BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori
1. Kajian Teori Anak Tunagrahita a. Pengertian Tunagrahita Secara umum anak tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan pekembangan mental jauh dibawah rata- rata, sehingga anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya anak tersebut memerlukan pelayanan khusus. Menurut Munzayanah (2000:13) “Anak tunagrahita
adalah anak
yang mengalami
gangguan dalam
perkembangan, dalam daya pikir serta seluruh kepribadiannya, sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri di dalam masyarakat meskipun dengan cara hidup yang sederhana Menurut American Association on Mental Deficiency (1983) anak tunagrahita adalah anak yang secara umum memiliki kekurangan dalam hal fungsi intelektualnya secara nyata dan bersamaan dengan itu, berdampak pula pada kekurangannya dalam hal prilaku adaptifnya, di mana hal tersebut terjadi pada masa perkembangannya dari lahir sampai dengan usia delapan belas tahun. Pernyataan tersebut pun dapat pula diartikan bahwa anak tunagrahita adalah mereka yang memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pertama pada sisi kemampuan intelektualnya yang berada di bawah anak normal. Anak tersebut memiliki kemampuan intelektual yang berada pada dua standar di bawah normal jika diukur dengan tes intelegensi dibandingkan dengan anak normal lainya.Yang kedua adalah kekurangan pada sisi perilak adaptifnya atau kesulitan dirinya untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan situasi yang belum dikenal sebelumnya.
9
10 Keadaan tersebut terjadi pada proses pertumbuhannya, cara berfikir dan kemampuannya dalam bermasyarakat sejak anak tersebut lahir dan berusia delapan belas tahun. Moh. Amin (1995:11), menguraikan gambaran tentang anak tunagrahita yaitu, anak tunagrahita kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak, yang sulit-sulit dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan sehari dua hari atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi
hampir
mengarang,
segala-galanya.
menyimpulkan
Lebih-lebih
isi
bacaan,
dalam
pelajaran,
menggunakan
seperti
simbol-simbol
berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis dan juga mereka kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Endang Rochyadi dan Zainal Alimin (2005: 11) menyebutkan bahwa “Tunagrahita berkaitan erat dengan masalah perkembangan kemampuan kecerdasan yang rendah dan merupakan sebuah kondisi”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: 1) Anak tunagrahita memiliki kecerdasan di bawah rata-rata sedemikian rupa dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. 2) Adanyaketerbatasan dalam perkembangan tingkah laku, ketunagrahitaan tersebut berlangsung pada masa perkembangan. Mengenai masa terjadinya ketunagrahitaan, yaitu terjadi dalam periode
perkembangan,
Astati
(2001:6)
menjelaskan
bahwa
:
”Ketunagrahitaan itu terjadi sejak konsepsi sampai usia 18 tahun. Apabila seseorang mengalami penurunan kemampuan fungsi intelektual umum setelah periode perkembangan tidak termasuk tunagrahita, karena seseorang itupada umumnya tidak menunjukan kesulitan perilaku adaptif, mereka telah memiliki pengalaman sebelumnya dalam kemampuan perilaku adaptif. Menurut Marry Beimer/Smith, Richard F. Ittenbar & James R.Patton (2002) dalam Rochyadi Endang dan
Zaenal Alimin (2003:8) Perkembangan
mutakhir anak tunagrahita dikelompokan ke dalam istilah Developmental Disability yang mengandung makna sebagai berikut :
11 1) Ditandai dengan adanya gangguan mental (kognitif) atau fisik atau kombinasi dari mental dan fisik. 2) Gangguan tersebut terjadi sebelum usia 22 tahun. 3) Memiliki keterbatasan dalam tiga atau lebih pada aspek berikut : a) menolong diri; b) bahasa reseptif dan ekspresif; c) belajar; d) mobilitas; d) mengarahkan diri sendiri; e) kapasitas untuk hidup sendiri, f) secara ekonomi memiliki keterbatasan dalam memperoleh penghasilan. 4) Membutuhkan treatment atau layanan pendidikan pendidikan yang sistematis dan layanan multi disiplin, sepanjang hidupnya atau sekurang-kurangnya memerlukan waktu yang panjang. Layanan pendidikan anak yang developmental disability (tunagrahita) harus dirancang secara individual.
