BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Pustaka 1. Kajian Terhadap Teori a. Definisi Pajak Terdapat bermacam-macam pengertian atau definisi pajak, namun pada hakekatnya maksud dan tujuan dari pajak itu seragam. Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang KUP berbunyi: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Kemudian menurut Dr. Soeparno Soemahamidjaja dalam Erly Suandy (2005) pajak merupakan iuran yang bersifat wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh pemerintah berdasarkan norma-norma hukum, yang digunakan untuk menutupi biaya produki barang-barang dan jasajasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum, sedangkan menurut Prof. Dr.P.J.A. Andriani dalam Abdul Rahman (2010) pajak adalah iuran dari masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan dan terutang oleh pihak yang wajib membayarnya berdasarkan peraturan perundangundangan dengan tidak mendapat prestasi kembali secara langsung yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
berhubungan dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib, berupa uang atau barang kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang dapat dipaksakan sesuai peraturan perundang-undangan dengan tidak mendapat imbalan secara langsung yang digunakan untuk membiayai keperluan negara dalam menyelenggarakan pemerintahan untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak mempunyai beberapa fungsi seperti yang diungkapkan oleh Abdul Rahman (2010, 21-22), yaitu: 1. Fungsi Anggaran : sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Biaya tersebut digunakan untuk menjalankan tugas rutin negara dan untuk melaksanakan pembangunan. 2. Fungsi Mengatur : melalui kebijaksanaan pajak, pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi. Dengan fungsi mengatur, pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. 3. Fungsi stabilitas : pemerintah memiliki dana yang berasal dari pajak untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga infasi dapat dikendalikan. 4. Fungsi Redistribusi Pendapatan : pajak yang sudah dipungut oleh negara dari masyarakat akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. b. Teori Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditinjau dari sudut ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menetapkan kedudukan pemikul beban dengan kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara pada pihak-pihak yang berbeda. Hal dimaksudkan untuk melindungi pembeli dan penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang negara (pemerintah). Apabila penjual atau pengusaha jasa tidak memungut PPN dari pembeli atau penerima jasa, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penjual atau pengusaha jasa, bukan tanggung jawab pembeli atau penerima jasa (Sukardji 2011:2). Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Hal ini disebabkan karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak. Berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pada bagian umum, Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
1. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Objek Pajak Pertambahan Nilai selalu mengalami perubahan seiring dengan
diberlakukannya
Undang-Undang
baru.
Objek
Pajak
berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h, Pasal 16 C, Pasal 16 D Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 yang berlaku mulai 1 April 2010. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. b. Impor Barang Kena Pajak. c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. d. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. f. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. i.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. j.
Penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjuabelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c. Syarat penyerahan barang atau jasa yang dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai sesuai dengan penjelasan pasal 4 huruf a dan huruf c UU PPN 1984, yaitu: 1) Yang diserahkan adalah BKP atau JKP 2) Dilakukan dalam daerah Pabean 3) Dalam Kegiatan usaha/pekerjaan PKP, yaitu sesuai dengan kegiatan sehari-hari PKP yang artinya ada unsur pengulangan. 2. Karakteristik dari Pajak Pertambahan Nilai adalah: Berdasarkan uraian diatas Pajak Pertambahan Nilai memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: a. Pajak tidak Langsung Pemikul beban pajak atau pembeli dan penanggung jawab pembayaran atau penjual berada pada pihak yang berbeda. Apabila terjadi penyimpangan pemungutan pajak, maka fiskus akan meminta pertanggungjawaban penjual.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
b. Pajak Objektif Timbulnya kewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai ditentukan oleh adanya objek pajak. c. Multi stage tax Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. d. Indirect substaction method / creditor method / invoice method Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut tidak langsung disetorkan ke kas Negara. Pajak Pertambahan Nilai yang disetor ke kas negara merupakan hasil perhitungan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran. Pajak Masukan yang diperhitungkan untuk memperoleh jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar ke Kas Negara merupakan kredit pajak. Untuk mendeteksi kebenaran jumlah Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dibutuhkan suatu dokumen sebagai alat bukti yang dinamakan Faktur Pajak. e. Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas konsumsi barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak didalam negeri. f. Netral Pajak Pertambahan Nilai dikarenakan atas konsumsi barang maupun jasa dan pemungutannya menganut prinsip tempat tujuan (Pajak Pertambahan Nilai dipungut ditempat barang atau jasa dikonsumsi).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
g. Tidak menimbulkan dampak Pajak Berganda Pajak Pertambahan Nilai hanya dikarenakan atas nilai tambah dan Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar dapat diperhitungkan dengan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut. h. Consumption Type Value Tax (VAT) Dalam Pajak Pertambahan Nilai di Indonesa, pajak masukan atas pembelian dan pemeliharaan barang modal dapat dikreditkan dengan pajak keluaran yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak (Firda, 2012). 3. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan PPnBM dalam satu masa pajak yang terutang harus dilakukan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur, termasuk hari sabtu atau hari libur nasional pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya, kecuali yang dipungut pada tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh bendahara atau instansi pemerintah yang ditunjuk harus disetor paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Pengertian hari libur nasional termasuk yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah (Waluyo,2011:19).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
