BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori Bagian ini membahas mengenai teori-teori dan pendekatan yang menjelaskan
pengertian anggaran, partisipasi penganggaran, ambiguitas peran, serta teori yang menjelaskan hubungan dari beberapa variabel tersebut. Landasan teori juga digunakan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang sedang diteliti.
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan merupakan hubungan agensi yang muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang dalam pengambilan keputusan kepada agent. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara satu atau lebih pihak (principal) dengan pihak lain (agent). Messier et al., (2006:7) menyatakan bahwa hubungan keagenan mengakibatkan dua permasalahan yaitu: (1) terjadinya informasi asimetri, manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik; dan (2) terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan keadaan kepentingan pemilik.
9
Teori keagenan yang dimaksudkan dalam praktik kesenjangan anggaran dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara manajemen dengan pemilik yang timbul saat setiap pihak berusaha untuk mencapai tingkat keberhasilan yang dikehendakinya. Konflik yang dimaksud dapat dilihat dalam hal pemberian reward dari principal kepada manajemen atas dasar pencapaian target anggaran di suatu perusahaan. Dalam proses penyusunan anggaran perusahaan, manajer yang ikut berpartisipasi cenderung akan memberikan informasi berbeda dari sumber daya yang seharusnya, dengan cara meninggikan biaya dari yang seharusnya atau menurunkan pendapatan dari yang seharusnya dapat dicapai oleh perusahaan. Hal ini bertujuan agar target anggaran dapat dengan mudah dicapai sehingga manajer akan mendapatkan kompensasi atau penghargaan (rewards). Kondisi demikian jelas akan menimbulkan kesenjangan anggaran dalam suatu perusahaan.
2.1.2 Pendekatan Kontijensi Pada penelitian sebelumnya banyak yang mengindikasikan hasil yang saling bertentangan
mengenai
hubungan
antara
partisipasi
penganggaran
dengan
kesenjangan anggaran. Penelitian yang dilakukan oleh Latuheru (2005) dan Desmiyawati (2009) menyatakan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi senjangan anggaran. Hal ini terjadi karena bawahan membantu memberikan informasi mengenai prospek masa depan sehingga anggaran yang disusun menjadi lebih akurat. Hasil penelitian yang berbeda ditunjukan oleh Husnatarina dan Nor (2007), Falikhatun (2007) dan Sardjito dan Muthaher (2007)
10
menyatakan bahwa partisipasi penganggaran yang tinggi semakin meningkatkan kesenjangan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa bawahan memberikan informasi yang bias dalam penyusunan anggaran, sehingga mengurangi keakuratan dalam penyusunan anggaran. Akibat ketidakkonsistenan hasil tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kontijensi untuk menyelesaikan perbedaan dari berbagai penelitian tersebut. Govindarajan (1986) menyatakan bahwa jika penelitian-penelitian sebelumnya mengindikasikan hasil yang saling bertentangan mengenai hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kesenjangan anggaran, maka dapat digunakan pendekatan kontijensi sebagai prediktor adanya kesenjangan anggaran. Penelitian ini menggunakan faktor kontijensi untuk mengevaluasi keefektifan hubungan partisipasi penganggaran pada kesenjangan anggaran. Pendekatan kontijensi memungkinkan adanya variabel moderasi adalah variabel yang memengaruhi hubungan partisipasi penganggaran dengan kesenjangan anggaran. Pendekatan kontijensi pada akuntansi manajemen didasari pada suatu anggapan bahwa sistem akuntansi secara universal selalu tepat untuk dapat digunakan pada seluruh organisasi dalam keadaan apapun, tetapi sistem akuntansi manajemen juga bergantung pada faktor-faktor situasional yang ada dalam organisasi tersebut. Dalam penelitian ini pendekatan kontijensi akan diadopsi untuk mengevaluasi partisipasi penganggaran dengan kesenjangan anggaran. Pendekatan kontijensi memungkinkan adanya variabel-variabel lain yang bertindak sebagai variabel moderasi yang memengaruhi hubungan antara partisipasi penganggaran dengan
11
kesenjangan anggaran. Faktor kontijensi dalam penelitian ini adalah ambiguitas peran.
