BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori
1. Senam a. Pengertian Senam Senam adalah istilah atau nama suatu cabang olahraga. Sebagai cabang olahraga senam mempunyai domein atau daerah batas-batasnya sendiri, mempunyai ruang lingkup yang tertentu, Ini berarti bahwa cabang olahraga senam berbeda dengan cabang olahraga lainnya. Senam merupakan aktivitas jasmani yang efektif untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Gerakan-gerakan senam sangat sesuai untuk mengisi program pendidikan jasmani. Gerakannya merangsang perkembangan komponen kebugaran jasmani, seperti kekuatan dan daya tahan otot dari seluruh bagian tubuh. Disamping itu, senam juga berpotensi mengembangkan keterampilan gerak dasar, sebagai landasan penting bagi penguasaan keterampilan teknik suatu cabang olahraga. Senam yang dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai salah satu cabang olahraga, merupakan terjemahan langsung dari kata “gymnastiek” (bahasa Belanda), “gymnastics” (bahasa inggris), “ghymnastiek” asal kata dari “gymnos” (bahasa Greka). Seperti yang dikemukakan Agus Margono (2009: 19) “Gymnos berarti telanjang, gymnastiek pada zaman kuno dilakukan dengan badan telanjang atau setengah telanjang, maksudnya agar gerakan dapat dilakukan tanpa gangguan sehingga menjadi sempurna, tempat berlatih senam di zaman Yunani Kuno disebut Gymnasium”. Agus Margono, (2009:19) Merumuskan apa itu senam, kita harus tahu ciri-ciri dan kaidah-kaidahnya. Ciri dan kaidah tersebut adalah sebagai berikut: a. gerakan-gerakannya selalu dibuat atau diciptakan dengan sengaja b. gerakan-gerakannya selalu harus berguna untuk mencapai tujuan tertentu (meningkatkan kelentukan, memperbaiki sikap dan gerak atau keindahan tubuh, menambah keterampilan, meningkatkan keindahan gerak, meningkatkan kesehatan tubuh) c. gerakannya harus selalu tersusun, dan sistematis. 6
7
Jadi dengan ketentuan tersebut di atas, batasan senam menurut Agus Margono (2009: 19) adalah sebagai berikut: “Senam ialah latihan tubuh yang dipilih dan diciptakan dengan berencana, disusun secara sistematis dengan tujuan membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis”. b. Jenis Senam Saat ini semakin berkembangnya zaman muncul beberapa macam senam seperti senam kesegaran jasmani, senam ibu hamil, senam jantung sehat dan masih banyak istilah senam lainnya. Aip Syarifuddin dan Muhadi (1992:100) menyatakan, “ senam dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu senam dasar, senam ketangkasan dan senam irama”. Sedangkan menurut Sapto Madijo (2010: 1) bahwa, “jenis senam di indonesia bermacam-macam dibagi menjadi enam kelompok yaitu: senam lantai, senam ketangkasan, senam irama, senam aerobik sport, senam oesteroporosis, senam jantung sehat”. Sedangkan FIG (Federation Internationale de Gymnastique) dalam Agus Mahendra (2000: 11-12) bahwa, “jenis senam dibagi menjadi enam kelompok yaitu: senam artistik (artistics gymnastics), senam ritmik (sportive rytmic gymnastics), senam akrobatik (acrobatic gymnastics), senam aerobik (sport aerobics), senam trampolin (trampolinning), senam umum (general gymnastics)”. Sedangkan menurut Agus Margono (2009: 79) menyatakan bahwa: Pada cabang olahraga senam artistik yang dipertandingkan terdiri dari enam alat untuk putra, yaitu: senam lantai (floor exercise), kuda – kuda (vaulting horse), kuda – kuda pelana (pommeled horse), palang sejajar (parallel bars), palang tunggal (horizontal bars), gelang – gelang (rings). Sedangkan nomor senam artistik untuk putri terdiri dari empat alat, yaitu: senam alat (floor exercise), kuda – kuda (vaulting horse), palang bertingkat (uneven parallel bars), balok keseimbangan (balance beam). Senam artistik sebagai senam yang menggabungkan aspek tumbling dan akrobatik untuk mendapatkan efek-efek artistik dari gerakan-gerakan yang dilakukan pada alat-alat. Efek artistik dihasilkan dari gerakan serta kesempurnaan gerak dalam menguasai tubuh ketika melakukan berbagai posisi. Gerakan-gerakan tumbling digabung dengan akrobatik yang dilaksanakan
8
secara
terkontrol
mampu
memberikan
pengaruh
mengejutkan
yang
