BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori Agensi merupakan suatu pendekatan yang dapat menjabarkan konsep manajemen laba. Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Agency Theory menunjukkan bahwa perusahaan dapat dilihat sebagai suatu hubungan kontrak (loosely defined) antara pemegang sumber daya. Suatu hubungan agency muncul ketika satu atau lebih individu, yang disebut pelaku (principals), mempekerjakan satu atau lebih individu lain, yang disebut agen, untuk melakukan layanan tertentu dan kemudian mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agen.Hubungan utama agency dalam bisnis adalah mereka (antara pemegang saham dan manajer) antara debtholders dan pemegang saham. Hubungan ini tidak selalu harmonis, memang, teori keagenan berkaitan dengan konflik agency, atau konflik kepentingan antara agen dan pelaku. Hal ini memiliki implikasi untuk, antara lain, tata kelola perusahaan dan etika bisnis. Ketika agency terjadi 12
13
cenderung menimbulkan biaya agency, yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka untuk mempertahankan hubungan agency yang efektif (misalnya, menawarkan bonus kinerja manajemen untuk mendorong manajer bertindak untuk kepentingan pemegang saham). Oleh karena itu, teori keagenan telah muncul sebagai model yang dominan dalam literatur ekonomi keuangan, dan secara luas dibahas dalam konteks etika bisnis. Kunci dari teori agensi adalah perbedaan tujuan antara prinsipal dan agen, di mana semua individu berusaha bertindak sesuai dengan kepentingannya masing-masing serta aktivitas agen yang sehari-hari tidak dapat dimonitor, sehingga prinsipal tidak mengetahui apakah agen telah bekerja sesuai dengan keinginan prinsipal atau tidak, menyebabkan konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen semakin meningkat (Komalasari, 1999:167). Penelitian yang dilakukan oleh Watts dan Zimmerman (1986), secara empiris menunjukkan keterkaitan hubungan antara agen dan prinsipal sering ditentukan oleh angka akuntansi (Widyaningdyah, 2001:92). Hal ini mendorong pihak manajemen selaku agen untuk berusaha mengolah angka akuntansi menjadi sedemikian rupa melalui cara yang sistematis dengan memilih metode/kebijakan tertentu sehingga angka akuntansi (laba) yang dilaporkan dari periode ke periode benar-benar dapat mencapai tujuan akhir yang diinginkan (Muchammad, 2001:19) dalam Dewi (2011).
14
2.1.2 Manajemen Laba Manajemen laba atau earning management menurut Sucipto dan Purwaningsih (2007) merupakan suatu proses yang disengaja, menurut batasan standar akuntansi keuangan, untuk mengarahkan pelaporan laba pada tingkat tertentu. Dengan melakukan manajemen laba, manajer mengharapkan laba yang dilaporkan sesuai dengan harapan investor, tetapi terkadang tidak sesuai fakta yang ada. Menurut Herni dan Susanto (2008) manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Manajemen laba juga menambahkan bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa. Dajjang (2006) mengutip Ayres (1994) yang menyatakan bahwa ada 3 faktor yang dapat dikaitkan dengan munculnya praktik manajemen laba oleh manajer demi menunjukkan prestasinya, yaitu: 1. Manajemen akrual (accruals management). 2. Penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib (adoption of mandatory accounting changes). 3. Perubahan akuntansi secara sukarela (voluntary accounting changes). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Watts and Zimmerman (1986), secara empiris membuktikan bahwa hubungan principal dan agent sering ditentukan oleh angka akuntansi. Hal ini
15
memacu agent untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi tersebut dapat
digunakan
sebagai
sarana
untuk
memaksimalkan
kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent tersebut adalah manajemen laba (Ma’ruf, 2006). Menurut Scott (2000) dalam Ma’ruf (2006), terdapat berbagai motivasi perusahaan melakukan manajemen laba, yaitu: 1. Other Contractual Motivations Secara umum untuk memenuhi kewajiban-kewajiban kontraktual, termasuk perjanjian hutang (debts convenants). 2. To Communicate Information To Investors Investor akan melihat kebijakan akuntansi yang dipilih ketika mengevaluasi dan membandingkan laba. 3. Political Motivations Untuk mengurangi biaya politis dan pengawasan dari pemerintah, untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas pemerintah seperti subsidi dan perlindungan dari pesaing luar negeri, untuk meminimalkan tuntutan serikat buruh, yang dilakukan dengan cara menurunkan laba. 4. Taxation Motivations Manajemen laba dilakukan untuk tujuan penghematan pajak, yaitu dengan cara memperkecil perolehan laba sehingga mengakibatkan apa yang dibayarkan kepada pemerintah juga lebih kecil dari yang seharusnya.
