BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sugiyarso, 2005:118). Jumlah laba bersih kerap dibandingkan dengan ukuran kegiatan atau kondisi keuangan lainnya seperti penjualan, aktiva, ekuitas pemegang saham untuk menilai kinerja sebagai suatu persentase dari beberapa tingkat aktivitas atau investasi. Perbandingan ini disebut rasio profitabilitas (profitability ratio). Berikut ini adalah beberapa rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah sebagai berikut : 1) Gross Profit Margin Rasio gross profit margin atau margin keuntungan kotor berguna untuk mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Gross profit margin sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurun, begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien.
2) Net Profit Margin (NPM) Net Profit Margin (NPM) menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Dengan kata lain rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. 3) Return on Investment (ROI) Tujuan perhitungan rasio ini adalah untuk mengetahui sampai seberapa jauh aset yang digunakan dapat menghasilkan laba. Laba usaha berarti laba dari kegiatan utama perusahaan. Aktiva operasi adalah aktiva yang dipakai untuk menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain, aset yang dihitung di sini hanya aset yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian laba usaha. Penyertaan yang biasanya menghasilkan pendapatan lain (di luar laba usaha) tidak dihitung. Laba Usaha ROI =
x 100 % Aktiva Operasi
4) Return on Equity (ROE) Rasio ini berguna untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang diperoleh dari penanam modal. Pengertian modal di sini adalah semua modal yang tertanam di perusahaan, termasuk di dalamnya saldo laba (laba ditahan). Laba Bersih ROE =
x 100 % Modal Sendiri
5) Return on Assets (ROA) Dengan rasio ini maka akan nampak seberapa besar tingkat produktifitas seluruh aset. Perbedaan hasil perhitungan antara ROI dan ROA akan diketahui sampai seberapa jauh tingkat aset penunjang atau tidak produktif dan hasil sampingan perusahaan. Laba Bersih ROA =
x 100 % Total Aktiva
Pada dasarnya profitabilitas dapat dibagi dalam dua jenis, yakni perbandingan laba terhadap penjualan dan perbandingan laba terhadap aktiva. Perbandingan antara laba dengan penjualan dikenal dengan profit on sales, sedangkan perbandingan antara laba dengan aktiva dikenal dengan return on assets, sering juga disebut dengan rentabilitas. Rentabilitas inilah yang akan digunakan sebagai indikator dalam mengukur profitabilitas perusahaan dalam penelitian ini. 2.1.2 Pengertian Rentabilitas Rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Sugiyarso, 2005:111). Sedangkan menurut Raharjaputra (2009:195), rentabilitas menunjukan kemampuan perusahaan dalam menciptakan laba atau keuntungan dibandingkan dengan modal yang digunakan dan dinyatakan dalam persentase. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba dalam suatu periode tertentu.
Rentabilitas pada umumnya dirumuskan sebagai berikut : Laba Usaha Rentabilitas =
x 100 % Aktiva Operasi
Masalah rentabilitas lebih penting daripada masalah laba, karena laba yang besar belum merupakan ukuran bahwa perusahaan dapat bekerja dengan efisien. Efisien dapat diketahui dengan membandingkan keuntungan atau laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal untuk menghasilkan laba tersebut. Yang harus diperhatikan oleh perusahaan tidak hanya pada bagimana usaha untuk memperbesar laba, tetapi lebih memperhitungkan pada usaha untuk mempertinggi tingkat rentabilitasnya, sehingga usahanya lebih diarahkan pada usaha untuk mendapat tingkat rentabilitas yang tinggi dari pada laba yang besar. Karena tingkat rentabilitas yang tingg mencerminkan adanya tingkat penerimaan yang tinggi pula. Cara untuk menilai rentabilitas suatu perusahaan adalah bermacam-macam dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya. Apakah membandingkan laba netto setelah pajak dengan total modal ataukah hanya dengan total modal sendiri. Perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan perhitungan rentabilitas. Meskipun demikian, yang terpenting adalah rentabilitas tersebut menunjukan efisiensi perusahaan dalam menggunakan modal kerja yang dimilikinya.
2.1.2.1 Macam-macam Rentabilitas Modal perusahaan pada dasarnya dapat berasal dari pemilik atau dari pinjaman bank. Menurut Riyanto (2001:36-44), rentabilitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu rentabilitas ekonomi dan rentabilitas modal sendiri. 1) Rentabilitas Ekonomi (Earning Power) Rentabilitas ekonomi ialah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase. Oleh karena pengertian rentabilitas sering dipergunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal di dalam suatu perusahaan, maka rentabilitas ekonomi sering pula dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan laba. Modal yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi hanyalah
modal
yang
bekerja
di
dalam
perusahaan
(operating
capital/assets). Dengan demikian, maka modal yang ditanamkan dalam perusahaan lain atau modal yang ditanamkan dalam efek (kecuali perusahaan-perusahaan kredit) tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomi. Demikian pula laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas ekonomi hanyalah laba yang berasal dari perusahaan, yaitu yang disebut laba usaha (net operating income). Dengan demikian maka yang diperoleh dari usaha-usaha di luar perusahaan atau dari efek (misalnya dividen, coupon, dan lain-lain) tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomi.