b. Klasifikasi Anak Tunagrahita Pengelompokan anak tunagrahita pada umumnya didasarkan pada taraf
intelegensinya,
yang
terdiri
dari
anak
tunagrahita
ringan,
tunagrahita sedang dan berat. Ketunagrahitaan
juga
dikelompokan
sesuai
dengan
tingkat
ketunagrahitaanya. Stantora Binet dan David Wechster dalam Rochyadi Endang dan Zaenal Alimin (2003:9) mengklasifikasikan anak tungarhita sebagai berikut : Tabel 2.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita Klasifikasi Tunagrahita
Klasifikasi IQ Skala
IQ Skala Wechster
Binet
(SD 16)
(SD =15) Ringan (Mild)
68-52
69-55
Sedang (Moderete)
51-36
54-40
Berat (Severe)
35-20
39-25
Sangat Berat
<19
<24
(Profound)
12 c. Pengertian Anak Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang merupakan salah satu kelompok dalam tunagrahita. Moh. Amin (1995:22) menjelaskan bahwa : “Anak tunagrahita sedang yaitu anak yang kemampuan intelektualnya dan adaptasi perilaku dibawah tunagrahita ringan. Sedangkan IQ-nya berkisar antara 30-50. Mereka dapat belajar keterampilan sekolah untuk tujuan-tujuan fungsional mencapai suatu tingkat tanggung jawab sosial dan mencapai penyesuaian sebagai pekerja dengan bantuan”. Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada skala binnet dan 54-40 menurut skala wesccler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat mendidik mengurus dirinya sendiri, melindungi dirinya sendiri dari bahaya seperti kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan dan sebagainya. Mereka mampu memperoleh keterampilan mengurus diri (Self-help) seperti berpakaian, berganti pakaian, mandi, menggunakan wc, makan. Selain itu juga anak tunagrahita sedang dapat belajar keterampilanakademik (membaca tanda-tanda sampai dua angka ataulebih) dan bekerja dalam tempat bekerja terlindung (Sheltered workshop) atau pekerjaan rutin di bawah pengawasan.Bagi masyarakat awam, menganggap anak tunagrahita sedang tidak mampu berbuat apa-apa. Padahal berdasarkan pengertian di atas anak tunagrahita sedang masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi kepada masyarakat agar anak tunagrahita mendapatkan penaganan dan pendidikan yang sesuai dengan kempuan dan kebutuhanya. Mengutip dari beberapa pendapat di atas, maka penulis menegaskan bahwa yang dimaksud dengan anak tunagrahita sedang adalah anak yang mempunyai hambatan dalam berpikir, mengalami kelambatan dalam perkembangan
dan
bahasanya,
dan
keterbatasan
dalam
kecakapan
motoriknya, sehingga kemampuan yang bersifat akademik sangat kurang, namun masih dapat diberikan keterampilan sederhana yang bersifat rutinitas.
13 d. Karakteristik Tunagrahita Sedang Karakteristik anak tunagrahita sedang menurut Moh. Amin (1995:39) adalah sebagai berikut : ”Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran akademik. Mereka pada umumnya belajar secara membeo. Perkembangan bahasanya lebih terbatas dari pada anak tunagrahita ringan. Mereka hampir selalu tergantung pada perlindungan orang lain, tetapi dapat membedakan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkunganya dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi”. Pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan yang sama dengan umur 7 atau 9 tahun. Menurut Elizabeth Hurlock (1978) menyatakan bahwa ”Aspek-aspek perkembangan itu sendiri terdiri dari perkemabangan fisik, kognitif, bicara (bahasa) emosi, dan sosial”. Di bawah ini akan dijelaskan aspek-aspek perkembangan anak tunagrahita sedang yaitu : 1) Aspek Fisik Keadaan
fisik
anak
tunagrahita
sedang
mengalami
kurang
keseimbangan, kurang koordinasi gerak sehingga ada diantara mereka yang mengalami keterbatasan dalam bergerak, sehingga mereka memerlukan aktifitas atau kegiatan seperti bermain, berolahraga untuk dapat mengembangkan keterampilan motoriknya. 2) Aspek Kognitif ”Kemampuan kognitif mereka mencapai kecerdasan yang sama dengan anak normal yang berusia 7 atau delapan tahun” (Mandey and Wils, 1959 : 43 dalam Astati (2001:8). Mereka hampir tidak dapat mempelajari pelajaran yang sifatnya akademik. Diantara mereka ada yang dapat menulis, berhitung dan membaca sosial.
14 3) Aspek Bahasa Anak tunagrahita sedang mengalami kesulitan dalam bicara dimana anak sulit untuk mengartikulasikan bunyi bahasa dengan benar. Dengan contoh
subtitusi
bunyi
dan
menghilangkan
bunyi
dan
gagap.Mengucapkan kata-kata tidak jelas, menghilangkan salah satu fonem dalam satu kata, menambah fonem dalam satu kata dan mengucapkan kata tanpa mengerti artinya. 4) Aspek Emosi ”Perkembangan aspek emosi anak tunagrahita sedang lebih baik dibandingkan dengan anak tunagrahita berat” (Sunardi dan Sunaryo, 2006:255). Meskipun demikian emosinya terbatas pada emosi-emosi yang sederhana. 5) Aspek Sosial Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam memahami dan mengartikan norma lingkungan. Mereka tidak dapat berpergian jauh, tetapi mereka masih bisa menyebutkan nama sendiri walaupun tidak sempurna seperti anak normal. ”Oleh karena itu penciptaan lingkungan yang sesuai dengan kondisi penyandang tunagrahita sedang sangatlah dibutuhkan” (Astati, 2001:8).