16
5. Changes of Chief Executive Officer (CEO) CEO yang mendekati akhir jabatannya, cenderung melakukan income maximation untuk meningkatkan bonus mereka. 6. Initial Public Offerings (IPO) Perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana (IPO), cenderung melakukan income increassing untuk menarik calon investor. Menurut Scott (2003: 383) pola earning management yang sering dilakukan adalah : 1.
Taking Bath Yaitu tindakan manajemen melaporkan biaya-biaya pada masa mendatang di masa kini dan menghapus beberapa aktiva. Hal ini juga memberi kesempatan manajer yang mempunyai net income di bawah bogey (tingkat laba minimum untuk memperoleh bonus) untuk menaikkan bonus di masa yang akan datang. Tindakan ini biasanya dilakukan bila perusahaan mengadakan restrukturisasi atau reorganisasi.
2. Income Minimization Yaitu tindakan untuk menghapus modal aset, beban iklan, pengeluaran R&D dan sebagainya dengan tujuan mencapai suatu tingat return on asset atau return on investment tertentu. Biasanya dilakukan pada periode yang tingkat profitabilitasnya tinggi.
17
3. Income Maximization Yaitu manajer berusaha melaporkan net income yang tinggi dengan motivasi mendapat bonus yang lebih besar. Pola ini juga dilakukan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. 4. Income Smoothing Manajer mempunyai kecenderugan untuk meratakan laba bersih sehingga berada tetap di antara bogey (laba minimun untuk mendapat bonus) dan cap (laba maksimum untuk mendapat bonus). Lebih jauh lagi apabila manajer mempunyai sikap menghindari resiko (risk-averse), mereka akan memilih untuk mengurangi aliran bonus yang tidak berubah-ubah, sehingga perataan laba pun di pilih sebagai jalan keluar.
2.1.3 Pertumbuhan Laba Laba secara operasional merupakan perbedaan antara pendapatan yang direalisasi yang timbul dari transaksi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut. Sedangkan pengertian laba menurut IAI dalam Chariri dan Ghozali (2003:213) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi peranan modal. Sementara pengertian laba yang dianut
18
oleh struktur akuntansi sekarang ini adalah laba akuntansi yang merupakan selisih. Pengukuran pendapatan dan biaya. Besar kecilnya laba sebagai pengukur kenaikan sangat bergantung pada ketepatan pengukuran pendapatan dan biaya. Jadi dalam hal ini laba hanya merupakan angka artikulasi dan tidak didefinisikan tersendiri secara ekonomik seperti halnya aktiva atau hutang (Chariri dan Gozali, 2003:213). Menurut Harahap (2005:263) laba merupakan angka yang penting dalam laporan keuangan karena berbagai alasan antara lain: laba merupakan dasar dalam perhitungan pajak, pedoman dalam menentukan kebijakan investasi dan pengambilan keputusan, dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan lainnya di masa yang akan datang, dasar dalam perhitungan dan penilaian efisiensi dalam menjalankan perusahaan, serta sebagai dasar dalampenilaian prestasi atau kinerja perusahaan. Belkaoui dalam Chariri dan Ghozali (2003:214) menyebutkan bahwa laba memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut: 1.
Laba didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi
2.
Laba didasarkan pada postulat periodisasi, artinya merupakan prestasi perusahaan pada periode tertentu.
3.
Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan.
19
4.
