BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. KepuasanPelanggan 2.1.1.1. Pengertian Kepuasan Kepuasan adalah tingkatan di mana kinerja anggapan produk sesuai dengan ekspektasi pembeli (Kotler dan Amstrong, 2008:16).
(Lovelock dan Wright,
2007:102) menyatakan bahwa kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pascapembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau kesenangan.
13
2.1.1.2. Konsep Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) tergantung pada kinerja anggapan produk relatif terhadap ekspektasi pembeli. (Kotler dan Amstrong, 2008:16) menyatakan bahwa jika kinerja produk tidak memenuhi ekspektasi, pelanggan akan kecewa. Jika kinerja produk sesuai dengan ekspektasi, pelanggan akan puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi, pelanggan sangat puas. Pelanggan yang puas akan suatu produk akan melakukan beberapa hal yang dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan. (Suprapti dan Giantari, 2001:7) mengungkapkan hal-hal yang dapat dilakukan oleh pelanggan jika mereka merasa puas antara lain sebagai berikut. 1) Melakukan pembelian ulang terhadap produk 2) Merekomendasikan dan menyampaikan hal-hal positif tentang produk kepada kerabatnya melalui sistem word of mouth. 3) Menjadi loyal untuk waktu yang lebih lama terhadap produk tersebut. 4) Bersedia membeli produk lebih banyak. 5) Kurang sensitif terhadap harga. 6) Bersedia memberikan masukan kepada perusahaan. 2.1.1.3.
Manfaat Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan dan
tingkat kepuasan pelanggan yang makin tinggi akan menghasilkan loyalitas
14
pelanggan yang lebih besar (Lovelock dan Wright, 2007:104). Beberapa manfaat dari kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut. 1) Mengisolasi pelanggan dari persaingan. 2) Mendorong pelanggan kembali dan mendorong loyalitas. 3) Dapat menciptakan keunggulan yang berkelanjutan. 4) Meningkatkan/mempromosikan cerita positif dari mulut ke mulut. 5) Mengurangi biaya kegagalan. 6) Menurunkan biaya untuk menarik pelanggan baru. Dalam jangka panjang, akan lebih menguntungkan mempertahankan pelanggan yang baik daripada terus menerus menarik dan membina pelanggan baru untuk menggatikan pelanggan yang pergi. Pelanggan yang sangat puas akan menyebarkan cerita positif dari mulut ke mulut dan malah akan menjadi iklan berjalan dan berbicara bagi suatu perusahaan,
yang akan menurunkan biaya untuk menarik
pelanggan baru. Kepuasan yang tinggi merupakan polis asuransi terhadap sesuatu yang salah, yang tidak akan terhindarkan karena adanya keragaman yang terkait dengan produksi jasa. Pelanggan jangka panjang dalam situasi seperti ini akan lebih memaafkan karena pengalaman buruk yang kadang-kadang terjadi akan diimbangi oleh pengalaman positif sebelumnya, dan pelanggan yang puas akan kurang tertarik dengan tawaran pesaing. Tidak mengherankan bahwa perusahaan telah menjadi terobsesi dengan kepuasan pelanggan, pangsa pasar, dan keuntungan. 2.1.1.4.
Pengukuran Kepuasan
15
(Kotler dan Keller, 2007:179) menyatakan bahwa sejumlah metode berikut diadakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. 1) Survei berkala dapat menelusuri kepuasan pelanggan secara langsung. Para responden juga dapat diberi pertanyaan tambahan untuk mengukur maksud pembelian
ulang
dan
kemungkinan
atau
keinginan
untuk
merekomendasikan perusahaan dan merek kepada orang lain. 2)
Perusahaan dapat memantau angka kehilangan pelanggan dan mengontak pelanggan yang telah berhenti membeli atau beralih ke pemasok lain untuk mempelajari mengapa ini bisa terjadi.
3) Perusahaan
dapat
mempekerjakan
“pembelanja
siluman”
sebagai
pembelanja potensial dan melaporkan tentang hal-hal kuat dan lemah yang dialami dalam membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para manajer sendiri dapat memasuki situasi penjualan perusahaan dan pesaing di mana mereka tak dikenal dan mengalami langsung perlakuan yang mereka terima atau menelepon perusahaan mereka sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan dan keluhan-keluhan untuk melihat bagaimana telepon itu ditangani. Selain cara tersebut di atas, (Ma’ruf, 2005:263) juga menyebutkan bahwa unutk mengetahui seberapa jauh kepuasan pelanggan, maka beberapa cara dapat dilakukan, yaitu.
16
1) Sistem kotak saran, para pelanggan diminta mengisi kuisioner tentang pelayanan gerai, ragam dan jenis merchandise, fasilitas dalam gerai, dan lain-lain. 2) Behavioral observation, pengamatan atas pengunjung gerai secara in-house oleh staf perusahaan atau meminta pihak eksternal untuk melakukannya. 3) Ghost shopping, perusahaan mempekerjakan beberapa orang (ghost shopping) untuk berperan dan bersikap sebagai konsumen/konsumen potensial produk perusahaan dan pesaing, kemudian mereka melaporkan hasil yang mereka dapat mengenai kekuatan dan kelemahan produk-produk tersebut dan kinerja karyawan dalam melayani konsumen. 4) Survei kepuasan pelanggan, survei pasar utuk mendapatkan informasi tentang pembeli.
2.1.2. Retailing 2.1.2.1. Pengertian Retailing Menurut Levy dan Weitz (2009:6), pengertian retailing adalah sebagai berikut. “Retailing is the set of business activities that adds value to the products and services sold to consumers for their personal or family use. “ Artinya, retailing
adalah seperangkat aktivitas bisnis yang menciptakan nilai
terhadap produk dan servis yang dijual kepada konsumen untuk pemakaian sendiri atau keluarganya.