mengundang rasa keindahan. c. Pengertian Senam Lantai Senam lantai pada umumnya disebut Floor Exercise, tetapi ada juga yang menamakan tumbling. Menurut Agus Margono (2009: 79), “Senam lantai adalah latihan senam yang dilakukan pada matras, unsur-unsur gerakannya terdiri dari mengguling, melompat, meloncat, berputar di udara, menumpu dengan tangan atau kaki untuk mempertahankan sikap seimbang atau pada saat meloncat ke depan atau belakang”. Pendapat lain dikemukakan Aip Syarifuddin dan Muhadi (1991: 104), “Senam lantai yaitu bentuk-bentuk gerakan yang dilakukan di lantai yang beralaskan permadani atau matras (kasur yang terbuat dari karet busa) dan dilakukan tanpa memakai alat”. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut menunjukkan bahwa, senam artistik merupakan salah satu jenis senam yang dalam pelaksanaanya seorang pesenam melakukan gerakan-gerakan yang telah disusun atau dirangkaikan masing-masing alat berdasarkan peraturan yang berlaku. Di dalam mempelajari atau berlatih senam, seseorang tidak bisa langsung belajar atau berlatih gerakan-gerakan yang mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi. Untuk itu belajar atau berlatih senam harus diawali dari dasar atau tingkat yang mudah, baru kemudian semakin meningkat ke arah gerakan yang sukar (tingkat kesulitan tinggi). d. Macam – Macam Gerakan Senam Lantai Dalam senam lantai banyak sekali macam gerakan yang harus dikuasai oleh pesenam. Namun pada dasarnya bentuk-bentuk gerakan senam lantai bagi putra dan putri adalah sama, hanya untuk putri banyak unsur gerak balet. Pengklasifikasian gerak dalam senam lantai menurut Agus Margono (2009: 8092) sebagai berikut : a. Mengguling : 1) Guling depan tungkai bengkok 2) Guling depan tungkai lurus 3) Guling belakang tungkai bengkok 4) Guling belakang tungkai lurus
9
b. Keseimbangan : 1) Berdiri atas kepala 2) Berdiri atas kepala diteruskan guling dada 3) Berdiri atas tangan 4) Backextention c. Melenting : 1) Melenting tumpuan tengkuk 2) Melenting tumpuan dahi 3) Front walkover 4) Back walkover 5) Melenting tumpuan tangan (hand spring) 6) Melenting ke belakang tumpuan tangan d. Meroda atau gerakan baling-baling e. Round Off f. Gerakan Salto : a) Salto ke depan 1) Salto depan jongkok 2) Salto depan sudut / kaki lurus b) Salto ke belakang 1) Salto belakang jongkok 2) Salto belakang sudut / kaki lurus c) Salto ke samping 1) Salto samping lutut bengkok 2) Salto samping kaki lurus 2. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar Kegiatan belajar hampir tidak pernah lepas dalam kehidupan manusia sehari-hari, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas sendiri, maupun saat melakukan aktivitas bersama dengan kelompok. Bahkan belajar sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi, kebutuhan untuk mempertahankan hidup seperti halnya bernafas. Belajar merupakan suatu upaya untuk menjawab keingintahuan. Tetapi setelah hal yang telah dipelajari diketahui, keingintahuan itu masih ada dan terus berkembang. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya proses belajar, proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-
10
tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijsdikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar. Menurut
Abdillah
(2002)
dalam
Aunurrahman
(2012:
35)
menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu. Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 9) berpandangan bahwa: “Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut: a. Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon pebelajar b. Respon si pebelajar, dan c. Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respon si pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respon yang tidak baik diberi teguran dan hukuman. Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 10) mengungkapkan bahwa, “Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar”. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa, belajar adalah suatu kegiatan yang datang dari dirinya sendiri secara sadar yang dapat menimbulkan perubahan tingkah laku yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikapnya. Sebagai ilustrasi, siswa yang pada semester satu SMP belum dapat berbahasa inggris. Setelah belajar bahasa Inggris selama enam semester, maka siswa tersebut dapat berbahasa Inggris secara baik dan benar pada taraf sederhana
11
b. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan proses interaksi pendidik dengan peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar menjadi lebih mudah dipahami peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang dan disusun sedemikian rupa untuk mendukung dan memperanguhi terjadinya proses
belajar
siswa
yang bersifat
internal.