Rentabilitas Ekonomi =
Laba Bersih Sebelum Bunga dan Pajak x 100 % Modal Sendiri + Modal Asing
2) Rentabilitas Modal Sendiri Rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan keuntungan. Modal yang diperhitungkan adalah modal sendiri yang bekerja dalam perusahaan. Sedangkan laba yang diperhitungkan untuk menghitung laba sendiri adalah laba usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing dan pajak perseroan atau income tax.
Rentabilitas Modal Sendiri =
Laba Bersih Sebelum Bunga dan Pajak x100% Modal Sendiri
Dalam penelitian ini digunakan rentabilitas ekonomi untuk mengukur efisiensi penggunaan modal oleh perusahaan dengan alasan bahwa modal yang digunakan tidak dibedakan apakah modal sendiri atau modal asing. Sebab pada kenyataannya perusahaan dalam membiayai kegiatan usahanya tidak hanya menggunakan modal sendiri tetapi juga modal asing. Bagaimana tingkat rentabilitas dapat dipertinggi ? Dalam hal ini pertama-tama kita harus mengetahui faktor-faktor apakah yang menentukan tinggi rendahnya rentabilitas ekonomi (earning power). Tinggi rendahnya earning power ditentukan oleh dua faktor, yaitu : a. Profit Margin, yaitu perbandingan antara keuntungan operasi (net operating income) dengan penjualan bersih (net sales), yang dinyatakan dalam persentase.
Net Operating Income Profit Margim =
x 100 % Net Sales
b. Turnover of Operating Assets (tingkat perputaran aktiva usaha), yaitu kecepatan berputarnya aktiva usaha (operating assets) dalam suatu periode tertentu. Net sales Turnover of Operating Assets =
x 100 % Operating Assets
Menurut Riyanto (2001: 16) profit margin dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat kepada besar kecilnya laba usaha dalam hubungannya
dengan
penjualan,
sedangkan
operating
assets
turnover
dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat kepada kecepatan perputaran operating assets dalam suatu periode tertentu. Hasil akhir dari percampuran kedua efisiensi profit margin dan operating assets turnover masing-masing atau keduanya akan mengakibatkan naiknya earning power. 2.1.3 Modal Kerja Modal kerja adalah merupakan investasi perusahaan dalam jangka pendek atau disebut juga sebagai aset lancar (current assets); diantaranya adalah kas atau bank, persediaan, piutang, investasi jangka pendek dan biaya dibayar di muka (Raharjaputra, 2009: 156). Terdapat tiga konsep modal kerja, yakni: Konsep Kuantitatif, Konsep Kualitatif, dan Konsep Fungsional (Sugiyarso, 2005:17). Dalam konsep kuantitatif, pengertian modal kerja adalah meliputi semua aktiva lancar. Aktiva lancar adalah aktiva yang memiliki tingkat perputaran pendek yaitu kurang dari satu tahun. Aktiva lancar tersebut berupa kas, piutang, persediaan
maupun persekot biaya. Pada konsep kualitatif, pengertian modal kerja adalah meliputi aktiva lancar yang benar-benar digunakan untuk kegiatan operasional, yaitu setelah dikurangi dengan hutang lancar. Jadi, modal kerja merupakan kelebihan aktiva lancar atas hutang lancar. Sedangkan konsep fungsional, modal kerja merupakan modal yang benar-benar digunakan untuk menghasilkan pendapatan berjalan (current income) dalam satu periode akuntansi saja, bukan untuk periode selanjutnya (future income). Jadi, segala modal kerja yang tidak menghasilkan current income bukan termasuk modal kerja. 2.1.3.1 Fungsi Modal Kerja Bagi setiap perusahaan, modal kerja digunakan untuk pembiayaan operasional usaha sehari-hari. Oleh karena itu, jumlah modal kerja harus cukup jumlahnya dalam arti mampu untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari. Menurut Munawir (2002:116-117), modal kerja yang cukup antara lain berfungsi : a. Melindungi perusahaan dari krisis modal kerja karena turunnya aktiva lancar. b. Memungkinkan untuk bisa membayar semua kewajiban tepat pada waktunya. c. Menjamin dimilikinya Credit Standing perusahaan semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-bahaya dan kesulitan yang mungkin terjadi. d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani para konsumennya.
e. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada para langganannya. f. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang ataupun jasa yang dibutuhkan. 2.1.3.2 Sumber Modal Kerja Menurut Munawir (2002:120-123), pada umumnya sumber modal kerja suatu perusahaan dapat berasal dari : a. Hasil operasi perusahaan adalah jumlah net income yang nampak dalam laporan perhitungan laba rugi ditambah dengan depresiasi dan amortisasi, jumlah ini menunjukan jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan dapat dihitung dengan menganalisa laporan laba rugi perusahaan tersebut. b. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (Investasi Jangka Pendek). Surat berharga yang dimiliki perusahaan untuk jangka pendek (Marketable Securities atau effect) adalah salah satu elemen aktiva lancar yang segera dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan bagi perusahaan. Dengan adanya penjualan surat berharga ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam unsur modal kerja, yaitu dari bentuk surat berharga menjadi uang kas. Di dalam menganalisa sumber-sumber modal kerja maka sumber yang berasal dari keuntungan penjualan surat-surat berharga harus dipisahkan dengan modal kerja yang berasal dari hasil usaha pokok perusahaan.