17
2.1.2.2. Retail Mix Bauran ritel meliputi variabel-variabel keputusan pengecer yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan konsumen dan mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Elemen-elemen dalam bauran ritel terdiri dari merchandise assortment, pricing, location, customer servis, store design and display, communication mix (Levy dan Weitz, 2009:21). Menurut Kotler dan Keller (2007:170), keputusan-keputusan pemasaran pengecer meliputi bidang keragaman dan perolehan produk, layanan, atmosfer toko, harga, promosi, dan tempat. (Ma’ruf, 2005:113) menjelaskan bahwa bauran pemasaran ritel terdiri dari lokasi, pengadaan produk, harga, periklanan dan promosi, atmosfer gerai, dan retail service. Menurut Tigert dan Ring dalam (Triyono, 2006) menjelaskan masing-masing unsur dalam bauran ritel sebagai berikut. 1) Place atau lokasi merupakan hal yang sangat penting dalam bisnis ritel, meliputi. a. Pemilihan wilayah, dimana tepatnya bisnis akan dijalankan. Lokasi yang tepat akan sangat menentukan sukses atau tidaknya bisnis ritel. b. Ukuran (besar atau kecilnya toko) dan bentuk toko, hal ini dapat memaksimalkan produktivitas toko. Ini tidak dapat dipisahkan dari kemungkinan
jumlah
pelanggan.
18
Semakin
banyak
peluang
pelanggan yang akan datang, ukuran toko semestinya dibuat semakin besar. c. Fasilitas yang dapat mempengaruhi keberadaan toko tersebut, misalnya tempat parkir, fasilitas umum, dan hal-hal yang memberikan kenyamanan pelanggan. d. Layout atau penyajian barang (merchandise) di dalam toko. Penyajian atau pemajangan ini mengacu pada arus lalu lintas pelanggan, lokasi dan banyaknya departemen barang yang akan dijual, luas dan lokasi counter pelayanan pelanggan, area penyimpanan produk dan suasana di sekeliling toko. 2) Product atau barang yang dijual; dalam bisnis ritel lazim disebut merchandise. Ada tiga hal yang masuk dalam dimensi produk, yaitu: a. Intensitas, yaitu tentang produktivitas barang-barang yang dijual yang dinyatakan sebagai penjualan barang per meter persegi, semakin tinggi penjualan barang per meter persegi, produktivitas barang tersebut bias dibilang tinggi. b. Model atau gaya, yaitu jenis barang yang akan dijual, seberapa jauh barang tersebut mengikuti mode atau seberapa inovatifnya barang tersebut. Ini akan menentukan tingkat perbedaan suatu usaha dengan usaha lain sejenis. Prinsipnya, model atau gaya semua
19
barang dapat dikembangkan, meskipun barang tersebut termasuk dalam golongan barang basic, bukan barang fashion. c. Keragaman barang yang dijual mengacu pada pilihan akan jenis dan jumlah barang. 3) Value atau nilai barang yang dijual. Ada tiga dimensi yang termasuk dalam konsep Value, yaitu. a. Persepsi konsumen tentang harga yang ditawarkan dibandingkan dengan persaingan yang ada di bisnis tersebut. Konsumen selalu membandingkan dengan ritel lain dalam membangun persepsinya. b. Kualitas, yang mengacu pada hubungan antara harga dan kualitas dan posisi toko ritel tersebut di pasar. Tiap konsumen dapat merasakan kualitas secara objektif terhadap suatu toko karena banyaknya pilihan. c. Tingkat harga, berhubungan dengan rentang harga yang diberikan dan pelayanannya. Tingkat harga ini juga mencakup harga yang ditetapkan untuk menarik target pasar yang ada. 4) People atau petugas yang berhubungan dengan konsumen. Ada empat dimensi yang perlu diperhatikan, yaitu. a. Pelayanan pelanggan (service), menyangkut standar pelayanan yang diberikan kepada pelanggan termasuk pengaturan karyawan untuk
20
memastikan tingkat kesepadanan mereka dengan permintaan dan tipe pelanggan. b. Pengetahuan karyawan, berkaitan dengan tingkat pengetahuan tentang produk dan stok serta pengetahuan tentang melayani yang baik yang diperlukan oleh karyawan supaya dapat memenuhi harapan pelanggan. c. Keterampilan karyawan, yaitu pengetahuan yang dipraktekkan dalam keseharian kerja. Terampil berkomunikasi, menata produk, dan menjawab pertanyaan dengan tepat merupakan beberapa hal yang wajib dikuasai oleh karyawan. d. Sikap karyawan, meliputi sikap positif terhadap diri sendiri, pelanggan, pekerjaan, perusahaan, barang dagangan, waktu, dan sikap positif yang ditunjukkan melalui motivasi yang selalu tinggi. 5) Communication atau komunikasi dengan konsumen. Dalam konsep ini, hal-hal yang perlu diperhatikan secara cermat adalah. a.
Iklan tentang image (citra), yang dilakukan pebisnis ritel melalui iklan dan promosi eksternal untuk membangun atau membentuk posisi toko ritel di benak pelanggan.
b.
Iklan promosi, mengacu pada promosi barang atau harga. Iklan promosi ini bisa melalui penawaran harga yang kompetitif, pelayanan prima, atau kualitas barang yang istimewa.
21
c.
Public Relation, menekankan aspek hubungan dengan komunitas lingkungan. Hal praktis yang bisa dilakukan adalah membantu aktivitas sosial di lingkungan sekitar. Dengan demikian, manfaat kehadiran bisnis ritel dapat dirasakan masyarakat sekitar.