4. Dasar Pengenaan Pajak Waluyo (2011:13) menjelaskan “Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, diperlukan adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak”. Penerapan DPP diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan UndangUndang sebagai berikut: a. Untuk penyerahan atau penjualan BKP, yang menjadi DPP adalah jumlah harga jual. b. Untuk penyerahan JKP, yang menjadi DPP adalah penggantian. c. Untuk impor, yang menjadi DPP adalah nilai impor. d. Untuk ekspor, yang menjadi DPP adalah nilai ekspor. e. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean DPP-nya adalah sebesar jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKP atau JKP tersebut. f. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau peristiwa maupun jasa pengiriman paket, DPP-nya adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih, dll. 5. Mekanisme Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai melalui beberapa mekanisme sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
a. Pada saat membeli atau memperoleh Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, akan dipungut Pajak Pertambahan Nilai. b. Pada saat menjual atau menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pihak lain, wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai. Bagi penjual, Pajak Pertambahan Nilai tersebut merupakan pajak keluaran. Sebagai bukti telah memungut Pajak Pertambahan Nilai, Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak. c. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan bulan takwin) jumlah pajak keluaran lebih besar daripada jumlah pajak masukan, selisihnya harus disetor ke Negara. d. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah pajak keluaran lebih kecil daripada jumlah pajak masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. e. Pelaporan perhitungan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT masa PPN). 6. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Berdasarkan UU No.42 Tahun 2009 Pasal 7, Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10%. Sedangkan Tarif PPN atas ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud serta JKP adalah 0%. Pengenaan tarif 0% berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi pajak masukan yang telah dibayar dari barang dan diekspor dapat dikreditkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tariff PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peratura Pemerintah. Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1). c. Teori Faktur Pajak Pasal 1 huruf UU PPN 1984 yang dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 menjadi Pasal 1 angka 23 merumuskan “Faktur pajak adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai”. 1. Fungsi Faktur Pajak Berdasarkan definisi dari teori faktur pajak diatas maka faktur pajak berfungsi sebagai berikut: a. Bukti pungutan pajak bagi Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
b. Bukti pembayaran pajak ditinjau dari sisi pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak atau Orang Pribadi atau badan yang mengimpor Barang Kena Pajak. c. Sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. 2. Jenis Faktur Pajak Berdasarkan fungsinya maka faktur pajak dibedakan dalam beberapajenis sebagai berikut: a. Faktur Pajak Gabungan Pada dasarnya faktur pajak gabungan merupakan faktur pajak standar. Faktur Pajak Gabungan yang merupakan faktur pajak standar harus dibuat paling lambar pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. b. Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sederhana juga merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai faktur pajak sederhana yang paling sedikit memuat: 1) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
2) Jenis dan kuantum Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan. 3) Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk pajak pertambahan nilai atau besarnya PPN dicantumkan secara terpisah. 4) Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana. c. Dokumen-dokumen tertentu yang diterapkan sebagai faktur pajak standar oleh dirjen pajak. Dokumen-dokumen tertentu yang diperlukan sebagai Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat: Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen: 1) Nama dan alamat penerima dokumen. 2) Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal penerima dokumen adalah wajib pajak dalam negeri. 3) Jumlah satuan barang apabila ada. 4) Dasar Pengenaan Pajak. 5) Jumlah pajak yang terutang. 3. Saat Pembuatan Faktur Pajak 4 PMK No.38/PMK.03/2010 Persyaratan dalam pembuatan faktur pajak dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Selambat – lambatnya akhir bulan berikutnya jika penyerahan mendahului pembayaran, kecuali sebelum akhir bulan tersebut telah diterima pembayaran.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
b. Pada saat penerimaan pembayaran, dalan hal pembayaran dilakukan mendahului penyerahan. c. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. d. Pada saat penagihan, untuk penyerahan BKP dan JKP kepada Bendeharawan Pemerintah sebagai pemungut PPN. e. Pada saat penyerahan BKP dan/atau JKP 4. Syarat Pajak Masukan Dapat Dikreditkan Persyaratan untuk pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah sebagai berikut: a. Pengusaha yang melakukan pengkreditan telah berstatus PKP (telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak). b. Adanya bukti Pajak Masukan dalam bentuk Faktur Pajak Standar/ Khusus yang sah, bemar dan lengkap. c. Dilakukan dalam masa pajak yang sama,
namun masih
memungkinkan pada masa pajak berikutnya, sepanjang tidak melampaui bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku dan belum dibebankan sebagai biaya serta belum dilakukan pemeriksaan. d. Pajak masukan yang dikreditkan berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yaitu pengeluaran unuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen dengan syarat ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang PPN dan sifatnya tidak untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
tujuan konsumtif direksi, dewan komisaris, karyawan dan pemegang saham. 5. Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Yang dibayar untuk perolehan BKP / JKP atau untuk pemanfaatan BKP/JKP dari luar daerah pabean, sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. b. Yang dibayar untuk perolehan BKP / JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. c. Yang dibayar untuk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagen, kecuali bila barang tersebut adalah untuk persediaan barang dagangan atau untuk digunakan langsung sesuai dengan bidang usahanya, misalnya usaha persewaan kendaraan bermotor. d. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. e. Perolehan BKP atau JKP yang Fakur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 atau ayat 9 UU PPN atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau penerima JKP.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
f. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 6 UU PPN. g. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak. h. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. i.
Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat 2A UU PPN. Perolehan Barang Kena Pajak dan atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya disebabkan dari pengenaan PPN.
6. Nomor Seri Faktur Pajak Peraturan Direktur Jendral Pajak No. 24/PJ/2012 pasal 1 menyatakan Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sebelum April 2013, nomor seri faktur pajak ditentukan sendiri oleh PKP yang menerbitkan faktur pajak tersebut. Kode dan nomor seri faktur pajak ada 16 (enam belas) digit (000.000.00.00000000), dengan ketentuan 2 (dua) digit depan menunjukkan kode transaksi, 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
(satu) digit dibelakang menunjukkan kode status, 3 (tiga) menunjukkan kode pusat dan cabang, 2 (dua) digit menunjukkan tahun dan 8 (delapan) digit menunjukkan nomor seri faktur. MulaiApril 2013 dengan dikeluarkannya Peraturan Direktur Jendral Pajak No. 24 /PJ/2012 pasal 7 ayat 2 menegaskan bahwa Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 16 digit terdiri dari: a. 2 (dua) digit Kode Transaksi; b. 1 (satu) digit Kode Status;dan c. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengajukan nomor seri faktur pajak dan akan mendapatkan 13 digit. Jumlah nomor yang diminta sesuai dengan permohonan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sebuah contoh PKP mengajukan 20 nomor seri faktur pajak dan diberikan oleh Dirjen Pajak nomor 002.15.23442331 sampai dengan 002.15.23442349. Jika kode dan nomor seri faktur pajak tersebut sudah habis di tahun yang sama, PKP dapat mengajukan permohonan kembali ke Kantor Pajak, contohnya PKP mengajukan lagi 30 nomor seri faktur pajak dan memperoleh 901.15.16255666 sampai dengan 901.15.16255695. Dua contoh pengajuan kode dan nomor seri faktur pajak dapat diketahui bahwa dua digit menunjukkan tahun pengajuan, kedua nomor seri pengajuan kode dan nomor seri faktur pajak tersebut diajukan di tahun 2015. Begitu juga pada tahun – tahun berikutnya. Nomorseri faktur
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
pajak yang massih tersisa harus dikembalikan ke Kantor Pajak. Contohnya kode dan nomor seri faktur pajak yang sudah diajukan seperti pada contoh 901.15.16255666 sampai dengan 901.15.16255695 yang sudah terpakai 5 (lima) nomor, maka sisanya 901.15.16255671 sampai dengan 901.15.16255695 dikembalikan ke Kantor Pajak. Peraturan Direktur Jendral Pajak No. 24 /PJ/2012 pasal 8 ayat 1 menyebutkan bahwa Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang ingin mengajukan kode dan nomor seri faktur pajak harus mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan. Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan lengkap dan disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
PKP
dikukuhkan.
Peraturan
Direktur
Jendral
Pajak
No.24/PJ/2012 pasal 8 ayat 3 menyebutkan bahwa Kantor Pelayanan Pajak
menerbitkan surat
pemberitahuan Kode Aktivasi
yang
ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan dikirim melalui pos dalam amplop tertutup ke alamat PKP; dan mengirimkan Password melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
d. Surat Pemberitahuan (SPT) Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan. 1. Fungsi SPT Fungsi
Surat
Pemberitahuan
Penghasilan adalah sebagai mempertanggungjawabkan
bagi
Wajib
Pajak
Pajak
sarana untuk melaporkan dan
perhitungan
jumlah
pajak
yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan obyek pajak. c. Harta dan kewajiban. d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa
pajak
sesuai
dengan ketentuan umum
perundang-undangan perpajakan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
peraturan
29
Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pelunasan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: 1) Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran 2) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi surat pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan. 2. Jenis SPT Secara garis besar Surat Pemberitahuan (SPT) dibedakan menjadi dua, yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan, dimana penjelasannya sebagai berikut: a. SPT Masa adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak. SPT Masa terdiri dari SPT Masa PPH, SPT Masa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
PPN, dan SPT Masa PPN untuk Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. b. SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayarang pajak yang teruang dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. SPT Tahunan ini hanya ada untuk Pajak Penghasilan saja. 3. Batas Waktu Penyampaian SPT Batas waktu penyampaian SPT Tahunan, ada dua kategori, diantaranya sebagai berikut: a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak. b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak. e. Wajib Pajak Badan Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan dalam melakukan usaha dan mempunyai hak dan kewajiban sebagai pembayar, pemotong dan pemungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku. Wajib Pajak Badan yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
memiliki
kewajiban
untuk
melaporkan
dan
mempetanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN setia bulannya dengan benar, lengkap dan jelas (Handayani 2013:35).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
f. Pengusaha Kena Pajak Menurut UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 3A ayat 1, Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud diwajibkan: 1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak 2. Memungut pajak terutang 3. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih daripada Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang, dan 4. Melaporkan perhitungan pajak. Kewajiban diatas tidak berlaku untuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah pengusah kecil dan pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN. Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama satau tahun buku melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000. pengusaha kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