2.1.3 Pengertian Anggaran Hansen dan Mowen (2009:423) menyatakan bahwa anggaran merupakan rencana keuangan masa depan, rencana tersebut mengidentifikasi tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya. Anggaran mencerminkan tujuan detail perusahaan dan perencanaan untuk mencapainya dengan sumber daya yang terbatas (Suartana, 2010:138). Sebagai alat perencanaan, anggaran merupakan rencana kegiatan yang terdiri dari sejumlah target yang akan dicapai oleh para manajer departemen suatu perusahaan untuk melaksanakan kegiatan tertentu di masa yang akan dating (Kartika, 2010). Selain itu, anggaran merupakan alat pengendalian yang memungkinkan manajemen untuk menemukan bidang-bidang yang menjadi kekuatan atau kelemahan perusahaan (Ikhsan dan Ishak, 2008:161). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan alat yang digunakan untuk merencanakan berbagai aktivitas suatu pusat pertanggungjawaban agar pelaksanaan aktivitasnya sesuai dengan apa yang direncanakan. Anggaran juga merupakan rencana laba jangka pendek yang komperhensif, yang membuat tujuan dan target manajemen dilaksanakan (Ikhsan dan Ishak, 2008:160). Mulyadi (2001:490) menyatakan bahwa anggaran memiliki beberapa karakteristik adalah sebagai berikut. 1) Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan.
12
2) Anggaran umumnya mencakup jangka waktu satu tahun. 3) Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen, yang berarti bahwa para manajer setuju untuk menerima tanggung jawab untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. 4) Usulan anggaran di-review dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari pihak yang menyusun anggaran. 5) Sekali disetujui, anggaran hanya dapat dirubah dibawah kondisi tertentu. 6) Secara berkala, kinerja keuangan sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran dan selisihnya dianalisis dan dijelaskan. Anggaran disusun oleh manajemen untuk jangka waktu satu tahun dan membawa perusahaan ke kondisi tertentu yang diinginkan dengan sumber daya tertentu yang diperhitungkan. Anggaran harus memiliki inovasi dan fleksibelitas untuk menghadapi kejadian-kejadiaan yang tidak diduga dicapai (Shim dan Siegel, 2000:6). Nafarin (2009:19), menyatakan bahwa penyusunan anggaran memiliki tujuan sebagai berikut. 1) Untuk digunakan sebagai landasan yuridis formal dalam memilih sumber dan penggunaan dana. 2) Untuk mengadakan pembatasan jumlah dana yang dicari dan digunakan. 3) Untuk merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis penggunaan dana, sehingga dapat mempermudah pengawasan.
13
4) Untuk merasionalkan sumber dan penggunaan dana agar dapat mencapai hasil yang maksimal. 5) Untuk menyempurnakan rencana yang telah disusun, karena dengan anggaranlah rencana lebih jelas dan nyata terlihat. 6) Untuk menampung dan menganalisa serta memutuskan setiap usulan penelitian yang berkaitan dengan keuangan. Anggaran telah menjadi alat manajemen yang digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan aktivitas organisasi. Sekali anggaran ditetapkan, pencapaian sasaran anggaran hanya dapat dilakukan melalui serangkaian aktivitas yang ditetapkan sebelumnya dalam anggaran. Mulyadi (2001:502) menyatakan bahwa anggaran memiliki fungsi sebagai berikut. 1) Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja. 2) Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan perusahaan di masa yang akan datang. 3) Anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi internal yang mengubungkan berbagai unit organisasi dalam perusahaan dan yang menghubungkan manajer bawahan dengan manajer atas. 4) Anggaran berfungsi sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai pembanding hasil operasi sesungguhnya. 5) Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen menunjuk bidang yang kuat dan lemah bagi perusahaan.
