BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan (2004:2) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Menurut Riyanto (2001 : 327) menyatakan bahwa laporan keuangan memberikan ikhtisar mengenai laporan finansiil suatu perusahaan, dimana neraca (Balance Sheet) mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu, dan laporan Rugi & Laba (Income Statement) mencerminkan hasilhasil yang dicapai selama periode tertentu biasanya meliputi periode satu tahun. Dari kedua pengertian laporan keuangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan, dimana laporan keuangan merupakan ikhtisar mengenai laporan finansiil suatu perusahaan pada periode tertentu yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. 2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan Menurut Baridwan (2000:4) tujuan laporan keuangan dibagi menjadi dua tujuan yaitu :
9
1. Tujuan Umum Tujuan umum laporan keuangan dapat dinyatakan sebagai berikut : a. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal suatu perusahaan. b. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi neto (sumber dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang timbul dari aktivitas-aktivitas usaha dalam rangka memperoleh laba. c. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan di dalam mengestimasi potensi perusahaan dalam menghasilkan laba. d. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi dan kewajiban, seperti informasi mengenai aktivitas pembelanjaan dan penanaman. e. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan, seperti informasi mengenai kebijaksanaan akuntansi yang dianut perusahaan. 2. Tujuan kualitatif akuntansi keuangan adalah sebagai berikut : a. Relevan, memilih informasi yang paling relevan untuk membantu pemakai dalam pembuatan keputusan ekonomi.
10
b. Dapat dimengerti, informasi harus dapat dimengerti oleh pemakainya, dan dinyatakan dalam bentuk dan dengan istilah yang disesuaikan dengan batas pengertian para pemakai. c. Daya uji, informasi harus dapat diuji kebenarannya oleh para pengukur yang independen dengan menggunakan metode pengukaran yang sama. d. Netral, informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak-pihak tertentu. e. Tepat waktu, informasi harus disampaikan sedini mungkin untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk membantu dalam pengambilan keputusankeputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut. f. Dapat diperbandingkan, berarti informasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dari perusahaan yang sama, maupun dengan laporan keuangan perusahaan-perusahaan lainnya pada periode yang sama. g. Kelengkapan, meliputi semua data akuntansi keuangan yang dapat memenuhi secukupnya enam tujuan kualitatif yang telah disebutkan, dapat juga diartikan sebagai pemenuhan standar pengungkapan yang memadai dalam pelaporan keuangan. 2.1.3 Pengungkapan dalam Laporan Keuangan Dalam Statement of Finance Accounting Concepts (SFAC) nomor 1 menyatakan bahwa laporan keuangan harus menyajikan informasi yang berguna untuk investor dan calon investor, kreditur dan pemakai lain dalam pengambilan
11
keputusan investasi, kredit dan keputusan lain yang sejenis yang rasional. Informasi tersebut harus dapat dipahami oleh mereka yang mempunyai wawasan bisnis dan ekonomi (Ghozali, 2007). Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan agar dapat dipahami dan tidak menjadikan salah interpretasi, maka penyajian laporan keuangan harus disertai dengan disclosure yang cukup, artinya informasi yang disajikan tidak berlebihan namun juga tidak kurang sehingga tidak menyesatkan orang yang membacanya. Menurut Hendriksen (2001) dalam Ardi dan Lana (2007) banyaknya informasi keuangan harus diungkapkan tidak hanya bergantung pada keahlian pembaca, akan tetapi juga pada standar yang dibutuhkan. Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya, yaitu : 1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup) Konsep yang sering digunakan adalah pengungkapan yang cukup yaitu pengungkapan minimum yang diisyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang disajikan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh investor. 2. Fair disclosure (pengungkapan wajar) Pengungkapan yang wajar secara tidak langsung merupakan tujuan etis agar memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca potensial.
12
3. Full disclosure (pengungkapan penuh) Pengungkapan penuh menyangkut kelengkapan penyajian yang diungkapkan secara relevan Menurut Suwardjono (2005:283) menyatakan bahwa informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan suatu perusahaan dapat terdiri dari pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). 1. Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang wajib berdasarkan standar akuntansi atau yang diatur oleh badan pengawas. 2. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) Pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan yang dilakukan perusahaan diluar yang diwajibkan dalam standar akuntansi atau peraturan badan pengawas. 2.1.4 Pengungkapan Laporan Tahunan Keterbukaan (disclosure) informasi dalam laporan tahunan diperlukan oleh pemegang saham dan stakeholders untuk mendapatkan informasi atas pengelolaan perusahaan oleh manajemen. Melalui informasi tersebut pengguna laporan tahunan dapat mengetahui kondisi perusahaan, kinerja perusahaan serta memprediksi perkembangan perusahaan. Laporan tersebut memberikan manfaat bagi investor maupun calon investor di pasar modal dalam pembuatan keputusan investasi.