Pembelajaran
berupaya
meningkatkan tiga ranah utama yaitu psikomotor, afektif dan kognitif. Menjadikan siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum mengetahui sesuatu, menjadi siswa yang mempunyai pengetahuan. Menurut Udin S. Winataputra (2008) yang dikutip Dini Rosdiani (2013: 73) bahwa, “Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa”. Pendapat
lain
dikemukakan
Bambang
Warsita
(2008:
85)
“Pembelajaran (instruction) adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik”. c. Prinsip Belajar Dalam
proses
pembelajaran
guru
dituntut
untuk
mampu
mengembangkan peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tentunya memerlukan proses yang panjang yang tidak dapat diukur dalam periode tertentu. Mengingat beberapa hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran menurut Davies (1991) dalam (Aunurrahman, 2010: 113) adalah sebagai berikut : 1) Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajari sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya. 2) Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar. 3) Seorang murid belajar lebih banyak bila mana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforment). 4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.
12
5) Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik d. Prinsip Pembelajaran Salah satu tugas guru adalah mengajar. Dalam kegiatan mengajar ini tentu saja tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi harus menggunakan teoriteori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa bertindak secara tepat. Oleh karenanya, sebagai calon guru perlu mempelajari teori dan prinsip-prinsip belajar yang dapat membimbing aktivitas anda dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Walaupun teori belajar tidak dapat diharapkan menentukan langkah demi langkah prosedur pembelajaran, namun ia bisa memberi arah prioritas-prioritas dalam tindakan guru. Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat mengungkap
batas-batas
kemungkinan
dalam
pembelajaran.
Dalam
melaksanakan pembelajaran, pengetahuan tentang teori dan prinsip-prinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat. Guru dapat terhindar dari tindakan-tindakan yang kelihatannya baik tetapi nyatanya tidak berhasil meningkatkan proses belajar siswa. Selain itu dengan teori dan prinsip-prinsip belajar ia memiliki dan mengembangkan sikap yang diperlukan untuk menunjang peningkatan belajar siswa. Belajar suatu keterampilan adalah sangat kompleks. Belajar membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Suatu pembelajaran yang efektif dan baik untuk pendidikan hendaknya didasari prinsip-prinsip yang baik pula. Menurut Nasution yang dikutip H.J. Gino, Suwarni, Suripno, Maryanto, dan Sutijan (1998: 51) bahwa, “Perubahan akibat belajar tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakupan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang”. Perubahan akibat dari belajar adalah menyeluruh pada siswa. Untuk mencapai perubahan atau peningkatan pada diri siswa, maka menurut Dimyati
13
dan Mudjiono (2009: 42) ada beberapa prinsip belajar terutama berkenaan dengan : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Perhatian dan Motivasi belajar Keaktifan Keterlibatan Langsung Pengulangan Tantangan Balikan dan Peguatan Perbedaan Individu
Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang didasarkan pada prinsip-prinsip belajar yang benar, maka akan diperoleh hasil belajar yang optimal. e. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan faktor yang sangat penting, karena hasil belajar mencerminkan kemampuan siswa dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Menurut Nana Sudjana (2010: 3) “Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku, sebagai hasil belajar mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris”. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku atau kemampuan manusia yang berasal dari interaksi belajar dan mengajar setelah menerima pengalaman belajar yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. f. Perkembangan Belajar Anak Sekolah Dasar Manusia selalu mengalami proses perkembangan yang cukup panjang. Perkembangan manusia bahkan sudah dimulai saat masa prakelahiran, menuju ke masa bayi, masa anak-anak, masa remaja, hingga masa dewasa. Pada usia anak-anak hingga menuju usia remaja, manusia mengalami perkembangan kognitif yang begitu penting. Menurut
Piaget
dalam
Dimyati
dan
Mudjiono
(2009:
13),
