BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN
A. Kajian Pustaka 1.
Teori Agensi (Agency Theory) Jensen
dan
Meckling
(1976)
dalam
Muyassaroh
(2008),
mendefinisikan hubungan keagenan sebagai berikut : “We define an agency relationship as a contract under which one or more persons (the principal(s)) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent.” Teori keagenan (agency theory) menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Teori keagenan berkaitan dengan penyelesaikan dua masalah yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan. Yang pertama adalah masalah keagenan yang muncul ketika (a) keinginan atau tujuan dari prinsipal dan konflik agen dan (b) sulit untuk prinsipal memverifikasi apa yang agen yang lakukan. Prinsipal tidak dapat memverifikasi bahwa agen telah berperilaku tepat. Yang kedua adalah masalah pembagian risiko yang
9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
muncul ketika prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Prinsipal dan agen dapat memilih tindakan yang berbeda karena preferensi risiko yang berbeda (teorionline.net). Menurut Eisenhard dalam Endrianto (2010), teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu : a.
Asumsi tentang sifat manusia Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion).
b.
Asumsi tentang keorganisasian Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara principal dan agen.
c.
Asumsi tentang informasi Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bias diperjualbelikan. Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai
manusia
kemungkinan
besar
akan
bertindak
berdasarkan
opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sifat
11
Menurut Jensen dan Meckling dalam Muyassaroh (2008), adanya masalah keagenan memunculkan biaya agensi yang terdiri dari : a.
The monitoring expenditure by the principle, yaitu biaya pengawasan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku dari agen dalam mengelola perusahaan.
b.
The bounding expenditure by the agent (bounding cost), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak bertindak yang merugikan prinsipal.
c.
The Residual Loss, yaitu penurunan tingkat utilitas prinsipal maupun agen karena adanya hubungan agensi Menurut Schoeck dalam Endrianto (2010), penerapan manajemen
risiko dapat menurunkan biaya keagenan dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam kaitannya dengan masalah kegenan ini, positif accounting theory (Watts dan Zimmerman dalam Endrianto, 2010) mengajukan tiga hipotesis, yaitu bonus plan hypothesis, debt/equity hypothesis, dan political host hypothesis, yang secara implicit mengakui tiga bentuk keagenan, yaitu antara pemilik dengan manajemen, antara kreditor dengan manajemen, dan antara pemerintah dengan manajemen. Sehingga secara luas, principal bukan hanya pemilik perusahaan, tetapi juga bisa beberapa pemegang saham, kreditur, maupun pemerintah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Inti dari Agency Theory atau teori keagenan adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan principal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott dalam Endrianto, 2010). 2. Pajak Secara Umum a.
Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Soemitro dalam resmi (2013:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
b.
Pajak menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya Pajak dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok (Resmi, 2013:7) yaitu sebagai berikut : 1) Pajak menurut golongan dibagi menjadi dua yaitu : a) Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Contohnya adalah pajak penghasilan (PPh). b) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dbebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangya pajak. Contohnya : Pajak pertambahan nilai (PPN). 2) Pajak menurut sifat dikelompokkan menjadi dua yaitu : a) Pajak
subjektif
adalah
pajak
yang
pengenaannya
memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contohnya adalah pajak penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat subjek pajak (wajib pajak) orang pribadi. b) Pajak
objektif
adalah
pajak
yang
pengenaannya
memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. Contohnya adalah pajak pertambahan nilai (PPN).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
3) Pajak menurut lembaga pemungutnya dikelompokkan menjadi dua yaitu : a) Pajak Negara (pajak pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara pada umumnya. Contohnya : pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah. b) Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contohnya : pajak reklame dan pajak hiburan. c.
Fungsi Pajak Terdapat 2 fungsi pajak (Resmi, 2013:3) yaitu sebagai berikut : 1) Fungsi Budgetair (Sumber keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya
untuk
kas
negara
dengan
cara
ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
2) Fungsi Regulerend (Pengatur) Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Contohnya adalah pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah. d.
Cara pemungutan pajak berdasarkan sistem pemungutan pajak (Resmi, 2013:11) dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1) Official Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. 2) Self Assessment System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, melaporkan, dan mempertanggungjawabkan sendiri pajak yang terutang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
3) Withholding System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perudang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong
dan
memungut
pajak,
menyetor,
dan
mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. 3.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) a.
Definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (Wardoyo, 2014:145) mengemukakan bahwa PPN merupakan salah satu jenis pajak objektif, yaitu pajak yang dikenakan atas objeknya tanpa terpengaruh unsur subjektifitas. PPN juga merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam negeri yang terjadi karena adanya suatu penyerahan atau karena peristiwa tertentu, sehingga PPN juga sering disebut sebagai “pajak atas konsumsi barang dan/atau jasa di dalam negeri”. Pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN dari pembeli BKP atau penerima JKP yang bersangkutan. Namun, apabila yang bertindak sebagai pembeli
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
BKP atau JKP tersebut berstatus sebagai pemungut PPN maka PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tersebut tidak dipungut oleh PKP penjual, melainkan disetor langsung ke kas Negara oleh pemungut PPN atas nama PKP penjual. Secara
singkat
PPN
mempunyai
sifat-sifat
sebagai
berikut
(Wardoyo, 2014:146) yaitu sebagai berikut : 1) Pajak tidak langsung. Beban pajak dapat dialihkan kepada pihak lain, yaitu dari penjual dialihkan kepada pihak pembeli. 2) Pajak objektif. Dikenakan atas objeknya tanpa terpengaruh unsur subjektifitas. 3) Bersifat Multi Stage Levy namun non-kumulatif. Dikenakan pada setiap rantai atau jalur produksi dan atau distribusi. 4) Perhitungan PPN dengan metode pengurangan tidak langsung. Pengkreditan PPN Masukan terhadap PPN Keluaran. 5) Pajak atas konsumsi di dalam negeri. Memuat prinsip “destination
principle”
yaitu
penyerahan
/
konsumsi
/
pemanfaatan di dalam Negeri. b.
Terminologi PPN Berikut ini adalah beberapa istilah yang digunakan terkait PPN berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dan UU No. 42 tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM yaitu :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
1) Barang Kena Pajak (BKP) BKP adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenai pajak. 2) Jasa Kena Pajak (JKP) JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang. 3) Pengusaha Kena Pajak (PKP) PKP dalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/ atau JKP yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang. 4) Dasar Pengenaan Pajak (DPP) DPP adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. 5) Surat Setoran Pajak (SSP) SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
6) Surat Pemberitahuan (SPT) SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang. 7) Pajak Masukan Pajak masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan/atau impor BKP. 8) Pajak Keluaran Pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud dan/atau ekspor JKP. c.
