BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 Nilai Perusahaan Setiap perusahaan pasti ingin untuk meningkatkan nilai perusahaan yang tinggi karena dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2005:8). Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham yang di peroleh perusahaan meningkat. Nilai perusahaan dapat dicapai dengan maksimum jika para pemegang saham menyerahkan
urusan
pengelolaan
perusahaan
kepada orang-orang
yang
berkompeten dalam bidangnya, seperti manajer maupun komisaris (Rika, 2008) Tujuan maksimalisasi nilai perusahaan seharusnya dijadikan landasan dalam menentukan keputusan-keputusan keuangan perusahaan. Keputusan-keputusan yang ditentukan pihak manajemen perusahaan akan dapat mempengaruhi nilai perusahaan, begitu pentingnya keputusan keuangan sehingga harus dibuat secara hati-hati, sebelum suatu keputusan ditetapkan sebaiknya manajer perusahaan mempersiapkan keputusan tersebut secara matang (Hanafi, 2009:11).
1
Menurut Brigham dan Huston (2010:132) perusahaan dalam mencapai tujuannya terdapat beberapa hambatan yaitu: 1) Hambatan mengenai bagaimana mengoperasikan perusahaan agar seluruh aktivitas perusahaan dapat dikelola secara efektif dan efisien. 2) Meminimalkan konflik kepentingan yang terjadi antara manajemen dengan pemegang saham, dengan penerapan struktur pengendalian intern sehingga perusahaan mampu meminimalkan konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara manajemen dan pemegang saham. 3) membuat investor percaya pada perusahaan bahwa pengelolaan dana digunakan secara tepat dan seefisien mungkin serta memastikan bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan perusahaan. Mengatasi hambatan-hambatan tersebut, perusahaan perlu memiliki suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, yang mampu memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan pihak kreditur, sehingga mereka dapat meyakinkan dirinya akan memperoleh keuntungan investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi, selain itu manajemen juga harus memahami faktor-faktor penting yang mempengaruhi nilai dari perusahaan tersebut, dengan begitu manajemen akan lebih fokus meningkatkan pengendalian intern guna meningkatkan nilai perusahaan (Pradina, 2015). 2.1.2
Economic Value Added (EVA) Economic Value Added (EVA) merupakan nilai tambah ekonomis yang diciptakan
perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu dan salah satu cara untuk menilai kinerja keuangan (Hanafi, 2009:52). Manfaat yang dapat diperoleh perusahaan dalam menggunakan EVA sebagai tolak ukur dalam penilaian kinerja dan penciptaan nilai perusahaan (Brigham dan Houston, 2010:212). Banyaknya perusahaan yang tercantum di Bursa Efek
Indonesia termasuk sektor perbankan yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia menghadapi masalah dalam hal keberhasilan manajemen perusahaan untuk meningkatkan nilai tambah (value added). Kinerja yang tidak baik akan mempengaruhi suatu perusahaan untuk memperoleh peningkatan harga saham perusahaan (Qilsby, 2013). EVA merupakan keuntungan operasional setelah pajak, dikurangi biaya modal yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dengan memperhatikan secara adil harapan-harapan para pemegang saham dan kreditur (Hansen 2006:126). Menurut Pinangkaan (2012) adanya EVA memberikan pengukuran yang lebih baik atas nilai tambah yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham oleh karena itu manajer yang menitik beratkan pada EVA dapat diartikan telah beroperasi pada cara-cara yang konsisten untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dimana pemegang saham dalam menginvestasikan dananya ingin mendapatkan return saham yang tinggi, sedangkan bagi manajamen EVA digunakan untuk memilih investasi yang memaksimalkan tingkat pengembalian dan meminimalkan tingkat biaya modal sehingga perusahaan dapat dimaksimalkan. EVA dapat digunakan untuk mengindentifikasi proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi dari pada biaya modalnya. Kegiatan atau proyek yang memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan bahwa proyek tersebut menciptakan nilai perusahaan. Penggunaan EVA dalam mengevaluasi proyek akan mendorong para manajer untuk selalu melakukan evaluasi atas tingkat resiko proyek yang bersangkutan (Rudianto, 2006:341). Konsep Penilaian EVA menurut (Kasmir, 2010:52) yaitu
1) Apabila EVA > 0, nilai EVA positif yang menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah pada perusahaan. Bearti ada nilai tambah ekonomis, setelah perusahaan membayarkan semua kewajiban pada para penyandang dana atau kreditur sesuai ekspektasinya. 2) Apabila EVA = 0, menunjukkan posisi impas atau break Event Point. Berati tidak ada nilai tambah ekonomi , tetapi perusahaan mampu membayarkan semua kewajibannya kepada para penyandang
dana
atau
kreditur
sesuai
ekspektasinya.