2.1.3. Retail Location 2.1.3.1. Pengertian Lokasi Sopiah dan Syihabudhin (2008:139) mendefinisikan lokasi usaha sebagai saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri. Menurut Kotler dan Armstrong (2008 : 40), lokasi usaha adalah suatu saluran pemasaran yang membantu produk atau jasa tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis. Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa lokasi usaha adalah tempat yang dipilih oleh peritel untuk menyalurkan barangnya kepada konsumen. Menurut Ma’ruf (2005 : 115), apabila suatu gerai berada pada lokasi yang tepat, maka gerai tersebut akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan sama-sama mempunyai setting/ambience yang bagus. Hal ini erat kaitannya dengan jumlah kujungan konsumen ke suatu gerai. 2.1.3.2. Jenis-Jenis Lokasi
22
Kotler
dan
Keller
(2007:180)
mengatakan
bahwa
pengecer
dapat
menempatkan tokonya di distrik bisnis pusat, pusat perbelanjaan regional, pusat perbelanjaan lingkungan, pertokoan, atau di toko yang lebih besar sebagai berikut. 1) Distrik Bisnis Umum (general business district) adalah daerah kota yang tertua dan terpadat lalu lintasnya, sering dikenal sebagai pusat kota. Biaya sewa toko dan kantornya biasanya tinggi. 2) Pusat Perbelanjaan Regional (regional shopping center) berupa mal-mal besar pinggir kota yang berisikan 40 hingga 200 toko. Mal tersebut biasanya menarik pelanggan dari radius 5 hingga 20 mil. 3) Pusat Perbelanjaan Lingkungan (community shopping center) adalah malmal yang lebih kecil dengan satu toko utama dan 20 hingga 40 toko kecil. 4) Pertokoan Strip Mall (shopping strip) berisikan sekelompok toko yang biasanya ditempatkan di satu bangunan panjang, yang melayani kebutuhan suatu lingkungan tetangga untuk bahan makanan, perkakas, binatu, dan lain-lain. 5) Lokasi di dalam toko yang lebih besar. Pengecer-pengecer terkenal tertentu menempatkan unit-unit baru yang lebih kecil sebagai ruang konsesi di dalam toko atau tempat usaha yang lebih besar. 2.1.3..3. Menetapkan Lokasi Suatu Gerai Ritel Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih lokasi adalah sebagai berikut (Levy dan Weitz, 2009 : 218).
23
1) Kondisi Ekonomi Karena lokasi memerlukan suatu komitmen dari sumber daya-sumber daya yang ada dalam
jangka panjang, maka tingkat pertumbuhan populasi
dalam suatu area serta pekerjaan mereka penting untuk diketahui. 2) Persaingan Tingkat persaingan di suatu area sangat mempengaruhi jumlah permintaan konsumen terhadap merchandise yang ditawarkan oleh pengecer. 3) Strategi Perusahaan Target pasar perusahaan harus sesuai dengan strategi yang dijalankan perusahaan. Dalam hal ini, karakteristik dari populasi yang menjadi target pasar perusahaan harus relevan strategi perusahaan. 4) Biaya Operasional Biaya operasional toko sangat bervariasi. Biaya penyimpanan dan kedekatan dengan pemasok akan memberikan biaya operasional yang lebih rendah. Peraturan pemerintah dan regulasi mengenai lingkungan juga memberikan pengaruh terhadap biaya operasional toko. Menurut Ma’ruf (2005 : 118), untuk membuka gerai di suatu lokasi baru, halhal berikut perlu diperhatikan untuk megetahui potesi yang tersedia. 1) Populasi Besarnya populasi, tingkat pendapatan, pekerjaan, industri setempat, tingkat pengangguran, kepadatan rumah dan penduduk, usia perumahan,
24
klasifikasi lingkungan/tetangga, tingkat kepemilikan rumah, gaya hidup, kelompok suku, dan pola belanja sekarang. 2) Kemudahan akses Arus pejalan kaki, rute masuk pejalan kaki, transportasi umum, tingkat kepemilikan kendaraan, jaringan jalan, parkir, dll. 3) Pesaing Kegiatan ritel sekarang, daya tarik lingkungan, kondisi ritel, indeks kejenuhan, potensi persaingan, dll. 4) Biaya Harga, syarat leasing, persiapan situs gerai, larangan dalam membangun, kebutuhan renovasi atau peremajaan, biaya perawatan, kebutuhan keamanan, ketersediaan dan penggajian staf, biaya antaran, biaya promosi, dll. Sedangkan, Guswai (2009) mengatakan bahwa beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan dalam memilih lokasi. 1) Visible (terlihat) 2) Heavy Traffics (lalu lintas padat) 3) Direction to Home (arah pulang ke rumah) 4) Public Facilities (fasilitas umum) 5) Acquisition Cost (biaya akuisisi) 6) Regulation (peraturan/ perizinan)
25
7) Access (jalan masuk ke lokasi dan jalan keluar dari lokasi) 8) Infrastructure (infrastruktur) 9) Captive Market (potensi pasar yang tersedia) 10) Legality (legalitas)
2.1.4. Merchandise Management 2.1.4.1. Pengertian Manajemen Merchandise Menurut Levy and Weitz (2009 : 330), merchandise management refers to the process by which a retailer attempts to offer the right quantity of the right merchandise in the right place at the right time and meet the company’s finansial goals (proses di mana seorang pengecer berusaha untuk memberikan merchandise dengan jumlah yang tepat dalam waktu yang tepat pada saat yang tepat dan memenuhi sasaran finansial perusahaan) . Ma’ruf (2005 : 135) menyatakan bahwa pengadaan produk adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengadaan produk merupakan suatu proses di mana seorang pengecer berusaha untuk memberikan merchandise dengan jumlah yang tepat, pada tempat dan waktu yang tepat sesuai dengan tujuan finansial perusahaan. 2.1.4.2. Proses Manajemen Merchandise
26
Manajemen merchandise berkaitan dengan pembelian atau pembelanjaan, penanganan, dan keuangannya. Hal-hal yang berkenaan dengan manajemen merchandise antara lain target pasar, jenis gerai, lokasi dimana gerai berada, value chain, kemampuan pemasok, biaya, kecenderungan model produk. Levy and Weitz (2009 : 338) menyatakan bahwa proses manajemen merchandise terdiri dari aktivitasaktivitas sebagai berikut. 1) Meramalkan kategori penjualan. Langkah pertama dalam perencanaan manajemen merchandise adalah mengembangkan
perkiraan
untuk
kategori
penjualan.
