BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Pembelajaran Matematika SD a. Pembelajaran Hamzah dan Muhlisrarini (2014:42) Pembelajaran berasal dari kata instruction yang berarti serangkaian kegiatan untuk menciptakan proses belajar pada siswa. Gagne dalam Pribadi (2009:9) mendefiniskan istilah “Pembelajaran sebagai “a set of events embedded in proses purposeful activities that facilities learning”. Pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar.” Majid (2013:4) mengatakan bahwa secara sederhana, istilah pembelajaran (instruction) bermakna sebagai “Upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan”.
Pemberdayaan
potensi
peserta didik dalam
proses
pembelajaran tertuju pada kompetensi. Kegiatan pembelajaran dilakukan pendidik secara terprogram dalam desain instruksional untuk menciptakan situasi pembelajaran yang memungkinkan terciptanya tujuan yang ingin dicapai. Selain itu Majid (2014:42) berpendapat bahwa pembelajaran dikatakan sebagai rangkaian kegiatan siswa untuk memilih, menetapkan dan mengembangkan strategi atau metode yang optimal agar hasil belajar yang diinginkan dapat tercapai. Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa “Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Pembelajaran merupakan suatu kegiatan terencana yang melibatkan guru, siswa dan komponen lainnya dalam proses belajar mengajar yang
saling mempengaruhi satu sama lain dalam rangka tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Pembelajaran sebagai upaya yang dilakukan untuk memperoleh kompetensi atau berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan. b. Matematika Matematika menjadi salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Menurut Shadiq (2014:5) “matematika berasal dari bahasa latin mathanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedangkan bahasa Belanda yang disebut wiskunde atau ilmu pasti”. Hasratuddin (2012: 132) dalam jurnalnya mengatakan bahwa matematika adalah cara bagaimana menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan. Suriasumantri dalam Susanto (2011:98), mengungkapkan tentang pengertian matematika, bahwa “Matematika pada hakikatnya merupakan cara belajar untuk mengatur jalan pikiran seseorang dengan maksud melalui matematika ini seseorang akan dapat mengatur jalan pikirnya.” Sehingga dapat dikatakan matematika merupakan ilmu logik, pola berfikir manusia yang pasti kebenarannya untuk membantu memahami dan menguasai permasalahan yang ada. Dengan matematika, siswa diharapkan mampu untuk mengaplikasikan apa yang telah diajarkan kedalam kehidupan seharihari. Sementara itu Johnson dan Myklebust dalam Sundayana (2013:2) mengemukakan bahwa “Matematika merupakan bahasa simbolis yang mempunyai fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan.” Kajian objek matematika bersifat abstrak. Hal ini senada dengan definisi Fowler dalam Sundayana (2013:2) mengenai hakikat matematika
yaitu “Mathematics is the abstract science of space and number.” Matematika adalah ilmu abstrak mengenai ruang dan bilangan. Hakikat metematika menurut Soedjadi dalam Heruman (2008:1) matematika memiliki objek tujuan abstrak yang bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Matematika menurut Ruseffendi dalam Heruman (2008:1) adalah “Bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak terdefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.” Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu universal tentang logika yang terorganisasi secara sistematik dan mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memajukan daya pikir serta analisa manusia. Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, ilmu terstruktur dan juga matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu. Sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada, belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Hariyanto dan Pujiyono (2013:376) dalam jurnalnya mengatakan “Pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan meungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika”. Pembelajaran matematika adalah proses kegiatan terencana yang mempelajari ilmu sistematik berisi konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antara konsep strukturnya sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari sehingga tujuan yang diinginkan dapat tecapai.
2. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Proses pembelajaran matematika yang baik adalah pembelajaran yang yang
memperhatikan
tahapan
perkembangan
anak.
Dilihat
dari
usia
perkembangan kognitif anak usia SD yang berkisar antara 6 atau 7 tahun hingga 12 atau 13 tahun, masih terikat pada objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Menurut Dahar (2006:138) tingkat berpikirnya merupakan permulaan berpikir rasional yang berarti anak memecahkan masalah konkret mengambil dengan keputusan logis. Berdasarkan teori Piaget dalam Pitadjeng (2015:36), anak SD berumur 6/7-12 tahun, berada pada periode operasional konkret sebab berpikir logiknya didasarkan pada manipulasi fisik objek-objek konkret sehingga untuk berpikir abstrak membutuhkan bantuan manipulasi obyek-obyek konkret atau pengalamanpengalaman yang langsung dialaminya. Oleh karena itu pembelajaran matematika sejatinya tidak dapat terlepas dari hakikat matematika dan hakikat anak didik di SD. Sejalan dengan hal tersebut, karakteristik pembelajaran matematika di SD menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006:25) adalah sebagai berikut: a. Pembelajaran matematika di SD menggunakan metode spiral. Metode Spiral dalam pembelajaran matematika SD adalah suatu pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengkaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya. Sehingga topik sebelunya dijadikan prasyarat untuk dapat memahami topik matematika yang dipelajari. Topik yang dipelajari tersebut merupakan perluasan dari topik sebelumnya. Konsep matematika dipelajari dengan bantuan manipulasi benda konkret untuk kemudian dipelajari kembali dengan bentuk pemahaman yang lebih abstrak berupa notasi yang umumnya digunakan dalam matematika. b. Pembelajaran Matematika SD yang bertahap Pembelajaran matematika SD dilakukan secara bertahap dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu tahapan pembelajaran matematika berawal dari yang konkret, ke semi konkret dan kemudian konsep yang abstrak. Pada praktiknya untuk tahapan konkret, anak perlu diberikan bantuan berupa manipulasi benda-benda konkret ataupun
pengalaman yang dialami secara langsung, selanjutnya gambar-gambar untuk semi konkret dan barulah dapat diberikan notasi ataupun simbol-simbol dalam tahap abstrak. Contoh: Seorang guru yang akan mengajar mengenai perkalian bilangan asli di kelas 2, maka dapat memberikan pemahaman arti perkalian dengan menggunakan benda-benda konkrit seperti buku, kelereng, daun, dll Misal: pemahaman 2 x 3, dapat dilakukan dengan memberikan soal cerita, yaitu Ahmad mengambil kelereng dari kantong sebanyak tiga kali, setiap pengambilan terambil dua kelereng. Berapa jumlah kelereng yang diambil Ahmad semuanya?