2.
Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang a. Pengertian Motorik Halus Sebelum membahas tentang kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai motorik halus. Menurut Moeslichatoen (2004:71) motorik halus adalah “Kegiatan yang menggunakan otot–otot halus pada jari dan tangan. Gerakan ini keterampilan bergerak”. Sujiono, Bambang, dkk (2009:114) berpendapat, motorik halus adalah gerakan yang hanyamelibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan menggunakan jari jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat. Sehingga gerakan ini
15 tidak memerlukan tenaga melainkan membutuhkan koordinasi mata dan tangan yang cermat. Dalam melakukan gerakan motorik halus, anak juga memerlukan dukungan keterampilan fisik lain serta kematangan mental. Motorik halus adalah gerakan-gerakan tubuh atau bagian- bagian tubuh yang di sengaja, otomatis, cepat dan akurat. Gerakan ini merupakan rangkaian koordinasi dari beratus-ratus otot yang rumit. Secara garis besar urutan perkembangan keterampilan motorik ini mengikuti dua prinsip. Pertama, prinsip cephalocausadal (kepala dan ekor), menunjukan perkembangan dimana bagian atas badan lebih dahulu berfungsi dan terampil digunakan sebelum bagian yang lebih rendah.Kedua yaitu, prinsip proximodistal (dekat dan jauh) menunjukan perkembangan keterampilan motorik dimana bagian tengah badan lebih dahulu terampil sebelum bagianbagian di sekelilingnya atau bagian yang lebih jauh. Motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu yang dilakukan oleh otot-otot kecil. Oleh karena itu gerakan motorik halus tidak terlalu membutuhkan tenaga, akan tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat serta ketelitian (Depdiknas 2007: 7). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motorik halus adalah adalah gerakan-gerakan tubuh tertentu yang dilakukan oleh otot-otot kecil yang di sengaja, otomatis, cepat dan akurat.
b. Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Beberapa anak termasuk anak tunagrahita sedang kesulitan dalam menguasai keterampilan motorik halus. Menurut Fallen dan Umansky dalam Sunardi dan Sunaryo (2006:118) menyatakan bahwa untuk menguasai kemampuan motorik halus tersebut ada tiga tahapan yaitu : 1) tahap kerja sama bahu dan tangan, 2) bergeraknya tangan bawah dan perkembangan tangan serta telapak tangan, 3) menggenggam dengan tiga jari tulang hasta kemudian menggerakanya kearah telapak tangan. Selanjutnya anak dapat menggenggam dengan kelima jari tanpa bantuan telapak tangan, dan akhirnya hanya dengan dua jari. “Penguasaan tahapan keterampilan motorik halus anak
16 tunagrahita sedang terlambat hingga 2 sampai 4 tahun dibandingkan dengan anak normal pada umunya” (Delphie, 1996:3). Akibat dari keterlambatan itu anak tunagrahita sedang sulit untuk melakukan aktifitas yang membutuhkan kemampuan motorik halus dimana anak akan mengalami kesulitan pada saat belajar menulis, menagkap bola, atau aktifitas lain yang membutuhkan keterlibatan otot-otot kecil pada jari tanganya. Kadang jari-jari anak tunagrahita sedang ada yang sulit untuk di fungsikan, padahal jari-jari ini sangat penting berperan dalam penguasaan keterampilan motorik halus. Kondisi ini dapat kita lihat pada saat anak hendak menangkap bola, menggunting, menempel melipat dan menulis. Anak tunagrahita sedang tidak dapat menempatkan tanganya sedemikian rupa agar ia dapat melakukan aktifitas tersebut dengan benar. Keterampilan menulis termasuk kedalam keterampilan motorik halus (fine motor skill) yang dapat diperoleh ketika anak sudah cukup mampu melakukan kegiatan motorik kasar (gross motor skill) seperti melompat, berjalan cepat, melempar dan sebagainya. Sebagian besar keterampilan motorik kasar biasanya telah dicapai saat anak berusia 3 tahun, sedangkan keterampilan motorik halus dicapai lebih lama (sesudahnya). Hal ini disebabkan keterampilan motorik halus membutuhkan kemampuan yang terkait dengan kematangan emosi anak, rentang konsentrasi, dan koordinasi otot tubuh yang satu dengan yang lainya. Leman (1992) dalam Suryani ( 2010 : 16 ) merinci 6 wilayah keterampilan yang merupakan prasyarat untuk keterampilan menulis anak yaitu : 1) Perkembangan otot kecil 2) Koordinasi tangan dan mata diperlukan keterampilan anak agar terjadi organisasi yang baik antara tangan dan mata. 3) Kemampuan memegang alattulis : anak dapat menggunakan teknik yang tepat saat memegang alat tulisnya sehingga hasil tulisanya jelas dan terbaca. 4) Kemampuan membuat coretan dasar, anak dapat membuat coretan-coretan saat ingin menggambarkan sesuatu.