Untuk
mengembangkan perkiraan kategori, kita perlu memahami sifat dari siklus hidup kategori dan faktor yang mungkin mempengaruhi bentuk dari siklus hidup di masa depan. 2) Mengembangkan suatu rencana keragaman merchandise. Setelah peramalan untuk kategori penjualan, langkah berikutnya dalam proses perencanaan manajemen merchandise adalah mengembangkan berbagai rencana. Suatu rencana keragaman merchandise adalah daftar persediaan yang akan pengecer tawarkan dalam kategori merchandise. sehingga rencana tersebut mencerminkan berbagai macam variasi bahwa pengecer berencana untuk menawarkan dalam berbagai kategori barang dagangan. 3) Menetapkan tingkat persediaan barang yang tepat dan ketersediaan produk. Rencana biasanya mencakup berbagai tingkat persediaan yang diinginkan dari masing-masing persediaan di toko. Pengecer mungkin memiliki rencana model stok yang berbeda untuk setiap ukuran toko. Sebagai
27
contoh, pengecer biasanya mengklasifikasikan toko mereka sebagai toko A, B, dan C berdasarkan volume penjualan mereka. Untuk toko yang lebih besar, tersedia lebih banyak ruang, dan dengan demikian, jumlah persediaan akan meningkat. Toko yang memiliki ukuran yang lebih besar mungkin memiliki lebih banyak merek , warna, gaya, dan ukuran pakaian atau model yang lebih bervariasi. 4) Mengembangkan suatu rencana untuk mengelola persediaan. Laporan manajemen persediaan menyediakan informasi tentang tingkat penjualan saat ini atau kecepatan, perkiraan penjualan, ketersediaan persediaan, jumlah pesanan, variabel keputusan seperti ketersediaan produk, stok cadangan yang diperlukan untuk menyediakan ketersediaan produk yang diinginkan, ukuran kinerja seperti yang direncanakan dan perputaran persediaan, dan keputusan memesan yang sesuai untuk setiap persediaan. 5) Mengalokasikan merchandise ke dalam toko. Setelah mengembangkan rencana untuk mengelola persediaan dalam kategori barang dagangan, langkah berikutnya dalam proses manajemen merchandise adalah untuk mengalokasikan barang yang dibeli dan diterima ke toko pengecer. Penelitian menunjukkan bahwa keputusan alokasi memiliki dampak jauh lebih besar pada profitabilitas daripada keputusan untuk membeli kuantitas barang dagangan. Dengan kata lain, membeli barang terlalu sedikit atau terlalu banyak memiliki dampak yang kurang baik pada profitabilitas kategori barang dagangan daripada membuat kesalahan dalam mengalokasikan jumlah yang tepat dan jenis barang dagangan untuk toko. 6) Membeli merchandise
28
Setelah membuat berbagai rencana untuk kategori, peramalan penjualan, dan mengembangkan rencana menguraikan aliran barang (berapa banyak barang dagangan yang harus dipesan dan ketika perlu disampaikan), langkah berikutnya dalam proses manajemen merchandise adalah untuk membeli barang dagangan. Ketika membeli barang dagangan, pembeli bertemu dengan vendor di pasar ritel atau di kantor mereka dan menegosiasikan banyak isu seperti harga, tanggal pengiriman, syarat pembayaran, dan dukungan iklan dan penurunan harga. 7) Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaannya serta membuat penyesuaian. Setelah semua langkah diatas dilaksanakan maka langkah terakhir dalam manajemen merchandise adalah memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan menejemen merchandise serta membuat penyesuaiannya.
Sedangkan menurut Ma’ruf (2005:153) manajemen merchandise dilaksanakan dengan cara-cara berikut. 1) Mengumpulkan informasi, pihak pertama yang dapat memberi informasi adalah pelanggan, dengan cara mencatat dan meneliti keadaan demografi mereka dan perubahannya, gaya hidup dan potensi rencana belanja. Sumber informasi lain adalah para pemasok. 2) Memilih dan berhubungan dengan pemasok, yaitu produsen dan distributor. 3) Mengevaluasi, terdapat 9 hal yang perlu dievaluasi, yaitu
29
a. Keandalan: apakah pemasok bisa diandalkan untuk semua hal yang dijanjikannya. b. Harga dan mutu yang terbaik: apakah pemasok akan memberi harga lebih rendah untuk mutu yang sama baiknya, atau apakah mereka memberi mutu lebih baik untuk harga yang sama dari pemasok lainnya. c. Waktu: apakah mereka memproses relatif cepat untuk semua proses dari pemesanan hingga diterimanya barang oleh pemesan. d. Pelayanan ekstra: apakah pemasok mengerjakan semua yang diperlukan hingga merchandise tiba di gudang pengecer. e. Informasi: apakah pemasok mau berbagi info penting. f. Etika: apakah pemasok menepati janji lisan dan tidak terlibat praktik bisnis yang tiak fair. g. Hubungan jangka panjang: apakah pemasok dapat berbisnis untuk jangka panjang. h. Investasi: seberapa nilai hubungann dengan pemasok. i. Risiko: seberapa besar risiko jika berhubungan dengan pemasok. 4) Mengevaluasi merchandise, terdapat tiga cara mengevaluasi yaitu, memeriksa barangnya langsung, sampling, dan deskripsi tergantung pada jenis produknya. 5) Melakukan negosiasi 6) Melakukan pemesanan
30
7) Menerima dan menyimpan stok merchandise 8) Melakukan pesanan ulang 9) Mengevaluasi ulang Triyono (2006) menyatakan bahwa merchandise merupakan senjata inti pertama yang menekankan pada persediaan, harga, kualitas, dan manfaat produk bagi konsumen. Prinsip Quick Response (respon cepat) terhadap kebutuhan dan keinginan pelanggan harus dapat dijalankan dengan baik. Prinsipnya apa yang dibutuhkan pelanggan harus dapat ditangkap dengan baik dan untuk memenuhinya, harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah yang nyata. Oleh karena itu, bagian pembelian harus rajin melihat kompetisi di luar.
2.1.4.3. Variety dan Assortment Menurut Levy dan Weitz (2009 : 37), variety is the number of merchandise categories a retailer offers. Assortment is the number of different items in a merchandise category. Variety is often referred to as the breadth of merchandise carried by a retailer; assortment is referred to as the depth of merchandise. (Variasi adalah banyaknya kategori/kelompok mercahandise yang ditawarkan oleh seorang pengecer. Assortment adalah banyaknya barang-barang yang berbeda dalam suatu kategori/kelompok merchandise. Variasi berhubungan dengan kelebaran/keluasan
31
merchandise yang dijual oleh pengecer; assortment berhubungan dengan kedalaman dari merchandise.) Kotler dan Keller berpendapat bahwa seorang pengecer harus memutuskan keluasan dan kedalaman keragaman produk sesuai dengan harapan belanja dari pasar sasarannya. Dengan demikian, suatu gerai dapat menawarkan keragaman produk yang sempit dan dangkal, sempit dan dalam, lebar dan dangkal, atau keragaman produk yang lebar dan dalam (Kotler dan Keller, 2007:171).
