BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Keterampilan Membaca di Sekolah Dasar a. Pengertian Keterampilan Menurut Soemarjadi, dkk (2001: 2) kata keterampilan sama artinya dengan kata cekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan suatu pekerjaan dengan cepat dan benar.
Adapun menurut Syah (2013: 117)
keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otototot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Keterampilan membutuhkan koordinasi gerak yang teliti dan penuh kesadaran tinggi untuk dapat menciptakan keterampilan yang baik. Begitu juga sebaliknya jika koordinasi gerak memiliki tingkat ketelitian dan kesadaran yang rendah maka akan menciptakan keterampilan yang rendah pula. Ditambahkan oleh Reber dalam sumber yang sama menyatakan bahwa keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Adapun menurut Purbawanti (2011: 7) keterampilan adalah sesuatu kekuatan yang memerlukan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan tepat dan dapat diukur. Keterampilan disini adalah kemampuan dan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu dan memberikan manfaat bagi orang lain dan dirinya sendiri. Dengan
demikian
keterampilan
merupakan
kemampuan
untuk
melakukan suatu kegiatan yang kompleks antara kegiatan motorik dan pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif dengan cepat dan benar. Untuk menghasilkan keterampilan yang baik diperlukan koordinasi antar keduanya harus seimbang dan kuat.
b. Pengertian Membaca Menurut Sumadayo (2011: 4) membaca merupakan suatu kegiatan interaktif untuk memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tulis. Diperkuat oleh Tarigan (2008: 7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan oleh pembaca guna memperoleh pesan atau informasi yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Definisi membaca menurut Anderson dalam Tarigan (2008: 7) jika dipandang dari segi linguistik membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process). Pembacaan sandi (decoding) yaitu menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/ cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Ditambahkan oleh Syafi’ie dalam Rahim (2008: 2) proses recording dan decoding berlangsung pada anak SD di kelas rendah (kelas I, II, dan III) atau biasa dikenal dengan istilah membaca permulaan, sedangkan pada kelas tinggi lebih ditekankan pada proses memahami makna (meaning). Dari uraian di atas mengenai pengertian membaca menurut para ahli dapat ditarik simpulan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan interaktif yang di dalamnya meliputi kegiatan penyandian dan pembacaan sandi atau simbolsimbol dalam bahan tulis guna memperoleh informasi untuk dapat memahami arti atau makna dari bacaan tersebut. Oleh karena itu membaca perlu dijadikan kebiasaan agar kita dapat menimba pengetahuan dan pengalaman.
c. Tujuan Membaca Setiap orang memiliki tujuan masing-masing dalam hal membaca. Menurut Blankton, dkk dalam Rahim (2008: 11) tujuan membaca secara umum mencakup: (1) membaca untuk kesenangan; (2) menyempurnakan membaca nyaring; (3) menggunakan strategi tertentu; (4) memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik; (5) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya; (6) memperoleh informasi untuk laproran tertulis atau lisan; (7) menginformasikan atau menolak prediksi; (8) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi
diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks; (9) menjawab pertanyaan-pertanyaan spesifik. Adapun menurut Tarigan (2008: 9) tujuan membaca adalah sebagai berikut: (1) membaca umtuk memperoleh perincian atau fakta (reading for details of fact); (2) membaca untuk memperoleh ide atau gagasan utama (reading for main ideas); (3) membaca untuk mengetahui susunan atau urutan organisasi cerita (reading for sequence or organization); (4) membaca untuk menyimpulkan atau membaca inferensi (reading for inference); (5) membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasi (reading for classify); (6) membaca untuk menilai atau mengevaluasi (reading for evaluate); (7) membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading for compare or contrast). Tujuan membaca sangat beranekaragam dan tergantung pada siapa yang melakukannya. Akan tetapi perlu diketahui bahwasanya tujuan dari membaca tidak lain adalah untuk mencari informasi. Baik informasi yang sifatnya penting maupun informasi yang berlalu begitu saja setelah selesai membaca. Hal pertama kali yang harus dilakukan sebelum melakukan membaca adalah menentukan tujuannya. Tentukan informasi apa yang harus didapatkan, pengalaman tentang apa yang
dibutuhkan, fakta-fakta atau gagasan apa yang dapat menambah
pengetahuan dan wawasan, dan tujuan lainnya seperti membaca untuk kesenangan atau menghibur diri, maupaun membaca untuk membandingkan dan menilai sesuatu hal dari apa yang dibaca tersebut.
d. Manfaat Membaca Membaca merupakan kegiatan yang memiliki banyak manfaat. Manfaat membaca menurut Slamet (2008: 69) antara lain: 1) Memperoleh banyak pengalaman hidup. 2)Memperoleh pengetahuan umum dan berbagai informasi tertentu yang sangat berguna bagi kehidupan. 3) Mengetahui berbagai peristiwa besar dalam peradaban dan kebudayaan suatu bangsa. 4)Dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir di
dunia. 5) Dapat mengayakan batin, memperoleh cakrawala pandang dan pikiran, meningkatkan taraf hidup dan budaya keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa. 6)Dapat memecahkan berbagai masalah kehidupan, dapat menghantarkan seseorang menjadi cerdik pandai. 7) Dapat memperkaya perbendaharaan kata, ungkapan, istilah, dan lain-lain yang sangat menunjang keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis. 8) Mempertinggi potensialitas setiap pribadi dan mempermantap eksistensi.