Pemungut PPN, Wajib Pungut PPN, Rekanan Pemungut
Pajak
Pertambahan
Nilai
adalah
bendaharawan
Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut. Pemungut PPN memiliki kewajiban-kewajiban sebagai konsekuensi penunjukan sebagai pemungut PPN.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain: 1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP 2) Wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang Perbedaan pemungut PPN dan Wajib Pungut PPN yaitu : Pemungut PPN berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN nya saat memperoleh Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, sedangkan wajib pungut PPN wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN nya saat menyerahkan/memperoleh Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara,
Kuasa/Pemegang
Izin,
atau
Kontraktor Badan
atau
Usaha
Milik
Pemegang Negara.
(www.pajak.go.id) d.
Perhitungan PPN (Wardoyo, 2014:183) mengemukakan bahwa PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak (DPP). PPN = Tarif Pajak x DPP Tarif PPN dikalikan dengan DPP yakni jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang diatur
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pajak terutang ini merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP. e.
Objek Pemungutan PPN Berdasarkan pasal 4 ayat 1 UU PPN No. 42 tahun 2009, PPN dikenakan atas : 1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. 2) Impor Barang Kena Pajak. 3) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. 4) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 5) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 6) Ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. 7) Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. 8) Ekspor Jasa kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
f.
Subjek PPN Subjek PPN adalah sebagai berikut : 1) Pengusaha Kena Pajak (Wardoyo, 2014:153), mengemukakan bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan (BKP) dan/atau penyerahan JKP. Setiap PKP memiliki nomor identitas berupa Nomor Pengukuhan (NPPKP) yang biasanya sama dengan NPWP. Wajib pajak yang dikukuhkan sebagai PKP adalah : a) Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam daerah pabean; b) Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (Pasal 4 ayat 2 dan 3 PMK No 197/PMK.03/2013
tentang
perubahan
PMK
No.
68/PMK.03/2010), apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp. 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Kewajiban tersebut dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp. 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), masih dikategorikan sebagai Pengusaha Kecil (PK) dan tidak ada kewajiban untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
PKP
(Pasal
1
ayat
1
PMK
Nomor
197/PMK.03/2013). Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, mempunyai kewajiban dalam bidang PPN sebagai berikut : a) Memungut PPN atas setiap transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP. b) Menyetorkan PPN (yang kurang setor). c) Melaporkan PPN. 2) Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan menjadi Wajib Pungut (WAPU) PPN antara lain : a) Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara; b) Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya (PMK-73/PMK.03/2010).; c) BUMN yaitu Badan Usaha Milik Negara yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
negara yang dipisahkan (PMK-85/PMK.03/2012 jo. PMK136/PMK.03/2012). (www.pajak.go.id) Berkewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang karena PKP rekanan melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pihak pemungut PPN yang disebutkan diatas. Tujuan
PMK-85/PMK.03/2012
tersebut
adalah
untuk
mempermudah pemungutan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh rekanan BUMN. PMK ini juga mengatur bahwa BUMN wajib untuk menyetorkan PPN yang telah dipungut paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya
setelah
masa
pajak
berakhir
dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jika BUMN melakukan penyetoran PPN lewat dari tanggal 15 bulan berikutnya, maka BUMN akan terkena sanksi bunga sebesar 2% dari besarnya pajak terutang ke Negara. Ruang lingkup PMK85/PMK.03/2012
tentang
penunjukkan
BUMN
untuk
memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atau PPnBM ini adalah transaksi BUMN yang nilai transaksinya lebih dari Rp. 10.000.000. Sedangkan yang tidak termasuk dalam ruang lingkup PMK ini adalah sebagai berikut : a) Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah PPN dan/atau PPnBM
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. b) Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN. c) Pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT. Pertamina (persero). d) Pembayaran atas rekening telepon. e) Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan. f) Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai PPN dan/atau PPnBM. 3) Importir Importir adalah pihak yang melakukan kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean. g.
Perbedaan Wajib Pungut PPN dan Non Wajib Pungut PPN TABEL 2.1 PERBEDAAN WAPU DAN NON WAPU Nilai Transaksi Kode Transaksi Dokumen Penagihan
NON WAPU <=Rp. 10.000.000 01 Faktur pajak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
WAPU >Rp. 10.000.000 03 Faktur pajak dan
26
100% DPP + 10% Pembayaran Tagihan PPN Pemungutan dan penyetoran PPN
Pemungutan dan peyetoran dilakukan oleh PKP selaku penjual
SSP 100% DPP tanpa PPN Pemungutan dan penyetoran PPN dilakukan oleh BUMN
Pelaporan SPT 1111 SPT 1107 PUT Sumber : Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB) | Vol. 5 No. 1 April 2015
h.
Tarif PPN Berdasarkan pasal 7 UU No. 42 tahun 2009 menyebutkan bahwa : 1) Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen). 2) Tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas : a) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud b) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud c) Ekspor Jasa Kena Pajak. 3) Tarif pajak sebagimana dimaksud pada ayat 1 dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
i.
Saat Terutangnya PPN (Wardoyo et al, 2014:167) menyebutkan yaitu berdasarkan Pasal 11 UU PPN No. 42 tahun 2009 ditetapkan bahwa terutangnya pajak terjadi pada saat :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
1) Penyerahan BKP/JKP, pada saat PKP melakukan transaksi (penyerahan BKP/JKP) 2) Impor BKP, yaitu saat BKP tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean 3) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 4) Ekspor BKP, yaitu saat BKP tersebut dikeluarkan dari Daerah Pabean; 5) Pembayaran,
dalam
hal
pembayaran
diterima
sebelum
penyerahan BKP atau JKP, atau dalam hal pembayaran dilakukan
sebelum
dimulainya
pemanfaatan
BKP
tidak
berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean 6) Pada saat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan 7) Dalam hal terjadi penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan/atau persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan. 8) Pada saat pembayaran, dalam hal terjadi penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN (Bendaharawan Pemerintah) yang tersebut dalam KMK-563/KMK.03/2003.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Saat Terutangnya PPN atas Penyerahan BKP (Wardoyo et al, 2014:168) menyebutkan yaitu berdasarkan Pasal 17 Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 2012 menyebutkan saat terutangnya pajak atas penyerahan BKP yang dkelompokkan sebagai berikut : 1) Penyerahan BKP Berwujud menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat : a) BKP berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli. b) BKP berwujud diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar cabang. c) BKP berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan. d) Harga atas penyerahan BKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten. 2) Penyerahan BKP Berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk
mengunakan atau menguasai BKP tidak berwujud
tersebut, secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
3) Penyerahan BKP tidak berwujud, terjadi pada saat : a) Harga atas penyerahan BKP tidak berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP b) Kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal ini sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui. 4) BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi. 5) Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambialihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan pasal 1A ayat (2) huruf d UU PPN atau perubahan bentuk usaha. j.