Laba memerlukan pengukuran tentang biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan pendapatan tertentu.
5.
Laba didasarkan pada prinsip penandingan (matching) antara pendapatan dan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut.
Perbandingan yang tepat atas pendapatan dan biaya tergambar dalam laporan rugi laba. Penyajian laba melalui laporan tersebut merupakan fokus kinerja perusahaan yang penting. Nasser dan Herlina (2003:291) dalam Dewi (2011) menyatakan bahwa informasi laba pada umumnya merupakan perhatian utama dalam menaksir kinerja atau pertanggung jawaban manajemen, selain itu informasi laba juga membantu pemilik perusahaan atau pihak lainnya dalam menaksir “earnings
power”
perusahaan
di
masa
yang
akan
datang.
Pertumbuhan laba dihitung dengan cara mengurangkan laba periode sekarang dengan laba periode sebelumnya kemudian dibagi dengan laba pada periode sebelumnya (Takarini dan Ekawati, 2003). 2.1.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Laba Banyak faktor yang telah diuji mempunyai pengaruh terhadap tindakan prediksi pertumbuhan laba. Namun, dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan empat faktor yang diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan laba dengan penjelasan sebagai berikut :
20
1. Working Capital to Total Asset Working Capital to Total Assets Ratio ( WCTA ) adalah rasio yang mengukur likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja neto dari jumlah aktiva, atau kemampuan suatu perusahaan dalam menjamin modal kerjanya terhadap total aktiva. Dalam penelitian ini rasio likuiditas diproksikan dengan WCTA, karena menurut peneliti sebelumnya, rasio ini yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. WCTA dapat dirumuskan sebagai berikut (Gitman, 2006:511) WCTA = (aktiva lancar - hutang lancar) / jumlah aktiva. Aktiva lancar berupa kas, persediaan dan trade receivables (pendapatan dari dagang). Hutang lancar berupa trade payable, taxes payable dan current maturities of long term debt. Jumlah aktiva merupakan penjumlahan dari aktiva lancar dengan aktiva tetap. 2. Net Profit Margin Net Profit Margin merupakan salah satu indikator yang penting untuk menilai suatu perusahaan. Selain digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, net profit margin juga untuk mengetahui efektifitas perusahaan dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya. Menurut Van Horne dan Wachowics (2001:224), Net Profit Margin adalah ukuran profitabilitas perusahaan dari penjualan setelah memperhitungkan
21
semua biaya dan pajak penghasilan. Margin tersebut memberitahu penghasilan bersih dari perusahaan per satu dolar penjualan. Net profit margin (NPM) dapat diinterpretasikan sebagai tingkat efisiensi perusahaan, yaitu sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menekan biaya-biaya yang ada di perusahaan. Semakin tinggi NPM maka semakin efektif suatu perusahaan dalam menjalankan operasinya. Tingginya net profit margin menghasilkan laba yang tinggi, sebaliknya net profit margin yang rendah menghasilkan laba yang rendah pula. Dengan demikian, tinggi
rendahnya net
profit
margin akan
mempengaruhi
pertumbuhan laba. Net Profit Margin (NPM) digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak. Net Profit Margin adalah perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih
menunjukkan
kemampuan
manajemen
dalam
22
mengemudikan
perusahaan
secara
cukup
berhasil
untuk
menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu risiko. Hasil dari perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan.
Para
investor
pasar
modal
perlu
mengetahui
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable atau tidak. Net Profit Margin adalah suatu pengukuran dari setiap satuan nilai penjualan yang tersisa setelah dikurangi oleh seluruh biaya termasuk bunga dan pajak (Suwito dan Herawaty, 2005). Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan banyak digunakan oleh para praktisi keuangan sebagai penentu nilai (value drive) kunci yang mempengaruhi penilaian atas sebuah perusahaan. 3. Debt to Equity Ratio DER merupakan perhitungan leverage sederhana yang membandingkan total utang yang dimiliki perusahaan dengan total ekuitas (modal sendiri) dalam menanggung risiko. Total utang merupakan total kewajiban (baik utang jangka pendek maupun jangka panjang). Sedangkan total ekuitas merupakan total modal sendiri (meliputi total modal saham yang disetor dan laba yang ditahan) yang dimiliki oleh perusahaan) (Dewi, 2012).