Adapun menurut Fanany (2012: 28-31) manfaat membaca adalah sebagai berikut: (1) melatih otak; (2) membunuh stress; (3) memperbanyak kosakata; (4) melindungi dari penyakit Alzhiemer; (5) meningkatkan keyakinan; (6) membuat kita lebih kreatif; (7) mengembangkan pola tidur sehat; (8) meningkatkan proses berpikir; dan (9) meningkatkan konsentrasi. Dengan demikian perlu dicermati bahwasanya membaca memiliki banyak manfaat diantaranya semakin mengenal lingkungan sekitar, menambah informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang membuat pembaca lebih berani dalam memecahkan permasalahan, dan menjadi orang yang memiliki potensi dan kemampuan dalam mengikuti bahkan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan. Selain itu membaca dapat mengobati stress, meningkatkan proses berpikir, menambah kosakata, dan manfaat lain yang dampaknya memberikan efek baik bagi pembacanya.
e. Tahapan Membaca Pada dasarnya jika murid diharapkan memiliki kemampuan membaca, maka guru harus melatihkan beberapa tahapan seperti pada uraian di bawah ini . Tahap I Pada tahap ini murid harus dibimbing untuk meningkatkan responsiresponsi visual yang otomatis huruf yang mereka lihat pada halaman bacaan. Murid
harus
memahami
bahwa
menggambarkan bunyi-bunyi.
kata-kata
tertulis
itu
mewakili
atau
Guru memerintahkan kepada murid untk
menceritakan bahan bacaan yang diketahuinya tanpa melihat teks yang dibacakan. Setelah itu mereka secara bergantian membaca teks yang sama. Tahap II Pada tahap ini murid harus dibimbing untuk membaca bahan bacaan yang berisi sejumlah kata dengan struktur yang masih asing bagi mereka. Guru dapat menyusun sebuah teks dengan kosa kata dan struktur yang berdaya tarik tinggi selaras dengan usia murid. Beberapa ahli dalam bidang membaca menganjurkan penggunaan majalah sebagai bahan bacaan pada tahap ini. Akan tetapi terdapat pula sejumlah bahan semacam itu tidak mencerminkan gaya bahasa sesuai dengan taraf kemampuan murid, sedangkan di toko buku masih tersedia buku-buku yang baik dibaca oleh murid. Tahap III Bahan bacaan tidak dibatasi. Seluruh dunia buku terbuka untuk para murid. Akan tetapi hal yang sering ditanyakan adalah kapankah murid mencapai keterampilan yang dituntut pada tahap ini? Apabila pada tahap ini diperkenalkan pembelajaran membaca, hendaklah dilaksanakan setiap struktur tata bahasa, kata atau fakta kebudayaan yang terkandung dalam bacaan.
f. Membaca Pemahaman Tarigan (2008:58) menjelaskan bahwa membaca pemahaman (reading for understanding) adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan (literal standars), resensi kritis (critical review), drama tulis (printed drama) serta pola-pola fiksi (pattern of ficion). Sedangkan Somadayo (2011:10) mengemukakan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses pemerolehan makna yang secara aktif melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan dengan isi bacaan. Rubin (dalam Somadayo, 2011:7) membaca pemahaman adalah proses intelektual yang kompleks yang mencakup dua kemampuan utama, yaitu kemampuan penguasaan makna dan kemampuan berpikir tentang konsep verbal. Turner (dalam Somadayo, 2011:10) mengungkapkan bahwa seorang pembaca
dikatakan memahami bacaan secara baik apabila pembaca dapat: (1) mengenal kata-kata atau kalimat yang ada dalam bacaan dan mengetahui maknanya, (2) menghubungkan makna dari pengalaman yang dimiliki dengan makna yang ada dalam bacaan, (3) memahami seluruh makna secara kontekstual, dan (4) membuat pertimbangan nilai isi bacaan berdasarkan pengalaman membaca. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman merupakan kegiatan membaca yang berusaha memahami isi bacaan/teks secara menyeluruh dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telahdimiliki.
g. Tujuan Membaca Pemahaman Membaca pemahamam merupakan proses yang kompleks proses ini melibatkan sejumlah
kegiatan fisik dan mental. Menurut Burns dkk. (dalam
Rahim, 2011:12), proses membaca pemahaman terdiri atas 9 aspek, yaitu sensori, perseptual, urutan, pengalaman, pikiran, pembelajaran, asosiasi, sikap, dan gagasan. Anderson (dalam Somadayo, 2011:12) menyatakan bahwa membaca pemahaman memiliki tujuan untuk memahami isi bacaan dalam teks. Tujuan tersebut antara lain: (1) untuk memperoleh rincian-rincian dan fakta-fakta, (2) mendapatkan ide pokok, (3) mendapatkan urutan organisasi teks, (4) mendapatkan kesimpulan, (5) mendapatkan klasifikasi, (6) membuat perbandingan atau pertentangan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari membaca pemahaman adalah mampu menangkap pesan, informasi, fakta, atau ide pokok bacaan dengan baik. adapun tujuan membaca pemahaman dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan kesimpulan isi cerita atau bacaan sesuai dengan ide pokook yang terdapat dalam cerita atau bacaan. a. Aktivitas Siswa Saat Membaca Pemahaman Belajar merupakan suatu kegiatan yang memerlukan banyak aktivitas. Tanpa aktivitas kegiatan belajar tidak akan berjalan dengan baik. Paul D. Dierich (dalam Sardiman 2011:101) membagi kegiatan belajar dalam 8 kelompok. 1) Kegiatan-kegiatan visual (visual activities), yang termasuk di dalamnya
misalnya, membaca, memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2)
Kegiatan-kegiatan lisan (oral activities), seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3)
Kegiatan-kegiatan mendengarkan (listening activities), sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4)
Kegiatan-kegiatan menulis (writing activities), seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
5)
Kegiatan-kegiatan
menggambar
(drawing
activities),
misalnya:
menggambar, membuat grafik, peta diagram. 6)
Kegiatan-kegiatan metrik (motor activities), yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, pendekatan mereparasi, bermain, berkebun, berternak.
