BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Agency Theory Menurut Harianto dan Sudomo dalam Rofiaoh (2002:342) agency theory
menjelaskan hubungan antara pemberi kerja dan penerima amanah untuk melaksanakan pekerjaan. Pemberi kerja yang disebut dengan prinsipal akan memberikan hak kepada orang lain yang disebut dengan agen untuk menjalankan haknya. Kedua belah pihak diikat oleh kontrak yang menyatakan hak dan kewajiban masing-masing. Menurut Wolk et al. (2001:45) yang dimaksud dengan prinsipal adalah pemilik perusahaan, sedangkan agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Dalam mewujudkan kontrak kerja yang dimaksud, prinsipal menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasi perusahaan. Di lain pihak agen sebagai pengelola perusahaan mempunyai kewajiban untuk mengelola perusahaan sebagaimana yang diamanahkan oleh para pemegang saham (prinsipal), yaitu meningkatkan kemakmuran prinsipal melalui peningkatan nilai perusahaan. Sebagai imbalannya, agen akan memperoleh gaji, bonus dan berbagai macam kompensasi lainnya. Dalam penelitian ini pemilik BPR diumpamakan sebagai prinsipal dan auditor internal sebagai agen. Berdasarkan pengertian diatas agen atau dalam hal ini auditor internal memiliki kewajiban untuk mengelola BPR sesuai dengan yang diamanahkan oleh pemilik BPR, yaitu meningkatkan kemakmuran pemilik BPR
dengan meningkatkan nilai perusahaan. Sebagai imbalannya, auditor internal akan memperoleh gaji, bonus dan berbagai macam kompensasi lainnya. Tapi dalam meningkatkan kemakmuran pemilik, auditor inernal harus tetap mengedepankan independensi serta kode etik profesionalnya agar tidak pelaksanaan audit menjadi semakin efektif.
2.1.2
Pengertian Auditing Auditing adalah proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Mulyadi, 2002:9). Arens et all (2008:11) mengemukakan bahwa auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menjelaskan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi yang tersedia dengan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa auditing adalah proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan dan dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
2.1.3
Jenis-jenis Audit Menurut Arens et all (2008:13) ada tiga jenis audit yang dikemukakan
yaitu: 1) Audit Operasional (Operational Audits) Audit operasional merupakan review atas setiap bagian prosedur operasional perusahaan dan metode-metode dengan tujuan untuk mengevaluasi efficiency dan effectiveness. Pihak yang memerlukan audit operasional adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut. 2) Audit Ketaatan (Compliance Audits) Audit ketaatan adalah audit yang bertujuan untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit ketaatan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang dalam membuat kriteria. Audit ketaatan banyak dijumpai dalam pemerintahan. 3) Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audits) Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh klien untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hasil audit terhadap laporan keuangan disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit yang akan dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil dari audit operasional ini berbentuk rekomendasi kepada manajemen untuk melakukan perubahan terhadap operasi unit yang bersangkutan agar hasil operasi yang
diharapkan tercapai. Dalam audit ketaatan, dilakukan untuk menentukan apakah pihak yang diperiksa telah mengikuti prosedur-prosedur atau peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemegang wewenang yang lebih tinggi. Sedangkan audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan perusahaan sesuai dengan penyajiannya, dengan kriteria atau standar yang ditetapkan. Dan di Indonesia standar yang berlaku umum adalah Standar Akuntansi Keuangan.
2.1.4
Jenis-jenis Auditor Chasin dalam Citra Monica (2007:10) mengelompokkan auditing ke dalam
tiga cabang bidang auditing yaitu: independent auditing, Internal auditing, governmental auditing. Selanjutnya Arens and Loebbecke dalam buku Auditing: Suatu Pendekatan Terpadu yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Yusuf (2003;6) secara umum mengelompokkan auditor menjadi empat jenis, yaitu: 1) Auditor Internal a.
Auditornya adalah pegawai dari perusahaan atau organisasi itu sendiri, seperti sistem pengendalian intern pada BUMN atau BUMD.
b.
Aktivitas pekerjaannya adalah menelaah keandalan dan integritas informasi keuangan dan operasi, menelaah struktur pengendalian intern yang dirancang, menelaah tingkat kepatuhan entitas, menelaah sarana untuk melindungi asset perusahaan dan mengukur efisiensi dan efektivitas perusahaan.
c.
Tujuannya perusahaan.
adalah
membantu
manajemen
untuk
memajukan
d.