13
Bapepam membuat peraturan yang mewajibkan suatu perusahaan untuk menyampaikan laporan tahunan bagi perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. Peraturan Bapepam melalui keputusan ketua Bapepam yaitu Kep38/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996, berikut ini adalah gambaran umum isi peraturan tersebut : 1. Kewajiban menyampaikan laporan tahunan 2. Bentuk dan isi laporan tahunan a. Ketentuan umum b. Laporan manajemen 1) Penjelasan umum 2) Penjelasan Khusus c. Bagian mengenai ikhtisar data keuangan penting d. Bagian mengenai analisis dan pembahasan umum oleh manajemen e. Bagian mengenai laporan keuangan 2.1.5 Informasi Pertanggungjawaban Sosial Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan calon investor untuk pengambilan keputusan. Adanya informasi yang lengkap, akurat serta, tepat waktu memungkinkan investor untuk melakukan pengambilan keputusan secara rasional sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu informasi yang sering diminta untuk diungkapkan perusahaan saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan itu sendiri dapat digambarkan sebagai ketersediaan informasi keuangan dan non-keuangan berkaitan dengan interaksi
14
organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya, yang dapat dibuat dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan sosial terpisah (Guthrie dan Mathews, 1985 dalam Sembiring, 2005) Menurut Darwin (2004) dalam Anggraini (2006), Pertanggung jawaban sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasi dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum. Menurut Darwin (2004) dalam Anggraini (2006) mengatakan bahwa Corporate Sustainability Reporting terbagi menjadi tiga kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Kategori ini terdiri atas enam kelompok pengungkapan yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan, yaitu sebagai berikut : kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, praktik kerja, hak manusia, sosial, dan produk. Menurut Sembiring (2005), pertanggungjawaban sosial merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Menurut Hackston dan Milne (1996) dalam Sembiring (2005), melihat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam tujuh kategori yaitu : 1. Lingkungan, meliputi pengendalian polusi, perbaikan kerusakan lingkungan, konservasi sumber alam, pengolahan limbah dan perlindungan lingkungan hidup
15
2. Energi, meliputi penggunaan energi secara lebih efisien 3. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, meliputi pelayanan kesehatan tenaga kerja dan keselamatan kerja 4. Lain-lain tentang tenaga kerja, meliputi pelatihan tenaga kerja, perekrutan tenaga kerja wanita/orang cacat 5. Produk, meliputi keamanan produk dan mutu produk 6. Keterlibatan masyarakat, meliputi mensponsori proyek kesehatan masyarakat, membiayai program beasiswa dan riset medis 7. Umum, meliputi tujuan perusahaan secara umum berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat. 2.1.6 Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial Menurut Belkaouli (2000) dalam Anggraini (2006), akuntansi pertanggung jawaban sosial (Social Responsibility Accounting) didefinisikan sebagai proses seleksi variabel-variabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran dan prosedur pengukuran yang secara sistematis mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada kelompok sosial yang tertarik, baik didalam maupun diluar perusahaan. Akuntansi pertanggung jawaban dapat memberikan informasi mengenai sejauh mana organisasi atau perusahaan memberikan kontribusi positif maupun negatif terhadap kualitas hidup manusia dan lingkungannya.
16
2.1.7 Leverage Riyanto (2001:331) menyatakan bahwa rasio leverage adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Menurut sartono (2001:121) rasio leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasi. Dari kedua pengertian rasio leverage tersebut, dapat disimpulkan bahwa rasio leverage adalah rasio yang menggambarkan seberapa jauh penggunaan hutang untuk membiayai investasinya dalam bentuk aktiva perusahaan. Rasio leverage dihitung dengan cara yaitu : 1. Total debt to equity ratio Yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang. Rasio ini mengukur likuiditas jangka panjang perusahaan sehingga akan memfokuskan pada sisi kanan neraca. Total debt to equity dapat dihitung dengan cara total hutang dibagi dengan jumlah modal sendiri. 2. Total debt to total assets Yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur berapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang dibelanjai dengan hutang atau berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin hutang. Total debt to total assets dihitung dengan cara total hutang dibagi dengan total aktiva. 3. Long term debt to equity rasio Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka
17
panjang, yang diukur dengan hutang jangka panjang dibagi dengan modal sendiri 4. Tangible assets debt coverage ratio Yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya aktiva tetap tangible (nyata) yang digunakan untuk menjamin setiap rupiah hutang jangka panjang, yang diukur dengan jumlah aktiva dikurangi aktiva intangibles dikurangi hutang lanacar dibagi dengan hutang jangka panjang. 5. Time interest earned ratio Yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya jaminan keuntungan untuk membayar bunga hutang jangka panjang, yang dihitung dengan earning before interest and taxes (EBIT) dibagi dengan beban bunga hutang jangka panjang 2.1.8 Profitabilitas Sartono (2001:122) menyatakan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Riyanto (2001:35) juga menyebutkan bahwa rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Menurut Munawir (2001:33) profitabilitas atau rentabilitas adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu atau rentabilitas perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut.