7)
Kegiatan-kegiatan mental (mental activities), sebagai contoh misalnya: menanggapi,
mengingat,
memecahkan
soal,
menganalisis,
melihat
hubungan, mengambil keputusan. 8)
Kegiatan-kegiatan emosional (emotional activities), seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Adapun aktivitas yang akan dilakukan siswa dalam membaca
pemahaman melalui strategi DTRA adalah kegiatan visual, lisan, mendengarkan, menulis, mental dan emosional.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Membaca Pemahaman Somadayo (2011:30) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses membaca pemahaman diantaranya: (1) tingkat intelegensi, dua orang yang berbeda IQ-nya sudah pasti akan berbeda hasil dan kemampuan membacanya; (2) kemampuan berbahasa, karena keterbatasan kosakata yang dimilikinya seseorang akan sulit memahami teks bacaan tertentu; (3) sikap dan minat, sikap biasanya ditunjukkan oleh rasa senang atau tidak senang, sedangkan
minat merupakan keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu; (4) keadaan bacaan yang berkenaan dengan tingkat kesulitan yang dikupas, aspek perwajahan, atau desain halaman buku, besar kecilnya huruf dan sejenisnya; (5) kebiasa-an membaca, maksudnya apakah seseorang tersebut mempunyai tradisi membaca atau banyak waktu atau kesempatan yang disediakan oleh seseorang sebagai kebutuhan; (6) pengetahuan tentang cara membaca, misalnya dalam menemukan ide pokok secara cepat, menangkap kata- kata kunci secara cepat, dan sebagainya; (7) latar belakang sosial, ekonomi dan budaya; (8) emosi, misalnya keadaan emosi yang berubah; dan (9) pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Dari penjelasan tersebut, peneliti dapat menyimpulkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi membaca pemahaman adalah tingkat intelegensi, kemampuan berbahasa, sikap dan minat, keadaan bacaan, kebiasaan membaca, pengetahuan tentang cara membaca, latar belakang pembaca sendiri serta pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki pembaca sebelumnya.
c. Tingkat Kemampuan Membaca Pemahaman Menurut Nurhadi (2005:57) pada kegiatan membaca pemahaman terdapat tiga tingkatan kemampuan membaca yaitu: kemampuan membaca literal, kritis, dan kreatif. 1. Kemampuan membaca literal Kemampuan membaca literal adalah kemampuan pembaca mengenal dan menangkap bahan bacaan yang tertera secara tersurat (eksplisit). Artinya pembaca hanya menangkap informasi yang tercetak secara literal (tampak jelas) dalam bacaan. 2. Kemampuan membaca kritis Kemampuan membaca kritis adalah kemampuan pembaca mengolah bahan bacaan secara kritis untuk menemukan keseluruhan makna bahan bacaan baik makna tersurat maupun tersirat. Adapun hal-hal yang tercakup dalam kemampuan ini adalah: 1) menemukan informasi faktual; 2) menemukan ide pokok; 3) menemukan unsur urutan, perbandingan,
sebab akibat; 4) menemukan suasana; 5) membuat kesimpulan; 6) menemukan tujuan pengarang; 7) memprediksi dampak; 8) membedakan opimi dan fakta; 9) membedakan realitas dan fantasi; 10) mengikuti petunjuk; 11) menemukan unsur propaganda; 12) menilai keutuhan dan keruntuhan
gagasan;
13)
menilai
kelengkapan
dan
kesesuaian
antargagasan; 14) menilai kesesuaian antara judul dan isi bacaan; 15) membuat kerangka bahan bacaan; dan 16) menemukan tema karya sastra. 3 Kemampuan membaca kreatif Kemampuan membaca kreatif merupakan tingkatan tertinggi dari kemampuan membaca seseorang. Artinya, seorang pembaca yang baik, tidak hanya sekedar menangkap makna tersurat dan tersirat, tetapi juga mampu menerapkan hasil membacanya untuk kepentingan sehari-hari. Keterampilan dalam membaca kreatif yaitu: 1) mengikuti petunjuk bacaan kemudian menerapkannya; 2) membuat resensi buku; 3) memecahkan masalah sehari-hari melalui teori yang disajikan dalam buku; 4) mengubah buku cerita menjadi bentuk drama; 5) mengubah puisi menjadi prosa; 6) mementaskan drama; dan 7) membuat esai atau artikel sosial. Berdasarkan tingkatan membaca pemahaman yang telah dibahas, maka kemampuan membuat kesimpulan merupakan kemampuan dalam membaca pemahaman yang akan ditingkatkan dalam penelitian tindakan kelas di kelas V SDN Wiropaten Kota Surakarta.
d. Membuat Kesimpulan Dalam Wikipedia kesimpulan merupakan suatu proposisi (kalimat yang disampaikan) yang diambil dari beberapa premis (ide pemikiran) dengan aturanaturan inferensi (yang berlaku). Sedangkan dalam KBBI (2005:1068), kesimpulan diartikan sebagai ikhtisar (dari uraian, pidato, dsb); kesudahan pendapat (pendapat terakhir yang berdasarkan uraian sebelumnya).