Tempat Terutangnya PPN Dalam Pasal 12 UU No 42 tahun 2009 berbunyi : 1) Pengusaha
Kena
Pajak
yang
melakukan
penyerahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan/atau huruf h terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain selain tempat tinggal atau tempat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. 2) Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang. 3) Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 4) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha. 4. Faktur Pajak a.
Pengertian Faktur Pajak Berdasarkan UU PPN No. 42 tahun 2009, faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
b.
Pembuatan Faktur Pajak (Wardoyo, 2014:172) mengemukakan bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap : 1) Penyerahan Barang Kena Pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
2) Penyerahan Jasa Kena Pajak. 3) Penyerahan aktiva bekas (Pasal 16 D UU PPN). 4) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud. 5) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud. 6) Ekspor Jasa Kena Pajak. Faktur pajak sebagaimana dimaksud harus dibuat pada : 1) Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. 2) Saat
penerimaan
pembayaran
dalam
hal
penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak. 3) Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan atau 4) Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Saat lain yang dimaksud antara lain : a) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, faktur pajak dibuat saat pengusaha kena pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai. b) Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak
kepada
kontraktor
kontrak
kerja
sama
pengusahaan minyak dan gas bumi dan kontraktor atau
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi. Keterangan yang wajib dicantumkan dalam Faktur Pajak (Pasal 13 ayat 5 UU No 49 tahun 2009) : 1) Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak 2) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima jasa Kena Pajak 3) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; 4) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut 5) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut 6) Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak, dan 7) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Dalam pembuatan faktur pajak terdapat beberapa hal penting sebagaimana yang telah diatur dalam PER-24/PJ/2012 jo PER08/PJ/2013 : 1) Bentuk dan ukuran faktur pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP 2) Pengadaan faktur pajak dilakukan oleh PKP 3) Faktur pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukkannya masing-masing sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
a) Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli BKP atau penerima JKP b) Lembar ke-2, untuk arsip PKP yang menerbitkan faktur pajak. Dalam hal faktur pajak dibuat lebih dari itu, maka harus dinyatakan secara jelas peruntukkannya dalam lembar faktur pajak yang bersangkutan. 4) PKP harus membuat faktur pajak dengan menggunakan kode dan nomor seri faktur pajak 5) Kode dan nomor seri faktur pajak sebagaimana dimaksud terdiri dari 16 digit yaitu : a) (dua) digit kode transaksi b) 1 (satu) digit kode status, dan c) 13 (tiga belas) digit nomor seri faktur pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 6) Dalam hal PKP melakukan pengisian kode dan nomor seri faktur pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan, maka faktur pajak yang diterbitkan merupakan faktur pajak tidak lengkap. 7) PKP yang : a) Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
b) Pengusaha yang telah dikukuhkan tidak mengisi faktur pajak secara lengkap (kecuali identitas pembeli atau kecuali identitas pembeli serta nama dan tandatangan bagi PKP Pedagang Eceran). c) Melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak. Dikenai sanksi administrasi berupa denda 2% (dua persen) dari DPP. 5.
E-Faktur E-faktur adalah faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. E-faktur dibuat dengan tujuan untuk memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan khususnya pembuatan Faktur
Pajak. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 16/PJ/2014 menyebutkan bahwa PKP wajib membuat e-faktur untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Kewajiban pembuatan e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat tersebut dikecualikan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Kena Pajak, seperti yang disebutkan dalam pasal 2 ayat 2 PER 16/PJ/2014 yaitu : 1) yang dilakukan oleh pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 PP Nomor 1 tahun 2012 2) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak Toko Retail atas transaksi kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri 3) yang bukti pungutan PPN nya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak Pemberlakuan e-faktur dilakukan secara bertahap sejak 1 juli 2014 kepada PKP tertentu. Pemberlakuan e-faktur secara nasional akan diberlakukan pada 1 Juli 2016. PKP yang telah wajib e-faktur namun tidak menggunakannya, secara hukum dianggap tidak membuat faktur pajak sehingga akan dikenakan sanksi pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (www.pajak.go.id) Terkait dengan pembuatan e-Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus mengirim surat permohonan kepada DJP untuk memiliki (www.online-pajak.com) : a.
Sertifikat
Elektronik
(prasyarat
untuk
mendapatkan
layanan
perpajakan secara elektronik, seperti e-Faktur Pajak dan e-Nofa untuk mengajukan permintaan Elektronik Nomor Seri Faktur Pajak). b.
Kode Aktivasi dan Password (untuk memiliki akses e-Nofa).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
c.
Permintaan
Aktivasi
Akun
Pengusaha
Kena
Pajak
(untuk
mengaktifkan Kode Aktivasi dan Password yang telah diterima PKP).
Sumber : www.online-pajak.com GAMBAR 2.1 LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT E-FAKTUR Langkah-langkah membuat e-faktur : a.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) diharuskan terlebih dahulu memiliki Sertifikat Elektronik untuk keamanan transaksi penggunaan Faktur Pajak elektronik (e-Faktur).
b.
Setelah memperoleh Sertifikat Elektronik untuk penggunaan eFaktur, PKP tentu perlu menyiapkan seperangkat komputer dengan spesifikasi standard (Processor Dual Core, RAM 3 GB, Hard disk dengan sisa space min 50GB, Monitor, Mouse dan Keyboard) yang telah ter-install Sistem Operasi (Linux, MacOS maupun Microsoft
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
Windows), Java versi 1.7 dan PDF Reader (Adobe Acrobat Reader dan sejenisnya). Komputer juga harus dapat terhubung ke jaringan internet, tidak perlu 24 jam terkoneksi, cukup pada saat tertentu saja. c.