18
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas atau rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba dengan seluruh aktivitas atau modal yang dimiliki oleh perusahaan tersebut dalam suatu periode tertentu Sartono (2001:123) menjelaskan beberapa rumus yang dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas /rentabilitas perusahaan antara lain : 1. Kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan laba kotor ditinjau dari segi penjualannya Penjualan – Harga Pokok Penjualan Grosss Profit Margin = Penjualan Dimana semakin tinggi profitabilitasnya berarti semakin baik Tetapi perlu diperhatikan bahwa gross profit margin sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurun begitu pula sebaliknya. 2. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak ditinjau dari segi penjualan Laba setelah pajak Net profit Margin = Penjualan Apabila gross profit margin selama satu periode tidak berubah sedangkan net profit margin mengalami penurunan maka berarti bahwa biaya meningkat relatif lebih besar daripada peningkatan penjualan. 3. Return on investment atau return on assets yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan.
19
Laba setelah pajak Return on investment = Total aktiva 4. Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar-kecilnya hutang perusahaan, apabila proporsi hutang makin besar maka rasio ini juga akan semakin besar. Laba setelah pajak Return on equity = Modal sendiri 5. Earning power adalah hasil kali net profit margin dengan perputaran aktiva Penjualan
Laba setelah pajak
Earning power =
x Total aktiva
Penjualan
Earning power merupakan tolak ukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang digunakan. Rasio ini menunjukkan pula tingkat efisiensi investasi yang nampak pada tingkat perputaran aktiva. Apabila perputaran aktiva meningkat dan net profit margin tetap maka earning power juga akan meningkat. 2.1.9 Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial merupakan proporsi kepemilikan saham oleh pihak manajemen.
Kepemilikan
manajerial
mempunyai
peran
penting
dalam
mengendalikan keuangan perusahaan agar sesuai dengan keinginan pemegang saham karena dengan adanya kepemilikan manajerial akan membuat pihak
20
internal perusahaan merasa memiliki perusahaan dan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil serta kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah bagi perusahaan. Sehingga dengan adanya kepemilikan manajerial maka akan dapat mensejajarkan kepentingan antara pihak agen dan principal Investor atau pihak-pihak yang melakukan kegiatan investasi pada umumnya dapat dibagi menjadi investor individual dan investor institusional. Investor individual merupakan individu-individu yang melakukan kegiatan investasi. Sedangkan investor institusional merupakan investor kelembagaan misalnya perusahaan asuransi, lembaga keuangan, lembaga dana pensiun, perusahaan investasi maupun perusahaan-perusahaan lainnya. Investasi dilakukan oleh investor tersebut akan merubah struktur kepemilikan perusahaan. Struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah hutang dan modal sendiri tetapi juga ditentukan oleh prosentase kepemilikan manejerial dan institusional (Jensen dan Meekling,1976) dalam Aditya (2007 : 18). Pemegang saham sebagai pemilik modal dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu : 1. Manajerial ownership / internal ownership Adalah pemegang saham yang merupakan pihak internal yang ikut aktif dalam kegiatan operasional perusahaan 2. Eksternal ownership Adalah pemegang saham yang perorangan yang tidak aktif dalam kegiatan operasional perusahaan diluar pihak internal perusahaan
21
3. Institutional Ownership Adalah pemegang saham yang berbentuk instansi/perusahaan, pemegang saham ini tidak aktif dalam kegiatan operasional perusahaan Menurut Jensen (1993) dalam Aditya (2007), kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara kepentingan pemegang saham dan manajer. Semakin meningkat proporsi kepemilikan manajerial maka kinerja dari perusahaan akan meningkat. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruence) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham perusahaan, dengan jumlah kepemilikan saham yang besar seharusnya mempunyai konflik keagenan yang rendah dan biaya keagenan yang rendah pula. Konflik keagenan yang rendah dapat direfleksikan dari tingginya tingkat perputaran aktiva perusahaan dan rendahnya beban operasi terhadap penjualan. 2.1.10 Teori Keagenan Konflik kepentingan antar agen sering disebut agency problem. Hubungan antar agen terjadi pada saat satu orang atau lebih yang disebut principals mengangkat satu atau lebih orang lain yang disebut agen untuk bertindak atas nama pemberi wewenang dan memberikan kekuasaan dalam pengambilan keputusan. Agency problem biasanya terjadi antara manajer dan pemegang saham atau antara debtholders dan stockholders. Agency problem potensial untuk terjadi dalam perusahaan di mana manajer memiliki kurang dari seratus persen saham perusahaan terutama di perusahaan