Orientasi pelaksanaan auditnya adalah audit kepatuhan dan audit operasional.
e.
Kedudukan auditor internal adalah bersifat independen dari pihak perusahaan dan memerlukan dukungan dari top manajemen.
2) Auditor Independen atau Akuntan Publik Terdaftar a.
Auditornya berasal dari Kantor Akuntan Publik.
b.
Pelayanan jasanya terdiri dari jasa atestasi, jasa kompilasi, perpajakan dan lain-lain.
c.
Kedudukannya bersifat tidak memihak, independen dan objektif.
d.
Perangkat peraturannya adalah Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Kode Etik dan Quality Control.
3) Auditor Pemerintah a.
Auditornya berasal dari lembaga pemeriksa pemerintah, yaitu seperti dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal (ITJEN) pada departemen-departemen pemerintah di Indonesia atau General Accounting Office (GAO) di Amerika Serikat.
b.
Aktivitas kegiatan auditnya adalah audit keuangan dan audit kinerja.
c.
Kedudukannya bersifat independen terhadap pihak yang diperiksa.
4) Auditor Pajak a.
Auditornya adalah para pegawai pajak yang bertugas sebagai auditor
b.
Orientasi auditnya adalah untuk menilai ketaatan terhadap UndangUndang Perpajakan yang berlaku.
c.
Kedudukannya independen terhadap pihak yang diperiksa
2.1.5
Auditor Internal Arens and Loebbecke dalam buku Auditing: Suatu Pendekatan Terpadu
yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Yusuf (2003:7) mengatakan bahwa auditor internal adalah orang yang bekerja sebagai karyawan pada suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen. Mulyadi (2002:29) mengatakan bahwa auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disintesakan bahwa auditor internal adalah orang yang bekerja sebagai karyawan pada suatu perusahaan untuk melakukan audit yang memiliki tugas pokok menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
2.1.6
Kualifikasi Auditor Internal
Independensi auditor internal Agar seorang auditor internal efektif melaksanakan tugasnya, auditor harus independen atau bebas dari pengaruh-pengaruh objek yang akan diauditnya. Hal ini dapat tercapai jika ia diberikan kedudukan yang diisyaratkan dalam
organisasi dan memiliki tingkat objektifitas yang diperlukan. Dengan adanya independensi dan objektifitas yang dimiliki auditor internal untuk dapat melakukan pekerjaannya secara bebas dan objektif yang memungkinkan auditor membuat pertimbangan penting secara mental dan tidak menyimpang (Citra Monica, 2007:14). Independensi menyangkut dua aspek: a.
Status Organisasi (Independensi Organisasi) Status organisasi audit internal harus berperan sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik serta harus mendapat dukungan dari pimpinan tingkat atas. Status yang dikehendaki adalah bahwa bagian audit internal harus bertanggung jawab kepada pimpinan yang memiliki wewenang cukup untuk menjamin jangkauan audit yang luas, pertimbangan dan tindakan yang efektif atas temuan audit dan perbaikan saran.
b.
Objektivitas Auditor Internal Seorang auditor internal dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest). Agar dapat mempertahankan sikap tersebut hendaknya auditor internal dibebaskan dari tanggung jawab operasi organisasi perusahaan.
Kompetensi auditor internal Menurut Moeller and Wit dalam Citra Monica (2007:16) kemahiran professional yang harus diperoleh meliputi:
a.
Staffing Mengacu pada persyaratan bahwa bagian audit internal harus memberikan jaminan mengenai keahlian dan latar belakang pendidikan audit internal yang memadai, yang akan berperan sebagai audit internal dalam perusahaan.
b.
Knowledge, Skill, and Discipline Mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus mempunyai pengetahuan, keahlian, dan disiplin yang tinggi yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawab auditnya.
c.
Supervision Mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus menyediakan jaminan bahwa audit internal harus diawasi sebagaimana mestinya.
d.
Compliance with Standart of Conduct Mensyaratkan bahwa bagian audit internal harus memenuhi standarstandar pelaksanaan professional dalam melakukan audit.
e.
Human Relation and Communication Mensyaratkan
bahwa
auditor
internal
harus
terlatih
dalam
berhubungan dengan pihak lain dan dalam melakukan komunikasi secara objektif. f.
Continuing Education Mensyaratkan bahwa auditor internal harus memelihara kompetensi pekerjaan melalui pendidikan lanjutan.
g.
Due Profesional Care Mensyaratkan bahwa auditor internal harus melatih keahlian profesionalnya dengan berusaha mendapatkan pendidikan lanjutan untuk melaksanakan audit internal.