17 5) Kemampuan memersepsi huruf, bagaimana anak melihat berbagai bentuk huruf dan mencoba untuk menulisnya. Keterampilan motorik halus meliputi otot-otot kecil yang ada di seluruh tubuh, seperti menyentuh dan memegang. Perkembangan motorik halus pada masa awal anak-anak ditandai dengan anak usia 3 tahun sudah dapat meniru sebuah lingkaran, tulisan cakar ayam, dapat menggunakan sendok, menyusun beberapa kotak. Perkembangan motorik halus anak ditekankan pada koordinasi gerakan motorik halus dalam menyusun balokbalok menjadi sebuah dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan meletakan atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan. Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan motorik halus anak sangat berkembang bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian anak usia ini masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi suatu bangunan. Sebagaimana dikemukakan Santrock (1995) “Mereka mulai memperlihatkan gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, dan cepat, yang diperlukan untuk menghasilkan karya kerajinan yang bermutu bagus atau memainkan instrument musik tertentu”. Dengan terus bertambahnya berat dan kekuatan badan, maka selama masa pertengahan dan akhir anak-anak ini perkembangan motorik menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi di bandingkan dengan awal masa anak-anak. Sejak usia 6 tahun koordinasi antara mata dan tangan (visio motoric) yang dibutuhkan untuk membidik, menyepak, melempar dan menangkap juga berkembang. Anak tunagrahita sedang mengalami hambatan dalam kemampuan motorik halusnya sebagaimana disebutkan oleh N Kepart dalam Lerner (1988: 276), kesulitan belajar anak tunagrahita sedang terjadi karena respon motorik anak tidak berkembang kedalam pola-pola motorik, akibatnya keterampilan motorik anak tunagrahita sedang rendah dan kurang bervariasi. Anak tunagrahita terutama anak tunagrahita sedang memiliki keterbatasan dalam kemampuan motorik halus, oleh karena itu untuk mengatasi keterbatasan motorik halus yang dimiliki anak tunagarahita sedang
18 harus diberikan pembelajaran keterampilan motorik yang dapat meningkatkan kemampuan motorik halusnya dengan baik. Keterampilan motorik adalah kegiatan motorik yang mungkin memiliki derajat ketelitian yang tinggi, yang bertujuan untuk menampilkan suatu perbuatan khas atau menyelesaikan suatu tujuan tertentu. Sedangkan pola motorik mungkin memiliki derajat ketelitian yang lebih rendah tetapi memiliki variabilitas yang tinggi. Larnet dalam Y, Suherman (2005: 47) mengemukakan bahwa kurang koordinasi dalam aktivitas motorik, hambatan dalam koordinasi motorik halus
merupakan
gejala yang ditunjukan oleh anak tunagrahita sedang. Berbagai gejala gangguan motorik halus yang ada pada anak tunagrahita sedang sering dengan mudah dikenali pada saat anak berolahraga, menari dan menulis. Seseorang yang mengalami hambatan dalam motorik halus, sering kali menghadapi masalah ketika mereka menulis atau menggambar dan ketika melakukan pekerjaan seperti, mengkancing baju, menalikan tali sepatu, menarik sleting, memegang sendok dan garpu. Kesulitan ini akan lebih nampak terutama pada mereka yang derajat ketunagrahitaanya tergolong sedang dan berat. Perkembangan motorik halus merupakan kemampuan anak dalam melakukan gerakan yaang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
c. Perkembangan Kemampuan Motorik Halus Perkembangan motorik halus merupakan kemampuan anak dalam melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya. Kemampuan motorik halus yang terkait langsung dengan keterampilan menulis adalah kemampuan memegang alat tulis dengan menggunakan ibu jari dan jari lainya, yang dapat terlihat diantaranya, mewarnai gambar, menebalkan garis putus-putus, mencontoh bentuk geometris, dan lain-lain. Kegiatan tersebut berhubungan langsung dengan koordinasi jari-jemari, sehingga jika anak