14
6) Anggaran berfungsi sebagai alat untuk memengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan agar senantiasa bertindak secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan organisasi. Proses penyusunan anggaran merupakan tahap yang paling menentukan dalam pengalokasian dana dan sumber daya. Penyusunan anggaran didasarkan pada aktivitas dan target kinerja yang hendak dicapai serta menekankan pada kebutuhan untuk mengukur masukan dan keluaran. Adanya berbagai kepentingan dan kebutuhan serta
terbatasnya
dan
yang
tersedia
memerlukan
mindset
yang
mampu
mentransformasikan arah dan kebijakan umum yang telah diformulasikan dalam bentuk program kerja dan strategi, baik strategi jangka pendek maupun jangka panjang. Ikhsan dan Ishak (2011:228) menyatakan bahwa terdapat tiga tahapan utama dalam proses penyusunan anggaran sebagai berikut. 1) Penetapan Tujuan Aktivitas perencanaan dimulai dengan menerjemahkan tujuan organisasi yang luas ke dalam tujuan aktivitas yang khusus. Controller dan direktur perencanaan memainkan peranan kunci dalam proses penyusunan anggaran yang disesuaikan dengan struktur organisasi, maupun gaya kepemimpinanya. Manajer tingkat bawah dan para karyawan sebaiknya diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses penetapan tujuan, karena mereka merupakan bagian dari organisasi tersebut, dengan demikian proses penyusunan anggaran akan terlaksana lebih efektif.
15
2) Implementasi Pada tahap implementasi, rencana formal digunakan untuk mengkomunikasikan tujuan dan strategi organisasi, serta untuk memotivasi orang secara positif dalam orgnanisasi. Konsep ilmu keperilakuan utama yang mempengaruhi tahap implementasi adalah komunikasi, kerjasama, dan koordinasi. 3) Pengendalian dan Evaluasi Kinerja Setelah anggaran diimplementasikan, maka anggaran tersebut berfungsi sebagai element kunci dalam sistem pengendalian. Anggaran menjadi tolak ukur terhadap kinerja aktual sebanding dengan kinerja yang direncanakan.
2.1.4 Partisipasi Penganggaran Partisipasi dalam penyusunan angggaran dapat diartikan sebagai keikutsertaan manager tingkat bawah dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai rangkaian kegiatan di masa yang akan datang dalam mencapai sasaran anggaran. Brownell (1982) menyatakan partisipasi penganggaran sebagai suatu proses dalam organisasi yang melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Kenis (1979) menyatakan bahwa partisipasi
penganggaran
adalah
sejauhmana
manajer
berpartisipasi
dalam
menyiapkan anggaran dan memengaruhi sasaran anggaran dari masing-masing pusat pertanggungjawaban. Darlis (2002) menyatakan partisipasi penganggaran terutama dilakukan oleh manajer tingkat menengah yang memegang pusat-pusat pertanggungjawaban dengan
16
menekankan pada keikutsertaan dalam proses penyusunan dan penentuan sasaran anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Keterlibatkan manajer dalam penyusunan anggaran, akan menambah informasi bagi atasan mengenai lingkungan yang sedang dan yang akan dihadapi serta membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan anggaran. Partisipasi juga dapat mengurangi tekanan serta kegelisahan pada bawahan. Hal ini karena manajer dapat mengetahui suatu tujuan yang relevan, yang dapat diterima dan dapat dicapai. Keikutsertaan dalam penyusunan anggaran merupakan suatu cara efektif untuk menciptakan keselarasan tujuan setiap pertanggungjawaban dengan tujuan organisasi secara umum. Partisipasi akan mengarah pada komunikasi yang positif, karena dengan partisipasi akan terjadi mekanisme pertukaran informasi. Manfaat partisipasi penganggaran dalam penyusunan anggaran secara partisipasi akan menyebabkan manajer tingkat bawah memiliki rasa tanggung jawab atas realisasi dari pelaksanaan anggaran tersebut (Sugiwardani, 2012). Peningkatan tanggung jawab dan kreativitas akan memberikan kontribusi yang baik bagi organisasi terutama menyangkut kinerja dan produktivitas karyawan. Kelemahan partisipasi penganggaran menurut Hansen dan Mowen (2009) adalah sebagai berikut. 1) Penetapan standar yang terlalu tinggi atau rendah. 2) Masuknya slack (senjangan) dalam anggaran. 3) Partisipasi semu.