perkembangan intelektual melalui tahap-tahap berikut yaitu: (1) tahap
14
sensorimotor, berlangsung pada umur 0-2 tahun; (2) tahap praoperasional, yaitu umur 2-7 tahun; (3) tahap operasional konkret, yaitu umur 7-11 tahun; dan (4) tahap operasional formal yang berlangsung mulai umur 11 tahun ke atas. Berdasarkan tahap-tahap perkembangan yang diungkapkan oleh Piaget, anak sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, kemampuan anak untuk berpikir secara logis semakin berkembang. Asalkan obyek yang menjadi sumber berpikirnya adalah obyek nyata atau konkret. Karakteristik anak usia sekolah dasar tidak hanya itu. Menurut Sumantri dan Sukmadinata (2007) bahwa, “Karakteristik anak usia sekolah dasar yaitu: (1) senang bermain; (2) senang bergerak; (3) senang bekerja dalam kelompok; dan (4) senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Karakteristik yang pertama yaitu senang bermain. Siswa-siswa sekolah dasar terutama yang masih berada di kelas-kelas rendah pada umumnya masih suka bermain. Oleh karena itu, guru sekolah dasar dituntut untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang bermuatan permainan, lebih-lebih untuk siswa kelas rendah. Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak. Siswa sekolah dasar berbeda dengan orang dewasa yang bisa duduk dan diam mendengarkan ceramah selama berjam-jam. Mereka sangat aktif bergerak dan hanya bisa duduk dengan tenang sekitar 30 menit saja. Oleh karena itu, guru harusnya merancang model pembelajaran yang menyebabkan anak aktif bergerak atau berpindah. Karakteristik yang ketiga adalah senang bekerja dalam kelompok. Oleh karena itu, guru perlu membentuk siswa menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 siswa untuk mneyelesaikan tugas secara berkelompok. Dengan bergaul dalam kelompoknya, siswa dapat belajar bersosialisasi, belajar bagaimana bekerja dalam kelompok, belajar setia kawan dan belajar mematuhi aturan-aturan dalam kelompok. Karakteristik siswa sekolah dasar yang terakhir adalah senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Berdasarkan tahap
15
perkembangan kognitif Piaget seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Mereka berusaha menghubungkan konsep-konsep yang sebelumnya telah dikuasai dengan konsep-konsep yang baru dipelajari. Suatu konsep juga akan cepat dikuasai anak apabila mereka dilibatkan langsung melalui praktik dari apa yang diajarkan guru. Oleh sebab itu, guru seharusnya merancang model pembelajaran
yang
melibatkan
anak
secara
langsung
dalam
proses
pembelajaran. 3. Alat Bantu Pembelajaran a. Pengertian Alat Bantu Pembelajaran Alat bantu merupakan alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan materi pembelajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan mempraktekkan sesuatu dalam proses pendidikan pengajaran. Penggunaan alat bantu tidak hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien, tetapi materi pelajaran dapat diserap lebih mendalam. Siswa mungkin sudah memahami permasalahan melalui penjelasan guru. Pemahaman itu akan lebih baik lagi jika diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan atau mengalami melalui media. Kata media berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak ditengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat. Dalam Webster Dictonary (1960) yang dikutip Sri Anitah (2009: 4) bahwa, “Media atau medium adalah segala sesuatu yang terletak di tengah dalam bentuk jenjang, atau alat apa saja yang digunakan sebagai perantara atau penghubung dua pihak atau dua hal”. Oleh karena itu, media pembelajaran dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengantarkan pesan pembelajaran antara pemberi pesan kepada penerima pesan. Menurut Briggs (1977) yang dikutip Waluyo (2011: 76) bahwa, “Media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku, film, video dan sebagainya” National Education Association (1969) yang dikutip Waluyo (2011: 76) menyatakan, “Media pembelajaran
16
adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang, termasuk teknologi perangkat keras”. Soenardi Soemosasmito (1988: 196) mengemukakan bahwa, “Alat bantu pengajaran adalah setiap alat, mesin, atau perlengkapan yang digunakan untuk membantu menjelaskan materi pengajaran yang disampaikan, sebagai contoh: papan tulis, proyektor, film, gambar tempel, selebaran tertulis, dan sebagainya”. Jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin suatu objek sehingga mempermudah untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran. b. Syarat Alat Bantu Pembelajaran Yang Baik Suatu pembelajaran dikatakan baik, apabila mempunyai tujuan pendidikan untuk mengubah pengetahuan, pengertian, pendapat dan konsepkonsep, mengubah sikap dan persepsi, menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru. Selain itu alat bantu harus efisien dalam penggunaannya, dalam waktu yang singkat dapat mencakup isi yang luas dan tempat yang diperlukan tidak terlalu luas. Penempatan alat bantu perlu diperhatikan ketepatannya agar dapat diamati dengan baik oleh siswa. Efektif artinya memberikan hasil guna yang tinggi ditinjau dari segi pesannya dan kepentingan siswa yang sedang belajar sedangkan yang dimaksud dengan komunikatif ialah bahwa media tersebut mudah untuk dimengerti maksudnya, sehingga membuat siswa menjadi lebih mudah dalam menerima pembelajaran yang diberikan oleh guru. Menurut Soepartono (2000: 21-23) bahwa, Memilih media untuk proses pembelajaran adalah suatu tindakan strategis, karena memilih, menetapkan dan membuat media pembelajaran ada dua hal yang perlu diperhatikan secara cermat. Kedua hal tersebut adalah kriteria memilih media dan petunjuk menggunakan media. Kriteria pemilihan alat bantu pembelajaran, yaitu: (1) Tujuan (2) Kesesuaian media dengan materi yang akan dibahas (3) Karakteristik siswa (4) Tersedianya sarana prasarana penunjang (5) Tersediaan media di sekolah
17
(6) Mutu teknis (7) Biaya yang diperlukan (8) Pemilihan jenis media harus dilakukan dengan prosedur yang benar, begitu banyak jenis media dengan berbagai kelebihan dan kelemahan masing – masing. c. Manfaat Alat Bantu Pembelajaran Media dapat digunakan dalam proses belajar mengajar dengan dua arah cara, yaitu sebagai alat bantu mengajar dan sebagai media belajar yang dapat digunakan sendiri oleh siswa. Menurut Basuki dan Farida (2001: 13) bahwa, “Media yang dipakai sebagai alat bantu mengajar disebut dependen media”. Sebagai alat bantu, efektivitas media itu sangat tergantung pada cara dan kemampuan guru yang memakainya. Pemanfaatan media adalah penggunaan media secara sistematik dari sumber – sumber yang ditujukan bagi siswa, proses penggunaan media adalah merupakan proses pengambilan keputusan. Kemp dan Dayton (1985) yang dikutip Waluyo (2011: 81) menyatakan, “Manfaat
media
dalam
proses
pembelajaran
secara
umum
adalah
memperlancar proses interaksi antara guru dan siswa untuk membantu siswa belajar secara optimal”. Lebih khusus manfaat media sebagai berikut: (1) Penyampaian materi dapat diseragamkan (2) Proses instruksional menjadi lebih menarik (3) Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif (4) Jumlah waktu belajar – mengajar dapat dikurangi (5) Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan (6) Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja (7) Sikap positif siswa terhadap materi belajar maupun terhadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan (8) Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif Alat bantu atau media pembelajaran memiliki fungsi yang sangat luas dalam kegiatan atau proses pembelajaran olahraga. Dengan menggunakan alat bantu pembelajaran yang baik dan tepat, maka akan mendukung pencapaian hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu memanfaatkan berbagai macam alat bantu pembelajaran, jika dalam
18
pembelajaran banyak kendala. Dengan menggunakan alat bantu yang tepat, maka kendala – kendala dalam pembelajaran dapat teratasi. d. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar dan Efektivitas Alat Bantu Pembelajaran Dalam kegiatan belajar mengajar, media pada dasarnya digunakan untuk membantu siswa mempelajari objek, suara, proses, peristiwa atau lingkungan yang sulit dihadirkan ke dalam kelas. Dengan menggunakan media, pengajaran yang berhubungan dengan objek, suara, proses, peristiwa atau lingkungan seperti tersebut diatas akan terasa lebih bermakna bagi siswa. Dengan demikian semenjak awal siswa diharapkan dapat memperoleh persepsi yang tepat yang kemudian akan mempengaruhi pemahamannya tentang pelajaran yang diberikan. Agar pemanfaatan media pengajaran dapat banyak membantu guru maka pemilihannya harus memperhatikan beberapa hal Basuki dan Farida (2001: 20) menyebutkan: (1) Kesesuaian media pengajaran dengan tujuan yang ingin dicapai (2) Kesesuaian Karakteristik media dengan karakteristik pelajaran (3) Kecanggihan
media
pengajaran
dibandingkan
dengan
tingkat