23
Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang semakin besar di banding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) atau dengan kata lain semakin rendah tingkat pendanaan
dari
kreditur
untuk
mendukung
kegiatan
operasionalnya yang dapat berdampak pada penurunan laba perusahaan. Hal ini karena biasanya kreditur akan memberikan kredit pada perusahaan yang mempunyai laba yang stabil karena laba yang stabil memberikan keyakinan pada kreditur bahwa perusahaan akan mampu membayar hutangnya. Brigham dan Houston (2001) menyebutkan semakin tinggi DER, maka semakin berisiko bagi perusahaan (kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar semua hutangnya). (Rahmawati, 2012). Menurut Hanafi dan Halim (2005) menyebutkan bahwa pertumbuhan laba dipengaruhi oleh faktor tingkat leverage Bila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka manajer cenderung memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketepatan pertumbuhan laba. 4. Total Assets Turnover Teori Ang Chua (2005), total asset turnover merupakan salah satu rasio aktivitas. TAT menunjukkan efisiensi penggunaan seluruh aktiva (total asset) perusahaan untuk menunjang penjualan perusahaan (sales). Menurut Ardiansyah (2004), perusahaan yang
24
berskala besar cenderung lebih dikenal oleh masyarakat, sehingga informasi mengenai prospek perusahaan berskala besar lebih mudah diperoleh investor dari pada perusahaan berskala kecil. Semakin besar TAT menunjukkan perusahaan efisien dalam menggunakan seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan bersihnya. Semakin cepat perputaran aktiva suatu perusahaan untuk menunjang kegiatan penjualan bersihnya, maka pendapatan yang diperoleh meningkat, sehingga laba yang didapat besar. Ini didukung oleh Ou (1990), Asyik dan Soelistyo (2000) serta Hapsari (2007) yang dalam penelitiannya menunjukkan bahwa TAT berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. 2.1.5
Analisis Pertumbuhan Laba Menurut Anoraga dan Pakarti dalam Angkoso (2006) ada dua macam analisis untuk menentukan pertumbuhan laba yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. 1. Analisis Fundamental Analisis fundamental merupakan analisis yang berhubungan dengan kondisi keuangan perusahaan. Dengan analisis fundamental diharapkan calon investor akan mengetahui bagaimana operasional dari perusahaan yang nantinya menjadi milik investor, apakah sehat atau tidak, apakah menguntungkan atau tidak dan sebagainya. Hal ini penting karena nantinya akan berhubungan dengan hasil
25
yang akan diperoleh dari investasi dan resiko yang harus ditanggung. Analisis fundamental merupakan analisis historis atas kekuatan keuangan dari suatu perusahaan yang sering disebut dengan company analysis. Data yang digunakan adalah data historis, artinya data yang telah terjadi dan mencerminkan keadaan keuangan yang sebenarnya pada saat analisis. Dalam company analysis para analis akan menganalisis laporan keuangan perusahaan yang salah satunya dengan rasio keuangan. Para analis fundamental mencoba memprediksikan pertumbuhan laba di masa yang akan datang dengan mengestimasi faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi pertumbuahan laba yang akan datang, yaitu kondisi ekonomi dan kondisi keuangan yang tercermin melalui kinerja perusahaan. 2. Analisis Teknikal Analisis teknikal sering dipakai oleh investor, dan biasanya data atau catatan pasar yang digunakan berupa grafik. Analisis ini berupaya untuk memprediksi pertumbuhan laba di masa yang akan datang dengan mengamati perubahan laba di masa lalu. Teknik ini mengabaikan hal-hal yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan. Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan pertumbuhan laba dapat dilakukan dua analisis, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Dalam hal
26
ini analisis yang digunakan adalah analisis fundamental. Analisis fundamental merupakan analisis yang berkaitan dengan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan dapat diketahui melalui rasio keuangan.