Install aplikasi e-Faktur yang dapat di download pada situs Direktorat Jenderal Pajak. Setelah ter-install, siapkan password permintaan nomor seri Faktur Pajak dan username penandatanganan Faktur Pajak. Siapkan juga nomor seri Faktur Pajak yang telah didapatkan dari Kantor Pelayanan Pajak atau dari situs Direktorat Jenderal Pajak. Pada prinsipnya, satu komputer dapat digunakan untuk menjalankan beberapa aplikasi e-Faktur. Namun demikian, untuk keamanan data transaksi
dan kenyamanan aplikasi
tidak disarankan untuk
menggunakan beberapa aplikasi e-Faktur dalam satu komputer. Satu Sertifikat Elektronik hanya diberikan untuk satu PKP dan satu Sertifikat Elektronik hanya dapat digunakan untuk satu Aplikasi eFaktur. d.
Setelah berhasil melakukan instalasi aplikasi e-Faktur dan sertifikat elektronik berhasil diotentifikasi, proses selanjutnya adalah input Faktur Pajak yang ada ke dalam aplikasi e-Faktur. Input Faktur Pajak dilakukan seperti halnya input Faktur Pajak konvensional, key in dan import file csv. Untuk PKP yang mempunyai transaksi dalam jumlah banyak dan telah mempunyai sistem penerbitan Faktur Pajak tersendiri, tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
harus menginput data Faktur Pajaknya satu per satu setiap transaksi (key in). Mereka dapat melakukan impor data dari sistem Faktur Pajak-nya ke aplikasi e-Faktur dengan menggunakan skema dan mekanisme impor data melalui aplikasi e-Faktur. Pada tahap entry data ini tidak diperlukan koneksi internet. e.
Setelah semua data terekam dalam aplikasi e-Faktur, langkah selanjutnya adalah pelaporan e-Faktur dengan cara meng-upload seluruh data Faktur Pajak ke sistem Ditjen Pajak untuk memperoleh persetujuan. Dalam proses persetujuan ini, sistem di Ditjen Pajak akan melakukan pengecekan identitas PKP dan Nomor Seri Faktur Pajak. Pengecekan Identitas meliputi pengecekan NPWP baik Penerbit Faktur Pajak maupun lawan transaksinya, status PKP dari Penerbit Faktur Pajak (wajib e-Faktur atau tidak). Sedangkan pengecekan nomor seri Faktur Pajak meliputi apakah nomor seri yang tertera didalamnya benar merupakan jatah nomor seri penerbit Faktur Pajak dan apakah tanggal Faktur Pajak tersebut valid berdasarkan sistem DJP. E-Faktur merupakan Faktur Pajak yang sah proses penerbitannya setelah e-Faktur memperoleh persetujuan dari Ditjen Pajak. Dalam hal keterangan yang tercantum pada e-Faktur merupakan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, maka e-Faktur tersebut tidak memenuhi kriteria lagi sebagai Faktur Pajak yang sah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
E-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Ditjen Pajak, bukan merupakan Faktur Pajak yang sah. Konsekuensinya, Faktur Pajak tersebut tidak dapat digunakan sebagai kredit pajak oleh lawan transaksi. 6.
E-Filing E-Filing adalah suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui internet pada website Direktorat Jenderal Pajak atau ASP (Application Service Provider / Penyedia Jasa Aplikasi) pajak. Akan tetapi sebelum melakukan e-filing, wajib pajak diharuskan memiliki e-fin yang dapat diperoleh dengan mengajukan formulir permohonan dan memenuhi persyaratan e-fin pajak lainnya seperti fotokopi NPWP wajib pajak, fotokopi dan asli kartu identitas salah satu wajib pajak, dan fotokopi akte pendirian badan usaha yang ditujukan ke kantor pajak. E-fin adalah kode aktivasi saat wajib pajak akan melakukan Registrasi menu e-filing. Setelah Wajib Pajak mendapat e-fin selanjutnya adalah melakukan registrasi ke DJP Online karena mendaftarkan diri ke DJP Online memiliki batas paling lama 30 hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN. Kemudian
langkah
berikutnya
adalah
https://djponline.pajak.go.id/registrasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
registrasi
ke
website
40
Registrasi e-filing cukup dilakukan satu kali saja. Setelah Wajib Pajak terdaftar ke DJP Online, selajutnya WP cukup melakukan LOG-IN dengan menggunakan Nomor NPWP serta kata sandi yang WP gunakan saat melakukan registrasi. Jika wajib pajak telah melapor melalui e-filing maka wajib pajak akan mendapatkan NTTE (Nomor Tanda Terima Elektronik) sebagai bukti lapor pajak online. Batas waktu e-filing juga mengikuti batas waktu penyampaian SPT pada umumnya. (www.pajak.go.id)
Sumber : www.ropeg.kkp.go.id GAMBAR 2.2 TATA CARA E-FILING
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
7.
E-Billing Billing system adalah pembayaran pajak melalui Teller Bank/Pos, ATM, atau internet banking dengan menggunakan “Kode Billing”. Keunggulan Billing System yakni sebagai berikut : a.
Lebih Mudah 1) dapat melakukan transaksi pembayaran pajak melalui Internet Banking atau ATM 2) hanya perlu membawa catatan kecil berisi Kode Billing untuk melakukan transaksi pembayaran pajak
b.
Lebih Cepat 1) dapat melakukan transaksi pembayaran pajak hanya dalam hitungan menit 2) tidak perlu lagi mengantre lama di loket teller, teller hanya meng-input satu kode saja
c.
Lebih Akurat 1) kesalahan entry data yang biasa terjadi di teller dapat terminimalisasi 2) web application menyediakan validation rules/function/interface yang meminimalisasi kekeliruan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
Alur Proses Billing System a.
Pendaftaran Akun Pendaftaran akun dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1) Buka browser, browse ke http://sse.pajak.go.id, 2) Masukkan NPWP, e-mail dan user ID yang diinginkan. 3) Akan ada email konfirmasi yang dikirim, jadi pastikan bahwa alamat e-mail yang dikirimkan itu valid (digunakan untuk validasi). 4) Cek e-mail yang sudah didaftarkan. Ikuti petunjuk yang tertera pada e-mail 5) Masukkan Kode aktivasi yang didapatkan di e-mail
b.
Pembuatan kode billing 1) Login dengan user ID dan PIN yang tertera pada e-mail 2) input data SSP, klik simpan bila telah selesai 3) muncul notifikasi, kemudiaan klik ok 4) Cek data yang sudah anda entri, bila sudah sesuai kemudian klik "terbitkan kode billing" 5) Cetak Kode billing
c.