22
besar karena proporsi kepemilikan perusahaan oleh manajer relatif kecil. Konflik lain yang potensial terjadi dalam perusahaan besar adalah antara stockholders dan debt holders. Kreditur memiliki hak atas sebagian laba yang diperoleh perusahaan dan sebagian asset perusahaan terutama dalam kasus kebangkrutan. Sementara pemegang saham memegang pengendalian perusahaan yang mungkin akan sangat menentukan profitabilitas dan resiko perusahaan (Sartono, 2001) 2.1.11 Teori Legitimasi Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi dapat dikatakan sebagai manfaat atau sumber potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (Ashforth dan Gibbs,1990 dalam Ghozali, 2007). Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai sosial masyarakat sering dinamakan “legitimacy gap” dan dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya (Dowling dan Pfeffer, 1975 dalam Ghozali, 2007). Namun demikian harus diingat bahwa keberadaan dan besarnya legitimacy gap bukanlah hal yang mudah untuk ditentukan. Yang penting adalah bagaimana perusahaan berusaha memonitor nilai-nilai perusahaan dan nilai-nilai sosial masyarakat dan mengidentifikasi kemungkinan munculnya gap tersebut. Menurut O’Donovan (2001) menyarakan bahwa ketika terdapat perbedaan antara kedua nilai tersebut, perusahaan perlu mengevaluasi nilai sosialnya dan menyesuaikan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Perusahaan juga dapat mengubah nilai-nilai sosial yang ada persepsi terhadap perusahaan sebagai taktik legitimasi (Ghozali, 2007).
23
2.1.12 Hubungan
Antara
Tingkat
Leverage
dengan
Pengungkapan
Informasi Pertanggungjawaban Sosial Keputusan untuk mengungkapkan informasi sosial akan mengikuti suatu pengeluaran untuk pengungkapan yang menurunkan pendapatan, sesuai dengan teori agensi maka semakin tinggi leverage, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba di masa depan. Dengan laba yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Oleh karena itu semakin tinggi tingkat leverage (rasio utang/asset) semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi (Belkaoui & Karpik, 1989 dalam Anggraini, 2006). Supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial). Pendapat lain mengatakan bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur (Schipper 1981 dalam Marwata, 2001). 2.1.13 Hubungan Antara Profitabilitas dengan Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Secara teoritis, menurut Kokubu et. Al (2001) terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi suatu perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial.
24
Hal ini dikaitkan dengan teori agensi dengan premis bahwa perolehan laba yang semakin besar akan membuat perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Menurut Vence (1975) dalam Retno Anggraini (2006), mempunyai pandangan yang berkebalikan, bahwa pengungkapan sosial perusahaan justru memberikan kerugian kompetitif (competitive disadvantage) karena perusahaan harus mengeluarkan tambahan biaya untuk mengungkapkan informasi sosial tersebut. Menurut Donovan dan Gibson (2000) dalam Sembiring (2005), menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen)
menganggap
tidak
perlu
melaporkan
hal-hal
yang
dapat
mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan. 2.1.14 Hubungan Antara Kepemilikan Manajerial dengan Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial. Konflik kepentingan antara manajer dengan pemilik menjadi semakin besar ketika kepemilikan manajer terhadap perusahaan semakin kecil (Jensen & Meckling, 1976 dalam Anggraini, 2006). Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk
memaksimalkan
kepentingan
dirinya
dibandingkan
kepentingan
perusahaan. Sebaliknya semakin besar kepemilikan manajer di dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan, dengan kata lain biaya kontrak dan pengawasan menjadi rendah.