17
2.1.5 Kesenjangan Anggaran Kesenjangan anggaran adalah perbedaan antara jumlah anggaran yang diajukan oleh bawahan dengan jumlah estimasi yang terbaik dari organisasi (Anthony dan Govindarajan, 2007:289). Kesenjangan anggaran (budgetary slack) adalah selisih atau perbedaan antara sumber daya yang sebenarnya dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan dengan sumber daya yang diajukan dalam anggaran (Sugiwardani, 2012). Kesenjangan anggaran merupakan suatu tindakan dari bawahan yang mengecilkan kapabilitas produktifnya ketika ia diberi kesempatan untuk menentukan standar kinerjanya (Young, 1985). Apabila bawahan berada dalam keadaan kesenjangan anggaran maka akan lebih cenderung untuk menganggarkan pendapatan lebih rendah dan pengeluaran lebih tinggi, dibandingkan dengan estimasi terbaik perusahaan mengenai jumlah-jumlah tersebut sehingga target anggaran akan lebih mudah dicapai. Kesenjangan anggaran dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk diantaranya partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran (Yuwono, 1999). Penjelasan di atas menggambarkan partisipasi penganggaran digunakan untuk melihat keikutsertaan seseorang terhadap aktivitas anggaran yang sedang dibuat, sedangkan keterlibatan seseorang digunakan untuk melihat pandangan dan pengaruh seseorang dalam pekerjaannya (Latuheru, 2005). Kesenjangan anggaran itu sebenarnya muncul karena keinginan dari pemilik dan manajer yang tidak sama terutama jika kinerja tergantung pada pencapaian sasaran anggaran, karena manajer akan membuat kesenjangan
18
anggaran melalui proses partisipasi (Schiff dan Lewin, 1970, Chow et al. 1988, Grediani dan Sugiri, 2010).
2.1.6 Ambiguitas Peran Ambiguitas peran menurut Luthans (2001:473) terjadi ketika individu tidak memeroleh kejelasan mengenai tugas-tugas dari pekerjaannya atau lebih umum dikatakan “tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan. Job description yang tidak jelas, perintah-perintah yang tidak lengkap dari atasan, dan tidak adanya pengalaman memberikan kontribusi terhadap ambiguitas peran. Robbins (2001) menyatakan bahwa ambiguitas peran muncul ketika peran yang diharapkan (role expectation) tidak secara jelas dimengerti dan seseorang tidak yakin pada apa yang dia lakukan. Kreitner (2004) menyatakan bahwa Ambiguitas peran terjadi ketika seseorang tidak mengetahui akan harapan pada peran manajer. Yousef (2002), mendeskripsikan ambiguitas peran sebagai situasi dimana individu tidak memiliki arah yang jelas mengenai harapan akan perannya dalam organisasi. Kemudian Lapopolo (2002) menyebutkan bahwa ambiguitas peran muncul ketika seseorang karyawan merasa bahwa terdapat banyak sekali ketidakpastian dalam aspek-aspek peran atau keanggotaan karyawan tersebut dalam kelompok. Barron dan Greenberg (1990:228) mengatakan bahwa ambiguitas peran dapat terjadi ketika individu mengalami ketidakpastian mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan pekerjaannya seperti, mengenai lingkup tanggung jawabnya, apa yang diharapkan darinya, dan bagaimana mengerjakan pekerjaan yang beragam.
19
Ambiguitas sering tidak disukai dan cukup mengakibatkan tekanan bagi banyak orang akan tetapi hal ini seringkali pula tidak dapat dihindari.
2.2
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan (Sugiyono, 2013:93). Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian teori serta hasil penelitian sebelumnya maka dapat ditarik hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.2.1 Pengaruh Ambiguitas Peran dalam memoderasi hubungan antara Partisipasi Penganggaran pada Kesenjangan Anggaran Proses partisipasi dalam penganggaran mempunyai arti penting karena anggaran berfungsi untuk memotivasi karyawan dan manajer dengan memberikan mereka target untuk mencapai tujuan. Adanya proses partisipasi, pihak manajemen dapat memberikan informasi yang sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya sehingga pemilik perusahaan dapat mengambil keputusan yang tepat untuk pencapaian tujuan organisasi. Namun apabila pihak manajemen menyalahgunakan keterlibatannya dalam proses penyusunan anggaran, maka dapat menimbulkan terjadinya kesenjangan anggaran.
Wadhan
(2005)
menyatakan
bahwa
dengan
adanya
partisipasi
penganggaran akan mengakibatkan kesenjangan anggaran dengan tujuan untuk memudahkan pencapaian anggaran mereka.