19 distimulasi dan dilatihmenulis dalam suasana yang nyaman, kemungkinan besar anak dapat menghasilkan kualitastulisan yang jelas dibaca dan relatif rapih. Suyanto (2005:51) berpendapat bahwa perkembangan motorik normal pada umumnya melalui 4 tahap: 1) Tahap pertama gerakan yang tidak disadari, tidak disengaja dan tanpa arah. 2) Gerakan yang tidak sesuai perangsangnya. 3) Gerakan yang hampir seluruh tubuhnya ikut bergerak untuk mereaksi perangsang dari luar. 4) Gerakan yang menggunakan bagian tubuh tertentu. Gerakan tersebut semakin bertambah usianya gerakannya semakin dikuasai, terutama gerakan motorik halus. Gerakan motorik halus yang memerlukan gerakan dari jari-jari atau keterampilan jari sulit dikuasai oleh anak
tunagrahita
sedang,
demikian
juga
tahapan
perkembangan
motoriknya juga sangat lambat. Tahapan gerakan menggunakan bagian tubuh tertentu dan gerakan terarah sulit dicapai dan untuk mencapainya memerlukan latihan berulang-ulang dengan waktu yang lama. Menurut
Noorlaila
(2010:62)
perkembangan
motorik
halus
merupakankemampuan anak dalam melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuhtertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan
koordinasi
yang
cermat
seperti
mengamati
sesuatu,
menjimpit, dan menulis. Faktor-Faktor yang mempengaruhi motorik halus menurut Elizabeth Hurlock (1999) ada bermacam-macam. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan gerak motorik terutama motorik halus, antara lain:
20 1) Perkembangan sistem saraf Sistem saraf sangat berpengaruh dalam perkembangan motorik, karena sistem saraf merupakan sistem pengontrol gerak motorik pada tubuh manusia. 2) Kemampuan fisik yang memungkinkan untuk bergerak Karena perkembangan motorik sangat erat kaitannya dengan fisik, maka kemampuan fisik seseorang akan sangat berpengaruh pada perkembangan motorik seseorang. Anak yang normal
perkembangan
motoriknya
yang memiliki
akan
lebih
baik
dibandingkan
anak
kekurangan fisik. 3) Keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak Ketika anak mampu melakukan suatu gerakan motorik, maka akan termotivasi untuk bergerak kepada motorik yang lebih luas lagi. Hal tersebut dikarenakan semakin dilatih kemampuan motorik anak akan semakin meningkat. 4) Lingkungan yang mendukung Perkembangan
motorik
anak
akan
lebih teroptimalkan
jika
lingkungan tempat tumbuh kembang anak mendukung mereka untuk bergerak bebas. Kegiatan di luar ruangan bisa menjadi pilihan yang terbaik karena dapat menstimulasi perkembangan otak. 5) Aspek psikologis anak Untuk menghasilkan kemampuan motorik yang baik pada anak diperlukan kondisi psikologis yang baik pula, agar mereka dapat mengembangkan gerakan motoriknya. 6) Umur Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan pada masa remaja. 7) Jenis Kelamin Setelah melewati pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat dibanding anak perempuan.
21 8) Genetik Genetik adalah bawaan anak, yaitu potensial anak yang akan menjadi ciri khasnya, antara lain bentuk tubuh (cacat fisik) dan kecerdasan. Kelainan genetik akan mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. 9) Kelainan Kromosom Pada umumnya kelainan kromosom akan disertai dengan kegagalan pertumbuhan.
d. Tahapan Pengembangan Kemampuan Motorik Halus Menurut Sumantri (2005: 145) tujuan pengembangan motorik halus anak usia dini adalah untuk melatih kemampuan koordinasi motorik anak. Pengembangan motorik halus akan berpengaruh terhadap kesiapan anak dalam menulis, kegiatan melatih koordinasi antara tangan dengan mata yang dianjurkan dalam jumlah waktu yang cukup meskipun penggunaan tangan secara utuh belum mungkin tercapai. Menurut Yudha dan Rudyanto (2005:11) fungsi pengembangan motorik halus adalah: 1) Sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan gerak kedua tangan. 2) Sebagai alat untuk mengembangkan koordinasi kecepatan tangandengan gerakan mata. 3) Sebagai alat untuk melatih penguasaan emosi
3.