PKP, apabila sampai dengan satu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi batas yang ditetapkan. Pengusaha tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambar pada akhir bulan berikutnya. Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pengusaha kecil: 1. Dilarang membuat faktur pajak 2. Tidak wajib memasukkan SPT Masa PPN 3. Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan 4. Wajib melapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil yang memperoleh peredaran bruto di atas batas yang telah ditentukan (Mardiasmo, 2008:278). g. Surat Ketetapan Pajak Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Siti Resmi (2009:51). 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar. b. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran. c. Apabila berdasrkan hasil pemeriksaan atau ketetapan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tariff 0% (nol persen). d. Apabila kewajiban pembukuan dan pemeriksaan (sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 atau pasal 29) tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang, atau e. Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak terutangnya pajak dan berakhirnya Masa Pajak,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
bagia
Tahun
Pajak,
atau
Tahun
Pajak
sampai
dengan
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebelumnya. Apabila masih ditemukan lagi data baru termasuk data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang diketahui kemudian oleh Direktur Jenderal Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan masih dapat diterbitkan lagi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Surat Ketetapan Pajak Nihil diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan adanya jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak. Untuk masing-masing jenis pajak, Surat Ketetapan Pajak Nihil diterbitkan untuk: a. Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak b. Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutag atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak. 4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPKLB) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan untuk:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
a. Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak (jumlah pajak yang dibayar) lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang; b. Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak dengan jumlah pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut, atau c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. h. Elektronik SPT Masa PPN 1111 (e-SPT PPN 1111) UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 11 dan ayat 12 menyebutkan Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. SPT Masa PPN adalah surat pemberitahuan yang melaporkan perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran atas transaksi yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
terjadi selama satu bulan. Peraturan Dirjen Pajak No. 44 tahun 2010 tentang bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pasal 2 menyebutkan bahwa SPT Masa PPN terdiri dari 1. Induk SPT masa PPN 1111 2. Formulir 1111 AB memuat rekapitulasi penyerahan dan Perolehan BKP / JKP 3. Formulir 1111 A1 memuat daftar Ekspor 4. Formulir 1111 A2 memuat pajak keluaran dalam negeri dengan faktur pajak 5. Formulir 1111 B1 memuat daftar Impor 6. Formulir 1111 B2 memuat pajak masukan dalam negeri dengan faktur pajak 7. Formulir 1111 B3 memuat pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan Peraturan Dirjen Pajak No. 44 tahun 2010 pasal 3 ayat 2 menyebutkan bahwa PKP yang melaporkan data pada lampiran A1, A2, B1, B2, dan B3 kurang dari 25 tidak wajib melaporkan SPT Masa PPN 1111 dengan menggunakan elektronik. Pasal 3 ayat 3 menyebutkan jika PKP yang melaporkan data pada lampiran A1, A2,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
B1, B2, dan B3 lebih dari 25 wajib melaporkan SPT Masa PPN 1111 dengan menggunakan elektronik. Peraturan Dirjen Pajak No.11 Tahun 2013 tentang perubahan atas peraturan Direktur Jenderal Pajak No.44/PJ/2010 tentang bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Serta Penyampaian Surat pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pasal 3 ayat 2 menyebutkan bahwa setiap PKP wajib menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk elektronik tidak terbatas jumlah transaksi kurang dari 25 (dua puluh lima) atau lebih dari 25 (dua puluh lima). Peraturan ini berlaku April 2013. i. Aplikasi E-Faktur Aplikasi E-Faktur merupakan aplikasi yang disediakan oleh DJP sebagai perbaikan sistem administrasi perpajakan yang ada. Dalam penggunaannya aplikasi ini harus terkoneksi dengan jaringan internet. Sampai dengan 1 Juli 2015, KPP di Jawa dan Bali senantiasa mengadakan sosiaisasi E-Faktur. Setiap sosialisasi yang diadakan, bertujuan untuk memberitahukan tata cara pendaftaran E-Faktur, tujuan dan dasar hukum E-Faktur, serta sistem kerja E-Faktur. Dalam sosialisasi tersebut, setiap wakil dari WP akan diberikan CD yang berisi aplikasi E-Faktur dummy, materi sosialisasi E-Faktur, video tutorial E-Faktur, serta kumpulan pertanyaan mengenai E-Faktur. Setiap peserta sosialisasi diwajibkan untuk membawa laptop untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