c. Penjualan aktiva tidak lancar, yakni hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan merupakan sumber lain yang dapat menambah modal kerja. Perubahan aktiva ini menjadi kas atau piutang akan menyebabkan bertambahnya modal kerja sebesar hasil penjualan tersebut. d. Penjualan saham atau obligasi dapat digunakan untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan. Perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik perusahaan untuk menambah modalnya, disamping itu perusahaan dapat juga mengeluarkan obligasi atau bentuk hutang jangka panjang lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya. Penjualan obligasi ini memiliki konsekuensi bahwa perusahaan harus membayar bunga tetap. Oleh karena itu, dalam mengeluarkan hutang dalam bentuk obligasi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Penjualan obligasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan (terlalu besar) akan menimbulkan beban bunga yang besar sehingga melebihi jumlah modal kerja yang dibutuhkan. 2.1.3.3 Komponen Modal Kerja Unsur-unsur modal kerja pada perusahaan industri terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan barang jadi, tagihan, uang kas dan surat-surat berharga. Berdasarkan konsep kuantitatif, komponen modal kerja adalah berupa aktiva lancar. Aktiva lancar tersebut berupa kas, piutang, persediaan dan persekot biaya. Agar modal kerja dapat berfungsi optimal, manajemen perusahaan harus mampu mengelola modal kerja dengan baik. Modal kerja suatu perusahaan selalu dalam
keadaan berputar selama perusahaan tersebut masih dalam keadaan usaha. Periode perputaran modal kerja (working capital turnover period) dimulai dari saat kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai kembali menjadi kas. Periode perputaran modal kerja tergantung kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen modal kerja. Semakin panjang periode perputaran semakin rendah tingkat perputarannya, sebaliknya perputaran modal kerja dalam jangka waktu yang relatif pendek berarti semakin cepat perputarannya sehingga akan meningkatkan tingkat rentabilitasnya. Mengelola modal kerja, berarti mengelola komponen-komponennya. Tiga komponen modal kerja dalam penelitian ini adalah berupa kas, piutang dan persediaan. 1. Kas Kas adalah saldo mata uang tunai dan simpanan di bank dalam jangka pendek kurang dari 1 (satu) tahun, termasuk sekuritas, deposito, commercial paper/ surat berharga (Raharjaputra, 2009:162). Sedangkan menurut Tugiman (1995:27), kas adalah uang tunai dan dapat dipersamakan dengannya serta rekening giro untuk membiayai kegiatan badan usaha. Kas merupakan komponen modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya, berarti bahwa semakin besar jumlah kas yang dimiliki perusahaan akan semakin tinggi pula tingkat likuiditasnya. Tetapi perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi karena adanya kas yang berlebihan, berarti tingkat perputaran kas tersebut rendah dan mencerminkan kelebihan investasi dalam kas.
Menurut Sugiyarso (2005: 24), untuk menentukan berapa jumlah kas yang optimal, maka dapat dilakukan dengan pedoman model pendekatan H.G. Guthmann yang menyatakan bahwa jumlah kas yang ada dalam perusahaan hendaknya tidak kurang dari 5% sampai 10% dari jumlah aktiva lancar. Pedoman lain diperoleh dari model Miller dan Orr yang merumuskan bahwa dalam keadaan penggunaan dan pemasukan kas yang bersifat acak, perusahaan perlu menetapkan batas atas dan batas bawah saldo kas. Apabila saldo kas mencapai batas atas, perusahaan perlu mengubah kas sejumlah tertentu agar saldo kas kembali pada jumlah yang diinginkan. Demikian sebaliknya, apabila saldo kas menurun dan mencapai batas bawah, perusahaan perlu menjual sekuritas agar saldo kas naik kembali ke jumlah yang diinginkan. 2. Piutang Pengertian piutang menurut Gitosudarmo (2002 :81) adalah merupakan aktiva atau kekayaan perusahaan yang timbul sebagai akibat dari dilaksanakannya kebijakan penjualan kredit. Kebijakan penjualan kredit ini merupakan kebijakan yang bisa dilakukan dalam dunia bisnis untuk merangsang minat para pelanggan. Jadi, kebijakan ini sengaja dilakukan untuk memperluas pasar dan memperbesar hasil penjualan. Tentu saja kebijakan penjualan kredit ini akan menimbulkan risiko bagi perusahaan seperti adanya piutang tak tertagih. Oleh karena itu perlu diperhitungkan biaya atas risiko tidak dapat ditagihnya piutang tersebut dalam bentuk bad debt expenses. Menurut Riyanto (2001:85) penjualan kredit tidak segera
menghasilkan penerimaan kas, tetapi menimbulkan piutang costumer, dan barulah kemudian pada hari jatuh temponya terjadi aliran kas masuk (cash flow) yang berasal dari pengumpulan piutang tersebut. Dengan demikian maka piutang (receivables) merupakan elemen modal kerja yang juga selalu dalam keadaan berputar secara terus-menerus dalam rantai perputaran modal kerja, yaitu Kas
inventory
Piutang
Kas. Dalam keadaan yang normal dan dimana penjualan pada umumnya dilakukan dengan kredit, piutang mempunyai tingkat likuiditas yang lebih tinggi dari pada inventory, karena perputaran dari piutang ke kas membutuhkan satu langkah saja. Manajemen piutang merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan yang menjual produknya dengan kredit. Manajemen piutang terutama menyangkut masalah pengendalian jumlah piutang, pengendalian pemberian dan pengumpulan piutang, dan evaluasi terhadap politik kredit yang dijalankan oleh perusahaan. 2.1) Kebijakan penjualan kredit Untuk menilai berhasil tidaknya kebijaksanaan penjualan kredit yang dilaksanakan oleh perusahaan dapat dilakukan dengan cara : a. Tingkat perputaran piutang Menurut Gitosudarmo (2002:92) periode perputaran piutang tergantung dari panjang pendeknya ketentuan waktu yang diisyaratkan dalam syarat pembayaran kredit, sehingga semakin lama syarat pembayaran kredit berarti semakin lama terikatnya modal kerja tersebut dalam piutang dan berarti makin kecil tingkat perputaran piutang dalam satu periode dan sebaliknya