Menurut Nur’aini (2008:72)
menyimpulkan adalah mengambil inti atau pokok-pokok yang diuraikan dalam karangan. Untuk dapat menyimpulkan maka harus mengetahui dahulu teknik-
tekniknya. Teknik yang dimaksud adalah sebagai berikut: (a) membaca bacaan dengan seksama; (b) mengambil inti atau pokok-pokok masalah yang sering muncul dalam bacaan; (c) menulis dan menyusun kalimat secara urut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kesimpulan merupakan ikhtisar atau pokokpokok pendapat dari suatu uraian yang diambil dengan teknik tertentu.
h. Strategi Pembelajaran Membaca Pemahaman Menurut Rahim (2011:36) strategi adalah ilmu dan kiat di dalam memanfaatkan segala sumber yang dimiliki atau yang dapat dikerahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks pengajaran, menurut Gagne (dalam Iskandarwassid 2011:3) strategi adalah kemampuan internal seseorang untuk berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Artinya, bahwa proses pembelajaran akan menyebabkan peserta didik berpikir secara unik untuk dapat menganalisis, memecahkan masalah di dalam mengambil keputusan. Sedangkan menurut Iskandarwassid (2011:3) strategi adalah taktik atau pola yang dilakukan oleh seorang pengajar dalam proses belajar mengajar bahasa, sehingga peserta didik dapat leluasa berpikir dan mengembangkan kemampuan kognitifnya. Dalam usaha memperoleh pemahaman terhadap teks, pembaca menggunakan strategi tertentu. Pemilihan strategi berkaitan dengan faktor-faktor yang terlibat dalam pemahaman, yaitu pembaca dan konteks. Dalam teori membaca dikenal beberapa strategi membaca. Strategi-strategi membaca tersebut, pada dasarnya menggambarkan bagaimana pembaca memproses bacaan sehingga dia memperoleh pemahaman terhadap bacaan tersebut
2. Hakikat Strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) a. Pengertian Strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) Menurut Stauffer dalam Rahim (2008: 47) strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) merupakan strategi pembelajaran dimana guru memberikan motivasi terhadap usaha dan konsentrasi siswa dengan cara
melibatkan siswa secara intelektual serta mendorong siswa merumuskan pertanyaan dan hipotesis, memproses informasi, dan mengevaluasi solusi sementara. Tujuan strategi ini adalah untuk melatih siswa dalam menggunakan konsentrasi dan berpikir keras guna memahami isi bacaan secara serius. Diperkuat oleh Majid (2008: 203-210) yang menyatakan bahwa: DRTA on the other hand, is described as an approach to reading that places importance on the adult learners ability to read critically and reflectively. Since it is based on the notion that reading is a thinking process, it involves the learners own experience to reconstruct the ideas in the text. The lesson starts with the generation of hypotheses based upon the readers curiosity, followed by the testing, confirming and regeneration of further hypotheses and finally ends with the resolution of the readers curiosity had at the beginning of the reading. Most importantly, this approach highlights the practice of verifying and evaluating the learners own reading. DRTA di sisi lain, digambarkan sebagai pendekatan untuk membaca yang menempatkan pentingnya pada pelajar dewasa kemampuan membaca kritis dan reflektif. Karena didasarkan pada pemikiran bahwa membaca adalah suatu proses
berpikir,
melibatkan
peserta
didik
pengalaman
sendiri
untuk
merekonstruksi ide-ide dalam teks. Pelajaran dimulai dengan generasi hipotesis didasarkan pada rasa ingin tahu pembaca, diikuti dengan pengujian, konfirmasi dan regenerasi hipotesis lebih lanjut dan akhirnya berakhir dengan resolusi rasa ingin tahu pembaca punya di awal bacaan. Yang paling penting, pendekatan ini menyoroti praktek memverifikasi dan mengevaluasi peserta didik membaca sendiri. Dari uraian tersebut di atas strategi DRTA ini menitik beratkan pada kinerja siswa baik secara psikomotor maupun secara kognitif yang dipadukan dengan baik. Dimana keterlibatan penggunaan pemikiran yang keras yang melibatkan keaktifan siswa dalam membuat prediksi sesuai dengan pengetahuan awal yang ia miliki, sehingga siswa mampu merekonstruksi pengetahuannya tersebut dengan informasi baru dan akhirnya menjadi peengalaman baginya.
b. Tujuan Strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA)
Menurut Tierney dan Readence dalam Majid (2008: 203-210) menyatakan bahwa: “DRTA attempts “to equip the students with the ability to determine the purposes for reading; to extract, comprehend, and assimilate information; to examine reading material based upon purposes for reading; to suspend judgments; and to make decisions based upon information gleaned from reading.” DRTA berupaya untuk membekali siswa dengan kemampuan untuk menentukan tujuan untuk membaca, untuk mengekstrak, memahami, dan menyerap informasi, untuk menguji bahan bacaan berdasarkan tujuan untuk membaca, untuk menangguhkan penilaian, dan membuat keputusan berdasarkan pada informasi yang diperoleh dari membaca. Diperkuat oleh Rusell Staufer dalam sumber yang sama “DRTA is able to produce readers who could “think, learn, and test.” DRTA mampu menghasilkan pembaca yang bisa berpikir, belajar, dan uji. Selain itu Almasi dalam Talal Abd Al- Hameed Al Odwan, 2012 mengungkapkan bahwa: “Stated that the goal for using the Directed Reading Thinking Activity is to foster students’ independence when reading. It engages students in an active process where they must use their reasoning abilities and their own ideas.” Tujuan menggunakan kegiatan berpikir membaca diarahkan adalah untuk mendorong kemandirian siswa ketika membaca. Ini melibatkan siswa dalam proses aktif dimana mereka harus menggunakan kemampuan penalaran mereka dan ide-ide mereka sendiri. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut tujuan strategi DRTA adalah untuk menghasilkan peserta didik yang mampu berpikir, belajar dan, berhasil dalam tes. Karena dalam penggunaan strategi ini, siswa diajak untuk terlibat secara aktif dalam penalaran atau membuat prediksi, menyerap dan memaknai informasi yang diperoleh, dan pada akhirnya dapat membuat suatu keputusan atau simpulan dari informasi yang ia peroleh.