2.1.5. Retail Pricing 2.1.5.1. Pengertian Harga Menurut Kotler dan Armstrong (2008:345), harga adalah jumlah yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa. Lebih luas lagi, harga adalah semua nilai yang diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa. Secara sederhana, istilah harga dapat diartikan sebagai satu-satunya unsure dalam berbagai unsur bauran pemasaran ritel yang akan mendatangkan laba bagi peritel (Ma’ruf, 2005:155). 2.1.5.2. Pertimbangan-Pertimbangan Dalam Penetapan Harga Ritel Pertimbangan-pertimbangan utama dalam berikut (Kotler dan Armstrong, 2008 : 345).
32
penetapan harga adalah sebgai
1) Persepsi pelanggan terhadap nilai-nilai dari produk menjadi batas atas dari harga. Bila pelanggan menganggap bahwa harga lebih besar daripada nilai produk, mereka tidak akan membeli produk. 2) Biaya produksi menetapkan batas bawah bagi harga. Bila perusahaan menetapkan harga di bawah harga produksi, perusahaan akan mengalami kerugian. 3) Pertimbangan faktor internal dan eksternal perusahaan, seperti strategi dan bauran pemasaran secara keseluruhan, kondisi pasar dan permintaan, dan strategi serta harga dari pesaing. 2.1.5.3. Metode-Metode Penetapan Harga Levy dan Weitz (2009 : 435) menyatakan bahwa terdapat tiga metode penetapan harga untuk meningkatkan penjualan yaitu sebagai berikut. 1) Leader Pricing Penetapan harga dimana profit margin-nya lebih rendah daripada tingkat yang biasanya diraih, ini bertujuan untuk menarik konsumen lebih banyak. 2) Price Lining Pengecer seringkali memberikan harga yang berbeda untuk barang dengan kualitas yang berbeda. 3) Odd Pricing Adalah harga yang ganjil atau harga yang menunjukkan angka yang tidak bulat.
33
Sedangkan, menurut Kotler dan Keller (2007:179), harga dapat digunakan sebagai faktor pemosisian yang utama dan harus diputuskan dalam kaitannya dengan pasar sasaran, assortment
dan layanan, serta pesaingnya.
Kotler dan Keller
(2007:93) menyatakan bahwa terdapat tujuh metode penetapan harga, yaitu: 1) Penetapan Harga Mark Up Penetapan harga dengan metode ini dilakukan dengan menambahkan markup standar pada biaya produk atau jasa. Beberapa pemasar menggunakan metode ini karena penjual dapat menentukan biaya jauh lebih mudah dibandingkan dengan cara memperkirakan permintaan. Selain itu, metode ini dianggap memberikan rasa keadilan baik bagi penjual maupun bagi pembeli. 2) Penetapan Harga Sasaran Pengembalian (target return pricing) Dalam metode ini, perusahaan menentukan harga yang akan menghasilkan tingkat pengembalian investasi yang dibidiknya. 3) Penetapan Harga Persepsi Nilai (perceived value) Perusahaan yang menggunakan metode penetapan harga persepsi nilai harus menyerahkan nilai yang dijanjikan melalui pernyataan nilai mereka, dan pelanggan harus mempersepsikan nilai yang diberikan perusahaan. 4) Penetapan Harga Nilai (value pricing) Perusahaan yang menerapkan metode ini memikat hati pelanggan dengan menetapkan harga yang cukup rendah untuk tawaran yang bermutu tinggi.
34
5) Penetapan Harga Umum (going rate pricing) Perusahaan yang menggunakan metode ini mendasarkan harganya pada harga pesaing. Perusahaan bisa mengenakan harga yang lebih rendah, lebih tinggi, atau bahkan sama dengan harga yang ditetapkan oleh pesaing. 6) Penetapan Harga Tipe Lelang (auction type pricing) Terdapat tiga tipe lelang dengan prosedur penetapan harga yang berbedabeda, yaitu lelang Inggris, lelang Belanda, dan lelang tawaran tertutup.
2.1.6. Retail Communication Mix 2.1.6.1. Pengertian Retail Communication Levy dan Weitz (2009 : 441) mendefinisikan retail communication mix: the communication programs that informs customers abaout the retailer as well as the merchandise and services it offers and plays a role in developing repeat visits and customer loyalty. (Program komunikasi yang menginformasikan tentang merchandise dan servis yang ditawarkan oleh peritel dan memainkan peranan dalam menciptakan kunjungan kembali dan loyalitas pelanggan). 2.1.6.2. Metode-Metode Berkomunikasi dengan Pelanggan Menurut Levy dan Weitz (2009 : 447), metode-metode berkomunikasi dengan pelanggan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan pembagian sebagai berikut. 1) Paid Impersonal Communication yaitu periklanan, promosi penjualan, atmosfer toko, situs web, dan membentuk komunitas.
35
a. Iklan adalah bentuk komunikasi yang dibayarkan kepada pelanggan yang menggunakan media massa seperti surat kabar pribadi, TV, radio, direct mail, dan internet. b. promosi penjualan menawarkan nilai tambahan dan insentif kepada pelanggan untuk mengunjungi toko atau barang dagangan selama pembelian periode waktu tertentu. Promosi yang paling umum adalah penjualan. Lainnya melibatkan promosi penjualan acara khusus, demonstrasi di dalam toko , kontes, dan kupon. c. atmosfer toko , toko ritel itu sendiri bisa berkomunikasi impersonal kepada pelanggan. atmosfer toko mencerminkan kombinasi dari karakteristik fisik toko, seperti arsitektur, tata letak dan penampilan dalam pikiran pelanggan. Suasana mengkomunikasikan informasi tentang layanan toko, harga dan barang dagangan nya. d. Situs Web, pengecer meningkatkan penekanan mereka pada berkomunikasi dengan pelanggan melalui situs web mereka. Pengecer menggunakan situs web mereka untuk membangun citra merek mereka, menginformasikan pelanggan tentang lokasi toko, acara khusus, dan ketersediaan barang dagangan di toko-toko lokal dan menjual
barang
dan
jasa.