2
+
2
+
2
=
6
Dari peragaan diatas, guru dapat memberikan pertanyaan yang menggiring siswa untuk menemukan konsep perkalian, misalnya: 1) Berapa kali Ahmad mengambil kelereng? (jawaban yang diharapkan: 3 kali) 2) Berapa jumlah kelereng setiap pengambilan? (jawaban yang diharapkan 2 kelereng) 3) Berapa jumlah kelereng yang diambil seluruhnya oleh Ahmad?(jawaban yang diharapkan: 2 +2+2=6 kelereng). Tahap selanjutnya guru menggambar kelereng dan memberikan penekanan pada siswa bahwa 2 + 2+ 2 = 6 dan jika ditulis dengan simbol adalah 3 x 2 = 6. c. Pembelajaran matematika SD menggunakan metode induktif.
Pembelajaran yang baik adalah menyesuaikan tahap perkembangan mental siswa sehingga pada pembelajaran matematika SD menggunakan pendekatan induktif. Contohnya: Dalam memperkenalkan perkalian dan pembagian pada siswa, guru tidak langsung memulai dengan definisi ataupun menghitung langsung dengan cara perkalian. Siswa dapat diajak mengamati guru yang mengelompokkan
beberapa
permen
kedalam
kantong-kantong
dan
mempelajari konsepnya dengan penjumlahan berulang atau pengurangan berulang untuk konsep pembagian sehingga pemahaman konsep perkalian dan pembagian dapat tertanam pada siswa dengan baik. d. Pembelajaran matematika di SD menganut kebenaran konsistensi Pembelajaran yang diterima siswa harus merupakan kebenaran yang konsisten atau tidak dapat berubah-ubah dan tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Suatu pernyataan yang dianggap benar adalah pernyataan didasarkan pada pernyaaan-pernyataan sebelumnya yang telah pasti kebenarannya. e. Pembelajaran matematika di SD hendaknya bermakna. Pembelajaran yang bermakna untuk siswa SD penting dapat diperhatikan guru daripada mengutamakan hafalan. Untuk dapat mengetahui suatu konsep siswa diajak untuk belajar secara induktif mengenal secara bertahap fakta-fakta atau pengalaman nyata yang diterima sehingga konsep tersebut dapat dibuktikan secara deduktif pada tahap selanjutnya. Contoh: Terbentuknya konsep perkalian pada tahap dasar sebaiknya dilakukan secara bertahap dari dimulai dengan menggunakan benda yang konkret dan pengalaman langsung pada pemecahan masalah perkalian, gambar-gambar barulah kemudian simbol sehingga pembelajaran lebih bermakna daripada meminta siswa untuk menghafalkan perkalian secara langsung. Hal ini sangat penting supaya siswa terhindar dari verbalisme dan
mampu menerima
kebenaran-kebenaran dalam matematika sesuai pengalaman yang terjadi secara langsung.
3. Ruang Lingkup Matematika di Sekolah Dasar Ruang lingkup Matematika di SD/MI dalam Kurikulum KTSP yaitu: a. Bilangan Pembelajaran bilangan meliputi bilangan rasonal, irrasional, pecahan, dan operasi bilangan. b. Geometri dan pengukuran Pembelajaran geometri dan pengukuran meliputi bangun-bangun datar, bangun- bangun ruang, pengukuran panjang, pengukuran luas, pengukuran volume, pengukuran volume, pengukuran waktu, pengukuran temperatur, dan satuan ukur. c. Pengolahan data. Pengolahan data memuat tentang pengumpulan data, diagram data, dan rerata. Penelitian ini termasuk kedalam ruang lingkup bilangan yaitu operasi bilangan, dimana operasi bilangan yang dimaksud adalah operasi perkalian dan pembagian dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi dasar (KD) sebagai berikut: Standar Kompetensi: 3. Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka Kompetensi Dasar : 3.1 Melakukan perkalian bilangan yang hasilnya bilangan dua angka 3.2 Melakukan pembagian bilangan dua angka 4. Pemahaman Konsep Operasi Perkalian dan Pembagian a. Pemahaman Bloom dalam Djaali (2008:77) “Pemahaman (comprehension) ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri”. Susanto (2013:6) Pemahaman adalah sejauh mana siswa mampu menerima apa yang ia baca, alami dan lihat. Sementara (comprehension) membedakan,
itu
menurut
adalah menduga
Arikunto
bagaimana (estimates),
(2009:118) seorang
“Pemahaman
mempertahankan,
menerangkan,
memperluas,
menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali dan memperkirakan”. Sehingga Rumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang dapat mengukur jenjang kognitif ini biasanya menggunakan menentukan,
KKO
membedakan,
menyelesaikan,
mengubah,
menggeneralisasikan,
menginterpretasikan, memberi
contoh,
membuktikan, menyederhanakan, mensubstitusi. Hamalik, O (2008:80) “Pemahaman adalah abilitet untuk menguasai pengertian. Pemahaman tampak pada alih bahan dari satu bentuk ke bentuk lainnya, penafsiran dan memperkirakan. Contoh: memahami fakta dan prinsip, menafsirkan bahan lisan, menafsirkan bagan, menerjemahkan bahan verbal ke rumus matematika.” Ruseffendi (1992: 309) “Tahap pemahaman sifatnya lebih kompleks daripada tahapan pengetahuan. Untuk dapat mencapai tahap pemahaman terhadap suatu konsep matematika, siswa harus mempunyai pengetahuan (knowledge) terhadap konsep tersebut.” Purwoto (2000:9) “Bila siswa memahami sesuatu berarti bahwa ia mengerti tentang sesuatu itu, tetapi tetap mengertinya masih rendah. Misalnya kemampuan mengubah informasi ke dalam bentuk yang bermakna. Ada tiga (3) jenis perubahan yaitu perubahan (transplasi), pemberian arti (interpretasi) dan pembuatan (eksrapolasi).” Dari berbagai pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemahaman merupakan tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau mengemukakan konsep, situasi serta fakta yang diperolehnya. Melalui pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. b. Konsep Susanto (2013:8) Konsep adalah gambaran pikiran, gagasan atau pengertian yang dapat berupa objek konkret ataupun gagasan abstrak. Sementara itu Djamarah (2008:30) Konsep merupakan satuan arti yang dapat mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu melakukan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objekobjek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental
tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa). Ahmadi dan Supriyono (2004:162) Konsep adalah serangkaian perangsang dengan sifat-sifat yang sama. Terdapat tiga dimensi dalam mempelajari konsep, yaitu sebagai berikut : 1) Pengembangan secara internal pola
mental
yang
memberikan
perasaan
dan
kemampuan
untuk
menggunakannya, 2) Verbalisasi, deskripsi atau definsi, 3)Pemberian nama untuk konsep tersebut. Dari pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa konsep adalah gambaran suatu ide berupa representasi abstrak yang terjadi dalam pikiran manusia, dinyatakan dalam bentuk kata ataupun simbol yang dapat digunakan untuk penggolongan atau klasifikasi. c. Operasi Perkalian Operasi aritmatika dasar ini, dipelajari peserta didik setelah operasi penjumlahan dan pengurangan. Kemampuan operasi penjumlahan menjadi prasyarat
untuk
dapat
menguasai
operasi
perkalian.
Dalam
jurnal
internasional Vula & Berdynaj (2011:9) menyatakan bahwa “Precondition to teach children how to multiply is to teach them first to do repeat addition”. Maksudnya, prasyarat untuk mengajarkan anak-anak bagaimana mengalikan adalah dengan mengajari mereka pertama kali melakukan penambahan berulang. Sementara menurut Wahyudi (2014:102) Operasi perkalian bilangan asli adalah perkalian dua bilangan a dan b yang dinyatakan dengan “a x b” adalah penjumlahan berulang yang mempunyai a suku dan tiap-tiap suku sama dengan b. Jadi a x b = b + b + b + b +.....+ b
a suku
Jika a x b disebut c, sehingga terdapat a x b = c, maka: a disebut pengali, b disebut bilangan yang dikalikan/ terkali, dan c disebut hasil kali. Bila dua himpunan A dan B, dimana A dengan a anggota dan B dengan b anggota kemudian kita bentuk A x B, maka banyaknya anggota yang berupa pasangan terurut dalam A x B disebut a x b. Wong & Evans dalam jurnal internasionalnya (2007:90) “Multiplicative calculation is calculations take the form of known facts (e.g,”3 times 2 is 6” or derivatives from a known fact e.g, 3x2 = 2 +2+2).” Yang mana berarti perhitungan perkalian adalah perhitungan berupa fakta-fakta yang diketahui (contohnya 3 dikali 2 adalah 6 atau turunan dari fakta- fakta yang diketahui yaitu 3 x 2 = 2 +2 +2). Rahmi (2012:112) mengatakan bahwa “Perkalian (x) adalah penjumlahan berulang dengan angka yang sama.” Untuk menyelesaikan perkalian dilakukan proses menjumlahkan secara berulang angka yang sama, proses tersebut memiliki aturan yang sesuai dengan perkembangan anak dalam memahami matematika. Contoh: 5 x 4 = 20 Penyelesaiannya dengan menambahkan 4 secara berulang sebanyak 5 kali 5x4 = 4+4+4+4+4 = 20. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pemahaman konsep operasi perkalian dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa mengulang informasi atau mengemukakan konsep perkalian secara sistematis dimana dalam tahapan awal pengerjaan perkalian terlebih dahulu mengubah perkalian menjadi penjumlahan sehingga dalam proses ini terdapat penekanan konsep bahwa perkalian merupakan penjumlahan berulang. d. Operasi Pembagian Wahyudi (2014: 103) Pembagian adalah invers atau kebalikan dari perkalian. Dari perkalian a x b = c bila diketahui salah satu faktor dan hasil kalinya, hal tersebut dapat dinyatakan dengan kalimat terbuka sebagai berikut: a x ... = c atau .... x b = c. Sehingga dapat dikatakan pembagian merupakan
pengerjaan hitung dimana jika faktor yang lain dan hasil kali diketahui yang bertujuan mencari sebuah faktor.. Menurut Heruman (2007: 26-30) “Pembagian merupakan lawan dari perkalian”. Pembagian pada dasarnya adalah pengurangan berulang yang dilakukan hingga habis, dimana pembagian sendiri hakikatnya merupakan kebalikannya dari perkalian. Oleh karena itu, untuk dapat menguasai konsep operasi pembagian siswa harus memiliki kemampuan operasi pengurangan dan perkalian. Contoh: 9:3 = 3 9: 3 sama dengan 9-3-3-3 = 0, ada 3 kali pengurangan , sehingga 9:3 = 3 dan 3 x 3 = 9. Sehinggadapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep operasi pembagian adalah kemampuan menguasai pengertian atau mengemukakan konsep pembagian sebagai pengurangan berulang secara sistematis, dimana pada tahapan awal pengerjaan pembagian terlebih dahulu mengubah pembagian menjadi pengurangan sehingga dalam proses ini terdapat penekanan konsep bahwa pembagian merupakan pengurangan berulang. Siswa dalam mencapai tahap pemahaman konsep operasi perkalian dan pembagian
dalam
penyampaiannya
harus
ditunjang
dengan
media
pembelajaran yang tepat, dalam penelitian ini menggunakan alat peraga matematika berupa neraca bilangan. 5. Media Neraca Bilangan a. Pengertian Media Sundayana (2013:4) “Kata media sendiri berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata Medium yang secara harfiah berarti “Perantara” atau “Penyalur”. Dengan demikian, maka media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan.” Wahyudi (2014:19) mengatakan bahwa “Media pembelajaran adalah seperangkat alat bantu yang berfungsi untuk mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran dalam
rangka
mencapai
tujuan
pembelajaran.”