25
Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan, meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut (Gray, et al,1988 dalam Anggraini, 2006). 2.2 Pembahasan Penelitian Sebelumnya Anggraini (2006) meneliti pengungkapan informasi sosial dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan keuangan tahunan (studi empiris pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2002-2004). Variabel yang diteliti adalah prosentase kepemilikan manajemen,
tingkat
leverage,
biaya
politis,
dan
profitabilitas
dengan
menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya variabel prosentase pemilikan manajemen dan tipe industri yang berpengaruh signifikan terhadap kebijakan perusahaan dalam mengungkapkan informasi pertanggungjawaban sosial dengan arah sesuai yang prediksi. Sedangkan variabel ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap kebijakan pengungkapan informasi sosial oleh perusahaan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Anggraini adalah sama-sama meneliti variabel prosentase kepemilikan manajemen, tingkat leverage, profitabilitas dan pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Retno Anggraini yaitu : 1. Teknik analisis yang digunakan oleh Anggraini adalah regresi berganda sedangkan penelitian ini menggunakan teknik analisis binary logistic regression
26
2. Dalam penelitian Anggraini menggunakan sampel perusahaan go publik dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2000-2004 sedangkan penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005 Sembiring (2005) meneliti karakteristik perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial : study empiris pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. Variabel yang diteliti adalah size, profitabilitas, profile, ukuran dewan komisaris, leverage dan pengungkapan tanggung jawab sosial dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya variabel size perusahaan, profile dan ukuran dewan komisaris yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan variabel leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Sembiring
adalah sama-sama meneliti variabel tingkat
leverage, profitabilitas dan pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sembiring yaitu : 1. Teknik analisis yang digunakan oleh Sembiring adalah regresi berganda sedangkan penelitian ini menggunakan teknik analisis binary logistic regression 2. Dalam penelitian Sembiring menggunakan sampel perusahaan go publik dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2002 sedangkan penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005
27
Aditya (2007) meneliti pengaruh kebijakan deviden, kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan terhadap konservatisma akuntansi pada perusahaan manufaktur yang go publik di Bursa Efek Jakartat periode 1999-2006. Variabel yang diteliti adalah kebijakan deviden, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan dan konservatisma akuntansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kebijakan deviden dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap konservatisma akuntansi. Sedangkan variabel kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap konservatisma akuntansi. Persamaaan penelitian ini dengan penelitian Aditya yaitu : 1. Meneliti variabel kepemilikan manajerial 2. Menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yulia Aditya yaitu : 1. Teknik analisis yang digunakan oleh Aditya adalah regresi linear berganda sedangkan penelitian ini menggunakan teknik analisis binary logistic regression 2. Variabel dalam penelitian Aditya adalah kebijakan deviden, ukuran perusahaan dan konservatisma akuntansi sedangkan pada penelitian ini meneliti variabel tingkat leverage, profitabilitas dan pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial.
28
Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Sebelumnya
No 1.
2.
29 3.
Judul
Peneliti
Variabel
Teknik Analisis
Hasil
Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Study Empiris pada PerusahaanPerusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta) Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta
Retno Anggraini (2006)
Variabel independen : Prosentase Kepemilikan Manajemen, tingkat leverage, biaya politis, dan profitabilitas Variabel dependen : pengungkapan informasi pertanggungjawab sosial
Regresi berganda
Prosentase kepemilikan manajemen dan type industri yang berpengaruh signifikan terhadap kebijakan perusahaan dalam mengungkapkan informasi pertanggungjawaban sosial sedangkan variabel ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap kebijakan pengungkapan informasi sosial oleh perusahaan.
Sembiring (2005)
Regresi berganda
Pengaruh Kebijakan Deviden, Kepemilikan Manajerial dan Ukuran Perusahaan terhadap Konservatisma Akuntansi
Yulia Aditya (2007)
Variabel independen : Size, Profitabilitas, Profile, Ukuran dewan komisaris, Leverage Variabel dependen : Pengungkapan tanggung jawab sosial Variabel independen : Kebijakan deviden, kepemilikan manajerial dan ukuran perusahaan Variabel dependen : Konservatisma akuntansi
Size perusahaan, profile dan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawaban sosial perusahaan sedangkan leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan. Kebijakan deviden, berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap konservatisma, kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap konservatisma akuntansi, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap konservatisma akuntansi
29
Regresi Linear Berganda
2.3 Rumusan Hipotesis Berdasarkan pokok permasalahan, landasan teori dan kajian hasil penelitian sebelumnya maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1
: Tingkat leverage, profitabilitas dan kepemilikan manajerial secara parsial berpengaruh terhadap pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
H2 : Tingkat leverage, profitabilitas dan kepemilikan manajerial secara serempak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
30