Kemampuan Berpikir Abstrak Anak Tunagrahita Sedang a. Pengertian Berpikir Abstrak Kemampuan berpikir merupakan sekumpulan ketrampilan yang kompleks yang dapat dilatih sejak usia dini. Berpikir menurut Suryabrata (1993:54) merupakan proses aktif dinamis yang bersifat ideasional dalam rangka pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan. Berpikir merupakan proses mental yang terjadi karena berfungsinya otak dalam rangka mencari jawaban atas suatu persoalan, menemukan ideide, mencari pengetahuan, atau sekedar untuk berimajinasi. Proses berpikir
22 terjadi oleh berfungsinya otak manusia, karena otak manusia merupakan pusat kesadaran, pusat berpikir, perilaku, dan emosi manusia mencerminkan keseluruhan dirinya, kebudayaan, kejiwaan, bahasa dan ingatannya (Conny R. Semiwan, 1997:50). Jean Piaget dalam Baharudin (2009 : 123) membagi perkembangan kemampuan berpikir manusia dalam empat fase yaitu a) Fase sensorik (usia 0 bulan -18/24 bulan) yang ditandai dengan bayi bergerak dari tindakan reflek instingtif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolik. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik; b) Fase operasional (usia 2-7 tahun) ditandai dengan anak mulai memperesentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar yang menunjukkan peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensor dan fisik; c) Fase operasional konkrit (usia 7-11 tahun) ditandai anak dapat berfikir secara
logis
mengenai
peristiwa-peristiwa
yang
konkrit
dan
mengklasifikasikan benda kedalam bentuknya; d) Fase operasional (usia 1115 tahun) ditandai anak berfikir dengan cara lebih abstrak dan logis serta lebih edialistik. Berpikir abstrak merupakan salah satu jenis kemampuan yang merupakan atribut inteligensi. Menurut Termen seperti yang dikutip oleh Winkel W.S dan Aiken (1996:139) menjelaskan intelegensi ialah kemampuan berpikir abstrak. Kemampuan berpikir abstrak ini adalah suatu aspek yang penting dari inteligensi, tetapi bukan satu-satunya. Aspek yang ditekankan dalam kemampuan berpikir abstrak adalah penggunaan efektif dari konsep-konsep serta simbol-simbol dalam menghadapi berbagai situasi khusus dalam menyelesaikan sebuah problem. Kemampuan berpikir abstrak tidak terlepas dari pengetahuan tentang konsep, karena berpikir memerlukan kemampuan untuk membayangkan atau menggambarkan benda dan peristiwa yang secara fisik tidak selalu ada. Orang yang memiliki kemampuan berpikir abstrak baik akan dapat mudah memahami konsep-konsep abstrak dengan baik.
23 Dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir abstrak tidak dapat terlepas dari pengetahuan tentang konsep karena kegiatan berpikir tidak akan terlepas dari kemampuan untuk menggambarkan dan membayangkan benda yang secara fisik tidak selalu ada. Secara rinci kemampuan berpikir abstrak tersebut memiliki indikator yaitu : a) Kemampuan siswa dalam berpikir seksama sejumlah variabel yang berbeda dalam waktu yang sama; b) Kemampuan siswa dalam memberikan alasan sesuai dengan konsep; c) Kemampuan siswa dalam menarik kesimpulan menurut dasar pemikiran umum untuk menjelaskan hal-hal yang khusus.
b. Kemampuan Berpikir Abstrak Anak Tunagrahita Sedang Menurut Termen seperti yang dikutip oleh Winkel W.S dan Aiken (1996:139) menjelaskan intelegensi ialah kemampuan berpikir abstrak. Beberapa anak termasuk anak tunagrahita sedang, mengalami kesulitan dalam berpikir abstrak, karena salah satu karakteristik anak tuna grahita adalah lemah dalamkognitifnya, ini sesuai dengan pendapat Moh. Amin dalam Mumpuniarti (2000:42) bahwa anak tunagrahita sedang hampir tidak dapat mempelajari pelajaran akademik, anak tunagrahita sedang pada umumnya belajar secara membeo,perkembangan bahasanya sangat terbatas daripada anak tunagrahita ringan. Berpikir abstrak erat kaitannya dengna pembelajaran matematika. Menurut Betth dan Piaget dalam J. Tombokan Runtukahu (1996: 15) pembelajaran matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan struktur abstrak dan hubungan antar struktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Menurut Bruner dalam Aisyah, Nyimari, dkk (2007:5) dalam belajar matematika siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliknya. Dengan demikian siswa harus terlibat aktif secara mental agar dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, dan siswa akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
24 pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem) sehingga siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika melalui proses memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak-atiknya. Alat peraga tersebut berguna untuk siswa dalam mempelajari bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh siswa dihubungkan dengan intuitif yang telah melekat pada dirinya. Peran guru dalam penyelenggaraan pelajaran tersebut adalah a) perlu memahami sturktur mata pelajaran; b) pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar; c) pentingnya nilai berpikir induktif (Aisyah, Nyimari, dkk, 2007: 5). Mata pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah dasar mencakup tiga cabang, yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri (Abdurrahman, 2003: 253). Travers dkk (1987:6) menyatakan bahwa : “Geometry is the study of the relationships among points,lines, angles, surfaces, and solids”. Geometri adalah ilmu yang membahas tentang hubungan antaratitik, garis, sudut, bidang dan bangun-bangun ruang. Ada dua macam geometri, yaitu geometri datar dan geometri ruang. Geometri Bidang (G Datar atau G Dimensi Dua) membicarakan bangunbangun datar; sedangkan G Ruang membicarakan bangun-bangun ruang dan bangun-bangun datar yang merupakan bagian dari bangun ruang. Suatu bangun disebut bangun datar apabila keseluruhan bangun itu terletak pada satu bidang. Suatu bangun disebut bangun ruangapabila titik-titik yang membentuk bangun itu tidak semuanya terletak pada satu bidang yang sama. Bangun datar atau disebut geometri datar merupakan salah satu materi dalam pelajaran matematika anak tunagrahita ringan sekolah dasar.bangun datar menurut Asfandiyar Andi (2009:52) “Sebuah konsep garis melengkung, lurus, zig-zag, bulat, persegi, atau kerucut”. Glover (2014:54) menyatakan bahwa plane shape (bangun datar) adalah bangun rata yang mempunyai sisi lurus ataupun lengkung. Bangun datar merupakan bangun dua dimensi,