Dengan
demikian
media
pembelajaran dapat diartikan juga sebagai sembarang benda (berupa alat, bahan, hardware, software, atau brainware) yang berfungsi untuk membantu mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Arsyad (2005:4) Media sebagai komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang mampu merangsang siswa untuk belajar. Selain itu Indriana (2011:14) Media pengajaran adalah semua bahan dan alat fisik yang mungkin digunakan untuk mengimplementasikan pengajaran dan memfasilitasi prestasi siswa terhadap sasaran atau tujuan pengajaran. Kesimpulan dari media pembelajaran dilihat dari berbagai pendapat diatas adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan yang berupa materi pembelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi edukasi antara guru (atau pembuat media) dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna. Melalui berbagai inovasi dalam media pembelajaran diharapkan pembelajaran di kelas memiliki suasana positif dan inovasi pembelajaran ini diharapkan mampu memberikan perubahan terhadap kemudahan pemahaman konsep dalam suatu materi maupun perubahan hasil belajar siswa. Dengan media, pemikiran ide dan gagasan atau suatu materi akan lebih mudah tersampaikan kepada peserta didik. b. Manfaat media pembelajaran Sudjana dan Rivai dalam Sundayana (2013:12) mengemukakan manfaat media pengajaran dan proses belajar siswa yaitu: “(1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik; (3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar
untuk setiap jam pelajaran. (4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.” Selain itu media pengajaran dapat mempertinggi proses dan hasil pengajaran adalah berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media pengajaran erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut sebab melalui media pengajaran hal-hal yang abstrak dapat dikongkritkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan. Daryanto (2010:5) mengatakan bahwa: “Secara umum dapat dikatakan media mempunyai kegunaan antara lain: (1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, (2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra, (3) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar, (4) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya, (5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama, (6) Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, guru (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, siswa (komunikan) dan tujuan pembelajaran” Ruseffendi (1992:139) manfaat dari penggunaan media dalam pengajaran matematika adalah sebagai berikut: 1) Anak-anak akan merasa gembira dalam proses pembelajaran matematika, sehingga minatnya dalam mempelajari matematika semakin besar. Anak akan senang, terangsang, tertarik dan bersikap positif terhadap pengajaran matematika. 2) Dengan media yang konkret maka dapat menyajikan konsep abstrak matematika dalam bentuk konkret. Dengan disajikannya konsep abstrak matematika dalam bentuk konkret, maka siswa pada tingkat-tingkat yang lebih rendah akan lebih mudah memahami dan mengerti. 3) Media dapat membantu daya tilik ruang, karena tidak membayangkan bentuk-bentuk geometri terutama bentuk geometri ruang, sehingga
dengan melalui gambar dan benda-benda nyatanya akan terbantu daya tiliknya sehingga lebih berhasil dalam belajarnya. 4) Anak akan menyadari adanya hubungan antara pengajaran dengan bendabenda yang ada disekitarnya, atau antara ilmu dengan alam sekitar dan masyarakat. 5) Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret, yaitu dalam bentuk model matematika dapat dijadikan objek penelitian dan dapat pula dijadikan alat untuk penelitian ide-ide baru dan relasi-relasi baru. Selain manfaat media seperti telah disebutkan tadi, pemakaian media dalam pengajaran matematika dapat pula dikaitkan dengan salah satu atau beberapa tujuan berikut ini: (1) Pembentukan konsep, (2) Pemahaman konsep, (3) Latihan dan penguatan, (4) Melayani perbedaan individu, termasuk anak yang lemah dan anak yang berbakat, (5) Pengukuran, alat peraga dipakai sebagai alat ukur, (6) Pengamatan dan penemuan sendiri, alat peraga sebagai objek penelitian maupun sebagai alat untuk meneliti, (7) Pemecahan masalah, (8) Mengundang berpikir, (9) Mengundang untuk berdiskusi, dan (10) Mengundang berpartisipasi aktif. Berdasarkan uraian diatas, melalui media pembelajaran penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan, proses pembelajaran menjadi lebih jelas, menarik, interaktif, efisiensi dalam waktu dan tenaga sehingga mampu meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Selain itu memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar serta mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif. c. Syarat Media Matematika Ruseffendi (1992:142) Beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam membuat media, diantaranya: 1) Dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat sehingga dapat tahan lama; 2) Warna menarik; 3) Sederhana, mudah dikelola dan tidak rumit;