mempraktikan langsung aplikasi E-Faktur pada waktu sosialisasi. Pada waktu sosialisasi dilakukan, seluruh peserta wajib menggunakan aplikasi E-Faktur dummy dengan mengikuti instruktur sosialisasi. Untuk selanjutnya, aplikasi E-Faktur dummy tersebut dapat digunakan masing-masing peserta sebagai latihan setelah sosialisasi selesai dilaksanakan. Aplikasi tersebut dapat memudahkan setiap orang yang ingin belajar E-Faktur, tanpa harus takut jika data yang digunakan terupload di aplikasi DJP. Mengingat aplikasi E-Faktur tersebut tidak terkoneksi dengan internet dan tidak terhubung langsung dengan aplikasi DJP. Pada situs resmi Direktur Jendral Pajak yaitu www.pajak.go.id menyampaikan Kementerian Keuangan telah menerbitkan peraturan yang menetapkan pengertian bentuk Faktur Pajak, yang terdiri dari bentuk elektronik (e-faktur) dan tertulis (hardcopy) - PMK Nomor 151/PMK.03/2013. Berikut beberapa peraturan terkait E-Faktur beserta penjelasannya: 1) Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang tata cara pembuatan dan pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik, 2) Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 tentang perubahan kedua atas peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang bentuk, ukuran, tata cara pengisian keterangan prosedur pemberitahuan dalam rangka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
pembuatan, tata cara pembetulan atau penggantian, dan tata cara pembatalan faktur pajak, 3) Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 tentang penetapan pengusaha kena pajak yang di wajibkan membuat faktur pajak berbentuk elektronik. 1. Manfaat E-Faktur (Bagi Pengusaha Kena Pajak) PER 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (E-Faktur), menyatakan bahwa terdapat beberapa manfaat/ keuntungan saat menggunakan EFaktur khususnya bagi PKP penjual dan PKP pembeli. Bagi PKP penjual, faktur pajak elektronik menggunakan tanda tangan berbentuk elektronik atau yang disebut QR Code, E-Faktur tidak harus dicetak sehingga mengurangi biaya kertas, biaya cetak dan biaya penyimpanan dokumen. Sistem E-Faktur juga membuat SPT Masa PPN sehingga PKP tidak perlu membuat e-SPT 1111, PKP yang menggunakan E-Faktur juga dapat meminta nomor seri faktur pajak melalui situs pajak dan tidak perlu datang ke KPP. Sedangkan bagi pembeli, terlindung dari penyalahgunaan faktur pajak yang tidak sah, karena cetakan E-Faktur dilengkapi dengan pengaman berupa QR Code. QR Code menampilkan informasi tentang transaksi penyerahan, nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP), PPN dan lain-lain, informasi dalam QR Code dapat dilihat menggunakan aplikasi QR Code scanner, apabila informasi yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
terdapat dalam QR Code tersebut berbeda dengan yang ada dalam cetakan E-Faktur, maka faktur pajak tersebut tidak valid. 2. Sertifikat Elektronik Sistem E-Faktur, setiap PKP harus memiliki sertifikat elektronik. Sertifikat elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik. DJP akan memberikan sertifikat elektronik kepada PKP yang akan digunakan untuk memperoleh layanan perpajakan secara elektronik yang disediakan oleh DJP. Layanan perpajakan secara elektronik tersebut berupa permintaan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) melalui laman (website), dan penggunaan sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP untuk pembuatan EFaktur (Surya, 2015).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
Gambar 2.1 Alur Pemberian Sertifikat Elektronik PKP Sumber: (data yang diolah dari PER 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan
dan
Pelaporan
Faktur
Pajak
Berbentuk
Elektronik (E-Faktur), 2014) Berdasarkan Gambar 2.1 menjelaskan alur pemberian sertifikat elektronik kepada PKP, terdapat 2 (dua) cara untuk mendapatkan sertifikat elektronik. Cara pertama yaitu PKP mengajukan permintaan sertifikat elektronik ke KPP tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan Surat Permintaan Sertifikat Elektronik, SPT Tahunan PPH Badan terakhir beserta bukti penerimaan surat/tanda terima pelaporan SPT, asli dan photocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK),
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
memberikan softcopy foto yang disimpan dalam flashdisk. Seluruh berkas persyaratan disampaikan ke petugas khusus yang bertugas di KPP tersebut, kemudian petugas khusus akan menginput data dan menyetujui permintaan apabila persyaratannya sudah lengkap dan sesuai. Setelah itu pemberitahuan persetujuan permintaan sertifikat elektronik akan dikirim via email kepada PKP. Cara kedua yaitu PKP mengajukan permintaan sertifikat elektronik melalui web https://efaktur.pajak.go.id/login dengan mengirimkan Surat Permintaan Sertifikat Elektronik, SPT Tahuna PPH Badan terakhir beserta bukti penerimaan surat/ tanda terima pelaporan SPT, asli dan photocopy KTP dan KK, memberikan softcopy foto. Seluruh berkas persyaratan langsung diinput kedalam aplikasi yang ada di KPP, kemudian petugas khusus akan menyetujui permintaan apabila persyaratannya sudah lengkap dan sesuai. Langkah terakhir PKP harus mengunduh sertifikat elektronik yang dikirim via email. 3. Pengusaha Kena Pajak Pengguna E-Faktur PER 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (E-Faktur) menyatakan bahwa setiap PKP yang menggunakan sistem E-Faktur harus memiliki kode aktivasi akun PKP dan registrasi sistem E-Faktur, upload data faktur pajak ke sistem DJP. Sertifikat elektronik yang berfungsi untuk mengakses layanan permintaan nomor serti faktur pajak elektronik (E-Nofa), untuk registrasi sistem E-Faktur dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
upload data faktur pajak ke sistem DJP. Passphrase yang berfungsi untuk install sertifikat elektronik pada komputer yang digunakan untuk mengakses layanan permintaan E-Nofa dan registrasi sistem E-Faktur. 4. Syarat dan Ketentuan Sertifikat Elektronik PER 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (E-Faktur) menyatakan bahwa terdapat
syarat
dan ketentuan sertifikat
elektronik
dalam
pembuatan/ penerbitan E-Faktur. Bagi setiap PKP yang akan menggunakan
sistem
E-Faktur
harus
menyerahkan
surat
permintaan sertifikat elektronik dan surat pernyataan persetujuan penggunaan
sertifikat
elektronik
yang
ditandatangani
dan
