BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Auditing Agoes (2008:3), menyatakan bahwa auditing merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Menurut Mulyadi (2011:9), mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut kepada pemakai yang berkepentingan. Adeyemi dan Fabgemi (2010) mengatakan bahwa peran audit adalah untuk mengurangi asimetri informasi pada angka akuntansi, dan untuk meminimalkan kerugian yang dihasilkan dari sisa keuntungan manajer keuangan dalam pelaporan. Menurut Haryono (2010:5) pada umumnya pengauditan dikelompokkan menjadi tiga tipe audit yaitu: 1)
Audit Laporan Keuangan Audit laporan keuangan adalah jenis laporan audit yang digunakan untuk menentukan apakah laporan keuangan sebagai informasi kuantitatif yang telah ditetapkan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah diterapkan.
10
2)
Audit Kesesuaian Audit kesesuaian adalah jenis audit yang digunakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit telah mengikuti aturan yang telah diberikan oleh pihak yang berwenang didalam pelaksanaanya.
3)
Audit Operasional Audit operasional adalah jenis audit yang digunakan untuk mengkaji setiap bagian dari prosedur dan metode yang telah dijalankan oleh suatu organisasi dengan tujuan untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi dari penerapan prosedur tersebut.
2.1.2 Standar Audit Standar audit merupakan salah satu ukuran kualitas pelaksanaan auditing (Halim, 2008:48). Halim juga mengemukakan bahwa standar auditing ada tiga bagian, yaitu: 1)
Standar Umum (1)
Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
(2)
Dalam
semua
hal
yang
berhubungan
dengan
perikatan,
independensi, dan sikap mental harus diperhatikan oleh auditor. (3)
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
11
2)
Standar Pekerjaan Lapangan (1)
Perencanaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
(2)
Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilaksanakan.
(3)
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.
3)
Standar Pelaporan (1)
Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum di Indonesia.
(2)
Laporan auditor harus menunjukan atau menyatakan jika ada, ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
(3)
Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipandang memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
(4)
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai suatu laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan, maka alasanya harus dinyatakan lain. Apabila auditor dikaitkan dengan laporan keuangan,
12
maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.
2.1.3 Tekanan Anggaran Waktu Penelitian tentang tekanan anggaran waktu dilakukan oleh Coram, et al (2004:5) terhadap 106 senior auditor menjelaskan secara umum bahwa tekanan anggaran waktu memberikan pengaruh yang paling besar terhadap perilaku penurunan kualitas audit. Menurut De Zoort (1998) tekanan anggaran waktu merupakan tekanan yang terjadi karena terbatasnya sumberdaya yang dimiliki untuk menyelesaikan tugas. Nataline (2007), mengatakan bahwa saat menghadapi tekanan anggaran waktu, auditor akan memberikan respon dengan dua cara yaitu fungsional dan disfungsional. Tipe fungsional adalah perilaku auditor untuk bekerja lebih baik dan menggunakan waktu sebaik-baiknya. Sedangkan tipe disfungsional adalah perilaku auditor untuk membuat penurunan kualitas audit (Setyorini, 2011:15). Tekanan anggaran waktu adalah keadaan yang menunjukan auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun atau terdapat pembahasan waktu anggaran yang sangat ketat dan kaku (Nirmala dan Cahyonowati, 2013).
2.1.4 Profesionalisme Profesionalisme lebih diartikan pada sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan profesinya. Profesional menurut Arens, dkk (2006) yaitu:
13
“Propesional means a responsibility for conduct that extended beyond satisfying individual responsibilities and beyond the requirement of our society law and regulation”. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa profesionalisme merupakan tanggungjawab berperilaku yang lebih dari sekedar tanggungjawab yang dibebankan padanya dan lebih dari untuk memenuhi undangundang dan peraturan masyarakat. Auditor sebagai seorang profesional mengakui tanggungjawab terhadap rekan seprofesi dan terhadap klien termasuk untuk berperilaku. Sikap profesionalisme merupakan suatu sikap yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin menjadi auditor dan merupakan syarat utama auditor dalam mengaudit usaha kliennya. Untuk menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik
maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus
berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAPI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan (Somantri, 2013). Boatham (2007:1), menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara profesionalisme dengan kualitas audit.
2.1.5 Pengalaman Audit Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani (Wulandari, 2014). Semakin berpengalaman auditor maka semakin teliti dalam menemukan kesalahan dalam laporan keuangan yang akan disajikan dan semakin peka untuk menemukan kesalahan laporan yang akan
14
dibuat dalam menghasilkan kualitas audit akurat dan relevan (Prasetyo, 2015). Ramdanialsyah (2010) mendefinisikan pengalaman sebagai suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Pengalaman audit sangat penting bagi auditor dalam melakukan proses audit. Robyn dan Peter (2008) menemukan bahwa tugas berbasis pengalaman yang diperoleh dapat meningkatkan kinerja seseorang dalam melakukan tugas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Hardianingsih, 2002) dalam (Setyorini, 2011) disebutkan bahwa auditor yang tidak berpengalaman akan melakukan kesalahan yang lebih besar dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman.