Pembayaran Lakukan pembayaran dengan Kode Billing tersebut melalui tempat pembayaran pajak, bisa melalui teller kantor pos, teller bank, via atm, atau internet banking. Kode Billing berlaku 7x24 jam.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
8.
Risiko Umum a.
Definisi Risiko Risiko adalah dampak dari ketidakpastian terhadap pencapaian objektif. Dampak menurut ISO 31000 adalah deviasi dari apa yang diharapkan, bisa bersifat positif dan/atau negatif. (Hidayat, 2015: 5)
b.
Tipe-Tipe Risiko Menurut (Hidayat, 2015 : 6), tipe-tipe risiko adalah sebagai berikut : 1) Risiko Murni (pure risks) adalah risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi kemungkinan keuntungan tidak ada (yang ada hanya kerugian). Beberapa contoh dari risiko ini adalah risiko kecelakaan, kebakaran, banjir, dan semacamnya. Risiko murni (pure risk) dapat dikelompokkan pada 3 (tiga) tipe risiko, yaitu : a) Risiko asset fisik Merupakan risiko yang berakibat timbulnya kerugian pada asset fisik suatu perusahaan. Contoh : kebakaran, banjir, gempa, tsunami, gunung meletus, dan lain-lain. b) Risiko karyawan Merupakan risiko karena apa yang dialami oleh karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Contoh : kecelakaan kerja sehingga aktivitas perusahaan terganggu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
c) Risiko Legal Merupakan risiko dalam bidang kontrak yang mengecewakan atau kontrak tidak berjalan sesuai dengan rencana. Contoh : perselisihan dengan perusahaan lain sehingga adanya persoalan seperti gugatan hukum dan ganti rugi. 2) Risiko Spekulatif, aadalah risiko dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan juga keuntungan. Kemungkinan kerugian ada, tetapi di samping itu juga terdapat kemungkinan untung. Risiko ini biasanya berkaitan dengan risiko usaha atau bisnis. Contoh tipe risiko ini adalah pembelian saham, perjudian, valuta asing, saving dalam bentuk emas, perubahan tingkat suku bunga perbankan. Risiko spekulatif dapat dikelompokkan sebagai berikut : a) Risiko pasar Merupakan risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar yang bervariasi, seperti akibat suku bunga, nilai tukar, dan komoditas. Contoh : harga saham mengalami penurunan sehingga menimbulkan kerugian. b) Risiko kredit/investasi Merupakan risiko yang terjadi karena counter party (debitur) gagal memenuhi kewajibannya kepada perusahaan. Contoh : timbulnya kredit macet, persentase piutang meningkat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
c) Risiko liquiditas Merupakan
risiko
karena
ketidakmampuan
kebutuhan
kas/ketidakmampuan
dalam
memenuhi
menempatkan
kewajiban (liability). Contoh : kepemilikan kas menurun, sehingga tidak mampu membayar hutang secara tepat, menyebabkan
perusahaan
harus
menjual
asset
yang
dimilikinya. d) Risiko operasional Merupakan risiko yang disebabkan pada kegiatan operasional yang tidak berjalan dengan lancar. Contoh : terjadi kesalahan dalam perhitungan kewajiban pajak yang mengakibatkan timbulnya sanksi, kesalahan terjadi karena karyawan bagian pajak yang tidak ter-update pengetahuan perpajakannya. e) Risiko inheren Risiko yang timbul akibat lemahnya pembentukan dan penerapan strategi perusahaan, lemahnya pengambilan keputusan dalam dunia bisnis atau kesenjangan reaksi dalam menghadapi perubahan. 9. Manajemen Risiko a.
Definisi Manajemen Risiko Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi (Hidayat, 2015 : 10). “a process, effecter by an entity’s board of directors, management and other personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, manage risk to be within its risk appetite, and provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives.” (COSO, COSO Enterprise Risk Management – Integrated Framework, COSO, 2004). “Suatu proses, yang dipengaruhi oleh manajemen, board of directors, dan personel lain dari suatu organisasi, diterapkan dalam setting strategi, dan mencakup organisasi secara keseluruhan, didesain untuk mengidentifikasi kejadian potensial yang mempengaruhi suatu organisasi, mengelola risiko dalam toleransi suatu organisasi, untuk memberikan jaminan yang cukup pantas
berkaitan dengan
pencapaian tujuan organisasi” (COSO, COSO Enterprise Risk Management – Integrated Framework, COSO, 2004). crmsindonesia.org, menyebutkan bahwa dalam kerangka manajemen risikonya,
COSO
ERM
menuntut
perusahaan
untuk
dapat
menentukan terlebih dahulu sasaran perusahaannya, yang terdiri dari empat kategori yaitu: 1) Strategis : sasaran yang mendukung dan selaras dengan misi perusahaan. 2) Operasi : efektivitas dan efisiensi dari penggunaan sumber daya perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
3) Pelaporan : keterpercayaan dari pelaporan. 4) Pemenuhan : pemenuhan terhadap hukum dan regulasi yang berlaku. Dalam COSO ERM, manajemen risiko terdiri dari delapan komponen yang saling terkait, yaitu: 1) Lingkungan internal Mengidentifikasi kondisi internal perusahaan, meliputi kekuatan dan kelemahannya, serta pandangan entitas terhadap risiko dan manajemen risiko. 2) Penetapan sasaran Sasaran kegiatan manajemen risiko harus sejalan dengan sasaran dari
perusahaan,
serta
konsisten
dengan
risk
appetite perusahaan. 3) Identifikasi kejadian Kejadian internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran perusahaan harus diidentifikasi, meliputi risiko dengan kesempatan yang dapat muncul. 4) Penilaian risiko Risiko dianalisis berdasarkan kemungkinan dan dampaknya. Hasil analisis risiko akan dijadikan dasar untuk menentukan perlakuan risiko.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
5) Perlakuan risiko Terdapat
empat
alternatif pada
perlakuan
risiko,
yaitu
menghindari (avoidance), menerima (acceptance), mengurangi (reduction), dan membagi risiko (sharing). Pemilihan perlakuan risiko dilakukan dengan membandingkan hasil analisis risiko dengan risk appetite dan risk tolerance. 6) Aktivitas pengendalian Membangun dan mengimplementasikan kebijakan dan prosedur untuk memastikan perlakuan risiko diterapkan dengan efektif. 7) Informasi dan komunikasi Informasi
yang
relevan
diidentifikasi,
diperoleh,
dan
dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu yang tepat agar personil dapat melakukan tanggung jawabnya dengan baik. 8) Pemantauan Seluruh kegiatan ERM harus dipantau, dievaluasi dan dikembangkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
Sumber: COSO Enterprise Risk Management – Integrated Framework (Executive Summary) dalam crmsindonesia.org GAMBAR 2.3 ILUSTRASI KETERKAITAN SASARAN, KOMPONEN ERM, DAN UNIT KERJA PERUSAHAAN Pengertian manajemen risiko menurut ISO 31000 : 2009 Risk Management– Principles and Guidelines adalah “Aktivitas-aktivitas terkoordinasi yang dilakukan dalam rangka mengelola dan mengontrol
sebuah
organisasi
terkait
dengan
risiko
yang
dihadapinya.” (crmsindonesia.org) Tujuan manajemen risiko (Hidayat : 2015, 14) adalah memilih pengukuran peringanan risiko, pemindahan risiko dan pemulihan risiko untuk mengoptimalkan kinerja organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
Proses Manajemen Risiko Hanafi (2012:10) menyebutkan bahwa proses manajemen risiko adalah sebagai berikut : 1) Identifikasi Risiko Identifikasi risiko dilakukan untukmengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi oleh suatu organisasi. Ada beberapa teknik untuk mengidentifikasi risiko, misal dengan menelusuri sumber risiko sampai terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan. Secara
umum
langkah-langkah
dalam
identifikasi
dan
pengukuran risiko adalah sebagai berikut : a) Mengidentifikasi risiko dan mempelajari karakteristik risiko tersebut. b) Mengukur risiko tersebut, melihat seberapa besar dampak risiko tersebut terhadap kinerja perusahaan, dan menentukan prioritas tersebut. Teknik pendukung untuk mengidentifikasi risiko adalah sebagai berikut (Hanafi, 2012:55) : a) Metode Laporan Keuangan. Metode tersebut dimulai dengan melihat rekening-rekening dalam laporan keuangan. Dari rekening tersebut kemudian dianalisis risiko-risiko apa saja yang bisa muncul dari rekening atau transaksi yang melibatkan rekening tersebut. Dengan melihat rekening laporan tersebut satu per satu dan melihat risiko yang bisa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
muncul dari rekening tersebut, dapat diperoleh gambaran risiko apa saja yang mungkin dihadapi oleh perusahaan. b) Menganalisis Flow Chart Kegiatan dan Operasi Perusahaan. Metode ini terutama sangat sesuai untuk risiko tertentu, seperti risiko dari proses produksi. Dengan mengamati rangkaian prosesnya, kita akan bisa melihat atau melokalisir terjadinya kejadian tersebut, kemudian bisa mengidentifikasi sumber risiko yang menyebabkan kejadian negatif tersebut. c) Analisis Kontrak. Analisis kontrak bertujuan melihat risiko yang bisa muncul karena kontrak tertentu. Risiko ini lebih berkaitan dengan risiko tuntutan hukum. d) Catatan
Statistik
Kerugian
dan
Laporan
Kerugian
Perusahaan. Jika perusahaan mmempunyai database yang baik maka dapat mencatat kerugian-kerugian. Analisis terhadap penyimpangan dapat membantu mengidentifikasi sumber-sumber risiko. Perusahaan bisa menetapkan standar kenormalan tertentu untuk setiap kejadian. Ketidaknormalan tersebut bisa terjadi karena frekuensi yang terlalu sering atau nilai kerugian yang terlalu tinggi. e) Survey
atau Wawancara Terhadap Manajer. Manajer
merupakan pihak yang paling tahu operasi perusahaan, termasuk risiko-risiko yang dihadapi perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
2) Evaluasi dan Pengukuran Risiko Tujuan evaluasi risiko adalah untuk memahami karakteristik risiko dengan lebih baik. Ada beberapa teknik untuk mengukur dan mengevaluasi risiko tergantung jenis risiko tersebut. Beberapa teknik tersebut adalah memperkirakan probabilitas (kemungkinan) risiko terjadi, membuat matriks dengan sumbu mendatar dan vertikal, dan teknik VAR (Value At Risk). Menurut Sobel dalam Suprajadi et al (2011), kriteria utama dalam melakukan penilaian risiko adalah impact (dampak) dan likelihood (kemungkinan). Dengan demikian penilaian atas dampak, kemungkinan, dan kombinasinya dapat menghasilkan tingkat signifikansi suatu risiko. Fokus dalam menilai dan memprioritaskan risiko adalah pada impact dan likelihood dari tiap risiko pada tingkat proses, mengevaluasinya harus konsisten dan fokus. Cara efektif menggambarkan risk assessment adalah dengan menggunakan nine-box matrix atau risk level matrix. Matriks ini menjelaskan tingkat signifikansi atas combined-risk yang dinilai dari pendekatan penilaian besarnya impact dan likelihood. Penentuan signifikansi tersebut dinyatakan dalam bentuk tabel di bawah ini :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
TABEL 2.2 PENILAIAN RISIKO BERDASARKAN TINGKAT SIGNIFIKANSI IMPACT DAN LIKELIHOOD 6 High Significance / Low Likelihood 3 Moderate Significance / Low Likelihood 1 Low Significance / Low Likelihood
8 High Significance / Moderate Likelihood 5 Moderate Significance / Moderate Likelihood 2 Low Significance / Moderate Likelihood
9 High Significance / High Likelihood 7 Moderate Significance / High Likelihood 4 Low Significance / High Likelihood
Sumber : Sobel, Paul., 2007, “Auditor’s Risk Management Guide : Integrating Auditing and ERM.” Chicago; CCH dalam Suprajadi et al (2011) Menurut Sobel dalam Suprajadi et al (2011), untuk mengetahui tingkat risiko keseluruhan dapat dilihat dari besarnya impact (dampak) dan likelihood (kemungkinan) faktor-faktor risiko yang teridentifikasi. Penilaian dilakukan atas temuan penelitian dan evaluasi pengendalian risiko pajak yang terdapat di dalam perusahaan. Penentuan tinggi rendah severity (signifikansi) atau frekuensi (likelihood) bisa dilakukan melalui berbagai cara. Sebagai contoh, severity atau frekuensi yang lebih besar dibandingkan median atau rata-rata dari risiko yang ada dikelompokkan ke dalam severity atau fekuensi tinggi, dan sebaliknya. Penentuan tinggi rendah tersebut bisa dilakukan melalui perhitungan angka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