4) Ukurannya dibuat sedemikian rupa sehingga seimbang dengan ukuran fisik anak; 5) Mampu menyajikan konsep matematika (bentuk nyata, gambar, diagram); 6) Sesuai dengan konsep, misalnya bila membuat media segitiga berdaerah dari karton atau triplek, mungkin anak beranggapan bahwa segitiga itu bukan hanya rusuk-rusuknya saja tetapi berdaerah, jelas ini tidak sesuai dengan konsep segitiga; 7) Peragaan media/alat peraga digunakan sebagai
dasar untuk timbulnya
konsep abstrak; 8) Membuat siswa belajar aktif (sendiri atau kelompok) media itu supaya dapat dimanipulasikan, yaitu dikutak-katik seperti diraba, dipegang, dipindahkan atau dipasang atau dicopotkan; 9) Memiliki fungsi yang banyak. Sedangkan Eriksson dan Curl dalam Indriana (2011:36) Kriteria yang digunakan dalam memilih media, yaitu: 1) Isi media pengajaran tersebut berguna dan penting bagi anak didik, 2) Kandungan media tersebut menarik minat anak didik, 3) Formatnya sesuai dengan pengaturan aktivitas belajar, 4) Bahan yang digunakan valid, mudah didapat, dan tidak ketinggalan zaman, 5) Fakta dan konsepnya dikaji dari sisi kepadatannya, 6) Kandungan media tersebut berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan secara khusus, 7) Kandungan media tersebut memang sesuai dengan kondisi dan situasi mutakhir, 8) Bahan atau materi dari media tersebut bukanlah sesuatu yang bisa menimbulkan kerugian, kontroversi, dan membahayakan, 9) Bahan atau materinya tidak menimbulkan sesuatu yang sifatnya propaganda, yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan, 10) Media pengajaran itu mempunyai sisi kreatif dengan kualitas teknis yang baik, gambarannya jelas dan menarik, 11) Media pengajaran itu mempunyai rancangan yang baik, rapi, dan terstruktur dengan baik. Dari uraian diatas syarat media pembelajaran matematika harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Menunjang konsep abstrak yang dipelajari peserta didik; 2) Menarik minat anak; 3) Multifungsi; 4) Mudah dalam pembuatan dan penggunaan;
5) Membuat siswa aktif, mampu di pegang, dipasang maupun dicopot. d. Klasifikasi Media Pembelajaran Sanjaya dalam Sundayana (2013:13) Media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya. 1) Berdasarkan sifatnya, media dapat dibagi ke dalam: a) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio atau rekaman suara; b) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Jenis media yang tergolong ke dalam media visual adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain sebagainya; c) Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua. 2) Berdasarkan kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi ke dalam: a) Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak, seperti radio dan televisi. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian– kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus; b) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film slide, film, video, dan lain sebagainya. 3) Berdasarkan teknik pemakaiannya, media dapat dibagi a) Media yang diproyeksikan, seperti film, slide, film strip, transparansi, dan lain sebagainya. Jenis media yang demikian memerlukan alat proyeksi khusus seperti film projector untuk memproyeksikan film, slide projector untuk memproyeksikan film slide, overhead projector (OHP) untuk memproyeksikan transparansi. Tanpa dukungan alat
proyeksi semacam ini, maka media semacam ini tidak akan berfungsi apa-apa; b) Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio dan lain sebagainya. Sementara berdasarkan ciri fisiknya Asyhar (2012:46) media pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat macam a) Media pembelajaran dua dimensi, yaitu media yang hanya dilihat panjang dan lebarnya saja; b) Media tiga dimensi, yaitu media yang dapat diamati dari arah mana saja; c) Media pandang diam, yaitu media proyeksi yang hanya memanpilkan gambar; d) Media pandang gerak, yaitu media proyeksi yang menampilkan gambar dapat bergerak di layar. Berdasarkan klasifikasi media pembelajaran diatas, media neraca bilangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media visual tiga dimensi yang tidak perlu alat proyeksi dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu karena dapat langsung di pegang, di bongkar pasang di tempat belajar dimananpun dan kapanpun. e. Media Neraca Bilangan Media neraca bilangan merupakan alat peraga matematika visual tiga dimensi yang dibuat untuk membantu siswa agar terjadi pembelajaran bermakna melalui pengalaman mengolah informasi dalam objek fisik secara langsung. Daryanto (2010:27) “Media tiga dimensi ialah sekelompok media tanpa proyeksi yang penyajiannya secara visual tiga dimensional.” Saminanto (2013:7) media neraca bilangan termasuk kedalam media berupa alat peraga kekekalan panjang. Media Neraca Bilangan merupakan alat peraga matematika yang berupa seperangkat benda konkret yang dibuat, dirancang dan disusun, terdiri dari batang cuisenaire sebagai lengan neraca, anak timbangan / neraca, tiang dan kaki. Media ini dibuat dan dikembangkan berdasarkan konsep dimana batang di sebelah kiri dan kanan jarum