2.1.6 Kualitas Audit Menurut Kurnia (2014:51) audit merupakan hal yang sangat penting dalam suatu perusahaan karena memberikan pengaruh besar dalam kegiatan perusahaan. Chen et al. (2011), audit perlu dilakukan untuk memantau kebijaksanaan atas pelaporan manajerial sehingga dapat mengurangi risiko informasi. Deis dan Giroux (1992) melakukan penelitian tentang empat hal dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu: audit tenure, jumlah klien, kesehatan keuangan klien, dan review oleh pihak ketiga. Audit merupakan proses untuk memberikan informasi yang akurat mengenai aktivitas ekonomi suatu perusahaan. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, profesional dan tidak memihak
15
atau dapat dipengaruhi oleh pihak lain, yang disebut auditor. Auditor mempunyai peranan yang sangat penting dalam dasar pengambilan keputusan hasil audit. DeAngelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai penilai probabilitas gabungan (joint probability) dimana auditor yang diberikan akan baik jika: (a) menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi klien, dan (b) melaporkan pelanggaran. Menurut Rosnidah (2011) kualitas audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien. Kualitas audit menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus memegang prinsip-prinsip profesi. Ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik yaitu: 1)
Tanggung jawab profesi
2)
Kepentingan publik
3)
Integritas
4)
Objektivitas
5)
Kompetensi dan kehati-hatian professional
6)
Kerahasiaan
7)
Perilaku profesional
8)
Standar teknis
16
2.2 Pembahasan Penelitian Sebelumnya 2.2.1 Penelitian Sebelumnya Ayuni (2008) meneliti tentang pengaruh pendidikan, pelatihan dan pengalaman auditor terhadap kualitas audit atas sistem informasi berbasis komputer. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendidikan dan pelatihan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kualitas audit atas sistem informasi berbasis komputer, pengalaman berdasarkan penugasan dan lama bekerja berpengaruh negatif atau berlawanan arah dan tidak signifikan terhadap kualitas audit atas sistem informasi berbasis komputer, serta pelatihan, pendidikan dan pengalaman auditor secara bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit atas sistem informasi berbasis komputer. Aini (2009) meneliti tentang Pengaruh Independensi Auditor, Pengalaman Auditor dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, independensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit dengan nilai signifikansi 0,000. Kedua, pengalaman auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit dengan nilai signifikansi sebesar 0,026. Ketiga, etika auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit dengan nilai signifikansi sebesar 0,048. Futri (2014) meneliti tentang pengaruh independensi, profesionalisme, tingkat pendidikan, etika profesi, pengalaman, dan keputusan kerja auditor pada kualitas audit kantor akuntan publik di Bali. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu: Pertama, independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Kedua,
17
profesionalisme tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Ketiga, tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Keempat, etika profesi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Kelima, pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Keenam, kepuasan kerja auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Wulandari (2014) meneliti tentang Pengaruh Pengalaman, Pengetahuan, Audit Tenure dan Peer Review Terhadap Kualitas Audit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengalaman, pengetahuan dan peer review berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Sedangkan audit tenure tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman seorang auditor sangat mempengaruhi kualitas auditnya. Prasetyo (2015) meneliti tentang Pengaruh Independensi, Etika Profesi, Pengalaman Kerja dan Tingkat Pendidikan Auditor Pada Kualitas Audit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah independensi berpengaruh secara signifikan terehadap kualitas audit. Etika profesi berpengaruh terhadap kualitas audit. Pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dan tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Idris (2011) meneliti tentang Profesionalisme, karakteristik personal auditor, dan batasan waktu audit terhadap kualitas audit (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di DKI Jakarta). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, profesionalisme memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Kedua, karakteristik personal auditor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
18
kualitas audit. Ketiga, batasan waktu audit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Keempat, profesionalisme, karakteristik personal auditor, dan batasan waktu audit secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Rusyanti (2010) meneliti tentang Pengaruh Sikap Skeptisme Auditor, Profesionalisme, Auditor dan Tekanan Anggaran Waktu terhadap Kualitas Audit. (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta Utara). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, hasil uji regresi ditemukan bahwa variabel sikap skeptisme dan profesionalisme auditor berpengaruh signifikan terhadap variabel kualitas audit, sedangkan tekanan anggaran waktu tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Kedua, hasil uji F (simultan) hipotesis menunjukan bahwa pengaruh sikap skeptisme auditor, profesionalisme auditor, dan tekanan anggaran waktu secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Ketiga, hasil uji regresi juga ditemukan bahwa koefisien determinasi sebesar 0,186. Hal ini menunjukan kemampuan variabel indepnden yaitu sikap skeptisme auditor, profesionalisme auditor, dan tekanan anggaran waktu menjelaskan variabel dependen yaitu kualitas audit sebesar 18,6%. Sedangkan sisanya 81,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disebutkan dalam model regresi. Variabel lainnya seperti kompetensi, independensi, pengalaman dan lain-lain. Gasperz (2014) meneliti tentang Pengaruh Tekanan Aggaran Waktu Sebagai Variabel Moderasi Terhadap Hubungan antara Faktor Individu dan Kualitas Audit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tekanan anggaran waktu berpengaruh
19
untuk memoderasi hubungan antara akuntabilitas dan kualitas audit; tekanan anggaran waktu berpengaruh untuk memoderasi hubungan antara kesadaran etis dan kualitas audit, namun tekanan anggaran waktu tidak berpengaruh untuk memoderasi hubungan antara independensi auditor dan kualitas audit.