2.1.6
Penelitian Terdahulu. Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang mengkaji tentang tindakan manajemen dalam memprediksi pertumbuhan laba pada perusahaan yang diringkas dalam tabel berikut : Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No 1
Peneliti Elly Julianti (2014)
Judul Pengaruh Curent Ratio (CR), Debt To Equity Ratio (DER), Total Aset Turnover (TATO), Net Profit Margin (NPM), dan Return On Equity (ROE) Terhadap Pertumbuhan Laba pada Perusahan Property & Real Estate yang terdaftar di BEI Periode 2010-2013.
Variabel Curent Ratio (CR), Debt To Equity Ratio (DER), Total Aset Turnover (TATO), Net Profit Margin (NPM), Return On Equity (ROE), Pertumbuhan Laba
Kesimpulan - Secara parsial Curent Ratio (CR) tidak berpengaruh signifikan. - Secara parsial Debt To Equity Ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan. - Secara parsial Total Aset Turnover (TATO) tidak berpengaruh signifikan - Secara parsial Net Profit Margin (NPM)
27
berpengaruh - Secara parsial Return On Equity (ROE) berpengaruh signifikan - Hasil penelitan menunjukan bahwa Curent Ratio (CR), Debt To Equity Ratio (DER), Total Aset Turnover (TATO), Net Profit Margin (NPM) dan Return On Equity (ROE) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan laba perusahan Property & Real Estate yang terdaftar di BEI periode 20102013.
2
Riha Dedi Priantana & zulfia
Pengaruh Rasio
Capital
- CAR
Kecukupan Modal,
Adequacy Ratio, berpengaruh
Non Performing
Non performing
signifikan
Loan, dan Tingkat
Loan, Loan to
positif terhadap
Likuiditas terhadap
deposit ratio,
profitabilitas
Profitabilitas
Profitabilitas
ditolak.
28
Perbankan yang
-NPL
Terdaftar di Bursa
berpengaruh
Efek Indonesia
negatif terhadap profitabilitas dapat diterima. -LDR berpengaruh positif terhadap profitabilitas ditolak.
3
Anni Mustarsyidah (2009)
Pengaruh perubahan
rasio
keuangan terhadap perubahan
laba
dimasa yang akan datang
pada
perusahaanperusahaan
yang
terdaftar di Jakarta Islamic index tahun 2004-2008
Perubahan laba, rasio leverage Rasio likuiditas (DER), perubahan rasio Rasio leverage, likuiditas (CR), Rasio aktivitas, perubahan rasio aktivitas Rasio (TATO), profitabilitas perubahan rasio profitabilitas (ROA) berpengaruh signifikan - rasio leverage (DER) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan - rasio likuiditas (CR) secara parsial tidak berpengaruh signifikan - rasio aktivitas (TATO) secara
29
4
Nur Ari Widiasih (2006)
Analisa
rasio Perubahan laba
keuangan
dalam relative, Ukuran
memprediksi perubahan pada
kinerja
(Laba
laba Per
Saham
perusahaan (EPS),
manufaktur
Price
yang Earning
terdaftar di Bursa (PER), Efek Jakarta (BEJ)
ratio Ukuran
Efisiensi operasi (Perputaran Persediaan (HPP/Persd), Perputaran Aktiva
Tetap
(Penj/AT), Gross
Profit
Margin (GPM), Ukuran kebijakan Keuangan (Leverage)
parsial tidak berpengaruh signifikan dan positif - rasio Profitabilitas (ROA) secara parsial tidak berpengaruh positif dan signifikan Hanya dua variabel independen yang berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen yaitu variabel GPM dan leverage. Sedangkan untuk keempat variabel independen lainnya yaitu EPS, PER, perputaran persediaan tidak berpengaruh secara parsial terhadap perubahan laba.