2.1.7
Karakteristik Auditor Internal Menurut Amin Wijaya Tunggal dalam Citra Monica (2000:24),
karakteristik dari seorang auditor internal yang kompeten memiliki indikator sebagai berikut: 1) Curiosity (Keingintahuan) Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi mengenai semua operasi mengajukan pertanyaan-pertanyaan. 2) Persistence (Keras hati) Melakukan pengujian, pengecekan, atau memperoleh bukti yang memuaskan bahwa hal-hal sebenarnya dilakukan sesuai dengan yang dilukiskan. 3) Contructive approach (Pendekatan yang konstruktif) Melihat
bagaimana
kesalahan
dapat
dihindari,
bukan
dalam
pendakwaan/penuduhan siapa yang bertanggungjawab. Suatu kesalahan dipertimbangkan untuk dilakukan perbaikan di masa yang akan datang. 4) Business sense (Mempunyai pemahaman terhadap usaha) Menelaah setiap hal dari pandangan yang luas dari akibat pada operasi yang menguntungkan dan efisiensi. Melakukan analisis dengan perspektif global daripada pandangan yang sempit.
5) Cooperation (Kerjasama) Mempertimbangkan
auditee
sebagai
mitra.
Tujuannya
bukan
untuk
mengkritik, akan tetapi untuk memperbaiki operasi usaha.
2.1.8
Persepsi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya (Ludigdo dan Machfoedz, 1999:4). Menurut Thoha dalam Yunita (2005:23), persepsi adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaaan, dan penciuman. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya serta merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya.
2.1.9
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Citra Monica (2007:25) faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi adalah: 1) Faktor Fungsional Faktor fungsional berasal dari kebutuhan pengalaman masa lalu, motivasi, harapan, keinginan, perhatian, emosi dan suasana hati, dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor personal.
2) Faktor Struktural Faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan otak-otak syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu. 3) Faktor Kebudayaan Faktor kebudayaan atau kultur dimana individu tumbuh dan berkembang akan turut pula menentukan proses persepsi seseorang. Menurut Luthan dalam Citra Monica (2007:25) faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang adalah psikologi, keluarga dan kebudayaan..
2.1.10 Pengertian Kode Etik Profesional Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat harus memiliki kode etik, yang merupakan seperangkat prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku professional. Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku professional yang tinggi pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan secara perseorangan. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa professional akan meningkat jika profesi mewujudkan standar yang tinggi dan memenuhi semua kebutuhannya. Menurut Citra Monica (2007:26) kode etik professional adalah pernyataan-pernyataan yang berotorisasi yang digunakan sebagai pedoman perilaku dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya.
2.1.11 Tujuan Kode Etik
Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesediaan menerima tanggung jawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengemban tanggung jawab ini secara efektif, auditor internal perlu memelihara standar perilaku yang tinggi. Oleh karena, Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal menetapkan Kode Etik bagi para auditor internal. Kode etik dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku individu agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seseorang dari anggota profesi tertentu dapat menyebabkan berkurangnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi secara keseluruhan.
2.1.12 Pengertian Efektivitas Efektivitas selalu berkaitan dengan aktivitas-aktivitas dalam suatu organisasi dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Menurut Citra Monica (2007:29) efektivitas didefinisikan sebagai suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan (kegagalan) kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Menurut Mardiasmo (2002:4) efektivitas adalah suatu tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Jadi, efektivitas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu unit untuk mencapai tujuan atau sasaran yang diharapkan atau diinginkan organisasi. Efektivitas diperlukan karena merupakan kunci keberhasilan suatu organisasi, sebab sebelum kita melakukan kegiatan dengan efisien kita harus yakin telah menemukan hal yang tepat untuk dilakukan.
2.1.13 Program Pelaksanaan Audit Internal Menurut Hiro Tugiman dalam Citra Monica (2007:31) auditor internal tidak terbatas pada perusahaan, tetapi meliputi semua organisasi baik yang berorientasi mencari laba maupun yang tidak, sedangkan aktivitas organisasi meliputi aktivitas yang berhubungan dengan finansial maupun non finansial. Menurut Hiro Tugiman dalam Citra Monica (2007:31), ada empat tahap pelaksanaan audit yaitu: 1) Tahap Perencanaan Audit Auditor internal bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan tugas pemeriksaan, yang harus disetujui dan ditinjau atau direview oleh pengawas. 2) Tahap Pengujian dan Pengevaluasian Informasi Auditor internal haruslah mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasikan, dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil pemeriksaan. 3) Tahap Penyampaian Hasil Audit Pada tahap ini auditor internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya. 4) Tindak Lanjut Hasil Audit Auditor internal harus terus-menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terdapat temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Auditor internal harus memastikan apakah suatu tindakan korektif telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan, ataukah manajemen senior atau dewan telah
menerima risiko akibat tidak dilakukannya tindakan korektif atas temuan yang dilaporkan.