2) Paid Personal Communication yaitu penjualan personal, email, direct mail, mobile commerce. a. E-mail, alat lain untuk menyampaikam komunikasi pribadi yang melibatkan pengiriman pesan melalui internet. E-mail, seperti bentuk lain dari komunikasi elektronik, dapat dipersonalisasi ke konsumen tertentu sehingga mirip dengan komunikasi yang disampaikan oleh
36
penjual. Namun, ketika pesan yang sama disampaikan secara elektronik ke semua penerima, komunikasi elektronik lebih mirip iklan. Pengecer menggunakan e-mail untuk menginformasikan kepada pelanggan barang baru dan promosi khusus, konfirmasi penerimaan pesanan, dan menunjukkan bila pesanan telah dikirimkan. b. Direct mail, mengacu pada brosur, katalog, iklan, atau dengan kata lain merupakan bahan pemasaran yang di cetak disampaikan langsung ke konsumen melalui pos atau perusahaan pengiriman swasta. Pengecer telah berkomunikasi dengan pelanggan mereka melalui surat semenjak surat telah ada. Surat bisa disampaikan ke semua pelanggan secara langsung, sebuah subset dari pelanggan sesuai dengan pembelian mereka sebelumnya, atau bahkan secara pribadi untuk pelanggan individu. c. M-commerce, seperti teknologi, pelanggan secara bersama-sama menjadi lebih canggih, mereka lebih banyak menambah pengecer email dengan berkomunikasi menggunakan m-commerce (mobile commerce), yang berkomunikasi dan menjual barang kepada pelanggan melalui telepon seluler dan Personal Digital Assistant (PDA). 3) Unpaid Impersonal Communication seperti publisitas.
37
Publisitas adalah komunikasi yang signifikan melalui presentasi tentang pengecer, biasanya sebuah berita di media impersonal. contoh publisitas koran dan liputan TV. 4)
Unpaid Personal Communication seperti word of mouth. Dari mulut ke mulut, akhirnya pengecer berkomunikasi dengan pelanggan mereka dari mulut ke mulut (word of mouth), atau komunikasi antara orang tentang pengecer. Sebuah jalur yang relatif baru bagi komunikasi melalui belanja sosial. Belanja sosial adalah saluran komunikasi di mana konsumen menggunakan internet untuk terlibat dalam proses belanja dengan preferensi bertukar pikiran, dan pendapat antara teman-teman, keluarga, dan lain-lain.
Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2008 : 116), metode-metode komunikasi yang digunakan oleh peritel untuk berkomunikasi dengan pelanggan antara lain sebagai berikut. 1) Periklanan (advertising) adalah semua bentuk terbayar presentasi nonpribadi dan promosi ide, barang, atau jasa dengan sponsor tertentu. 2) Promosi Penjualan (sales promotion) adalah insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan produk atau jasa. 3) Hubungan Masyarakat (public relations) adalah membangun hubungan baik dengan berbagai kalangan untuk mendapatkan publisitas yang diinginkan, membangun citra perusahaan yang baik, dan menangani rumor, berita, dan kejadian yang tidak menyenangkan.
38
4) Penjualan Personal (personal selling) adalah presentasi pribadi oleh wiraniaga
perusahaan
untuk
tujuan
menghasilkan
penjualan
dan
membangun hubungan pelanggan. 5) Pemasaran Langsung (direct marketing) adalah hubungan langsung dengan konsumen individual yang ditargetkan secara cermat untuk memperoleh respon segera dan membangun hubungan pelanggan yang langgeng (penggunaan surat langsung, telepon, faximile, e-mail, dan sarana lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan konsumen tertentu).
2.1.6.3. Keputusan Promosi Pengecer dapat menggunakan satu atau semua sarana promosi (iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, hubungan masyarakat, dan pemasaran langsung) untuk mencapai konsumen. Pengecer dapat beriklan di surat kabar, majalah, radio, televisi, dan Internet. Iklan mungkin didukung oleh sisipan surat kabardan surat langsung. Penjualan personal memerlukan pelatihan wiraniaga yang hati-hati tentang cara menyapa pelanggan, memenuhi kebutuhan pelanggan, dan menangani keluhan mereka. Promosi penjualan mungkin meliputi demonstrasi dalam toko, pajangan, dan lain-lain. Kegiatan hubungan masyarakat mencakup pembukaan toko, acara khusus, kegiatan layanan masyarakat, dan lain sebagainya (Kotler dan Armstrong ,2008 : 92).
39
2.1.7. Customer Service 2.1.7.1. Pengertian Customer Service Menurut Levy and Weitz (2009 : 539), customer servise is the set activities and programs undertaken by retailers to make the shopping experience more rewarding for their customer. These activities increase the value customers receive from the merchandise and services they purchase. (adalah suatu serangkaian aktivitas dan program yang ditanggung oleh para peritel untuk menciptakan pengalaman berbelanja yang lebih berharga kepada pelanggannya. Aktivitas-aktivitas ini meningkatkan nilai yang yang diterima oleh para pelanggan dari merchandise dan servis yang mereka bayarkan). 2.1.7.2. Tingkatan-Tingkatan Layanan Kotler
dan
Keller
(2007:165)
menyatakan
bahwa
pengecer
dapat
memposisikan diri dalam menawarkan salah satu dari empat tingkat layanan. 1) Swalayan (self-service), swalayan adalah landasan semua usaha diskon. Banyak
pelanggan
bersedia
melakukan
proses
menemukan-
membandingkan-memilih sendiri guna menghemat uang. 2) Swapilih (self-selection), pelanggan mencari barangnya sendiri, walaupun mereka dapat meminta bantuan. 3) Layanan terbatas (limited service), pengecer ini menjual lebih banyak barang belanja, dan pelanggan memerlukan lebih banyak informasi dan
40
bantuan. Toko-toko tersebut juga menawarkan layanan seperti kredit dan hak mengembalikan barang. 4) Layanan lengkap (full-sevice), wiraniaga siap membantu dalam setiap tahap proses menemukan-membandingkan-memilih tersebut. 2.1.7.3. Service Mix Bauran layanan (service mix) merupakan alat kunci untuk mendiferensiasikan suatu toko dari yang lain. Pengecer harus mengambil keputusan mengenai bauran layanan (service mix) unutk ditawarkan kepada pelanggan (Kotler dan Keller, 2007:176). 1) Layanan pra-pembelian, meliputi jam buka toko, tukar tambah, dan lain sebagainya. 2) Layanan purna pembelian, mencakup pengiriman dan penyerahan, penyesuaian dan pengembalian barang, pengubahan dan penyesuaian pemasangan, dan lain-lain. 3) Layanan tambahan, meliputi informasi umum, perbaikan, kredit, dan lainlain. 2.1.7.4. Mengevaluasi Service Quality Lima karakteristik customer service yang digunakan pelanggan untuk mengevaluasi service quality antara lain sebagai berikut (Levy dan Weitz, 2009:544).