keseimbangan memiliki panjang dan berat yang sama sehingga jarum menunjuk ke titik setimbang. Jarak jarum kesetimbangan ke kiri dan kesebelah kanan adalah sama panjang. Media neraca bilangan atau timbangan bilangan digunakan untuk membantu menanamkan konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Kamsiyati (2012:29) “Timbangan bilangan dapat digunakan untuk memperagakan konsep pengerjaan hitung dalam bilangan asli, seperti pemahaman penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.” Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa media neraca bilangan adalah media visual tiga dimensi yang berupa alat peraga kekalan panjang yang digunakan untuk membantu guru dalam menyampaikan konsep operasi perkalian dan pembagian. Media ini sangat mudah dibuat dan tidak memerlukan biaya yang mahal. Bahannya pun sangat sederhana dan dapat memanfaatkan barang bekas. Neraca bilangan dibuat dengan memperhatikan warna dan tampilan yang menarik siswa. Alat dan bahan neraca bilangan adalah sebagai berikut : 1) Alat Alat- alat yang digunakan untuk membuat media neraca bilangan adalah mesin sugu, palu, amplas, bor, gergaji, meteran, dan tatah. 2) Bahan-bahan Bahan yang dibutuhkan adalah balok kayu, papan, baut, cat, dan besi. Cara Pembuatan Timbangan Bilangan : 1) Potong papan dengan panjang 70 cm dan lebar 4,5 cm, kemudian panjang papan dibagi menjadi dua bagian yang sama, lalu masing – masing bagian diberi angka 1-10 (bilangan asli sesuai ukuran panjang papan) dengan jarak yang sama.( sebagai mistar timbangan); 2) Balok kayu dengan ukuran 73 cm dipotong menjadi dua bagian potongan yang pertama berukuran 90 cm digunakan sebagai tiang timbangan.
Kemudian potonngan kayu yang kedua berukuran 38 cm dijadikan sebagai alas dari timbangan; 3) Gabungkan tiang dengan alas timbangan; 4) Kemudian mistar timbangan dengan tiang timbangan yang sudah jadi di gabungkan sehingga menjadi timbangan bilangan; 5) Untuk anak timbangan dibuat dari silinder kayu yang dipotong – potong berukuran diameter 3 cm setelah itu disisi atas dan bawah diberi pengait dari besi; 6) Mengecat lengan kiri dan kanan dengan warna yang berbeda yaitu hijau dan ungu, bandulan, tiang dan kaki timbangan serta melengkapi dengan jarum penunjuk. f. Cara Penggunaan Media Neraca Bilangan Cara menggunakan media neraca bilangan untuk memperagakan operasi perkalian dan pembagian bilangan asli adalah sebagai berikut: 1) Operasi perkalian Misalkan kita akan memperagakan 2 x 4 = 4 + 4 = 8
Gambar 2.1 Model Neraca Bilangan pada operasi perkalian a)
Kaitkan dua buah bandul monyet pada angka 4 di daerah lengan berawarna ungu;
b) Setelah mengaitkan 2 bandul tersebut, maka neraca akan berat ke daerah berwarna ungu;
c)
Lalu buatlah neraca tersebut seimbang. Untuk menyeimbangkannya kaitkan satu buah bandul pada angka di daerah berwarna ungu;
d) Dan ternyata neraca itu seimbang jika pada derah berwarna ungu dikaitkan sebuah bandul di angka 8, maka angka 8 itu menunjukkan hasil dari perkalian 2 x 4; 2) Operasi Pembagian Misalkan kita akan memperagakan 14 : 7 = 14 – 7- 7 = 0 (dikurang 7 sebanyak 2 kali agar menghasilkan 0).
Gambar 2.2 Model Neraca Bilangan pada operasi pembagian a) Kaitkan bandul pada angka 10 dan 4 di daerah berwarna ungu; b) Kemudian kaitkan sebuah bandul di daerah berwarna hijau pada angka 7; c) Lalu buatlah neraca tersebut seimbang. Untuk menyeimbangkannya kaitkan satu buah bandul pada angka yang sama di daerah berwarna hijau. d) Dan ternyata neraca itu seimbang jika bandul tersebut dikaitkan pada angka 7 sebanyak 2 kali, maka banyaknya bandul pada daerah hijau menunjukkan hasil pembagian 7 dari 14. g. Kelebihan Neraca Bilangan Kelebihan media tiga dimensi dalam pembelajaran menurut Moedjiono dalam Daryanto (2010:27) yaitu memberikan pengalaman secara langsung, menyajikan secara kongkrit sehingga menghindari verbalisme,
dapat menunjukkan obyek secara utuh, baik konstruksi maupun cara kerjanya dan dapat menunjukkan alur secara lebih jelas. Sehingga dapat dikatakan bahwa media neraca bilangan memiliki beberapa kelebihan, yaitu menanamkan konsep perkalian dan pembagian bilangan asli pada siswa melalui suatu percobaan, media neraca bilangan mempermudah siswa dalam memahami konsep operasi perkalian dan pembagian bilangan asli dengan lebih kongkrit, Dengan menggunakan media neraca bilangan dapat membantu menghemat tenaga, hal ini dikarenakan materi yang lebih cepat tersampaikan dengan jelas tanpa perlu terus- menerus mengulang materi perkalian dan pembagian bilangan asli. h. Kelemahan Neraca Bilangan Kelemahan media tiga dimensi dalam pembelajaran menurut Daryanto (2010:27) adalah media tidak dapat menjangkau sasaran dalam jumlah besar, penyimpanannya memerlukan ruangan yang besar dan perawatannya rumit. Sehingga kelemahan neraca bilangan adalah media neraca bilangan tidak dapat menjangkau sasaran dalam jumlah besar, media neraca bilangan membutuhkan perawatan dan penyimpanan yang baik karena terbuat dari bahan kayu. i. Langkah Pembelajaran dengan penggunaan media neraca bilangan Keberhasilan suatu pemebelajaran sangat bergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran. Metode pembelajaran memegang peranan penting dalam optimalnya strategi pembelajaran yang diinginkan guru. Abimanyu, dkk (2010: 2-5) “metode dapat diartikan sebagai cara/ jalan menyajikan/melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.” Sementara itu Sanjaya