3) Apabila EVA < 0, nilai EVA negatif dan menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah. Berarti perusahaan tidak mampu membayarkan kewajibannya kepada para penyandang dana atau kreditur sebagaimana nilai yang diharapkan ekspektasi return saham tidak dapat tercapai. Keunggulan dari EVA menurut Govindarajan dalam Wiagustini (2010:99), antara lain: 1)
Melalui pengukuran EVA, seluruh unit usaha memiliki sasaran laba untuk perbandingan investasi yang sama. Meningkatnya EVA, maka investasi-investasi akan menghasilkan laba diatas biaya modal sehingga akan lebih menarik para manajernya untuk berinvestasi dalam perusahaan tersebut
2)
Adanya tingkat suku bunga yang berbeda dapat digunakan untuk jenis asset yang berbeda pula
3)
Perhitungan EVA memiliki korelasi positif yang kuat terhadap perubahan-perubahan nilai pasar perusahaan. Diperhitungkannya biaya modal dalam EVA mengindikasikan seberapa jauh perusahaan
sektor Perbankan khususnya telah mencipakan nilai bagi pemilik modal. EVA dalam prakteknya dapat menimbulkan masalah, terutama karena diperlukannya estimasi atas tingkat biaya modal. Menerapkan EVA harus selalu memonitor dan mengevaluasi atas kewajaran tingkat biaya modal yang digunakan. EVA sangat berperan penting dalam sektor Perbankan untuk dapat menilai
kinerja perusahaan dalam mencapai nilai tambah untuk para pemegang saham. EVA yang positif memberikan nilai tambah bagi bank sehingga para investor tidak khawatir untuk menanamkan modal sahamnya karena dengan kinerja bank yang baik maka tingkat pengembaliannya terhadap investor akan baik pula (Endri, 2008). Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan EVA dijelaskan Sundjaja dan Barlian (2003:251) sebagai berikut: 1)
Menghitung biaya utang (Cost of Debt) Cost of debt merupakan rate yang harus dibayar oleh perusahaan di dalam pasar sekarang untuk mendapatkan hutang jangka panjang yang baru.
2)
Menghitung biaya modal saham (Cost of Equity) Cost of equity adalah perhitungan untuk menaksir biaya modal saham perusahaan.
3)
Menghitung struktur permodalan dari neraca Menghitung struktur permodalan dari neraca adalah menghitung jumlah dana yang tersedia bagi perusahaan untuk membiayai perusahaannya. Struktur modal biasanya terdiri dari utang dan ekuitas. 4) Menghitung NOPAT, yakni laba bersih yang telah disesuaikan sehingga laba tersebut tidak memperhitungkan biaya bunga lagi, tujuan menghilangkan komponen biaya bunga tersebut agar biaya bunga yang tergolong biaya modal dapat diperhitungkan secara rata-rata tertimbang dengan biaya modal yang lain, yaitu ekuitas. 5) Menghitung tingkat pengembalian, tingkat pengembalian yang dimaksud adalah pengembalian dalam bentuk bunga.
6) Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital), merupakan rata-rata tertimbang biaya hutang dan modal sendiri, menggambarkan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor Menghitung EVA, yaitu laba operasi bersih sesudah pajak (NOPAT) dikurangi biaya modal. 2.1.3 Komposisi Dewan Komisaris Independen Teori keagenan menyatakan bahwa konflik kepentingan antara agent dengan principal dapat dikurangi dengan pengawasan yang tepat. Adanya dewan komisaris independen akan meningkatkan kualitas fungsi pengawasan dalam perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia, wajib memiliki komposisi dewan komisaris independen yang secara proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham minoritas. Persyaratan mengenai jumlah minimal komisaris independen adalah 30 persen dari seluruh anggota dewan komisaris (Peraturan BEI, 2000). Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar dapat tercipta perusahaan yang good corporate governance. Semakin tinggi perwakilan dari outsider director (komisaris independen), maka semakin tinggi independensi dan efektivitas corporate board sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan yang berdampak terhadap nilai perusahaan (Sutedi, 2011:72). Insider director adalah seorang komisaris yang juga merupakan seorang pegawai, petugas, pemegang saham utama, atau seseorang yang berhubungan dengan organisasi tersebut. Dewan komisaris mewakili kepentingan dari para pemegang saham, dan lebih mengetahui atas kinerja, keuangan dan penguasaan pangsa pasar dari organisasi tersebut. Outsider director adalah anggota dewan komisaris independen yang bukan merupakan pegawai atau orang yang berurusan langsung dengan organisasi tersebut, dan tidak mewakili pemegang saham. Komisaris independen diangkat karena pengalamannya dianggap
dapat berguna bagi organisasi tersebut. Komisaris independen bisa sebagai pengawas dewan komisaris dan mengawasi bagaimana organisasi tersebut dapat dijalankan. Komisaris independen biasanya berguna dalam melerai sengketa antara pemegang saham dan dewan komisaris. Dewan komisaris independen akan meningkatkan kualitas fungsi pengawasan dalam perusahaan. Perusahaan – perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia, wajib memiliki komposisi dewan komisaris independen yang secara proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham minoritas. Anggota dewan komisaris independen harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas sehingga pelaksanaan fungsi pengawasan dan pemberian nasifat untuk kepentingan perusahaan dapat dapat dilaksanakan dengan baik. Komposisi dewan komisaris independen juga merupakan salah satu mekanisme GCG yang berfungsi sebagai agen pengawas yang efektif untuk mengurangi masalah keagenan karena dapat mengendalikan perilaku oportunistik manajer (Zarkasyi, 2008:97). Komite Nasional Good Corporate Governance (2006) mengeluarkan pedoman tentang komisaris independen yang ada di perusahaan publik dan menyebutkan bahwa pada prinsipnya komisaris bertanggung jawab dan berwenang untuk mengawasi kebijakan dan tindakan direksi, serta memberikan nasihat kepada direksi jika diperlukan. Berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan, maka seorang komisaris dapat meminta nasihat dari pihak ketiga atau membentuk komite khusus dalam menjalankan tugasnya. Setiap anggota komisaris harus berwatak amanah dan mempunyai pengalaman dan kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya (Effendi, 2008:18). Misi komisaris independen adalah mendorong terciptanya iklim yang lebih objektif dan menempatkan kesetaraan (fairness) di antara berbagai kepentingan termasuk kepentingan perusahaan dan kepentingan stakeholder sebagai prinsip utama dalam pengambilan keputusan
oleh dewan komisaris. Misi tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris idenpenden agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan (Daniri, 2006:172). 2.1.4 Return On Assets Tujuan utama perusahaan adalah untuk mempertahankan laba atau meningkatkan laba maka dengan itu perusahaan perlu memperhatikan hubungan antara manajemen perusahaan dengan investor (Kieso, et.al., 2005:780). ROA yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif pula atau rugi. Hal ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu untuk menghasilkan laba (Hakim, 2006). Semakin besar rasio ini maka semakin baik dan hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba Harahap (2010:305). Menurut Munawir (2001:91) keunggulan Return On Asset (ROA) adalah sebagai berikut : 1) Dapat diperbandingkan dengan rasio industri sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi. 2) Selain berguna untuk kepentingan kontrol, analisis ROA juga berguna untuk kepentingan perencanaan. 3) Jika perusahaan telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik maka dengan analisis ROA dapat diukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan.