25 karena memiliki panjang dan lebar, tetapi tidak memiliki tinggi atau ketebalan. Elfawati (2012:201 ) “Bangun datar adalah ilmu yang berhubungan dengan pengenalan bentuk dan pengukuran. Rohmad dalam Ian (2010:1) bangun datar dapat didefinisikan sebagai bangun rata yang mempunyai dua dimensi yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai tinggi dan tebal. . Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bangun datar adalah ilmu yang mempelajari bentuk dari garis lurus atau lengkung sehingga menjadi sebuah bentuk seperti persegi, persegi panjang, segitiga, lingkaran, trapesium, jajar genjang, dan belah ketupat. Liebeck dalam Mulyono (2009:253) menyatakan bahwa kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik berkebutuhan khusus dalam bidang matematika adalah perhitungan matematis atau mathematics calculation dan penalaran matematis atau mathematics reasoning. Objek penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas berupa bilangan-bilangan
serta
operasinya
yang
tidak
banyak
artinya
dalammatematika, tetapi lebih dititikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk, danstuktur
(unsur
ruang).
Penalaran
matematika
diperlukan
untuk
menentukan apakah sebuah argumen matematika benar atau salah dan dipakai untuk membangun suatuargumen matematika. Penalaran matematika tidak hanya penting untukmelakukan pembuktian atau pemeriksaan program, tetapi juga untuk inferensidalam asuatu sistem kecerdasan buatan. Pada dasarnya setiap penyelesaian soal matematika memerlukankemampuan penalaran. Melalui penalaran, siswa diharapkan dapat melihatbahwa matematika merupakan kajian yang masuk akal atau logis. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan, dan dapat dievaluasi untuk mengerjakan hal-hal yangberhubungan diperlukan bernalar. Istilah penalaran matematika atau biasa yang dikenal dengan penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical reasoning.
26
Karin Brodie (2010:7) menyatakan bahwa : “Mathematical reasoning is reasoning about and with the object of mathematic”. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah penalaran mengenai objek matematika. Objek matematika dalam hal ini adalah cabang-cabangmatematika yang dipelajari seperti statistika, aljabar, geometri dansebagainya. Referensi lain yaitu Math Glossary (2004:1) menyatakan definisi penalaran matematis sebagai berikut : “Mathematical reasoning: thinking through math problems logically in order to arrive at solutions. It involves being able to identify what is important and unimportant in solving a problem and toexplain or justify a solution. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa penalaran matematis adalah berpikir mengenai permasalahan-permasalahan matematika secara logis
untuk
memperoleh
penyelesaian.
Penalaran
matematis
juga
mensyaratkan kemampuan untuk memilah apa yang penting dan tidak penting. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir abstrak anak tunagrahita sedang mengalami hambatan.Berpikir abstrak erat kaitannya dengan pembelajaran matematika. Kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik berkebutuhan khusus dalam bidang matematika adalah perhitungan matematis atau mathematics calculationdan penalaran matematis atau mathematics reasoning Pengertian konsep atau concepts mengacu pada pemahaman dasar. Peserta didik mengembangkan sutau konsep ketika mereka mampu mengasosiasikan sutau nama denga kelompok benda tertentu. Contohnya, peserta didik mengenal konsep segitiga sebagai suatu bidang yang dikelilingi oleh tiga garis lurus. Pemahaman peserta didik tentang konsep segitiga dapat dilihat pada saat mereka mampu membedakan berbagai bentuk geometri selain segitiga.
27
4. Media Pembelajaran Clay a. Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerimapesan (Azhar Arsyad, 2011:3). Gagne dalam Sadiman. dkk (2008:6) “Media pembelajaran adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar”. Kustandi dan Sutjipto (2011:9) “Media pembelajaran adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna”. Menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Azhar Arsyad (2002:3), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.Sedangkan menurut Criticos yang dikutip oleh Daryanto (2011:4) media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Menurut Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Guruan (Association for Education and Communication technology) dalam Asnawir dan Usman (2002:11) mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrument yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional. Sadiman, dkk (2012:7) menyatakan media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan informasi atau pesan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar mengajar terjadi.