(2011:147)
“Metode
adalah
cara
yang
digunakan
untuk
mengimplementasikan rencana yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat berjalan dapat tercapai dengan optimal.” Dalam proses pembelajaran guru harus mampu memilih jenis metode apa yang akan digunakan agar sesuai dengan apa yang akan disampaikan kepada siswa. Selain itu, pemilihan metode yang tepat dapat memaksimalkan
penggunaan media neraca bilangan dengan baik. Untuk itu dalam penelitian ini akan digunakan tiga macam
metode yaitu metode eksperimen,
demonstrasi, tanya jawab dan ceramah. Peneliti memilih metode eksperimen karena dalam penggunaan neraca bilangan, siswa mempelajari pemahaman konsep operasi perkalian dan pembagian melalui percobaan. Disamping itu dalam pengajaran materi ini, metode demonstrasi digunakan guru untuk memperagakan atau menunjukkan cara kerja neraca bilangan, metode ceramah untuk menginformasikan konsep operasi perkalian dan pembagian, dan juga diadakan tanya jawab untuk mengetahui tingkat suatu konsep dan agar pemahaman siswa lebih melekat tentang suatu konsep juga tepat untuk digunakan dalam pembelajaran. Menurut Sanjaya, dkk dalam Abimanyu (2010: 7-17) mengemukakan bahwa metode eksperimen akan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu proses tertentu” Berikut ini adalah langkah-langkah penggunaan neraca bilangan dalam pembelajaran: 1) Tahap persiapan Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu a) Merumuskan tujuan yang akan dicapai siswa b) Menyiapkan materi pembelajaran c) Menyiapkan alat peraga neraca bilangan
d) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) 2) Tahap pelaksanaan a) Kegiatan pembukaan (1) Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memperhatikan dengan jelas neraca bilangan. (2) Kemukakan tujuan pembelajaran yang akan dicapai siswa. (3) Kemukakan tugas-tugas apa saja yang harus dilakukan oleh siswa.
b) Kegiatan Inti (1) Melakukan tanya jawab tentang perkalian dan pembagian bilangan asli serta mengenalkan media neraca bilangan kepada siswa. Kegiatan ini akan merangsang siswa untuk berfikir. Sehingga siswa tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran lebih lanjut. (2) Menjelaskan cara penggunaan alat peraga tersebut dalam menyelesaikan operasi perkalian dan pembagian. Perkalian: Misalkan kita ingin menunjukkan 2 x 4. Contoh dengan soal cerita. Pak Amat memiliki 2 kandang dimana tiap kandang berisi 4 ekor monyet. Berapakah jumlah monyet yang dimiliki pak Amat? Pertama- tama guru dapat mengajak siswa untuk menggunakan bandul sebagai kandang monyet. Guru menjelaskan bahwa: Angka 2 bisa disebut sebagai pengali. Angka 4 bisa disebut sebagai terkalia/ yang dikali. Sehingga kita menempatkan sebuah bandul pada angka 4 di daerah lengan berawarna ungu (lihat gambar 2.3).
Gambar 2.3 Peragaan perkalian menggunakan neraca bilangan tahap 1
Kemudian kaitkan lagi sebuah bandul secara tersusun pada bandul sebelumnya di daerah lengan berwarna ungu. Setelah mengaitkan 2 bandul tersebut, maka neraca akan berat ke daerah berwarna ungu; (lihat gambar 2.4)
Gambar 2.4 Peragaan perkalian menggunakan neraca bilangan tahap 2 Lalu buatlah neraca tersebut seimbang. Untuk menyeimbangkannya kaitkan satu buah bandul pada angka di daerah berwarna hijau; Dan ternyata neraca itu seimbang jika pada daerah berwarna hijau dikaitkan sebuah bandul di angka 8, maka angka 8 itu menunjukkan hasil dari perkalian 2 x 4; (lihat gambar 2.5)
Gambar 2.5 Peragaan perkalian menggunakan neraca bilangan tahap terakhir
Dalam tiap penambahan bandul guru menuliskan penambahan yang berlaku sehingga terjadi penambahan berulang proses perkalian bahwa 2 x 4 adalah 4 + 4. Pembagian: Sebuah kebun binatang baru saja memiliki 14 monyet. Monyetmonyet tersebut akan dimasukkan kedalam kandang. Dimana tiap kandang berisi 7 ekor monyet. Berapakah jumlah kandang yang harus disiapkan? Untuk pengerjaan menggunakan neraca bilangan adalah sebagai berikut: Kaitkan bandul pada angka 10 dan 4 di daerah berwarna ungu; (lihat gambar 2.6)
Gambar 2.6 Peragaan pembagian menggunakan neraca bilangan tahap 1. Kemudian kaitkan sebuah bandul di daerah berwarna hijau pada angka 7; (lihat gambar 2.7)
Gambar 2.7 Peragaan pembagian menggunakan neraca bilangan tahap 2. Lalu buatlah neraca tersebut seimbang. Untuk menyeimbangkannya kaitkan satu buah bandul pada angka yang sama di daerah berwarna hijau. Dan ternyata neraca itu seimbang jika bandul tersebut dikaitkan pada angka 7 sebanyak 2 kali, maka banyaknya bandul pada daerah hijau menunjukkan hasil pembagian 7 dari 14. (lihat gambar 2.8)