Menurut Lisa (dalam Nur’aeni, 2010), ROA juga memiliki beberapa kelemahan yaitu: 1) Pengukuran kinerja dengan menggunakan ROA membuat manajer divisi memiliki kecenderungan untuk melewatkan project-project yang menurunkan divisional ROA, meskipun sebenarnya proyek-proyek tersebut dapat meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan secara keseluruhan. 2) Manajemen juga cenderung untuk berfokus pada tujuan jangka pendek dan bukan tujuan jangka panjang. ROA merupakan rasio antar laba bersih yang berbanding terbalik dengan keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba. Rasio ini menunjukan berapa besar laba bersih yang diperoleh perusahaan diukur dari nilai aktivanya. Analisis ROA atau sering diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai rentabilitas ekonomi mengukur perkembangan perusahaan menghasilkan laba pada masa lalu (Largani, 2012). Analisis ini kemudian diproyeksikan ke masa mendatang untuk melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masa-masa mendatang. ROA dapat membantu perusahaan yang telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik untuk dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi (Simamora, 2006:529). Menurut Farkhan dan Ika (2013) menjelaskan bahwa ROA memiliki pengaruh terhadap return saham. Menurut Ratna (2009) ROA merupakan rasio yang terpenting di antara rasio profitabilitas yang ada untuk memprediksi return saham. ROA juga merupakan salah satu rasio yang mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan. ROA digunakan untuk mengetahui besarnya laba bersih yang dapat diperoleh dari operasional perusahaan dengan menggunakan
seluruh kekayaannya. Tinggi rendahnya ROA tergantung pada pengelolaan asset perusahaan oleh manajemen yang menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan. Semakin tinggi ROA semakin efisien operasional perusahaan dan sebaliknya, rendahnya ROA dapat disebabkan oleh banyaknya asset perusahaan yang menganggur, investasi dalam persediaan yang terlalu banyak, kelebihan uang kertas, aktiva tetap beroperasi dibawah normal.
2.1.5 Return Saham Sebagai Pengukur Nilai Perusahaan Menurut Hartono (2014:195) return merupakan hasil yang diperoleh dari investor. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang (expected return). Tujuan umum manajemen suatu perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai investasi yang ditanamkan oleh pemegang saham terhadap perusahaan yang didirikan oleh pemegang saham tersebut. Keberhasilan manajemen perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan dapat diukur dari tingkat pengembalian dan risiko yang dihadapi perusahaan yaitu dengan menganalisa laporan keuangan perusahaan yang dalam hal ini juga berlaku untuk sektor perbankan (Amelia, 2010). Return saham dipilih sebagai indikator untuk mengukur nilai perusahaan perbankan karena retun saham sangat cocok digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam pengembalian saham kepada investor. Return saham memiliki peran yang amat signifikan didalam menentukan nilai dari sebuah saham. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi yang berupa return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi adalah return yang telah terjadi dan digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan, return realisasi juga berguna sebagai dasar penentuan dari return ekspektasi yang merupakan return yang diharapkan investor di masa yang akan datang. Expected return
adalah return yang diharapkan oleh seorang investor atas suatu investasi yang akan diterima pada masa yang akan datang (Nugroho, 2012). Return realisasi diukur dengan menggunakan return total (total return), relative return, kumulatif return (return cumulative) dan return disesuaikan (adjusted return). Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi pada periode tertentu yang terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Capital gain (loss) merupakan selisih untung (rugi) dari harga investasi sekarang, relatif dengan harga periode yang lalu. Adanya aktivitas jual beli maka akan timbul perubahan nilai harga suatu saham berupa capital gain (loss). Besarnya capital gain (loss) dihitung dengan menggunakan analisis return historis yang terjadi pada periode sebelumnya, sehingga dapat dihitung besarnya tingkat pengembalian yang diinginkan (expected return) (Hartono, 2014:263).
2.2 Hipotesis Penelitian 2.2.1 Pengaruh Economic Value Added (EVA) Terhadap Nilai Perusahaan EVA mempunyai kelebihan yang bermanfaat sebagai penilai kinerja yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation), membuat perusahaan lebih memperhatikan struktur modal, dan dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modal (Kasmir 2010:54). Sektor perbankan merupakan sektor yang sangat berperan dalam perekonomian nasional maupun internasional dimana sektor perbankan menghimpun dana dari seluruh masyarakat yang nantinya akan berdampak kembali pada seluruh masyarakat. EVA akan menyebabkan perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijaksanaan struktur modalnya (Shubita, 2009).