semakin pendek syarat pembayaran kredit berarti semakin pendek tingkat terikatnya modal kerja dalam piutang sehingga tingkat perputaran piutang dapat diketahui dengan membagi total penjualan kredit bersih selama periode tertentu yang berasal dari operasi normal perusahaan dengan jumlah rata-rata piutang. Penjualan netto kredit Tingkat Perputaran Piutang = Rata-rata piutang Perputaran piutang ini menunjukan beberapa kali sejumlah modal yang tertanam dalam piutang berputar selama satu periode untuk dapat menghasilkan sejumlah penjualan kredit pada periode yang bersangkutan. Penjualan netto kredit artinya semua penjualan kredit setelah dikurangi dengan potongan-potongan. Rata-rata piutang dapat dihitung dari piutang awal ditambah piutang akhir dibagi dua. b. Hari rata-rata pengumpulan piutang Menurut Gitosudarmo (2002:92) hari rata-rata pengumpulan piutang atau periode terikatnya modal dalam piutang dapat dihitung dengan membagi periode dalam hari dengan tingkat perputarannya. Periode dalam hari Hari rata-rata pengumpulan piutang = Tingkat perputaran piutang Hari rata-rata pengumpulan piutang menunjukkan jangka waktu terikatnya dana atau modal dalam piutang atau jangka waktu antara penjualan kredit sampai menjadi uang kas kembali. Membandingkan hari rata-rata pengumpulan piutang dengan syarat pembayaran yang telah ditetapkan oleh
perusahaan sangat penting. Apabila hari rata-rata pengumpulan piutang selalu lebih besar daripada batas waktu pembayaran yang telah ditetapkan tersebut berarti bahwa cara pengumpulan piutangnya kurang efisien. c. Daftar umur piutang atau aging schedul Menurut Gitosudarmo (2002:92) metode analisis yang lain untuk mengendalikan kebijakan piutang adalah penentuan umur piutang atau aging piutang. Metode ini berusa mengadakan klasifikasi piutang atas dasar umur atau lamanya piutang tersebut telah ada. Dengan diketahuinya umur piutang tersebut maka akan dapat diketahui piutang-piutang mana yang sudah dekat dengan tempo dan harus ditagih, serta piutang-piutang mana yang sudah lwat jatuh tempo dan perlu dihapuskan karena tidak dapat ditagih kembali. Apabila hal ini tidak segera dihapuskan, maka akan dapat membawa adanya likuiditas semu, yaitu tampaknya besar tetapi nilai riilnya kecil karena terdapat umur piutang yang sebenarnya sudah tidak dapat ditagih kembali. 2.2) Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya investasi dalam piutang Menurut Riyanto (2001:85), faktor-faktor yang mempengaruhi besarkecilnya investasi dalam piutang adalah sebagai berikut : a. Volume penjualan kredit Makin besar proporsi penjualan kredit dari kesuluruhan penjualan memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Dengan makin besarnya volume penjualan kredit setiap tahunnya berarti bahwa perusahaan itu harus menyediakan investasi yang lebih besar lagi dalam piutang. Makin besarnya
jumlah piutang berarti makin besarnya risiko, tetapi bersamaan dengan itu juga memperbesar profitability-nya. b. Syarat penjualan pembayaran kredit Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti bahwa perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit daripada pertimbangan rentabilitas. Syarat yang ketat misalnya dalam bentuk batas waktu pembayarannya yang pendek, pembebanan bunga yang berat pada pembayaran piutang yang terlambat. c. Ketentuan tentang pembatasan kredit Dalam penjualan kredit perusahaan dapat menentukan batas maksimal atau plafond bagi kredit yang diberikan kepada langganannya. Makin tinggi plafond yang ditetapkan bagi masing-masing langganan berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang. Demikian pula ketentuan mengenai siapa yang dapat diberi kredit. Makin selektif para langganan yang dapat diberi kredit akan memperkecil jumlah investasi dalam piutang. Dengan demikian maka pembatasan kredit disini bersifat baik kualitatif maupun kuntitatif. d. Kebijakan dalam mengumpulkan piutang Perusahaan dapat menjalankan kebijakan dalam pungumpulan piutang segera aktif atau pasif. Perusahaan yang menjalankan kebijakan secara aktif dalam pengumpulan piutang akan mempunyai pengeluaran uang yang lebih besar
untuk
membiayai
aktivitas
pengumpulan
piutang
tersebut
dibandingkan dengan perusahaan lain yang menjalankan kebijakan secara pasif. Biasanya perusahaan hanya akan mengadakan usaha tambahan dalam pengumpulan piutang apabila biaya usaha tambahan tersebut tidak melampaui besarnya tambahan revenue. e. Kebiasaan membayar dari para langganannya Ada sebagian pelanggan yang mempunyai kebiasaan membayar dengan menggunakan kesempatan mendapatkan cash discount, dan ada sebagian lain yang tidak menggunakan kesempatan tersebut. Perbedaan cara pembayaran ini tergantung kepada para penilaian mereka terhadap mana yang lebih menguntungkan antara kedua alternatif tersebut. Kebiasaan para langganan untuk membayar dalam cash discount period atau sesudahnya akan mempunyai efek terhadap besarnya investasi dalam piutang. Apabila sebagian besar pera langganan membayar dakam waktu selama discount period, maka dana yang tertanam dalam piutang akan lebih cepat bebas, yang ini berarti makin kecilnya investasi dalam piutang. 2.3) Keuntungan adanya piutang Menurut Gitosudarmo (2002:81) kebijakan penjualan kredit dapat menimbulkan keuntungan dalam bentuk : a. Kenaikan hasil penjualan Dengan adanya kredit maka akan merangsang para pelanggan untuk mengadakan pembelian dalam jumlah yang lebih besar, sehingga omzet penjualan dapat ditingkatkan.