2.2
Penelitian Sebelumnya Yunita (2005) dan Citra Monica (2007) melakukan penelitian yang sama
dengan judul “Hubungan Persepsi Auditor Internal Atas Kode Etik Dengan Efektivitas Pelaksanaan Audit”. Kedua peneliti tersebut menemukan bahwa persepsi auditor internal atas kode etik pada bank-bank swasta nasional Tbk di Bandung telah memadai, pelaksanaan audit pada bank-bank nasional Tbk di Bandung telah efektif. Kedua penelitian tersebut juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi auditor internal atas kode etik dengan efektivitas pelaksanaan audit pada bank-bank swasta nasional Tbk di Bandung. Penelitian Yunita menemukan bahwa persepsi auditor internal atas kode etik memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas pelaksanaan audit sebesar 95 persen sedangkan sisanya sebesar 5 persen adalah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian. Sedangkan penelitian Citra menemukan bahwa persepsi auditor internal atas kode etik memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas pelaksanaan audit sebesar 80 persen sedangkan sisanya sebesar 20 persen adalah dipengaruhi oleh faktorfaktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penggunaan variabel kode etik dan efektivitas pelaksanaan audit. Dan perbedaannya adalah lokasi penelitian dan responden yang digunakan. Ringkasan peneliti sebelumnya dipresentasikan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya No. Nama Variabel Model Analisis 1. Yunita Persepsi Uji Rank Febriany Auditor Spearman Gunawan Internal Atas (2005) Kode Etik dan Efektivitas Pelaksanaan Audit
2.
2.3
Citra Monica (2007)
Persepsi Auditor Internal Atas Kode Etik dan Efektivitas Pelaksanaan Audit
Uji Rank Spearman
Hasil Penelitian Persepsi auditor internal atas kode etik pada bank-bank swasta nasional Tbk di Bandung telah memadai, pelaksanaan audit pada bank-bank nasional Tbk di Bandung telah efektif dan terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi auditor internal atas kode etik dengan efektivitas pelaksanaan audit pada bank-bank swasta nasional Tbk di Bandung yaitu sebesar 95% sedangkan sisanya sebesar 5% adalah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Persepsi auditor internal atas kode etik pada bank-bank swasta nasional Tbk di Bandung telah memadai, pelaksanaan audit pada bank-bank nasional Tbk di Bandung telah efektif dan terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi auditor internal atas kode etik dengan efektivitas pelaksanaan audit pada bank-bank swasta nasional Tbk di Bandung yaitu sebesar 80% sedangkan sisanya sebesar 20% adalah dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Rumusan Hipotesis Yunita (2005) dalam penelitiannya yang dilakukan pada lima bank swasta
nasional Tbk di Bandung, menemukan bahwa persepsi auditor internal atas kode etik pada bank-bank swasta nasional Tbk di Bandung telah memadai, pelaksanaan audit pada bank-bank nasional Tbk di Bandung telah efektif. Selanjutnya, Yunita (2005) menyajikan bukti empiris bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
persepsi auditor internal atas kode etik dengan efektivitas pelaksanaan audit pada bank-bank swasta nasional Tbk di Bandung. Citra Monica (2007) melakukan penelitian yang sama dengan Yunita. Namun, penelitiannya dilakukan pada sembilan bank swasta nasional Tbk di Bandung. Dalam penelitiannya Citra Monica (2007) menemukan bahwa persepsi auditor internal atas kode etik pada bank-bank swasta nasional Tbk di Bandung telah memadai, pelaksanaan audit pada bank-bank nasional Tbk di Bandung telah efektif. Selanjutnya, Citra Monica (2007) menyajikan bukti empiris bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi auditor internal atas kode etik dengan efektivitas pelaksanaan audit pada bank-bank swasta nasional Tbk di Bandung. Penelitian yang dilakukan Citra Monica (2007) konsisten dengan penelitian yang dilakukan Yunita (2005). Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara kode etik profesional dengan efektivitas pelaksanaan audit