relative memiliki pengaruh positif terhadap return saham pasar saat ini, sedangkan fluktuasi tersebut memiliki pengaruh negatif terhadap return saham pasar masa depan. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama
meneliti
tentang
return
saham.
Sedangkan
perbedaannya adalah variabel bebas yang digunakan, subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
23) Penelitian oleh Kim dan Qi (2010) yang berjudul “Accrual Quality, Stock Returns, and Macroeconomic Conditions”. Hasil penelitian menjelaskan bahwa premi risiko AQ dinilai berpengaruh sangat signifikan secara statistik dan ekonomi diantara faktor-faktor risiko lainnya dimana sangat dipengaruhi oleh return saham rendah. Selain itu, ditemukan bahwa perusahaan yang tidak memiliki AQ yang baik akan lebih mudah terkena guncangan ekonomi makro. Premi risiko AQ dan dispersi AQ antara perusahaan dengan jumlah laba terbesar dan terkecil berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap kegiatan perekonomian masa depan.
56
Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama
meneliti
tentang
return
saham.
Sedangkan
perbedaannya adalah variabel bebas yang digunakan, subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
24) Penelitian oleh Hiremath dan Kamaiah (2010) yang berjudul “Some Further Evidence on The Behaviour of Stock Returns in India.” Penelitian ini menguji stock return behavior dalam dua pasar saham utama di India menggunakan Chow-Denning multiple variance ratio dan Hinich bicorrelation tests. Pengujian pertama mampu menyelesaikan permasalah distorsi ukuran dari uji rasio varians konvensional. Pengujian yang kedua mampu mendeteksi ketergantungan linier dan non-linier. Studi ini berdasarkan 14 indeks yang berkaitan dengan National Stock Exchange (NSE) dan Bombay Stock Exchane (BSE), dan berhubungan dengan rentang waktu dari 02/06/1997 sampai 30/01/2009. Tes Chow-Denning menolak ketidaklogisan dari random walk untuk 6 indeks. Tes Hinich menolak ketidaklogisan dari pure white noise untuk full sample period. Namun, hasil dari window tes dari Hinich menunjukkan bahwa ketergantungan tidak konsisten untuk semua periode sampel bagi semua indeks. Hal ini mengindikasikan keberadaan episodic dependencies dalam return saham yang dikelilingi oleh periode pure noise yang lama. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama
meneliti
tentang
57
return
saham.
Sedangkan
perbedaannya adalah variabel bebas yang digunakan, subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
25) Penelitian oleh Simlai (2009) yang berjudul “Stock Return, Size, and Book-To-Market Equity.” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengivestigasi kembali performa dari return saham biasa relatif terhadap dua karakteristik level perusahaan yang cukup terkenal yaitu: ukuran dan book-to-market equity. Semua dari New York Stock Exchange, American Stock Exchange, dan National Association of Securities Dealers Automated Quotations yang menerbitkan saham antara Juli 1926 dan Juni 2007 digunakan dalam penelitian ini dan terbagi ke kelompok ukuran dan book-to-market equity yang bermacam-macam
beragam. Perluasan dari versi yang
model
Fama-French
yang
sederhana
diimplementasikan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat dua faktor risiko berdasarkan peniruan return untuk ukuran dan rasio book-tovalue memainkan peran yang signifikan dalam menangkap variasi dalam return saham dan ketidakstabilan yang peristen dapat secara signifikan meningkatkan dampak faktor risiko dalam menjelaskan variasi time series dan book-to-market portfolio. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama
meneliti
tentang
return
saham.
Sedangkan
perbedaannya adalah variabel bebas yang digunakan, subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
58
26) Penelitian oleh Guenther dan Sansing (2010) yang berjudul “The Effect of Tax-Exempt Investors and Risk on Stock Ownership and Expected Returns.” Penelitian ini menginvestigasi bagaimana pajak pemegang saham dan preferensi risiko memberikan dampak pada baik return ekspektasi dari sebuah saham (yang merefleksikan kapitalisasi dari pajak deviden) dan bagian dari saham perusahaan yang dipegang oleh investor yang bebas-pajak. Model penelitian ini mendemonstrasikan bahwa dampak kapitalisasi pajak deviden merefleksikan tax rate rata-rata tertimbang dari semua investor, dimana penimbangan bergantung pada toleransi risiko investor. Tax-rate rata-rata tertimbang tidak dipengaruhi oleh jumlah saham yang dipegang oleh investor yang bebas-pajak tetapi, kepemilikan investor
bebas
pajak
untuk
saham
yang
berbeda
merefleksikan perbedaan dari tolerasi risiko investor untuk saham-saham tersebut. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama
meneliti
tentang
return
saham.
Sedangkan
perbedaannya adalah variabel bebas yang digunakan, subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
27) Penelitian oleh Deitz, dkk (2009) yang berjudul “The Effects of Retailer Supply Chain Technology Mandates on Supplier Stock Returns.” Penelitian ini bertujuan untuk mempertimbangkan dampak dari teknologi supply chain dari retailer berpengaruh pada performa keuangan. Hasil
59
analisis mengindikasikan dampak dari RFID Wal-Mart tahun 2003 mengalami net-gain dalam return abnormal saham. Analisis regresi crosssectional yang subsekuen menunjukkan return abnormal lebih kuat bagi supplier dengan arus kas yang lebih besar dan untuk supplier yang lebih dependen. Selain itu, hasil dari studi ini mengungkapkan bawah perusahaan dengan arus kas yang lebih besar lebih baik dalam hal menyerap biaya yang tak terduga dalam hal mengikuti peraturan dari retailer. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
sama-sama
meneliti
tentang
return
saham.
Sedangkan
perbedaannya adalah variabel bebas yang digunakan, subjek penelitian dan periode waktu penelitian.
2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian teori yang relevan dan hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka dapat dikemukakan rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1) return on assets, return on equity, current ratio, dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap return saham pada perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2009.
60
2) return on assets, return on equity, current ratio, dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap return saham pada perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2009.
61