b. Kenaikan laba Meningkatnya omzet penjualan sebagai akibat adanya penjulan kredit yang disertai dengan tekanan risiko yang ditimbulkan dengan adanya piutang maka keuntungan dapat ditingkatkan. c. Memenangkan persaingan Dalam dunia usaha dewasa ini, hampir seluruh perusahaan melaksanakan politik penjualan kredit. Oleh karena itu, untuk menjaga posisi dalam persaingan maka politik penjualan kredit mutlak dilakukan. Politik penjualan kredit yang agresif akan merangsang minat calon pembeli utnuk membeli barang. 2.4) Biaya atas piutang Menurut Gitosudarmo (2002:83) dengan dilaksanakannya penjualan secara kredit yang kemudian menimbulkan piutang maka perusahaan sebenarnya tidak terlepas dari penanggungan risiko, berupa biaya. Biaya yang timbul akibat dari adanya piutang adalah : a. Biaya penghapusan piutang Biaya penghapusan piutang/piutang ragu-ragu (bad debt) risiko terhadap tidak tertagihnya sejumlah tertentu dari piutang akan dimasukkan sebagai biaya bad debt atau piutang ragu-ragu yang nantinya akan diadakan penghapusan piutang. Oleh karena itu perlu diperhitungkan pada setiap periode.
b. Biaya pengumpulan piutang Dengan adanya piutang maka timbul kegiatan penagihan piutang yang akan mengeluarkan biaya disebut sebagai biaya pengumpulan piutang. c. Biaya administrasi Terhadap piutang diperlukan kegiatan administrasi yang akan mengeluarkan biaya. d. Biaya sumber dana Dengan terjadinya piutang maka diperlukan dana dari dalam maupun dari luar perusahaan untuk menjaganya. Dana tersebut diperlukan biaya untuk sumber dana (weight cost capital). 3. Persediaan Secara umum persediaan barang dipakai untuk menunjukan barang-barang yang dimiliki untuk tujuan dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi barang yang akan dijual (Baridwan 2000:149). Istilah persediaan dibedakan antara persediaan perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur. Persediaan barang dagang adalah persediaan yang dibeli dengan tujuan akan dijual kembali yang tidak mengalami proses lebih lanjut yang mengakibatkan perubahan bentuk
dari
barang
yang bersangkutan.
Sedangkan pada perusahaan manufaktur, persediaan terdiri dari persediaan bahan baku dan bahan penolong, supplies pabrik, barang dalam proses dan produk selesai. Untuk mengevaluasi posisi persediaa barang dagangan, maka perlu dihitung tingkat perputaran persediaan barang dagangannya. Tingkat perputaran
persediaan barang dagangan merupakan rasio antara jumlah harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan yang dimiliki oleh perusahaan. Tingkat perputaran persediaan menunjukan berapa kali jumlah persediaan barang dagangan diganti dalam arti dibeli dan djual kembali dalam waktu setahun. Untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan persediaan secara teratur dan efisien. Semakin cepat atau semakin tinggi tingkat perputaran, akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang disebabkan penurunan harga oleh karena perubahan selera konsumen, di samping itu akan menghemat ongkos dan pemeliharaan terhadap persediaan. Dengan demikian, tingkat perputaran persediaan yang tinggi berarti menunjukan tingkat penjualan yang tinggi pada perusahaan. Dengan tingkat perputaran persediaan yang tinggi berarti resiko kerugian dan biaya terhadap persediaan dapat diminimalkan. Dengan diketahuinya tingkat perputaran persediaan, akan diketahui pula hari rata-rata barang disimpan dari dalam gudang, yaitu dengan membagi hari dalam satu tahun dengan perputaran persediaan. Hari rata-rata barang disimpan di gudang akan bermanfaat untuk menilai efisiensi dala persediaan. Penilaian tingkat efisiensi ini dilakukan dengan cara membandingkan standar lama penyimpanan persediaan yang digunakan atau dengan perusahaan lain yang sejenis.