disampaikan oleh pengurus PKP yang bersangkutan secara langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan dan tidak diperkenankan untuk dikuasakan ke pihak lain. Pengurus yang dimaksud adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang KUP, namanya tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak terakhir yang jangka waktu penyampaiannya telah jatuh tempo pada saat pengajuan surat permintaan sertifikat elektronik, SPT Tahunan PPh Badan dimaksud harus sudah disampaikan ke KPP dengan dibuktikan asli SPT Tahunan PPh Badan beserta bukti
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
penerimaan surat/tanda terima pelaporan SPT, dalam hal pengurus namanya tidak tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan, maka pengurus tersebut harus menunjukkan asli dan menyerahkan photocopy surat pengangkatan pengurus yang bersangkutan dan akta pendirian perusahaan. Bagi Warga Negara Indonesia (WNI), pengurus harus menunjukkan asli dan menyerahkan photocopy kartu identitas berupa KTP dan KK beserta softcopy foto. Sedangkan bagi Warga Negara Asing (WNA), pengurus harus menunjukkan asli dan menyerahkan photocopy paspor, Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) beserta softcopy foto. 5. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Gambar 2.2 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Sumber: (data yang diolah dari PER 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (E-Faktur), 2014)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
Berdasarkan Gambar 2.2 menjelaskan kode dan nomor seri faktur pajak yang terdiri dari 16 digit, yaitu 2 (dua) digit kode transaksi, 1 (satu) digit kode status dan tiga belas (13) digit nomor seri faktur pajak (ditentukan oleh sistem DJP). Kode transaksi faktur pajak 01 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyeraan BKP/JKP, 02 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah, 03 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah), 04 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP/JKP, 05 kode ini tidak digunakan, 06 digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP/JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing), 07 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP yang mendapat
fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung
Pemerintah (DTP0, 08 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN dan 09 digunakan untuk penyerahan aktiva Pasal 16D yang PPNnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP. Sementara untuk kode status faktur pajak 0 (nol) digunakan untuk status normal sedangkan kode status faktur pajak 1 (satu) untuk status penggantian atau faktur pajak pengganti. Faktur pajak pengganti adalah faktur pajak yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan oleh PKP, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar. Berdasarkan PER 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (E-Faktur) yang ditentukan/disediakan oleh DJP. Terdapat perbedaan Faktur Pajak Kertas dengan Faktur Pajak Elektronik yang dijelaskan dalam Tabel 2.1:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
Tabel 2.1 Perbedaan Faktur Pajak Kertas dengan Faktur Pajak Elektronik No
Keterangan
Faktur Pajak Kertas
Faktur Pajak Elektronik
1
Format/Lay Out
Bebas, tidak ditentukan dan dapat mengikuti contoh di lampiran PER-24
2
Tanda Tangan
Tanda tangan basah diatas faktur pajak kertas
Ditentukan oleh aplikasi/sistem yang ditentukan dan atau disediakan oleh DJP Tanda tangan elektronik berbentuk QR Code Tidak diwajibkan dicetak dalam bentuk kertas PKP yang ditetapkan oleh DJP Penyerahan BKP dan JKP E-Faktur dilaporkan ke DJP dengan cara upload dan mendapat persetujuan DJP Rupiah Menggunakan aplikasi yang dengan aplikasi pembuatan EFaktur
3
Bentuk dan Lembar
4
PKP yang Membuat
Diwajibkan berbentuk kertas dan jumlah lembar diatur Seluruh PKP
5
Jenis Transaksi
Seluruh PKP
6
Prosedur Lapor/Upload dan Persetujuan DJP
-
7 8
Mata Uang Pelaporan SPT PPN
Rupiah dan Dollar Menggunakan aplikasi tersendiri yaitu E-SPT 1111
Sumber: (data yang diolah dari hasil penelitian terdahulu)
Berdasarkan Tabel 2.1 menjelaskan perbedaan antara faktur pajak kertas dan faktur pajak elektronik (E-Faktur). Perbedaannya dapat terlihat dari format/layout pada faktur pajak kertas, yang ditentukan namun dapat mengikuti contoh di lampiran PER-24 sedangkan faktur
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
pajak elektronik disediakan oleh DJP. Tanda tangan pada faktur pajak kertas menggunakan tanda basah oleh pemimpin perusahaan sedangkan pada faktur pajak elektronik menggunakan QR Code yaitu tanda tangan oleh pemimpin perusahaan yang berbentuk elektronik. QR Code berisi informasi yang terkait dengan terkait dengan transaksi penyerahan BKP/JKP. Informasi dalam QR Code dapat dilihat dengan menggunakan aplikasi pembaca QR Code (QR Code Scanner). Apabila informasi yang terdapat dalam QR Code tersebut berbeda dengan yang ada dalam cetakan E-Faktur maka faktur pajak tersebut tidak valid. Bentuk dan jumlah lembar faktur pajak kertas diatur, terdiri dari 3 (tiga)
lembar
faktur
pajak,
lembar
1
(satu)
diberikan
ke
pembeli/penerima BKP/JKP sedangkan lembar 2 (dua) dan 3 (tiga) akan diarsip oleh PKP. E-Faktur tidak diwajibkan dicetak dalam bentuk kertas namun apabila E-Faktur dicetak diatas kertas tersebut tetap berfungsi sebagai faktur pajak. PKP
yang diwajibkan
menerbitkan faktur pajak kertas adalah seluruh PKP sedangkan penerbitan E-Faktur hanya untuk PKP yang ditetapkan oleh DJP. Jenis transaksi pada faktur pajak kertas adalah untuk segala jenis transaksi, sedangkan E-Faktur hanya untuk penyerahan BKP/JKP saja, E-Faktur dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak dengan cara upload dan mendapat persetujuan approved sukses. Mata uang yang digunakan pada faktur pajak kertas adalah mata uang rupiah dan mata uang asing (dollar) sedangkan pada E-Faktur hanya bisa menggunakan mata uang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
rupiah. Dalam pelaporan SPT Masa PPN menggunakan sistem E-SPT 1111 untuk faktur pajak kertas, sedangkan dalam sistem E-Faktur juga membuat SPT Masa PPN sehingga tidak perlu lagi menginput data pada sistem E-SPT 1111.