41
1) Keandalan merupakan kemampuan untuk melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat. 2)
Daya
tanggap
merupakan
kesediaan
membantu
pelanggan
dan
memberikan jasa dengan cepat. 3) Jaminan adalah pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. 4) Empati adalah kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masing-masing pelanggan. 5) Benda berwujud merupakan penampilan fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan bahan komunikasi. 2.1.8. Atmosfer Toko Atmosfer toko adalah unsur lain dalam gudang persenjataan toko (Kotler dan Keller, 2007:177). Setiap toko mempunyai tata letak fisik yang mempersulit atau mempermudah pembeli berjalan ke sana ke mari. Setiap toko memiliki “penampilan.” Toko tersebut harus mempunyai atmosfer terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan memikat konsumen untuk membeli. Suasana dalam gerai menggambarkan moment of truth, yaitu situasi langsung yang dirasakan konsumen saat berbelanja. Suasana dalam toko ini dipengaruhi oleh desain toko, komunikasi visual, dan penyajian merchandise (Ma’ruf, 2005:203). 2.2. Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
42
1) Penelitian pertama yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah jurnal yang dibuat oleh Malcolm Kirkup dan Mohhamed Rafiq dengan judul ”Managing Tenant Mix in New Shooping Centres”. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat usaha yang letak usahanya berada di daerah pusat perdagangan, akan lebih mudah medapatkan perhatian dari calon konsumen. Selain itu, dikatakan bahwa untuk perkembangan sebuah usaha, maka dibutuhkan sebuah pengembangan lokasi usaha yang baik dan konsisten untuk dapat bersaing dengan usaha-usaha baru yang lebih unik dan lebih segar. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah jenis usaha yang diteliti, sedangkan persamaannya adalah sama-sama meneliti variable lokasi usaha. 2) Penelitian selanjutnya yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah jurnal yang dibuat oleh Innis Daniel E., La Londe danj Bernard J. yang berjudul “ Costumer Service : A Key To Constumer Satisfation, Customer Loyalty and Market Share”. Customer service dipandang memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kepuasan pelanggan, sikap kognitif, dan niat pembelian ulang. Kepuasan pelanggan merupakan salah satu tujuan utama dari fungsi pemasaran di kebanyakan perusahaan. Kinerja customer service juga mempengaruhi kepuasan konsumen terhadap perusahaan. Pentingnya customer service untuk pembelian ulang, pangsa pasar, dapat lebih menggambarkan pentingnya distribusi fisik bagi perusahaan. Penelitian
43
mencatat sebelumnya telah mengidentifikasikan bahwa pangsa pasar sangat terkait dengan ROI dan profitabilitas perusahaan. Fokus pada distribusi fisik dan customer service, serta fungsi pemasaranyang lebih baik, akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan pelanggan saat ini dan untuk merekrut pelanggan baru. Dalam kasus kepuasan, berfokus pada komunikasi dan koordinasi antara pemasaran dan logistic akan meningkatkan kinerja keseluruhan perusahaan dan meningkatkan pasar dan profitabilitas. Sedangkan bauran pemasaran penting untuk meningkatkan volume penjualan sebuah
perusahaan
dan
pangsa
pasar.
Selain
hasil
regresi
yang
menghubungkan layanan pelanggan, sikap, kepuasan, dan pangsa pasar, peringkat pentingnya layanan pelanggan tiga puluh dua dari atribut pemasaran menunjukkan bahwa customer service yang disediakan oleh perusahaan sangat mempengaruhi kepuasan pelanggan dan pengembangan pangsa pasar. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama meneliti variable customer service yang merupakan bagian dari retail service yang juga diteliti oleh peneliti, sedangkan perbedaanya terletak pada waktu dan tempat pelaksanaan penelitian. 3) Jurnal lain yang digunakan sebagai acuan adalah jurnal yang dibuat oleh Harald Biong dengan judul ”Satisfaction and Loyalty to Supplier within the Grocery Trade”. Penelitian ini meneliti tentang pengaruh dari komponenkomponen marketing mix pemasok (salesforce, product, profitability, and
44
marketing support) terhadap kepuasan dan loyalitas retailernya. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan
bahwa product dan marketing
support tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan retailer tetapi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen individual. Selain itu, dapat diperoleh kesimpulan bahwa kepuasan dan loyalitas pelanggan memliki hubungan yang positif. Semakin tinggi kepuasan dari seorang konsumen, maka loyalitas terhadap sebuah usaha akan semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kepuasan dari konsumen, maka tingkat loyalitas terhadap sebuah usaha akan semakin rendah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dliakukan oleh peneliti adalah jenis usaha serta waktu penelitian, sedangkan persamaannya adalah sama-sama meneliti mengenai kepuasan konsumen. 4) Jurnal lain yang digunakan sebagai acuan adalah jurnal yang dibuat oleh Bert Rosenbloom dengan judul ”The Trade Area Mix and Retailing Mix : A Retail 5Strategy Matrix”. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan petunjuk-petunjuk mengenai pendirian usaha baru pada suatu area perdagangan dan menambah pengetahuan mengenai produk untuk suatu usaha baru. Kesimpulannya dari penelitian ini adalah matriks strategi bauran pemasaran ritel berpengaruh positif terhadap posisi sebuah usaha dalam suatu area perdagangan. Dengan melakukan strategi
45