2.1.4 Efektivitas Pengelolaan Piutang Periode
pengumpulan
piutang
adalah
faktor
penting
yang
dapat
mempengaruhi kinerja sebuah perusahaan. Kebijakan penjualan kredit dan kebijakan persediaan diukur dari periode pengumpulan piutang, periode pengumpulan utang dan persediaan serta cash conversion cycle yang digunakan sebagai alat yang komprehensif dalam pengukuran manajemen modal kerja. Berdasarkan atas penelitian Deloof (2000), dengan menggunakan sampel dari 1.009 perusahaan yang terdapat di Belgia selama periode 1992-1996, maka didapat hasil yakni, manajemen dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan dengan mengurangi periode pengumpulan piutang dan persediaan. Periode pengumpulan piutang antara satu sektor industri dengan sektor industri yang lain juga berbeda-beda. Hal inilah yang diteliti oleh Zainudin (2008), dengan menggunakan sampel 279 perusahaan berukuran kecil-sedang di sektor manufaktur yang terdapat di Malaysia selama periode 1999-2002. Hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan negative antara periode pengumpulan piutang terhadap kinerja keuangan perusahaan dan ukuran perusahaan. Semakin sedikit periode yang diperlukan dalam pengumpulan piutang, maka kinerja keuangan perusahaan dan ukuran perusahaan akan semakin besar, sehingga mengindikasikan bahwa pengelolaan piutang telah berjalan dengan efektif. 2.1.5 Efisiensi Pengelolaan Kas dan Pengelolaan Persediaan Efisiensi pengelolaan kas dan pengelolaan persediaan berarti bagaimana mengupayakan agar pengelolaan kas dan persediaan tidak kelebihan dan tidak
juga kekurangan. Dari segi ekonomis, efisiensi yang paling baik adalah suatu tingkat yang diperoleh dari hasil yang optimal dengan biaya yang rasional. Untuk dapat menentukan jumlah kas dan persediaan yang efisien, maka yang harus diukur terlebih dahulu adalah perputaran dari kas dan persediaan tersebut. Semakin cepat tingkat perputaran kas dan tingkat perputaran persediaan, maka pengelolaan kas dan pengelolaan persediaan baru dapat dikatakan sudah berjalan dengan efisien. Jadi, terdapat hubungan yang positif antara tingkat perputaran kas dan tingkat perputaran persediaan terhadap profitabilitas perusahaan. Hal ini didukung oleh Astuti (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan. Dalam penelitian ini didapat hasil bahwa secara parsial, variabel efisiensi modal kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. Selain itu, Dani (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa adanya pengaruh positif antara likuiditas dan efisiensi modal kerja terhadap profitabilitas. Hanya variabel leverage yang tidak berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Penelitian lainnya dilakukan Padachi (2006), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara profitabilitas dan working capital. Hasil lainnya adalah profitabilitas berkurang sejalan dengan bertambahnya waktu cash conversion cycle, yang berarti bahwa perusahaan dapat menaikan profitabilitasnya dengan memperpendek jangka waktu cash conversion cycle. Financial Distress merupakan keadaan dimana aliran operasi kas perusahaan tidak mampu menutupi atau mencukupi kewajiban saat ini, sehingga dapat membawa perusahaan mengalami kegagalan. Kinerja perusahaan akan menurun
dengan sangat tajam dalam keadaan financial distres. Lorenzo (2006), menemukan bahwa perusahaan meningkatkan perdagangan mereka secara kredit ketika mereka memiliki masalah profitabilitas, tetapi mengurangi penjualan secara kredit ketika mereka memiliki masalah aliran kas dalam financial distress. Studi lain dilakukan oleh Zariyawati (2007) yang menggunakan 1628 perusahaan sebagai sampel data selama periode 1996-2006 yang terdiri dari 6 sektor ekonomi yang berbeda yang terdaftar di Bursa Malaysia. Hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan segnifikan negative yang kuat antara cash conversion cycle dan profitabilitas perusahaan. Hal ini berarti, dengan mengurangi periode konversi kas maka akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Edman (2009), meneliti tentang cash conversion cycle dan hubungannya dengan ukuran perusahaan, profitabilitas dan manajemen modal kerja. Dari penelitian didapat hasil bahwa cash conversion cycle memiliki hubungan negative yang signifikan dengan ukuran perusahaan. Hal ini berarti bahwa jangka waktu cash conversion cycle yang pendek dimiliki oleh perusahaan yang besar, sementara perusahaan kecil memiliki jangka waktu cash conversion cycle yang lebih panjang. Oruc (2009) juga mendapat hasil yang sama, yakni terdapat hubungan signifikan negative antara cash conversion cycle, net working capital level, current ratio, periode perputaran piutang, periode perputaran persediaan, dan ROA.