Gambar 2.3 Gambaran Umum Pembuatan E-Faktur Sumber: (data yang diolah dari PER 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan
dan
Pelaporan
Faktur
Pajak
Berbentuk
Elektronik (E-Faktur), 2014) Berdasarkan Gambar 2.3 menjelaskan bahwa pembuatan E-Faktur harus mengikuti proses dan langkah-langkah yang ditetapkan oleh DJP untuk menerbitkan E-Faktur. Disaat terjadi transaksi penjualan, PKP harus membuat faktur pajak dan melakukan pencatatan atas
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
penyerahan BKP/JKP baik secara manual atau dengan sistem, kemudian memasukkan data faktur pajak secara manual atau dengan impor data ke sistem E-Faktur, setelah memasukkan seluruh data pajaknya, PKP harus melaporkan DJP namun harus terkoneksi dengan internet untuk memperoleh persetujuan/approval faktur pajak dari DJP. Setelah seluruh data diisi dengan benar dan sudah memiliki status approval sukses, maka PKP wajib menyampaikan SPT Masa PPN ke KPP dengan membuat file CSV dan mencetak SPT PPN pada masa tertentu. Menurut Arif (2015) menyatakan bahwa terdapat cara membuat file CSV SPT Masa PPN dari sistem E-Faktur, yaitu pilih menu SPT, lalu buka SPT, dan akan tampil form berisi daftar SPT Masa PPN yang telah terbentuk. Apabila daftar SPT yang telah terbentuk tidak muncul, klik tombol perbarui tampilan. Kemudian pilih SPT yang akan dibuat file CSV Pelaporan SPTnya. Klik tombol buat file CSV SPT dan pilih folder penyimpanan file CSV SPT. Nama file CSV SPT telah dibuat sesuai standar, biarkan tanpa ada perubahan, selanjutnya klik tombol Save, File CSV Pelaporan SPT dan file PDF SPT PPN 1111 berhasil dibuat. Adapun cara untuk mencetak SPT Masa PPNnya, yaitu dengan membuka file PDF yang terbentuk kemudian cetak bagian Induk SPT nya. Setelah SPT Masa PPN sudah dalam bentuk hardcopy dan sudah dibuatkan CSVnya maka harus dilaporkan langsung ke KPP dan PKP akan menerima Bukti Penerimaan Surat dari KPP yang terdaftar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
j. Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib
pajak
memenuhi
semua kewajiban
perpajakannya
dan
melaksanakan hak perpajakannya (Nurmantu, 2003). Menurut Laili (2013) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak adalah factor peting dalam merealisasikan target penerimaan pajak. Semakin tinggi kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya menumbuhkan kepatuhan wajib pajak sudah seharusnya menjadi agenda utama DJP, selain memacu kinerja pegawai agar memiliki kemampuan, dedikasi, wawasan, dan tanggung jawab sebagai penyelenggara negara di bidang perpajakan. UU No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-Undang, yaitu menyatakan bahwa wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak mencakup kepatuhan mencatat atau membukukan transaksi usaha, kepatuhan melaporkan kegiatan usaha sesuai peraturan yang berlaku, serta kepatuhan terhadap semua aturan perpajakan lainnya. Kepatuhan melaporkan kegiatan usaha adalah kepatuhan yang paling mudah diamati karena seluruh wajib pajak berkewajiban menyampaikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
laporan kegiatan usahanya setiap bulan dan/atau setiap tahun dalam bentuk menyampaikan SPT ke KPP dimana tempat wajib pajak terdaftar. Kepatuhan dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Kepatuhan formal, yaitu adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. 2. Kepatuhan material, yaitu yang meliputi kepatuhan formal yakni, wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar SPT sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian SPT PPN Masa Agustus 2015 adalah 30 September. Apabila wajib pajak telah melaporkan SPT PPN Masa Agustus 2015 sebelum atau pada tanggal 30 September 2015 maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, yang menyatakan bahwa terdapat kriteria wajib pajak patuh. Kriteria wajib pajak patuh adalah tepat waktu dalam menyampaikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
SPT baik Pajak Tahunan maupun Pajak Masa. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Memberikan laporan keuangan yang sudah diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir yang mengakibatkan kerugian negara. 2. Penelitian Terdahulu Berdasarkan landasan teori yang dijelaskan dalam penelitian ini maka peneliti menggunakan beberapa referensi yang berkaitan dengan penelitian ini yang dijelaskan dalam tabel 2.2 sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No
1
Peneliti dan Judul
Ary Kurniawan (2016) Penerapan E-Faktur Pajak Terhadap Pengusaha Kena Pajak Di Kota Surabaya (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wonocolo Surabaya)
Variabel yang Digunakan
Dependen : Pengusaha Kena Pajak Independen : Penerapan E-Faktur
Alat Analisis
Analisa Korelasi Sederhana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukan bahwa Penerapan E-faktur terhadap Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wonocolo Surabaya secara keseluruhan sudah cukup baik meskipun masih ada beberapa kekurangan menyangkut Political Environtment menyangkut dukungan dari pihak otoritas tertinggi terhadap proyek e-government.