perkembangan siswa (4) Kesesuaian media pengajaran dengan minat, kemampuan dan wawasan siswa (5) Kesesuaian Karakteristik media dengan latar belakang sosial budaya (6) Kemudahan memperoleh dan menggunakan media pengajaran di sekolah, dan (7) Kualitas teknisi media pengajaran yang membuat pengajaran yang disajikan menjadi lebih mudah dicerna siswa. Dalam kenyataannya, penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar di SD pada umumnya dilakukan dalam kelompok besar dan kecil. Walaupun terdapat kesamaan kebutuhan antara siswa yang satu dengan lainnya di dalam kelompok, namun masih dimungkinkan adanya perbedaan individual di antara mereka. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal:
19
(1) Kemampuan awal dan wawasannya (2) Kebiasaan belajar (3) Kedewasaan (4) Kondisi fisik (5) Latar belakang sosial budaya (6) Faktor akademik (7) Kondisi belajar siswa (Basuki & Farida, 2001: 20) Karena itu upaya mengenal diri siswa atau mengenal karakteristik siswa merupakan langkah yang diharapkan, agar pemanfaatan media pengajaran bisa efektif. Misalnya, bagi siswa yang lambat dengan latar belakang pengetahuan yang terbatas, maka perlu digunakan media yang sesuai. Kedewasaan dan daya konsentrasi mempunyai hubungan dengan tingkat usia siswa. Daya konsentrasi anak usia SD umumnya masih sangat rendah. Karena itu media pengajaran yang membutuhkan waktu penyajian lebih dari sepuluh menit kurang cocok untuk anak usia SD. Siswa SD pada kelas-kelas rendah membutuhkan lebih banyak kegiatan belajar yang bervariasi agar pelajaran menjadi efektif. Pemanfaatan media akan berkurang efektivitasnya bila kondisi fisik siswa tidak mendukung. Misalnya kondisi gizi, mobilitas siswa, dan sebagainya. Siswa yang mengalami hambatan fisik akan mengalami kesulitan bila harus belajar dengan media pengajaran yang tidak khusus dirancang dan disesuaikan dengan hambatan fisik yang ada padanya. Demikian pula siswa yang mudah gelisah, mudah terganggu konsentrasinya akan menghadapi banyak hambatan bila harus belajar dengan modul yang semata-mata memberikan latihan intelektual dan kurang memberi latihan psikomotorik atau melibatkan aspek emosinya. Siswa yang mengalami hambatan fisik dan emosi tidak selalu harus ditempatkan di kelompok khusus, tetapi mereka memerlukan lebih banyak perhatian dan bantuan selama berlangsungnya proses belajar untuk mencapai tujuan pengajaran yang lebih ditetapkan. Integrasi siswa yang memiliki masalah seperti di atas kedalam kegiatan belajar bersama siswa yang
20
normal akan membantu dan melatih ketahanan juang siswa yang punya hambatan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup anak-anak lain. Hubungan dengan teman-teman sekelasnya dapat memacu prestasi belajar siswa atau bahkan menghambat produktivitasnya. Perlu diingat bahwa ketika seorang siswa datang ke sekolah untuk pertama kalinya ia membawa serta pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya lewat lingkungan keluarganya. Pada awal mengikuti pendidikan sekolah pengalaman tersebut dapat mewarnai kemandirian dan keberaniannya untuk segera menerima dan berhubungan dengan teman-teman sekelasnya, dengan guru atau orang dewasa lainnya. Kondisi belajar siswa yang meliputi sejumlah faktor itu mempengaruhi kemampuan belajar siswa. Ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dalam keadaan tenang dan sunyi. Tetapi ada juga siswa lain yang lebih suka belajar sambil mendengarkan musik. Seperti yang dikemukakan Basuki dan Farida (2001: 22) bahwa, ada empat kondisi belajar yang dapat mengingat pelajaran, yaitu: (1) Lingkungan fisik, seperti penerangan, suara, temperatur, dan tatanan perabot di ruang belajar. Siswa mungkin akan mengalami kesulitan belajar bila ia ditempatkan dalam ruang kelas yang berisik. Demikian pula sebaliknya bila siswa ditempatkan di kelas yang penerangannya kurang, udaranya panas dan kurang ventilasinya. Pilihan dan tatanan parabot yang fungsional di ruang kelas akan membawa suasana yang menyenangkan bagi siswa setiap saat ia datang kesana (2) Suasana emosional lingkungan siswa, seperti motivasi, ketekunan dan rasa tanggung jawab siswa, dapat mempengaruhi suasana kelas dan produktivitas kelas sebagai suatu kelompok (3) Lingkungan sosial, seperti kecenderungan siswa untuk lebih menyukai bekerja sendiri atau bekerja dalam tim, dan sebagainya (4) Keadaan fisik, seperti kelengkapan dan kemampuan fungsional inderanya, mobilitasnya, cara atau kebiasaan menggunakan waktu dan puncak produktivitas.