2.1.6 Hubungan Pengelolaan Kas dan Pengelolaan Persediaan terhadap Profitabilitas 2.1.6.1 Hubungan Pengelolaan Kas terhadap Profitabilitas Dalam setiap entitas usaha, kas merupakan komponen utama aktiva lancar. Kas digunakan untuk membiayai pembelanjaan kontinu maupun insidental serta investasi pada aktiva tetap. Aliran kas masuk dan aliran kas keluar akan mempengaruhi besar kecilnya kas yang tersedia pada suatu entitas tersebut. Apabila aliran kas masuk lebih besar dari pada kas keluar, maka kas yang tersedia pada perusahaan akan menjadi besar (Overinvestment dalam kas). Besarnya kas ini akan menaikan tingkat likuiditas pada perusahaan. Meskipun demikian, perusahaan akan mengalami kerugian karena makin besarnya kas berarti makin besarnya uang yang menganggur dalam perusahaan sehingga tingkat rentabilitas perusahaan akan turun. Demikian pula sebaliknya, apabila aliran kas masuk lebih kecil dari pada aliran kas keluar yang disebabkan oleh perusahaan yang hanya mengejar rentabilitas saja, maka kas yang teresdia dalam perusahaan akan menjadi kecil atau terjadi underinvestment pada kas. Tindakan demikian ini akan menempatkan perusahaan dalam keadaan likuid apabila sewaktu-waktu terjadi tagihan utang. Perputaran kas (cash turnover) adalah perbandingan antara sales dengan jumlah kas rata-rata (Riyanto 2001:95). Tingkat perputaran kas merupakan ukuran efisiensi penggunaan kas yang dilakukan oleh perusahaan. Karena tingkat perputaran kas menggambarkan kecepatan arus kas kembalinya kas yang telah ditanamkan di dalam modal kerja. Kas diperlukan perusahaan baik untuk
membiayai operasi perusahaan sehari-hari maupun untuk mengadakan investasi baru dalam aktiva tetap. Dalam mengukur tingkat perputaran kas, sumber masuknya kas yang telah tertanam dalam modal kerja adalah berasal dari aktivitas operasional perusahaan. Makin tinggi tingkat perputaran kas berarti makin cepat kembalinya kas masuk pada perusahaan. Dengan demikian kas akan dapat dipergunakan kembali untuk membiayai kegiatan operasional sehingga tidak mengganggu kondisi keuangan perusahaan. 2.1.6.2 Hubungan Pengelolaan Persediaan terhadap Profitabilitas Masalah
persediaan
merupakan
pembelanjaan
aktif
sebagaimana
pembelanjaan pada aktiva tetap. Besar kecilnya persediaan yang terdapat dalam perusahaan akan memiliki efek yang langsung terhadap laba perusahaan. Kesalahan penentuan besarnya persediaan akan dapat menekan laba perusahaan. Perubahan dalam persediaan barang dipengaruhi oleh harga-harga dan banyaknya barang-barang. Banyaknya persediaan barang tergantung dari permintaan para langganan dan taksiran manajemen tentang ramalan di waktu yang akan datang. Adanya investasi pada persediaan yang terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan akan memperbesar beberapa biaya, misalnya biaya penyimpanan persediaan, biaya perawatan gudang, resiko kerugian karena kerusakan, keusangan, turunnya kualitas bahkan kehilangan. Semua biaya yang berkaitan dengan persediaan tersebut akan memperkecil keuntungan yang diperoleh perusahaan. Demikian pula sebaliknya, apabila persediaan terlalu kecil dibandingkan dengan kebutuhan akan menekan keuntungan juga karena kekurangan material,
menyebabkan perusahaan tidak dapat bekerja secara full-capacity. Tidak tercapainya full-capacity berarti “capital asset” dan “direct labor” tidak dapat didayagunakan secara optimal, sehingga akan mempertinggi rata-rata yang pada akhirnya akan menekan keuntungan perusahaan.
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
1) Metyo (2001), dengan penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Pengelolaan Piutang pada Perum Pegadaian Kande XII Denpasar”. Penelitian ini menggunakan range yang akan menentukan apakah pengelolaan piutang dalam satu periode sangat efektif, afektif, atau tidak efektif. Selanjutnya juga diteliti hubungan antara efektivitas pengelolaan piutang dengan Rentabilitas Ekonomis perusahaan. Hasil dari penelitian ini adalah pengolahan piutang dari tahun 1995-1998 efektif dan tahun 1999 sangat efektif. Hubungan antara efektivitas pengelolaan piutang dengan Rentabilitas Ekonomis perusahaan juga kuat. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Meyto dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut hanya meneliti tentang hubungan antara efektivitas pengelolaan piutang dengan rentabilitas ekonomis perusahaan, tetapi masih belum diteliti mengenai pengaruh antara tingkat perputaran kas dan persediaan dengan rentabilitas ekonomis. 2) Susilo (2004), dengan penelitiannya yang berjudul ”Kajian Manajemen Piutang PT. Sucofindo (Persero) Jakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengelolan piutang, faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya piutang dan pengelolaan piutang yang optimal.