c. Kelebihan dan Kekurangan Strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) Menurut Blacklock & Hill (2010: 2-9) secara singkat DRTA mencakup: (1) establishes a clear purpose for reading; (2) involves students in active comprehension by calling on their personal background knowledge and text knowledge; (3) develops higher-level thinking using predictions and speculations, reading to verify, revising predictions or forming new ones, and drawing conclusions; (4) uses the social dynamic of group interaction to propose and discuss options and outcomes; and (5) helps students arrive at decisions and conclusions based on text and personal knowledge. (1) menetapkan tujuan yang jelas untuk membaca; (2) melibatkan siswa dalam pemahaman aktif dengan menyebut pengetahuan latar belakang pribadi dan pengetahuan teks; (3) mengembangkan berpikir tingkat tinggi menggunakan prediksi dan spekulasi, membaca untuk memverifikasi, merevisi prediksi atau membentuk yang baru, dan menarik kesimpulan; (4) menggunakan dinamika sosial interaksi kelompok untuk mengusulkan dan mendiskusikan pilihan dan hasil; dan (5) membantu para siswa tiba pada keputusan dan kesimpulan berdasarkan teks dan pengetahuan pribadi. Dari pernyataan tersebut dapat kita ambil sebagai kelebihan dari Strategi DRTA. Hal tersebut diperkuat oleh Allen dalam Talal Abd Al- Hameed Al Odwan (2012) menyatakan bahwa: “The value of Directed Reading Thinking Activity is to make predictions before reading each section. Requiring students to make predictions encourage use of context clues and establishes a purpose for reading. This cycle requires students to use their background knowledge to set purposes for reading and develop their questioning ability. Verifying predictions while reading extend thoughts and promotes interactive learning. The power of the Directed Reading Thinking Activity strategy increases when the teacher guides students to check their predictions after reading.” Nilai dari kegiatan berpikir membaca adalah berpikir untuk membuat prediksi sebelum membaca setiap bagian. Mewajibkan siswa untuk membuat prediksi mendorong penggunaan petunjuk konteks dan menetapkan tujuan untuk membaca. Siklus ini menuntut siswa untuk menggunakan latar belakang pengetahuan
mereka
untuk
menetapkan
tujuan
untuk
membaca
dan
mengembangkan kemampuan pertanyaan mereka. Memverifikasi prediksi saat membaca memperpanjang pikiran dan mempromosikan pembelajaran interaktif. Kekuatan strategi aktivitas berpikir membaca diarahkan meningkat ketika guru
membimbing siswa untuk memeriksa prediksi mereka setelah membaca. Kelebihan lain strategi DRTA adalah sebagai berikut: 1) Strategi DRTA ini berisi banyak jenis-jenis strategi membaca sehingga guru dapat menggunakan dan dapat memperhatikan perbedaan yang ada pada peserta didik, 2) Strategi DRTA merupakan suatu aktivitas pemahaman yang meramalkan cerita hingga dapat membantu siswa untuk memperoleh gambaran keseluruhan dari suatu materi yang sudah dibacanya, 3) Strategi DRTA dapat menarik minat siswa untuk belajar, karena dalam strategi DRTA menggunakan berbagai strategi yang tidak hanya melayani siswa secara audio-visual, tetapi juga kinestesis, 4) Strategi DRTA menunjukkan cara belajar yang bermakna bagi murid, sebab belajar bukan hanya untuk belajar akan tetapi mempersiapkan untuk hidup selanjutnya, 5) Strategi DRTA dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran baik isi maupun prosedur mengajar. Selain memiliki banyak kelebihan, strategi DRTA juga memiliki kelemahan yaitu: 1) strategi DRTA seringkali menyita banyak waktu jika pengelolaan kelas tidak efisien, 2) strategi DRTA mengharuskan penyediaan buku bacaan dan seringkali di luar kemampuan sekolah dan siswa, 3) melalui pemahaman membaca langsung, informasi tidak dapat diperoleh dengan cepat, berbeda halnya jika memperoleh abstraksi melalui penyajian secara lisan oleh guru.