Gambar 2.8 Peragaan pembagian menggunakan neraca bilangan tahap akhir. (3) Guru memberikan soal contoh dan pengerjaan menggunakan neraca bilangan sekali lagi (4) Siswa mencoba menyelesaikan soal perkalian dan pembagian kemudian menuliskan hasilnya pada lembar kerja
(5) Ciptakan suasana yang menyejukkan, hindari suasana yang menegangkan. c) Kegiatan Penutup (1) Siswa merangkum pembelajaran (2) Siswa mengerjakan evaluasi (3) Tindak lanjut. 6. Penelitian yang Relevan Penelitian ini tidak akan terlepas dari penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: Penelitian Usep Dwi Andrianto (2009) yang berjudul “Pemanfaatan media mock-up timbangan bilangan untuk meningkatkan hasil belajar operasi hitung pembagian pada siswa kelas II SD Negeri Cobanjoyo I Kecamatan Kejayan Kabupaten Pasuruan .” Persamaan dari penelitian Usep Dwi Andrianto (2009) dan penelitian ini terdapat pada variabel bebas yaitu media mock-up timbangan bilangan dan pada penelitian ini juga menggunakan media yang sama, yakni neraca bilangan. Sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel terikatnya, penelitian yang dilakukan oleh Usep Dwi Andrianto (2009) mengenai hasil belajar operasi hitung pembagian, sedangkan penelitian ini adalah pemahaman konsep operasi perkalian dan pembagian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media mock-up timbangan bilangan dapat meningkatkan hasil belajar operasi pembagian bilangan siswa kelas II SDN Cobanjoyo I. Peningkatan hasil belajar dapat di lihat dari nilai rata-rata pretest dan postest pada siklus I meningkat dari 4,27 menjadi 5,72. Sedangkan nilai postest pada siklus II juga meningkat dibanding pada siklus I yaitu dari 5,72 menjadi 6,45. Penelitian Ratih Kusuma Dewi (2010) dengan judul “Penggunaan media benda konkret untuk meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan perkalian dan pembagian pada Siswa kelas II SDN 01 Wonolopo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar tahun pelajaran 2009/2010”.
Hasil penelitian ini adalah pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 60,66 (dalam kategori hasil rendah) dengan presentase siswa yang memperoleh nilai diatas KKM adalah 60%. Pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 70,16 (dalam kategori cukup tinggi) dengan presentase siswa yang memperoleh nilai diatas KKM adalah 70%. Pada siklus III nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 72 (dalam kategori tinggi) dengan presentase siswa yang memperoleh nilai diatas KKM adalah 86%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan penggunaan media benda konkret dapat meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan perkalian dan pembagian pada siswa kelas II SDN 01 Wonolopo Tasikmadu Karanganyar. B. Kerangka Berfikir Dalam kondisi awal, diketahui bahwa siswa merasa kesulitan dalam pemahaman konsep operasi perkalian dan pembagian bilangan asli. Dalam pembelajaran belum menggunakan media sehingga siswa kesulitan memahami konsep operasi perkalian dan pembagian yang disajikan dengan abstrak. Selain itu siswa kurang termotivasi untuk memahami konsep operasi perkalian dan pembagian bilangan asli. Hal itu menyebabkan pemahaman konsep operasi perkalian dan pembagian bilangan asli pada SDN Setono No.95 masih rendah. Berdasarkan permasalahan diatas, maka diperlukan suatu media yang inovatif yang mampu membantu memperjelas apa yang ingin disampaikan guru agar mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa. Media neraca bilangan dipilih peneliti untuk dapat memberikan solusi bagi masalah yang ada pada kelas II SDN Setono No.95. Dengan kondisi tersebut, maka peneliti akan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas menggunakan media neraca bilangan, dimana penelitian akan dilakukan dalam dua siklus. Tiap siklusnya terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Peneliti menetapkan indikator kinerja yaitu persentase ketuntasan klasikal mencapai 85% dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75.
Proses pembelajaran menggunakan media neraca bilangan diharapkan dapat meningkatan pemahaman konsep operasi perkalian dan pembagian bilangan asli kelas II SDN Setono No.95 Surakarta Tahun ajaran 2015/2016. Dari pemikiran diatas dapat digambarkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2. 9.
Pembelajaran Kondisi Awal
Pemahaman konsep operasi perkalian dan pembagian siswa kelas II SD Setono Tahun ajaran 2015/2016 rendah
bersifat
konvensional, guru belum menggunakan
media
pembelajaran
Siklus I 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi 4. Refleksi
Proses pembelajaran Tindakan
dengan menggunakan media
neraca
bilangan
Siklus II 1. Perencanaa 2. Tindakan 3. Observasi 4. Refleksi
Kondisi akhir
Melalui media neraca bilangan pemahaman konsep operasi perkalian dan pembagian siswa kelas II SD Setono No.95 Tahun Ajaran 2015/2016 dapat meningkat
Gambar 2.9 Bagan Kerangka Berfikir
C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir dalam penelitian ini diajukan hipotesis yaitu melalui penggunaan neraca bilangan dapat meningkatan pemahaman konsep operasi perkalian dan pembagian pada kelas II SDN Setono No.95 Surakarta tahun ajaran 2015/2016.