21
4. Guling Depan Dari beberapa gerakan senam lantai, salah satunya adalah gerakan guling depan. Gerakan guling depan adalah gerakan badan mengguling ke depan mulai tengkuk, punggung, pinggang dan panggul bagian belakang. Agus Margono (2009: 80-81) membedakan gerakan guling depan menjadi dua macam yaitu, guling depan dengan tungkai bengkok dan guling depan tungkai lurus. a. Guling depan tungkai bengkok 1) Sikap permulaan jongkok, pantat agak tinggi, kedua lengan lurus kedepan. 2) Luruskan tungkai, badan condong kedepan, tangan menumpu pada matras selebar bahu, tarik dagu ke dada, tengkuk letakkan pada matras. 3) Saat punggung mengenai matras, bengkokkan tungkai, tarik paha ke dada, tangan menolak gerakan mengguling, diteruskan hingga berakhir pada sikap jongkok, tangan melekat pada tulang kering, pandangan lurus kedepan. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan dalam gambar berikut.
Gambar 2.1 Gerakan guling depan dengan tungkai bengkok (Sumber: Agus Margono, 2009: 80)
b. Guling depan tungkai lurus 1) Sikap permulaan jongkok, pantat agak tinggi, kedua lengan lurus ke depan.
22
2) Luruskan tungkai, badan condong kedepan, tangan menumpu pada matras selebar bahu, tarik dagu ke dada, tengkuk letakkan pada matras. 3) Saat punggung mengeani matras tangan menolak, tungkai lurus, paha dekat pada dada. 4) Gerakan mengguling kedepan diteruskan, lemparan tungkai ke depan diikuti tolakan tangan, tumpuan tangan di samping paha di depan pantat, badan condong kedepan dahu dengan dada berakhir pada sikap berdiri, badan membengkok.
Gambar 2.2 Gerakan guling depan dengan tungkai lurus (Sumber: Agus Margono, 2009: 81) c. Kesalahan Umum yang Sering dilakukan Pada Guling Depan adalah: 1. Kedua tangan yang bertumpu tidak tepat (dibuka terlalu lebar atau terlalu sempit, terlalu jauh atau terlalu dekat) dengan ujung kaki. 2. Tumpuan salah satu atau kedua tangan kurang kuat, sehingga keseimbanga badan kurang sempurna dan akibatnya badan jatuh kesamping. 3. Bahu tidak diletakkan di atas matras saat tangan dibengkokkan. 4. Perkenaan pada saat berguling di matras bukan bagian tengkuk 5. Saat gerakan berguling ke depan kedua tangan tidak ikut bertolak 5. Alat Bantu Pembelajaran Guling Depan Pada prinsipnya kunci dalam pembelajaran senam lantai guling depan adalah agar badan dapat membulat pada saat melakukan gerakan sehingga tercipta gerakan guling depan yang baik, banyak alat bantu yang manfaatnya sama baiknya yaitu agar badan dapat membulat tapi, dalam hal ini peneliti
23
memilih untuk menggunakan alat bantu pembelajaran yang sesuai dan paling sederhana yaitu dengan menggunakan ban dalam sepeda motor dan spon. a. Ban Dalam Sepeda Motor Pembelajaran guling depan senam lantai dengan menggunakan ban dalam sepeda motor sebagai alat bantu, merupakan bentuk pembelajaran yang pelaksanaannya dengan cara ban dalam tersebut dilingkarkan pada tubuh saat posisi awal hendak melakukan guling depan, yang mana ban dalam tersebut melingkar melewati pada telapak kaki dan leher bagian belakang/tengkuk. Penggunaan ban dalam sepeda motor ini bertujuan supaya posisi tubuh saat melakukan guling depan tetap melingkar sehingga gerakannya benar. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut : a) Siswa dalam posisi jongkok selayaknya awalan guling depan. b) Siswa dilingkarkan ban dalam sepeda motor pada tubuh melewati pada telapak kaki dan leher bagian belakang/tengkuk. c) Siswa melakukan guling depan d) Diharapkan dalam proses mengguling ban dalam sepeda motor tersebut tidak terlepas.