30
5
Upik Yuli Asri (2009)
Pengaruh
rasio Laba
keuangan
dalam
memprediksi
laba
dimasa yang akan datang
pada
perusahaan manufaktur terdaftar
di
yang BEI
2002-2007 (Ukuran perusahaan sebagai variabel Kontrol)
dimasa - Secara parsial yang akan atau individual untuk rasio datang, Ukuran solvabilitas perusahaan, (THAT dan Rasio likuditas TIE), rasio profitabilitas (RL, RQ), (ROA), dan Profitabilitas rasio pasar (profit margin, (PER), Secara serempak atau ROA), bersama-sama Solvabilitas rasio likuiditas, (total hutang thd rasio aktivitas, total asset, rasio solvabilitas, Times interest rasio earned), profitabilitas Aktivitas (Rata- dan rasio pasar mampu rata Umur memprediksi Piutang, perubahan laba dimasa yang Perputaran akan datang aktiva tetap), Pasar(PER, dan pembayaran deviden (PD)
6
Lintang E (2009)
Pengaruh
rasio Current
keuangan terhadap perubahan pada
laba
perusahaan
food and beverages yang go public
ratio, - Current Ratio ROA, ROE, (CR), Return on Equity (ROE), total debt to Return on Asset total asset, (ROA),Net TATO, GPM, profit margin (NPM), Gross NPM, profit margin perubahan laba (GPM), total debt to total
31
7
Fatmawaty Ahmad (2013)
Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Perubahan Laba Pada Pt. Telekomunikasi Indonesia, Tbk
Rasio
Lancar,
Rasio
Total
Hutang Terhadap Total, Asset Return On Asset
asset, total asset turnover, dan inventory turnover ratio secara bersamasama berpengaruh secara signifikan Rasio Lancar, Perputaran Total Aktiva dan Return On Asset berpengaruh secara posotif
(ROA),
Perubahan Laba
8
Epri Ayu Hapsari (2007)
Analisis
Rasio Working Capital TAT, NPM dan
Keuangan
Untuk to Total Asset GPM
Memprediksi
(WCTA),
Pertumbuhan Laba
Current Liability positif to
berpengaruh dan
Inventory signifkan,
(CLI),
sedangkan
Operating
variabel lainnya
Income to Total yaitu
tiga
WCTA,
Liabilities
CLI dan OITL
(OITL),
terbukti
Pertumbuhan
signifikan.
tidak
Laba
9
Renti Annisa (2008)
Analisis Rasio Loan to Deposit Non Performing Keuangan Dalam Ratio, Rasio Loan (NPL) dan Memprediksi rasio Fix Asset
32
Perubahan Pada Campuran Indonesia
Laba Aktiva Bersih, Capital Rasio Bank Non Performing (FACR), dapat Di memprediksi Loan, Beban perubahan Operasi labam, namun LDR, APB, terhadap BOPO, IRR, dan Pendapatan NIM tidak Operasi mampu dalam (BOPO), Fixed memprediksi perubahan laba Asset Capital Ratio,
Interest
Rate Risk, Net Interest Margin, Perubahan Laba
10
Takarini dan Ekawati (2003)
Analisis
rasio Current Liabilities to keuangan dalam Inventory (CLI), memprediksi Current pertumbuhan laba Liabilities to pada perusahaan Equity (CLE), Operating manufaktur di Income to Total pasar modal Liabilities (OITL), Current Indonesia Ratio (CR), Cash Flow to Current Liabilities (CFCL), Working Capital to Total Assets (WCTA), Sales to Total Asset (STA), Inventory to Net
-
CLE
dan
WCTA berpengaruh positif signifikan Terhadap perubahan laba pada -
Rasio STA
dan NPM tidak berpengaruh signifikan untuk memprediksi perubahan laba.
33
Working Capital (INWC), Quick Asset to Inventory (QAI), Net Worth to Sales (NWS), Net Profit Margin (NPM), Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE), perubahan laba.