20
Veronika, dkk. (2008) menyatakan bahwa partisipasi yang tinggi dalam proses penyusunan anggaran akan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada agen untuk melakukan slack. Hal ini akibat, adanya keinginan untuk menghindari resiko, agen yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran cenderung untuk melakukan kesenjangan (slack). Semakin tinggi resiko, manajer yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran akan melakukan kesenjangan anggarannya (Falikhatun, 2007). Ambiguitas peran merupakan ketidakbenaran informasi yang memadai yang diperlukan seseorang agar dapat menyelesaikan perannya secara optimal (Marini, 2001). Individu yang mengalami ambiguitas peran akan mengalami kecemasan, menjadi lebih tidak puas, dan melakukan pekerjaan dengan kurang efektif dibandingkan individu lain sehingga menurunkan kinerja individu. Hasil penelitian Febrisa (2012) menyatakan bahwa ambiguitas peran yang dialami seseorang dapat memengaruhi keinginan seseorang untuk menciptakan kesenjangan anggaran. Dalam penelitian ini, peneliti menduga bahwa manajer yang ikut berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran dan mengalami ambiguitas peran akan cenderung menciptakan kesenjangan anggaran. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Febi (2012) menunjukan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan anggaran, ambiguitas memperkuat hubungan antara partisipasi penganggaran dengan kesenjangan anggaran. Karyawan dapat mengalami ambiguitas peran jika karyawan tersebut merasa tidak adanya kejelasan sehubungan dengan ekspektasi pekerjaan, seperti kurangnya informasi yang diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan atau tidak memeroleh
21
kejelasan mengenai tugas-tugas dari pekerjaannya. Ambiguitas peran yang dialami oleh karyawan dapat menyebabkan menurunnya motivasi kerja karena berdampak negatif terhadap perilaku individu, seperti timbulnya ketegangan kerja dan penurunan kepuasan kerja sehingga menurunkan kinerja karyawan. Oleh karena itu, karyawan yang mengalami ambiguitas peran akan mengalami penurunan kinerja. Karyawan yang ikut berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran dan mengalami ambiguitas peran akan memberikan informasi yang bias agar target anggaran mudah tercapai, sehingga kinerjanya terlihat baik. Anggaran yang disusun berdasarkan informasi yang bias akan menyebabkan anggaran tersebut tidak sesuai dengan estimasi terbaik perusahaan, hal tersebut cenderung menimbulkan kesenjangan anggaran. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H1: Ambiguitas Peran Memoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Kesenjangan Anggaran.
2.3
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai kesenjangan anggaran telah banyak dilakukan oleh para
peneliti dan menunjukan hasil penelitian yang berbeda-beda. Hasil penelian yang dilakukan oleh Antle dan Eppen (1985) dalam Muhamad (2001), Young (1985), dan Falikhatun (2007) menunjukan hasil penelitian bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh signifikan pada kesenjangan anggaran. Hasil penelitian yang berbeda ditunjukan oleh beberapa peneliti diantaranya adalah Onsi (1973), Dunk (1993),
22
Camman (1976), Baiman (1982) dan Collins (1978) mengatakan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi kesenjangan anggaran (budgetary slack). Ketidakkonsistenan hasil penelitian-penelitian terdahulu mendorong peneliti untuk menggunakan variabel kontijensi yang memoderasi hubungan antara partisipasi penganggaran dan kesenjangan anggaran. Tujuannya adalah untuk mengatahui pengaruh variabel moderasi dapat memperkuat atau memperlemah hubungan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan merujuk penelitian sebelumnya
yang
dilakukan oleh Ardila (2013). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada lokasi penelitian. Ardila (2013) melakukan penelitian pada SKPD di Kota Padang, sedangkan pada penelitian ini dilakukan pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kota Denpasar. Lokasi penelitian yang digunakan oleh Ardila (2013) adalah SKPD di mana SKPD merupakan organisasi sektor publik. Dalam organisasi sektor publik tidak terdapat kebijakan pemberian bonus atau reward atas pencapaian target anggaran, sedangkan pada BPR terdapat kebijakan pemberian bonus atau reward atas pencapaian target anggaran, sehingga hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan penelitian.
23