Gambar 2.3 Guling depan menggunakan alat bantu ban dalam sepeda motor (Sumber: Skripsi. Purwo Nugroho, 2010: 23) b. Spon Selain kesulitan mendekatkan lutut ke dada kesalahan terbesar adalah siswa terlalu sulit untuk menempelkan dagunya ke dada. Sehingga siswa kesulitan untuk menggulingkan badannya. Penerapan ini bertujuan supaya posisi dagu akan selalu menempel dengan dada saat melakukan guling depan, dengan begitu siswa dapat melakukan gerakannya dengan benar.
24
Pembelajaran guling depan senam lantai dengan spon merupakan bentuk pembelajaran yang pelaksanaannya dengan cara mengapit/menaruh spon di antara dagu dengan dada pada saat posisi awal akan melakukan gerakan guling depan.
Gambar 2.4 Cara pemakaian spon (Sumber: Skripsi. Purwo Nugroho, 2010: 24) Pelaksanaannya adalah sebagai berikut : e) Siswa dalam posisi jongkok selayaknya awalan guling depan. f) Siswa dipasangkan spon didagunya dengan menaruh atau mengapit spon diantara dagu dan dada. g) Siswa melakukan guling depan h) Diharapkan dalam proses mengguling spon tersebut tidak terlepas dari dagu.
Gambar 2.5 Gerakan guling depan menggunakan alat bantu (Sumber: Skripsi. Purwo Nugroho, 2010: 24)
25
B. Kerangka Berfikir Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu melibatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar yakni menggunakan kegiatan siswa sendiri secara efektif di dalam pembelajaran. Siswa diarahkan untuk melakukan latihan yang sesuai dengan konsep pembelajaran yang sedang dipelajari. Dalam hal ini peran guru hanya sebagai motivator dan fasilitator. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya
dengan
melakukan
latihan
yang
sesuai
dengan
materi
pembelajaran. Masalah yang dihadapi dalam pembelajaran pendidikan jasmani yaitu pada model atau cara guru dalam menyampaikan pelajaran yang belum mengoptimalkan media serta metode pembelajaran yang dapat memicu peran aktif siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. para siswa tidak berani melakukannya karena takut dan kurang percaya diri, terkadang merasa mudah bosan dalam mengikuti pembelajaran guling depan, hal ini disebabkan karena siswa masih kesulitan dalam melakukan gerakan guling depan sehingga kurangnya semangat dan antusias siswa untuk berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran. Pembelajaran guling depan senam lantai dengan menggunakan alat bantu merupakan bentuk pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan gerak siswa. Dengan menggunakan alat bantu siswa lebih termotivasi dan terbantu dalam melakukan gerakan guling depan, serta aspekaspek yang terdapat pada diri siswa dapat dikembangkan. Aspek pembelajaran guling depan senam lantai dengan meggunakan alat bantu yaitu: supaya siswa termotivasi melakukan gerakan, untuk mempermudah siswa dalam pembelajaran, untuk mengembangkan skill, merangsang kemampuan berfikir, dan untuk menimbulkan/meningkatkan rasa berani siswa dalam melakukan gerakan. Dengan menggunakan alat bantu pada pembelajaran guling depan senam lantai diharapkan siswa sangat terbantu dan mempermudah melakukan guling depan dan termotivasi, karena alat bantu seperti ban dalam sepeda motor yang di lingkarkan pada tubuh posisi awal,
26
spon yang diletakkan antara dagu dan dada akan lebih berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dengan adanya model pembelajaran yang baru dan lebih mudah untuk dilaksanakan oleh siswa, jadi siswa lebih tertarik untuk melakukan guling depan dan siswa paling tidak akan merasa takut lagi melakukan guling depan. Bentuk alur kerangka berpikir dalam melaksanakan kegiatan penelitian dapat dilihat pada gambar berikut :
Kondisi Awal
Guru belum menggunakan alat bantu pembelajaran guling depan
Siswa : a. Siswa kurang antusis & cepat bosan dengan model pembelajaran senam lantai guling depan b. Hasil belajar guling depan masih rendah
Siklus I :
Tindakan
Kondisi Akhir
Menerapkan model pembelajaran dengan menggunakan alat bantu pembelajaran
Melalui penggunaan alat bantu(ban dalam sepeda motor, spon) dapat meningkatkan hasil belajar guling depan
Peneliti menyusun bentuk metode penerapan alat bantu pembelajaran senam lantai guling depan yang bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa
Siklus II : Upaya perbaikan dari tindakan pada siklus I sehingga melalui penerapan alat bantu dapat meningkatkan hasil belajar guling depan
Gambar 2.6 Kerangka Berpikir
27