2.2 Rerangka Pemikiran. Berdasarkan tinjauan pustaka dan beberapa penelitian terdahulu diduga bahwa variabel X (Working Capital to Total Asset, Net Profit Margin, Debt to Equity Ratio, dan Total Assets Turnover) berpengaruh terhadap variabel Y (pertumbuhan laba). Dari uraian diatas digambarkan suatu rerangka pemikiran sebagai berikut:
34
Gambar 2.1 Pengaruh WCTA, NPM, DER dan TAT Terhadap Pertumbuhan Laba
WCTA
NPM Pertumbuhan Laba DER
TAT
2.3 Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Working Capital to Total Asset terhadap Pertumbuhan Laba WCTA merupakan salah satu rasio likuiditas (Gitman,2006). Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva ancarperusahaan, sehingga mampu membayar utang jangka pendeknya tepat pada waktu yang dibutuhkan. WCTA yang semakin tinggi menunjukkan modal operasional perusahaan besar dibandingkan dengan jumlah aktivanya (total assets). Modal kerja yang besar akan
35
memperlancar kegiatan operasi perusahaan sehingga perusahaan mampu membayar hutangnya, dengan demikian pendapatan yang diperoleh meningkat. Semakin besar WCTA akan meningkatkan laba yang selanjutnya akan mempengaruhi peningkatan pertumbuhan laba. Hal ini dikarenakan efisiensi dari selisih antara aktiva lancar (current assets) dan hutang lancar (current liabilities). Hasil penelitian (Takarini dan Ekawati, 2003) menunjukkan bahwa WCTA berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba satutahun yang akan datang. Berdasarkan pemikiranpemikiran tersebut, dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut : HA1: Working Capital to Total Asset berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. 2. Pengaruh Net Profit Margin terhadap Pertumbuhan Laba NPM termasuk salah satu rasio profitabilitas. NPM menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan bersihnya terhadap total penjualan bersihnya (Sofyan Syafri, 2010;297), NPM yang semakin besar menunjukkan bahwa semakin besar laba bersih yang diperoleh perusahaan dari kegiatan penjualan. Dengan laba bersih yang besar, bertambah luas kesempatan bagi perusahaan untuk memperbesar modal usahanya tanpa melalui hutang-hutang baru, sehingga pendapatan yang diperoleh menjadi meningkat (Reksoprayitno, 1991). Hal ini didukung
Epri
Ayu
Hapsari
(2007)
yang
dalam
penelitiannya
menunjukkan bahwa NPM berpengaruh positif signifikan terhadap
36
pertumbuhan laba satu tahun ke depan. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut. HA2:
Net profit margin berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
3. Pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap Pertumbuhan Laba DER merupakan salah satu rasio solvabilitas. DER menunjukkan perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri (Susan Irawati, 2006). Semakin tinggi DER menunjukkan semakin tinggi penggunaan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan. Hal ini dapat menimbulkan resiko yang cukup besar bagi perusahaan ketika perusahaan tidak mampu membayar kewajiban tersebut pada saat jatuh tempo, sehingga akan mengganggu kontinuitas operasi perusahaan. Selain itu, perusahaan akan dihadapkan pada biaya bunga yang tinggi sehingga dapat menurunkan laba perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian Anni Mustarsyidah (2009) yang
menunjukkan
bahwa
DER
berpengaruh
negatif
terhadap
pertumbuhan laba.
HA3:
Debt to equity ratio berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
4. Pengaruh Total Assets Turnover terhadap Pertumbuhan Laba TAT merupakan salah satu rasio aktivitas. TAT menunjukkan efisiensi penggunaan seluruh aktiva (total assets) perusahaan untuk menunjang penjualan (sales) (Sofyan Syafri, 2010) . Semakin besar TAT menunjukkan perusahaan efisien dalam menggunakan seluruh aktiva
37
perusahaan untuk menghasilkan penjualan bersihnya. Semakin cepat perputaran aktiva suatu perusahaan untuk menunjang kegiatan penjualan bersihnya, maka pendapatan yang diperoleh meningkat sehingga laba yang didapat besar (Ang, 1997). Ini didukung oleh Lintang E (2009) dan Epri Ayu Hapsari (2007) yang dalam penelitiannya menunjukkan bahwa TAT berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba. Berdasarkan pemikiranpemikiran tersebut, dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut.
HA4:
Total assets turnover berpengaruh terhadap pertumbuhan laba