56
2
3
Asty Wahyuni (2015) Korelasi Antara Implementasi ENofa (Electronic Nomor Faktur) Dengan Peningkatan Pelaporan Wajib Pajak Badan di KPP Wajib Pajak Besar Dua
Didit Mulyadi Mahyudin (2015) Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Diterapkannya Program E-SPT Dalam Melaporkan SPT Masa PPN Pada KPP Pratama Bitung
Dependen : Peningkatan Pelaporan Wajib Pajak Independen : Korelasi Implementasi Elektronik Nomor Faktur
Analisa Korelasi Sederhana
Dependen : Melaporkan SPT Masa PPN Independen : Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Diterapkannya Program E-SPT
Analisis Deskriptif
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan Implementasi E-Nofa yang kuat dengan peningkatan pelaporan wajib pajak badan di KPP Wajib Pajak Besar Dua Jakarta Pusat dan Peningkatan Pelaporan Wajib Pajak Badan dengan empat indikator berdasarkan jumlah PKP pengguna E-Nofa di KPP Wajib Pajak Besar Dua Jakarta Pusat. Hasil dari penelitian ini menunjukan terdapat perbedaan atau hubungan yang signifikan antara kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah penerapan e-SPT, yaitu penggunaan SPT Manual lebih dominan dibandingkan program e-SPT
57
4
Edy Susanto (2016) Elektronik Faktur (E-Faktur) : Apakah Sudah Efektif Bagi Pengusaha Kena Pajak Dalam Pelaporan SPT Masa PPN?
5
Selfi Ayu Permata Sari, Devi Pusposari, SE., M.Si., Ak (2015) Penerapan EFaktur Sebagai Perbaikan Sistem Administrasi PPN
6
Tri Oktaviarini (2016) Analisis Penerapan E-Faktur dalam Melaporkan SPT Masa PPN
Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan faktur pajak yang dibuat menggunakan e-faktur tidak Dependen : perlu tanda tangan Pelaporan SPT basah dan stempel Masa PPN Convenience (cap perusahaan) Sampling berbeda dengan eIndependen : SPT yang tidak Keefektifan terdapat menu E-Faktur pembuatan faktur pajak sehingga diperlukan tanda tangan basah dan stempel (cap perusahaan). E-Faktur memiliki kelebihan dan kelemahan dalam penerapannya. Kelebihan dari e-Faktur yaitu dapat lebih efektif Dependen : dan efisien dalam Sistem pembuatan serta Administrasi transaksi faktur PPN Analisis pajak. Sedangkan Deskriptif kelemahan dari Independen : aplikasi e-Faktur Penerapan ini yaitu cara E-Faktur kerja yang lebih rumit dibandingkan dengan pembuatan faktur pajak manual serta aplikasi SPT PPN sebelumnya. Dependen : Dilihat dari hasil Melaporkan data pada PT. SPT Masa Analisis Imbema Pacific PPN Deskriptif Indonesia menunjukkan Independen : bahwa penerapan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
(Studi Kasus PT Imbema Pacific Indonesia Masa Januari-Oktober 2015))
Penerapan E-Faktur
Sumber: (data yang diolah dari hasil penelitian terdahulu)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
e-Faktur dalam penyampaian pelaporan masa pada PT. Imbema Pacific Indonesia sudah sesuai dengan sesuai dengan PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk \ Elektronik (e-Faktur).
59
B. Rerangka Pemikiran
Gambar 2.4 Rerangka Pemikiran
Berdasarkan Gambar 2.4 menjelaskan mengenai kerangka pemikiran penelitian. Penelitian tersebut ingin mendeskripsikan mengenai penerapan, pemahaman, dan keefektifan E-Faktur terhadap Pelaporan SPT Masa PPN, dan menilai kepatuhan wajib pajak sebelum dan sesudah penerapan E-Faktur pada PT. Gemilang Matari Fastener. Penelitian ini dilandaskan pada Undang-Undang Perpajakan, Peraturan Direktorat Jenderal Pajak, dan Peraturan dari Menteri Keuangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
http://digilib.mercubuana.ac.id/