absolut atau bisa melalui survei terhadap manajer-manajer perusahaan. (Hanafi, 2012:198) Melalui pertanyaan-pertanyaan seperti itu teridentifikasi letak masing-masing risiko berdasarkan dimensi signifikansi dan kemungkinan. a) Signifikansi (severity) rendah dan likelihood (frekuensi) rendah : low control Perusahaan bisa menerapkan pengawasan yang rendah terhadap risiko pada kategori ini. b) Signifikansi (severity) tinggi dan likelihood (frekuensi) rendah : detect and monitor Jika risiko ini muncul, perusahaan bisa mengalami kerugian yang cukup besar. Risiko tipe ini sulit diprediksi kapan datangnya. c) Signifikansi (severity) rendah dan likelihood (frekuensi) tinggi : monitor Tipe risiko ini sering muncul tetapi besarnya kerugian relatif kecil. Biasanya risiko ini muncul sebagai akibat perusahaan menjalankan bisnisnya. d) Signifikansi (severity) tinggi dan likelihood (frekuensi) tinggi : prevent at source Jika tipe risiko ini terjadi berarti perusahaan tidak lagi bisa mengendalikan risiko dan bisa berakibat kebangkrutan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
Suprajadi et al (2011) mengemukakan bahwa jika dampak dan kemungkinan risiko ada pada kotak nomor 1,2, dan 3, maka risiko kombinasi tingkatnya rendah dan tidak signifikan. Jika dampak dan kemungkinan risiko ada pada kotak 4, 5, dan 6, maka risiko kombinasi tingkatnya menengah dan tidak signifikan. Jika kemungkinan dan pengaruh risiko ada pada kotak nomor 7, 8, dan 9, maka risiko kombinasi tingkatnya signifikan. 3) Pengelolaan Risiko Risiko dapat dikelola dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut : a) Penghindaran. Cara paling mudah dan aman untuk mengeloa risiko adalah menghindar. Tetapi cara semacam ini tidak optimal. b) Ditahan (Retention). Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita menghadapi sendiri risiko tersebut (menahan risiko tersebut, atau risk retention). c) Diversifikasi. Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja. d) Transfer Risiko. Jika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita bisa mentransfer risiko tersebut ke pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
e) Pengendalian Risiko. Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau kejadian yang tidak kita inginkan. f) Pendanaan Risiko. Pendanaan risiko mempunyai arti bagaimana “mendanai” kerugian yang terjadi jika suatu risiko muncul. 10. Manajemen Risiko Pajak a.
Definisi Risiko Pajak “Tax risk is the potential for adverse fiscal events, including unexpected liabilities and the failure to obtain appropriate relief, and the adverse consequences of these events, such as damaged reputation with the tax authorities, investors, employees and the public at large.” (old.tax.org.uk) “The decisions, activities and operations undertaken by an organisation give rise to various areas of uncertainty – business risks. Some of these uncertainties will be in respect of tax. These tax uncertainties may be in relation to the application of tax law and practice to particular facts, it may be uncertainty over the facts themselves or it may be uncertainty as to how well systems operate to arrive at the tax results of the business activities and operations. "These uncertainties give rise to tax risk..” (old.tax.org.uk) “Risiko pajak adalah potensi fiskal yang merugikan, termasuk kewajiban tak terduga dan kegagalan untuk mendapatkan bantuan yang sesuai, dan konsekuensi kejadian yang merugikan, seperti kerusakan reputasi dengan otoritas pajak, investor, karyawan dan masyarakat luas.” (old.tax.org.uk). “Keputusan, kegiatan, dan operasi yang dilakukan oleh sebuah organisasi menimbulkan berbagai ketidakpastian – risiko bisnis.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
Beberapa dari ketidakpastian ini akan berdampak pada pajak. Ketidakpastian pajak ini mungkin sehubungan dengan penerapan undang-undang pajak dan praktek untuk fakta-fakta tertentu, mungkin ketidakpastian akan fakta-fakta mereka sendiri atau mungkin ketidakpastian tentang seberapa baik sistem beroperasi mencapai pajak hasil aktivitas dan operasi bisnis. Ketidakpastian ini memberikan risiko kepada risiko pajak.” (old.tax.org.uk). Pajak jika tidak dikelola dengan optimal dapat menimbulkan risiko yang berdampak serius terhadap kelangsungan usaha. Risiko yang ditimbulkan dari aspek perpajakan tidak saja berdampak pada risiko keuangan namun dapat meluas menjadi risiko reputasi, risiko operasional, risiko bisnis dan pada akhirnya jika tidak dapat dilakukan mitigasi dengan optimal dapat berdampak serius terhadap kelangsungan usaha/hidup perusahaan. b.
Definisi Manajemen Risiko Pajak “Tax risk management is about understanding where these risks arise and making judgement calls as to how they are dealt with.” (www.pwc.co.za)
“Manajemen risiko pajak adalah tentang memahami dimana risiko ini muncul dan membuat penilaian untuk bagaimana mereka (risiko) diselesaikan.” (www.pwc.co.za)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
Manajemen risiko mempunyai tujuan tunggal yaitu menekan risiko yang meliputi aneka manfaat yakni: 1) Mampu
memberikan
informasi
dan
perspektif
kepada
manajemen tentang semua profil risiko, perubahan mendasar mengenai produk dan pasar, serta lingkungan bisnis dan perubahan yang diperlukan dalam proses manajemen risiko. 2) Mampu menyampaikan isu sentral tentang formulasi kebijakan manajemen risiko dan review-nya. 3) Mampu menghitung dan mengukur besarnya risk exposure. 4) Mampu menetapkan alokasi sumber-sumber dana sekaligus limit risiko dengan lebih tepat. 5) Mampu
membuat
cadangan
yang
memadai
untuk
mengantisipasi risiko yang sudah diukur. 6) Mampu menghindari potensi kerugian yang relatif lebih besar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
11. Sanksi Administrasi Perpajakan Sanksi Administrasi Perpajakan terbagi menjadi sebagai berikut : a.
Sanksi denda : TABEL 2.3 SANKSI DENDA
No
1
Pasal
Masalah SPT Terlambat disampaikan : a. Masa
7 (1)
b. Tahunan
2
3
8 (3)
Pembetulan sendiri dan belum disidik
14 (4)
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu; pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
Sumber : www.pajak.go.id
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sanksi Rp100.000 atau Rp500.000 Rp100.000 atau Rp 1.000.000 150%
Keterangan Per SPT Per SPT Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
2%
Dari DPP
2%
Dari DPP
2%
Dari DPP
60
b.