pengembangan yang tepat, maka suatu usaha akan dapat mengikuti alur dari sebuah area perdagangan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis variabel bauran pemasaran ritel, sedangkan perbedaannya pada waktu pelaksanaan penelitian. 5) Penelitian selanjutnya yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah jurnal yang dibuat oleh Lynn L. Judd California State University, T. Barry Lewis dan R. Jon Nance; Southwest Missouri State University yang berjudul “ Pricing Strategise In The Small Bussiness Retail Grocery Area : Can They Affect Retail profitability ?”. tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara strategi harga yang dipilih dan keberhasilan keuangan yang dicapai perusahaan. Penelitian ini secara khusus membahas strategi harga yang digunakan oleh ritel grosir dalam variable strategi penetapan harga dalam bauran pemasaran mereka. Selain profitabilitas dari strategi harga individu, tingkat kompetitif persaingan untuk pengecer juga diteliti digunakan dalam studi penelitian. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa strategi harga tunggal adalah sebuah jalan untuk meningkatkan profitabilitas bahkan penekanan pada strategi harga tertentu sering memiliki dampak negative terhadap profitabiltas. Disebutkan juga diperlukan lebih banyak penelitian yang menggabungkan strategi harga dengan variable bauran pemasaran yang lain (promosi, layanan pelanggan, lokasi toko, berbagai
46
barang dagangan dan kualitas personel toko. Karena retail semakin bergantung pada strategi pemasaran untuk keunggulan kompetitif atau diferensial, tampak bahwa manfaat yang signifikan dapat berasal dari penelitian lebih lanjut di daerah campuran strategi. 6) Penelitian selanjutnya yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini aalah tesis yang dibuat oleh Ivan Hubaya dengan judul “ Analisis Pengaruh Atmosfer Kenyamanan Toko, Aktivitas Relationship Marketing, dan Harga Khusus Terhadap Retensi Pelanggan (Sebuah Study Pada Toko Rumah Parfum Semarang)”. Penelitian ini dirancang untuk menguji pengaruh atmosfer kenyamanan toko, aktivitas relatipnship marketing, dan harga khusus terhadap retensi pelanggan. Obyek penelitian yang dipilih adalah para pelanggan dari Toko Rumah Parfum di Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variable independen (atmosfer kenyamanan toko, aktivitas relationship marketing, dan harga khusus) yang diajukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap retensi pelanggan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama menganalisis variable atmosfer toko dan harga, sedangkan pebedaanya terletak pada waktu dan tempat pelaksanaan penelitian. 7) Penelitian selanjutnya yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah jurnal yang dibuat oleh Rustika Atmawati dan M. Wahyudilin yang berjudul “ Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
47
Konsumen Pada Matahari Departemen Store di Solo Grand Mall”. Salah satu factor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa yang berfokus pada lima dimensi kualitas jasa, yaitu bukti fisik (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (respnsivenes), jaminan (assurance), empati (empathy). Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis factor bukti fisik (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (respnsivenes), jaminan (assurance), empati (empathy) sejauhmana berpengaruh terhadap kepuasan konsumen Matahari Departemen Store di Solo Grand Mall, dan untuk mengetahui factor yang paling dominan yang berpengaruh terhaap kepuasan konsumen di Matahari Departemen Store di Solo Grand Mall. Berdasarkan hasil analisis regresi binary logistic diperoleh bahwa variable independen yang terdiri dari bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Hasil uji koefisien regresi diperoleh bahwa semua variable independen yang terdiri dari bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati signifikan terhadap kepuasan konsumen. Dari hasil uji ekspektasi
B atau Exp (B) diketahui bahwa
kontribusi yang diberikan variable empati terhadap kepuasan konsumen yang paling besar dibandingkan variable bukti fisik, keandalan, daya tanggap dan jaminan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama meneliti variable pelayanan, variable kepuasan konsumen
48
dan jenis usaha yang diteliti sedangkan perbedaanya terletak pada waktu dan tempat penelitian. 8) Penelitian selanjutnya yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah jurnal yang dibuat oleh Rina Dwiwinarsih yang berjudul “ Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan Bakmi Aisy di Depok”. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Uji Skala Likert danChi Square dimana penulis memberikan kuisioner yang isinya berupa pertanyaan yang harus dijawab oleh responden (konsumen). Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa konsumen merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh bakmi Aisy di Depok terutama dalam hal rasa masakan yang dapat menggugah selera konsumen yang dating tiap harinya. Mengacu pada kualitas pelayanan dengan lima dimensi kualitas pelayanan yang menentukan mutu jasa Bakmi Aisy di Depok. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama meneliti tentang variable pelayanan yang merupakan bagian dari retail mix dan jenis usaha yang diteliti, sedangkan perbedaanya terletak pada waktu dan tempat pelaksanaan penelitian. 9) Dalam jurnal yang dibuat oleh Ginanda Paramita yang berjudul “Pengaruh Aplikasi Bauran Pemasaran Terhadap Kepuasan Pelanggan Toko Modern (Studi Kasus Pada Carefour Di Depok)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi bauran pemasaran eceran terhadap kepuasan
49
pelanggan toko modern. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama meneliti tentang variabel kepuasan konsumen dan retail mix, sedangkan perbedaanya terletak pada waktu dan tempat pelaksanaan penelitian. 10) Penelitian selanjutnya yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah jurnal yang dibuat oleh Farid Hamdani yang berjudul “Pengaruh Bauran ritel Terhadap Citra Toko (Study Pada Persepsi Konsumen Matahari Departemen store Tunjungan Plaza Surabaya)”. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa konsumen di setiap segmen pasar membentuk kesan dari beberapa toko yang berbeda di dasarkan pada persepsi mereka terhadap bauran ritel yang menurut mereka penting. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama meneliti tentang bauran ritel , sedangkan perbedaanya terletak pada waktu dan tempat pelaksanaan penelitian.
2.3. Rumusan Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan studi-studi pendahulu yang relevan, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
50