d. Langkah-Langkah strategi DRTA Langkah-langkah membaca pemahaman dengan strategi DRTA menurut Rahim (2008) adalah sebagai berikut: 1) Membuat prediksi berdasarkan petunjuk judul Guru menuliskan judul cerita di papan tulis, kemudian guru menyuruh seorang siswa
membacakannya. Biarkan setiap siswa mempunyai kesempatan untuk membuat prediksi. 2) Membuat prediksi dari petunjuk gambar Guru menyuruh siswa memperhatikan gambar seri dengan seksama. Selanjutnya guru menyuruh siswa memperhatikan salah satu gambar dan menanyakan kepada siswa apa sebenarnya yang terjadi pada gambar tersebut. 3) Membaca bahan bacaan Guru menyuruh siswa membaca bagian bacaan dari gambar yang telah diprediksi ceritanya. 4) Menilai ketepatan prediksi dan menyesuaikan prediksi Ketika siswa membaca bagian pertama dari cerita, guru mengarahkan suatu diskusi dengan mengajukan pertanyaan. Kemudian guru menyuruh siswa yang yakin bahwa prediksinya benar untuk membaca nyaring di depan kelas bagian dari bacaan yang mendukung prediksi mereka. 5) Guru mengulang kembali prosedur 1 sampai 4 hingga semua bagian pelajaran di atas telah tercakup. Dalam
penelitian
ini
langkah-langkah
kegiatan
pembelajaran
keterampilan membaca pemahaman dengan menggunakan strategi DRTA adalah sebagai berikut: 1) guru melaksanakan kegiatan apersepsi, menyampaikan materi pokok, tujuan pembelajaran, dan memberikan motivasi kepada siswa; 2) guru menulis judul cerita di papan tulis, kemudian menanyakan prediksi isi cerita berdasarkan judul tersebut kepada siswa dimulai dari awal cerita sampai akhir cerita; 3) siswa diminta untuk menempelkan gambar seri cerita di papan tulis yang dimiliki guru; 4) siswa membentuk kelas menjadi 7 kelompok sesuai dengan bimbingan guru untuk membuat prediksi cerita berdasarkan gambar; 5) kelompok yang sudah selesai diminta mempresentasikan hasil diskusinya; 6) siswa mendiskusikan hasil diskusinya bersama kelompok yang lain sesuai dengan arahan dari guru;
7) guru memberikan cerita sebenarnya kepada masing-masing kelompok dan meminta semua anggota kelompok untuk membacanya; 8) guru meminta siswa menilai atau mencocokan ketepatan prediksi yang telah dibuatnya dan menyesuaikannya dengan cerita asli; 9) guru memberikan penguatan terhadap jawaban masing-masing kelompok; 10) siswa dan guru membuat simpulan; 11) siswa mengerjakan soal evaluasi membaca pemahaman.
e. Strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) Berdasarkan uraian di atas, hakikat strategi DRTA adalah strategi yang memberikan kebebasan siswa secara aktif dalam menggunakan latar belakang pengalaman atau pengetahuan yang ia miliki sebelumnya dengan bahan bacaan yang baru. Selain itu dibutuhkan pemikiran yang keras dan penuh konsentrasi untuk dapat dengan mudah memahami dan mengkonstruksi informasi dan pengetahuan baru tersebut agar menjadi pengalaman yang baik. Sejalan dengan hal tersebut dalam penelitian ini siswa diharapkan mampu berpikir dengan baik, cepat, dan tepat, mandiri dalam belajar, dan memiliki penalaran yang logis dan teratur terhadap bahan bacaan yang dibacanya. Adapun tujuan lainnya siswa mampu membuat simpulan dari isi dan memaknai bacaan yang dibacanya agar memberikan dampak yang positif dan dijadikan pelajaran yang berharga baginya.
f. Penilaian Keterampilan Membaca Pemahaman dengan Menggunakan Strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) Menurut Suwandi (2009a: 7) penilaian adalah suatu proses untuk mengetahui keberhasilan (proses dan hasil) dari suatu program kegiatan yang telah disesuaikan dengan tujuan atau kriteria yang telah ditetapkan. Teknik penilaian yang tepat memerlukan data yang berkaitan dengan objek penelitian yang digunakan. Adapun menurut Sudjana (2011: 3) inti penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu
kriteria tertentu. Dikuatkan oleh Grondlund (1985: 5) dalam Nurgiyantoro (2013: 7) penilaian merupakan proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan seberapa jauh seorang peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan. Bahan tes untuk keterampilan membaca menurut Nurgiyantoro (2013: 371-376) perlu dipertimbangkan beberapa aspek, antara lain: (1) Tingkat kesulitan bacaan, untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam sebuah bacaan ada beberapa cara untuk mengukurnya diantaranya menggunakan tes cloze. Tingkat kesulitan bacaan dipengaruhi oleh kekomplekan kosa kata atau struktur dalam bacaan; (2) Isi wacana, pemilihan teks bacaan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa dan juga perlu selektif dalam memilih bacaan; (3) Panjang pendek wacana, teks bacaan yang digunakan untuk mengukur hendaknya tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, yang penting adalah dapat menampung segala ide secara lengkap dan utuh; (4) Bentuk-bentuk wacana, wacana yang digunakan dapat berupa prosa (narasi), dialog (drama), ataupun puisi. Teks bacaan dapat diambil dari buku pelajaran, majalah, surat kabar, jurnal dan sebagainya. Menurut Jones dan Brown (2011) “These authors concluded that effective assessment of reading comprehension hinged upon students being able to: a) preview the text; b) activate prior knowledge; c) identify main ideas; d) sequence; e) make predictions; f) make inferences; and g) draw conclusions.” Para penulis ini menyimpulkan bahwa penilaian yang efektif dari pemahaman membaca berengsel pada siswa mampu: a) melihat teks; b) mengaktifkan pengetahuan awal, c) mengidentifikasi ide utama, d) urutan; e) membuat prediksi; f) membuat kesimpulan, dan g) menarik kesimpulan. Dengan demikian tes keterampilan membaca pemahaman pada penelitian ini menuntut siswa untuk dapat memahami detail cerita yang dibacanya. Pemahaman yang dilakukan dimaksudkan untuk memahami isi bacaan, mencari hubungan antarbagian carita, dan dapat menyimpulkan isi dari cerita tersebut dengan baik. Untuk mengukur tujuan pembelajaran dapat dilihat dari nilai (baik proses maupun hasil) yang dicapai oleh siswa. Oleh karenanya, diperlukan penilaian