Sanksi bunga : TABEL 2.4 SANKSI BUNGA
No
Pasal
Masalah
Sanksi
1
8 (2 dan 2a)
Pembetulan SPT Masa dan Tahunan
2%
2
9 (2a dan 2b)
Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan
2%
3
13 (2)
Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB
2%
13 (5)
SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya
48%
a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar
2%
b. SPT kurang bayar
2%
4
5
14 (3)
PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan SKPKBT diterbitkan setelah lewat waktu 5 tahun karena adanya tindak pidana perpajakan maupun tindak pidana lainnya SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar
6
14 (5)
2%
7
15 (4)
8
19 (1)
9
19 (2)
Mengangsur atau menunda
2%
10
19 (3)
Kekurangan pajak akibat penundaan SPT
2%
Keterangan Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar Per bulan, dari jumlah pajak terutang Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, maksimal 24 bulan Dari jumlah pajak yang tidak mau atau kurang dibayar. Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, maksimal 24 bulan Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, maksimal 24 bulan Per bulan, dari jumlah pajak tidak/ kurang dibayar, maksimal 24 bulan
48%
Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
2%
Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
Sumber : www.pajak.go.id
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan Atas kekurangan pembayaran pajak
61
c.
Sanksi kenaikan : TABEL 2.5 SANKSI KENAIKAN
No
Pasal
1
8 (5)
2
3
13 (3)
15 (2)
Masalah Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum terbitnya SKP Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29 a. PPh yang tidak atau kurang dibayar
Sanksi 50%
Keterangan Dari pajak yang kurang dibayar
50%
Dari PPh yang tidak/ kurang dibayar
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan
100%
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar
100%
Kekurangan pajak pada SKPKBT
100%
Sumber : www.pajak.go.id
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Dari PPh yang tidak/ kurang dipotong/ dipungut Dari PPN/ PPnBM yang tidak atau kurang dibayar Dari jumlah kekurangan pajak tersebut
62
12.
Kajian Riset Terdahulu TABEL 2.6 PENELITIAN TERDAHULU
No
1
2
3
4
5
Nama Dan Tahun Penelitian
Judul
Raditiani (2013)
Analisis Penerapan PMK No. 85/PMK.03/2012 tentang Penunjukkan BUMN Sebagai Wajib Pungut Pajak Pertambahan Nilai Pada PT Telkom Indonesia, Tbk
Riky Nurul Majid (2013)
Corporate Tax Risk Management pada Proses Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai di PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK
Nelly Astri (2013)
Implementasi Status Wajib Pungut PPN Terkait dengan Mitigasi Risiko Atas Konfirmasi Negatif Pajak Masukan di PT. PERTAMINA (Persero)
Abitya Tri Yudo (2012)
Arlinda Nur Kumalasari (2013)
Analisis Penerapan SPT Masa PPN Pembetulan 2009 berdasarkan PER142/PJ/2007 (Studi kasus pada PT. Adi Sarana Armada) Pelaksanaan Peraturan Penunjukan Bumn
Kesimpulan PT Telkom Indonesia Tbk menghadapi masalah penerapan PMK No. 85/PMK.03/2012 tentang penunjukan BUMN untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN, yang pertama adalah unit bisnis terkadang lalai dalam memberikan faktur pajak dan SSP rekanan ke bagian Financial Support, dan masalah lainnya adalah unit bisnis terkadang memang sengaja tidak meneruskan faktur pajak dan SSP rekanan dikarenakan tidak tersedianya kas di unit bisnis mereka. Pelaksanaan pengelolaan risiko PPN di PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk sudah memadai. Risiko yang saat ini dihadapi perusahaan selaku pemungut pajak adalah risiko penambahan kewajiban jika proses pemungutan pajak tidak dilakukan dengan baik dan benar. Terdapat perbedaan rata-rata antara Pajak Masukan sebelum WAPU dengan Pajak Masukan Sesudah WAPU berlaku. Pada saat menjadi Wapu PPN, PT. PERTAMINA (Persero) menyetorkan beberapa Pajak Masukannya, hal ini membuat minimnya kemungkinan Pajak Masukan untuk terkena Konfirmasi Negatif. Setelah diberlakukannya status Wapu PPN pada instansi BUMN terkhusus di PT> Pertamina (Persero) memang dapat memitigasi Risiko Konfirmasi Negatif PM. Setelah diberlakukannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 160/PJ/2001 penerimaan PPN setelah restitusi mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan sebelum diberlakukannya keputusan tersebut. Dengan perubahan peraturan pemerintah berdampak pada perusahaan dengan pembayaran pajak menjadi Lebih Bayar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
Sebagai Wajib Pungut (Wapu) Pajak Pertambahan Nilai (Ppn) (Studi Pada Pt Semen Indonesia (Persero) Tbk)
pada tahun 2013 dan tidak ada pengaruh pada mekanisme PPN di PT SI sebagai Pengusaha Kena Pajak ataupun pemungut PPN, namun terdapat perbedaan pada mekanisme pembayaran. Hambatan di awal penunjukan sebagai WAPU yaitu sistem yang tidak mendukung pelaksanaan tersebut berpengaruh pada kinerja masing-masing karyawan. Dilihat dari segi perpajakan, PT SI aman sebagai WAPU BUMN karena PPN yang telah dipungut di setor ke kas negara pada tanggal 15 bulan berikutnya. Kepatuhan terhadap kewajiban penyetoran dan pelaporan pada tahun 2012-2013 telah sesuai dengan UU No. 42 Tahun 2009 dan SE-45/PJ/2012.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
B. Rerangka Pemikiran Rerangka penelitian ini didasari dari analisis mengenai Manajemen Risiko Pajak Perusahaan pada proses pemungutan PPN di PT Pertamina (Persero). PEMERINTAH
Menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 tentang penunjukkan BUMN sebagai Wapu PPN --------------------------- Perubahan Kebijakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012 tentang perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012
Risiko Pajak
Manajemen Risiko Pajak Pertambahan Nilai Perusahaan BUMN 1.
Keterlambatan Penyetoran PPN
2.
Keterlambatan Pelaporan SPT Masa PPN
3.
Faktur Pajak Tidak Lengkap
4.
Sanksi Pajak
5.
PPN yang Tidak Dapat dikreditkan atau direstitusikan
GAMBAR 2.4 RERANGKA PEMIKIRAN
http://digilib.mercubuana.ac.id/