Pengolahan data bersumber dari laporan keuangan perusahaan, kemudian digunakan untuk: 1) Analisis rasio dan analisis horisontal yang meliputi rasio perputaran piutang, rasio hari rata-rata pengumpulan piutang dan merasiokan piutang dengan berbagai perkiraan yang berkaitan dengan piutang, 2) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya piutang dengan analisis regresi, 3) Analisis investasi piutang untuk menganalisis apakah dengan memberikan piutang dapat diperoleh manfaat yang lebih tinggi daripada biaya invstasi yang dikeluarkan oleh perusahaan, 4) Analisis biaya yang ditimbulkan oleh piutang sehingga dapat diperoleh jumlah proporsi piutang yang optimal. Hasil penelitian kinerja piutang PT. Sucofindo (persero) selama lima tahun periode menunjukan pengelolaan yang tidak efektif. Oleh sebab itu, PT. Sucofindo (persero) dalam mengelola piutang harus melakukan kebijaksanaan pengelolaan piutang dengan ketat dan selektif terhadap calon pelanggannya. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Susilo dengan penelitian ini adalah pada penelitian tersebut mengkaji pengelolaan manajemen piutang secara keseluruhan dalam suatu perusahaan. Sedangkan pada penelitian ini yang dikaji dalam pengelolaan piutang hanya tingkat efektivitasnya yang bertujuan untuk mengetahui tepat atau tidaknya pengelolaan piutang dalam sebuah perusahaan. 3) Pedro (2006), dengan penelitiannya yang berjudul “Effects Of Working Capital Management On SME Profitability”. Objek penelitian yang dihadirkan dalam penelitian ini adalah bukti empiris tentang efek dari manajemen modal kerja dalam pengaruhnya terhadap profitabilitas dari
beberapa sampel perusahaan Spanyol yang berukuran kecil hingga medium. Dalam penelitian ini dikumpulkan 8.872 sampel SMEs selama periode 1996-2002. Hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan signifikan negatif antara profitabilitas dengan periode pengumpulan piutang dan periode perputaran persediaan. Maka dari itu, dalam usaha untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan, maka pihak manajemen seharusnya dapat menciptakan nilai dengan mengurangi periode perputaran piutang dan persediaan dalam perusahaan mereka. Selain itu, dengan mengurangi periode perputaran kas seminimal mungkin selama hal tersebut masih dalam batas rasional, juga dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Pedro dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini tidak meneliti pengaruh seluruh komponen dalam modal kerja dan pengaruhnya terhadap profitabilitas, melainkan hanya meneliti pengaruh dari pengelolaan kas dan persediaan terhadap profitabilitas. Selain itu, pada penelitian ini menggunakan studi kasus sebagai objek penelitian. 4) AlHajjar (2007), dengan penelitiannya yang berjudul ”Working Capital Management, Operating Cash Flow and Corporate Performance“. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara manajemen modal kerja, kinerja perusahaan dan perputaran aliran kas perusahaan. Analisis ini didasarkan pada perusahaan-perusahaan yang tercatat dalam New York Stock Exchange, American Stock Exchange, NASDAQ Stock Market dan Over The Counter Market selama periode tahun 1990-2004. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan signifikan
negatif antara periode perputaran kas, periode perputaran persediaan dan panjang periode pengumpulan piutang terhadap kinerja perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan dapat meningkatkan profitabilitas dan aliran kas perusahaan dengan mempersingkat perputaran arus kas perusahaan dan periode pengumpulan piutang. Selain itu, dalam mempersingkat periode perputaran persediaan pihak manajemen harus menghindari jumlah persediaan yang sedikit karena hal tersebut dapat mengurangi kinerja perusahaan dan aliran kas perusahaan. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Alhajjar dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian tersebut meneliti modal kerja perusahaan dan aliran kas perusahaan serta hubungannya terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan, melainkan pada penelitian ini yang diteliti hanya kinerja perusahaan dari sudut pandang rasio profitabilitas saja. 5) Fitria (2007), dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis Efisiensi Modal Kerja dan Pengaruhnya terhadap Rentabilitas Ekonomi pada KPRI di Semarang “. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka didapat hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara perputaran kas, perputaran persediaan dan perputaran piutang secara simultan terhadap profitabilitas. Sementara itu, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perputaran kas dan perputaran piutang terhadap rentabilitas pada KPRI di Kota Semarang secara parsial. Sedangkan hasil uji parsial untuk perputaran persediaan terhadap rentabilitas pada KPRI di Kota Semarang berpengaruh secara signifikan. Perbedaan penelitian yang dilakukan Fitria dengan penelitian ini
adalah bahwa penelitian tersebut hanya meneliti tentang hubungan efisiensi modal kerja dan pengaruhnya terhadap rentabilitas ekonomi perusahaan, tanpa mengevaluasi sejauh mana keefektifan perusahaan dalam melakukan pengelolaan manajemen piutang. 6) Nobanee (2009), dengan penelitiannya yang berjudul “Working Capital Management and Firm’s Profitability : An Optimal Cash Conversion Cycle“. Penelitian ini menyebutkan bahwa salah satu alat komprehensif yang digunakan untuk mengukur efisensi modal kerja adalah periode perputaran konversi kas. Hubungan antara periode perputaran konversi kas dan profitabilitas perusahaan serta nilai pasar adalah dengan mengurangi tingkat perputaran konversi kas dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan dan nilai pasar perusahaan tersebut. Selain itu, profitabilitas juga dapat ditingkatkan dengan mengurangi periode perputaran persediaan dengan memproduksi dan menjual barang kepada para pelanggan secara lebih cepat, sehingga mempersingkat periode pengumpulan piutang atau dengan memperpanjang waktu pembayaran utang kepada supplier. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Nobanee dengan peneltian ini adalah dalam penelitian tersebut lebih menitikberatkan pada konversi arus kas sebagai salah satu alat yang komprehensif dalam pengukuran efisiensi modal kerja serta periode perputaran persediaan. Sedangkan pada penelitian ini, selain menjelaskan hubungan antara kedua variabel tersebut terhadap profitabilitas, juga
mengukur
piutangnya.
tingkat
efektivitas
perusahaan
dalam
pengelolaan
2.3
Rumusan Hipotesis Berdasarkan pada permasalahan yang telah dirumuskan, maka berikut ini
diajukan beberapa hipotesis yaitu sebagai berikut: 1) Pengelolaan kas dan pengelolaan persediaan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas CV. Bali Agung. 2) Pengelolaan kas berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas CV. Bali Agung. 3) Pengelolaan persediaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas CV. Bali Agung.