yang sesuai untuk mengukur hal tersebut. Format penilaian yang bisa digunakan diantaranya adalah teknik penilaian unjuk kerja. Untuk mengamati unjuk kerja siswa adalah dengan menggunakan instrument skala penilaian (rating scale). Selanjutnya Suwandi (2009: 74) mengemukakan bahwa: Rating scale merupakan penilaian unjuk kerja yang memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana penilaian kategori lebih dari dua. Skala penilaian tersebut terentang dari tidak sempurna sampai sangat sempurna. Misalnya: 1 = tidak kompeten; 2 = cukup kompeten; 3 = kompeten; 4 = sangat kompeten. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka pembobotan penilaian tidaklah bersifat mutlak. Dalam menentukan bobot penilaian guru hendaknya memperhatikan kriteria penilaian yang digunakan serta tujuan yang hendak dicapai, sehingga penilaian tersebut benar-benar dapat mengukur keberhasilan tujuan pembelajaran baik proses maupun hasil. 1) Penilaian Proses Pembelajaran Penilaian proses dapat dilihat dari sikap maupun aktivitas siswa ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Sikap maupun aktivitas siswa bermula dari perasaan suka atau tidak suka yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespons sesuatu. Menurut Nurgiyantoro (2013: 13) penilaian proses pembelajaran sebagaimana diungkapkan adalah penilaian yang dilakukan sepanjang dan bersamaan dengan proses pembelajaran lewat berbagai macam cara. Adapun menurut Sudjana (2011: 3) penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Sudjana (2011: 56) juga mengungkapkan bahwa apa yang dicapai oleh siswa merupakan akibat dari proses yang ditempuhnya melalui program dan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru dalam proses mengajarnya. Selanjutnya Suwandi (2009a: 80-81) menyatakan bahwa secara umum objek/ sikap yang perlu dinilai dalam pembelajaran meliputi: (a) sikap terhadap materi pelajaran (motivasi mengikuti pelajaran, keseriusan,
semangat); (b) sikap terhadap guru/ pengajar (interaks, respons); (c) sikap terhadap proses pembelajaran (perhatian, kerjasama, konsentrasi). Senada dengan hal tersebut, Nurgiyantoro (2013: 14-15) menyatakan bahwa proses penilaian yang baik adalah dilakukan sepanjang dan bersamaan dengan proses pembelajaran. Ketergantungan tersebut dapat dilihat dalam berbagai langkah-langkah proses pembelajaran sebagai berikut: (a)
Penentuan tujuan pembelajaran Aspek yang dapat dilihat pada langkah ini adalah: pengalaman apa yang mesti dimiliki peserta didik, pengetahuan dan keterampilan apa yang dikuasai, sikap, kevenderungan bertingkah laku, dan nilai-nilai apa yang mesti dimiliki peserta didik, dan lain-lain.
(b)
Penjajagan pengetahuan awal Penjajagan pengetahuan awal peserta didik dapat membatu untuk menentukan metode pa yang cocok digunakan untuk tahapan berikutnya sesuai dengan karakteristik peserta didik. Misalnya peserta didik dimanfaatkan untuk merencanakan program prerequisite bagi peserta didik yang memiliki pengetahuan yang kurang, merevisi rencana pembelajaran, dan lain-lain untuk menyesuaikan kondisi peserta didik.
(c)
Penilaian kemajuan pembelajaran Pada bagian ini tes dan penilaian dapat digunakan sebagai monitor kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar.
(d)
Penilaian pencapaian pembelajaran Penilaian ini merupakan langkah akhir dari rangkaian proses pembelajaran. Penilaian merupakan cara untuk mengetahui seberapa banyak peserta didik mampu mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan berbagai alat tes.
(e)
Pemanfaatan hasil penilaian Manfaat yang pertama untuk menentukan prestasi belajar peserta didik. Selain itu juga menentukan strategi, metode, penetapan tujuan atau kompetensi, media dan lain sebagainya dan dapat digunakan sebagai
laporan ke berbagai pihak. Penilaian proses dalam penelitian ini adalah penilaian terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran keterampilan membaca pemahaman berlangsung. Adapun penilaian yang dimaksud ditujukan pada perhatian siswa, kesungguhan atau keseriusan siswa, respon, interaksi, kerjasama, dan konsentrasi dalam mengikuti pembelajaran.
Penilaian
tersebut
pembelajaran
keterampilan
dipadukan
membaca
dengan
kegiatan
pemahaman
dengan
menggunakan strategi DRTA sesuai dengan penjabaran pada sub bab sebelumnya. 2) Penilaian Hasil Pembelajaran Menurut Sudjana (2011: 3) penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar siswa yang disesuaikan indikator ketercapaian dalam membaca pemahaman yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Adapun menurut Rahim (2008: 48) indikator yang harus dicapai dalam membaca pemahaman adalah: (1) menemukan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam teks; (2) menyusun ringkasan; dan (3) menjelaskan isi teks dengan kalimat-kalimat. Penilaian yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran maka penilaian hasil dalam membaca pemahaman siswa di kelas V ini didasarkan pada hasil pekerjaan siswa dalam memahami isi bacaan dengan tepat dan cepat. Hal tersebut disesuaikan dengan kompetensi dan indikator mengenai keterampilan membaca pemahaman. Diharapkan siswa dapat mencapai hasil lebih dari KKM yang telah ditentukan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keterampilan membaca pemahaman pada siswa kelas V SD Negeri Wiropaten dapat meningkat. Tes yang digunakan dala penelitian ini adalah tes yang berbentuk uraian. Menurut Sudjana (2011: 35) tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.