2.3
Rumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Profesionalisme Pada Kualitas Audit Sikap dan perilaku profesional adalah syarat utama bagi siapapun yang ingin menjadi auditor disamping memiliki sikap disiplin, pengalaman dan keahlian dalam menjalankan profesinya sebagai seorang auditor. Menurut Futri (2014) sebagai
seorang
auditor
eksternal
menjadi
profesional
adalah
sebuah
tanggungjawab individu untuk berprilaku yang lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang, kode etik dan peraturan masyarakat yang ada. Penelitian
yang dilakukan
oleh
Wulandari
(2012)
yang menguji
profesionalisme pada kualitas audit, membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara profesionalisme dan kualitas audit. Semakin profesional auditor dalam melakukan tugas auditnya maka kualitas audit yang diberikan oleh auditor akan semakin dipercaya oleh para pengambil keputusan, baik pihak internal maupun pihak ekstrernal perusahaan. Selain itu kebebasan auditor dalam menjalankan tugasnya akan semakin terjamin apabila sikap profesionalisme yang dimiliki auditor tinggi. Berdasarkan uraian di atas dan beberapa hasil penelitian sebelumnya, hipotesis dapat dirumuskan : H1 : Profesionalisme berpengaruh positif pada kualitas audit.
20
2.3.2 Pengaruh Pengalaman Audit Pada Kualitas Audit Pengalaman audit merupakan tingkat penguasaan dan pemahaman auditor dari lamanya auditor tersebut bekerja. Menurut Futri (2014) pengalaman juga terkait dengan masa kerja akuntan publik, semakin lama rentan waktu masa kerja akuntan publik juga berpengaruh terhadap setiap keputusan yang diambil. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Choo dan Trotman, 1991), menunjukkan bahwa auditor yang berpengalaman lebih banyak menemukan butirbutir yang tidak umum dibanding auditor yang kurang berpengalaman. Tetapi untuk menemukan butir-butir yang umum, tidak ada bedanya antara auditor berpengalaman dan auditor yang kurang berpengalaman. Gunasti (2010) dalam Futri (2014) menyatakan, bahwa auditor yang memiliki lebih banyak pengalaman dapat menghasilkan berbagai macam harapan dalam menjelaskan temuan auditnya. Berdasarkan uraian di atas dan beberapa hasil penelitian sebelumnya, hipotesis dapat dirumuskan : H2 : Pengalaman audit berpengaruh positif pada kualitas audit.
2.3.3 Tekanan Anggaran Waktu Memoderasi Pengaruh Profesionalisme Pada Kualitas Audit Seorang
auditor
selama
menjalankan
pekerjaan
auditnya
harus
mempertahankan sikap profesionalismenya karena jika auditor tidak mampu mempertahankan sikap profesionalismenya, maka hasil audit dari laporan keuangan yang diauditnya tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu profesionalisme merupakan syarat penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor.
21
Boatham (2007:1), menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara profesionalisme dengan kualitas audit. Semakin profesional sikap seorang auditor maka kualitas audit akan semakin baik. Rhode (1978), menemukan bahwa tekanan anggaran waktu merupakan penyebab potensial dari perilaku penurunan kualitas audit. Berdasarkan uraian di atas dan beberapa hasil penelitian sebelumnya, hipotesis dapat dirumuskan : H3 : Semakin tinggi profesionalisme, semakin tinggi kualitas audit ketika tekanan anggaran waktu berkurang.
2.3.4 Tekanan Anggaran Waktu Memoderasi Pengaruh Pengalaman Audit Pada Kualitas Audit Pengalaman dalam praktek audit merupakan salah satu indikator yang menunjukkan keahlian atau profesionalisme seseorang akuntan publik, karena apabila seorang akuntan publik tidak memiliki pengalaman akan berpeluang lebih besar dalam melakukan kesalahan dibandingkan dengan akuntan publik yang telah berpengalaman (Gita, 2014). Alderman dan Deitrick (1982), menemukan tekanan anggaran waktu sebagai faktor utama yang mempengaruhi tingkatan dari penurunan kualitas audit. Berdasarkan uraian di atas dan beberapa hasil penelitian sebelumnya, hipotesis dapat dirumuskan : H4 : Semakin tinggi pengalaman audit, semakin tinggi kualitas audit ketika tekanan anggaran waktu berkurang.
22