Diperhitungkannya biaya modal atas ekuitas merupakan keunggulan pendekatan EVA dalam mengukur kinerja perusahaan. EVA atau disebut juga dengan nilai tambah ekonomis (NITAMI) diartikan sebagai suatu konsep yang dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam pengukuran laba operasi perusahaan harus dengan adil mempertimbangkan harapan – harapan setiap penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Menurut Pinangkaan (2012) Adanya EVA memberikan pengukuran yang lebih baik atas nilai tambah yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham oleh karena itu manajer yang menitik beratkan pada EVA dapat diartikan telah beroperasi pada cara-cara yang konsisten untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. EVA membantu
para manajer untuk lebih memahami tujuan keuangan, dan dengan
demikian membantu mereka untuk mencapai tujuan. Bila perusahaan sektor perbankan mampu menghasilkan tingkat pengembaliaan yang lebih besar dari biaya modalnya, hal ini menandakan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal dan menarik minat investor untuk menanamkan dananya ke dalam perusahaan tersebut dan mendorong terjadinya permintaan terhadap saham yang bersangkutan semakin banyak maka harga saham cenderung meningkat di pasar modal. Penjelasan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2011), Kristiana (2012), Hidayat (2008), Rahmani (2012), Sharma dan Kumar (2010) yang menemukan bahwa EVA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang di ukur dengan return saham. H1: Economic Value Added (EVA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan. 2.2.2
Komposisi Dewan Komisaris Independen Dewan komisaris independen menjadi sangat penting dalam penelitian ini khususnya
perusahaan sektor perbankan yang sangat berperan penting dalam perekonomian negara. Dewan
komisaris independen merupakan anggota komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis dan hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Effendi, 2008:17). Dewan komisaris independen memiliki peranan penting dan tanggung jawab secara hukum. Peran dewan komisaris independen sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan guna memberikan perlindungan kepada pemegang saham minoritas dan pihak – pihak yang terkait dalam perusahaan (Welvin, 2010). Dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagai komisaris independen dan komisaris yang terafiliasi. Komisaris independen diperlukan untuk meningkatkan independensi dewan komisaris terhadap kepentingan pemegang saham (mayoritas) dan benar-benar menempatkan kepentingan perusahaan diatas kepentingan lainnya (Daniri, 2006:170). Semakin besar komposisi komisaris independen, maka kemampuan dewan komisaris untuk mengambil keputusan semakin objektif. Pengambilan keputusan yang objektif ini dapat mempengaruhi harga saham perusahaan sehingga akan berdampak juga dengan meningkatnya nilai perusahaan khususnya sektor perbankan (Wardhani, 2011). Menurut Puspitasari dan Ernawati (2010) pemonitoran oleh komisaris independen atau pihak eksternal dinilai lebih mampu memecahkan masalah keagenan. Selain itu, komisaris independen dapat memberikan kontribusi terhadap nilai badan usaha melalui aktivitas evaluasi dan keputusan strategis. Informasi yang diberikan melalui keputusan strategis tersebut diharapkan mampu menjadi panduan bagi pihak manajer dalam menjalankan badan usaha
sehingga potensi mismanagement yang berakibat pada kesulitan keuangan dapat diminimumkan (Martsila dan Meiranto, 2013). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Rustiarini (2010),
Anggitasari (2012),
Harjoto dan Jo (2007) menyatakan bahwa dewan komisaris independen pengaruh positif terhadap return saham sebagai alat ukur nilai perusahaan. H2: Komposisi Dewan Komisaris Independen (KDKI) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. 2.2.3 Pengaruh Return On Assets ( ROA) Terhadap Nilai Perusahaan ROA merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. ROA digunakan untuk melihat tingkat efisiensi operasi perusahaan secara keseluruhan. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik suatu perusahaan. ROA dapat membantu perusahaan yang telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik untuk dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh (Simamora, 2006:529). Perusahaan selalu berupaya agar ROA dapat selalu ditingkatkan karena semakin tinggi ROA menunjukkan semakin efektif perusahaan memanfaatkan aktivanya untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak dan dengan semakin meningkatnya ROA maka profitabilitas perusahaan semakin baik. Kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva untuk menghasilkan keuntungan mempunyai daya tarik dan mampu mempengaruhi investor untuk membeli saham dan menanamkan dananya pada suatu perusahaan (Mardiyanto, 2009:196). Hal tersebut akan menyebabkan harga saham perusahaan akan meningkat dengan kata lain ROA akan berdampak positif terhadap return saham (Arista dan Astohar, 2012).
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumawardani (2010), Ghasempour (2013), Haghiri (2012), Kohansal et al. (2013) serta Malintan (2012) menemukan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan return Saham. juga menyatakan bahwa ROA berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. ROA merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan karena semakin tinggi nilai ROA maka nilai perusahaan akan semakin tinggi pula. H3 : Return on assets (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.