Kelebihan tes uraian menurut Sudjana (2011: 36) antara lain:
(1) dapat
mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi; (2) dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai kaidah- kaidah bahasa; (3) dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis, dan sistematis; (4) mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving); dan (5) adanya keuntungan teknis seperti mudahnya membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat langsung melihat proses berpikir siswa. Adapun kekurangan tes uraian menurut Sudjana (2011: 36-37) antara lain: (1) sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat mengujisemua bahan yang telah diberikan; (2) sifatnya sangan subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat soal, maupun dalam cara memeriksanya; (3) tes ini biasanya kurang reliable, mengungkapkan aspek yang terbatas, pemeriksaanya memerlukan waktu yang lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya banyak. Tes uraian yang diberikan dalam penelitian ini mengacu pada indikator yang harus dicapai siswa dalam keterampilan membaca pemahaman. Diantaranya siswa mampu: (1) menentukan unsur intrinsik dalam cerita; (2) mampu memahami secara detail isi cerita; (3) menentukan hubungan sebab akibat dan keterkaitan antarbagian dalam cerita; dan (4) siswa mampu membuat simpulan 4-6 kalimat dari isi cerita tersebut dengan menggunkan kalimatnya sendiri. Dalam membuat simpulan isi cerita ada kriteria penilaian yang harus dipenuhi antara lain adalah: (a) pemahaman isi teks; (b) ketepatan organisasi isi teks; (c) ketepatan struktur kalimat; (d) ejaan dan tata tulis; dan (e) jumlah kalimat. B. Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan uraian sistematis tentang hasilhasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang sesuai dengan substansi yang akan diteliti. Ada beberapa penelitian yang relevan dengan
penelitian ini. Yang pertama adalah penelitian oleh Anthonius Besan dari Universitas Malang pada tahun 2010. Dari penelitiannya diketahui peningkatan kemampuan membaca pemahaman siswa pada siklus I dan II mencapai kualifikasi baik sedangkan siklus III mencapai kualifikasi sangat baik. Peningkatan kemampuan siswa juga dapat terlihat dari skor hasil tes yaitu pada siklus I dengan rata-rata 71,8%, siklus II 83,6% dan siklus III 89,7%. Pembelajaran membaca pemahaman dengan strategi pemodelan terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam memahami isi bacaan. Selanjutnya Gustina Wirahati dari University Of Riau pada tahun 2012. Pada siklus I aktivitas guru memperoleh skor rata-rata 75,5% dan skor rata-rata aktivitas siswa sebesar 71%. Sedangkan pada siklus II terjadi peningkatan dengan skor rata-rata aktivitas guru menjadi 87,5% dan skor rata-rata aktivitas siswa 85%. Dengan demikian maka strategi DRTA terbukti dapat meningkatkan kemampuan memahami teks. C. Kerangka Berpikir Pada kondisi awal keterampilan membaca pemahaman pada siswa kelas V SD Negeri Wiropaten masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pretest yang telah dilakukan dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran bahasa Indonesia sebesar 70, dengan jumlah siswa sebanyak 29 anak, terdapat 12 siswa atau 41,37% yang memperoleh nilai lebih atau sama dengan KKM, adapun sisanya yakni 17 siswa atau 58,63% yang belum mencapai KKM. Permasalahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti minat baca siswa masih rendah, konsentrasi siswa kurang fokus terhadap bacaan, siswa kurang sungguh-sungguh dalam membaca, bahan bacaan atau buku-buku yang digunakan dalam pembelajaran kurang menarik dan lengkap, antusias, motivasi, dan semangat siswa dalam membaca masih kurang, dan belum ada dorongan pada siswa mengenai pentingnya membaca dan budaya atau kebiasaan membaca yang masih belum nampak terlihat. Selain itu, sebagian besar kegiatan pembelajaran guru dilakukan secara konvensional, yakni guru hanya ceramah mengenai materi yang diajarkan secara
berulang-ulang, siswa hanya diminta mendengarkan dan mencatat, guru kurang menggunakan media yang relevan dan menarik semangat belajar siswa, strategi pembelajaran yang digunakan belum dapat memaksimalkan keaktifan siswa, karena kebanyakan guru mendominasi, siswa kurang diajak berkomunikasi dan berkontribusi atau dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran tersebut di atas pasti dapat menganggu perkembangan keterampilan dan kreativitas siswa untuk mencari dan memahami informasi dengan membaca. Oleh karena itu dibutuhkan solusi untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, pembelajaran yang mampu memberikan kesempatan sepenuhnya kepada siswa untuk berpikir dan belajar menemukan hal-hal baru yang dibangun dari pengetahuannya. Solusi yang tepat adalah dengan menerapkan strategi DRTA. Strategi ini menuntut siswa untuk berkonsentrasi dan berpikir keras dalam merekonstruksi ide-ide berdasarkan pengetahuan yang ia miliki, menentukan hipotesis, pertanyaan, memproses informasi, membuat prediksi atau gagasan, dan mengevaluasi atau menilai sementara hasil prediksi yang dibuat siswa. Hasil akhirnya dengan solusi tersebut diharapkan keterampilan membaca pemahaman siswa dapat meningkat. Selain itu siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, dimana siswa diberi kesempatan untuk mengeluarkan segala kreativitas dan kemampuan yang ia miliki. Dengan kata lain siswa memiliki kemampuan untuk menentukan tujuan untuk membaca, untuk mengekstrak, memahami, dan menyerap informasi, untuk menguji bahan bacaan berdasarkan tujuan untuk membaca, untuk menangguhkan penilaian, dan membuat keputusan berdasarkan pada informasi yang diperoleh dari membaca. Berdasarkan uraian tersebut di atas pada penelitian ini dapat digambarkan dalam sebuah bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:
Bagan Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir D.Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir seperti yang telah dijabarkan di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penggunaan strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) dapat meningkatkan keterampilan membaca pemahaman pada siswa kelas V SD Negeri Wiropaten, Pasar Kliwon, Kota Surakarta tahun ajaran 2014/2015.