28 Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim (guru) ke penerima pesan (siswa) yang dapat merangsang pikiran, perasaan dan perhatian dan kemauan serta dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Media yang baik sebetulnya media yang dikembangkan oleh guru biasanya akan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswanya. Satuhal yang harus diperhatikan guru ketika merancang media yaitu bersifat multifungsi, artinya media yang dirancang tidak hanya berfungsi sebagai alat bantu tetapi juga harus berfungsi sebagai alat untuk mengembangkan aspekaspek psikologis dasar seperti untuk mengembangkan kognitif (persepsi, visual, adaptif, maupun kinestetik, memori, daya ingat dan konsentrasi dll) mengembangkan motorik dan lain sebagainya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya dan pemanfaatan hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Di samping itu guru mampu menggunakan
alat-alat
yang
tersedia,
guru
juga
dituntut
untuk
mngembangkan keterampilan membuat media pembelajaran yang akan digunakan apabila media tersebut belum tersedia. Untuk itu guru harus memiliki
penetahuan
dan
pemahaman
yang
cukup
tentang
media
pembelajaran.
b. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran Menurut Azhar Arsyad (2011:15) fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Sedangkan menurut Hamalik dalam Azhar Arsyad (2011:15) bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis
29 terhadap siswa. Menurut Sadiman, dkk (2011:68) menyebutkan bahwa kegunaan-kegunaan media pembelajaran yaitu: 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis. 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. 3) Penggunaan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. 4) Memberikan perangsang belajar yang sama. 5) Menyamakan pengalaman. 6) Menimbulkan persepsi yang sama. Penggunaan media pembelajaran dapat membantu meningkatkan pemahaman dan daya serap siswa terhadap materi pelajaran yang dipelajari. Berikut ini fungsi-fungsi dari penggunaan media pembelajaran menurut Asnawir dan Usman M. Basyiruddin (2002:24) : 1) Membantu memudahkan belajar bagi siswa dan membantu memudahkan mengajar bagi guru. 2) Memberikan pengalaman lebih nyata (yang abstrak dapat menjadi lebih konkrit) 3) Menarik perhatian siswa lebih besar (kegiatan pembelajaran dapat berjalan lebih menyenangkan dan tidak membosankan). 4) Semua indra siswa dapat diaktifkan. 5) Lebih menarik perhatian dan minat murid dalam belajar Media pembelajaran di gunakan untuk memmpermudah penyampaian materi atau maksud dari sesuatu hal agar mudah dipahami oleh siswa. Manfaat media pembelajaran menurut Kustandi dan Sutjipto (2011:24) adalah : 1) Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas. 2) Menghasilkan perubahan tingkah laku siswa. 3) Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran, kebutuhan dan minat siswa dengan meningkatkanya motivasi belajar siswa. 4) Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa.
30 5) Menghasilkan hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa. 6) Mendorong pemanfatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan
imajinasi
dan
partisipasi
aktif
yang
mengakibatkan
meningkatnya hasil belajar. 7) Memberikan umpan balik yang diperlukan agar dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak hal yang telah mereka pelajari. 8) Melengkapi pengalaman yang kaya konsep-konsep bermakna yang dapat dikembangkan. 9) Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan pembelajaran non verbalistic serta membantu generalisasi yang tepat. 10) Menyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan untuk mengembangkan struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna. Menurut Ali Muhson (2010:4) manfaat media pembelajaran adalah : 1) Menkonkretkan konsep-konsep yang bersifat abstrak, sehingga dapat mengurangi verbalisme. 2) Membangkitkan motivasi, sehingga dapat memperbesar perhatian individual siswa untuk seluruh anggota kelompok. 3) Memfungsikan seluruh indera siswa, sehingga kelemahan dalam salah satu indera dapat diimbangi dengan kemampuan indera lainnya. 4) Mendekatkan dunia teori/konsep dengan realita yang sukar diperoleh dengan cara-cara lain selain menggunakan media pembelajaran. Misalnya mempelajari tentang antariksa, binatang buas, dll. 5) Meningkatkan kemungkinan terjadinya interaksi langsung antar siswa dengan lingkungan. 6) Memberikan kesamaan dalam pengamatan. Kesimpulan dari beberapa pendapat tentang fungsi dan manfaat media pembelajaran adalah dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, meningkatkan interaksi siswa dengan guru, menyederhanakan sesuatu hal yang sulit
31 dipelajari secara langsung, dan mempermudah memahamkan konsep terhadap siswa.
c. Media Clay Istilah clay yang sebenarnya berarti tanah liat. Namun dalam perkembanganya istilah clay digunakan untuk menyebut adonan yang menyerupai tanah liat atau clay buatan, namun tidak mudah untuk membuat produk kerajinan tersebut karena tanah liat belum tentu mudah diperoleh. Selain itu tanah liat sering dianggap kotor dan proses pengeringan memerlukan pembakaran dengan suhu yang sangat tinggi. Tanah liat dihasilkan oleh alam, yang berasal dari pelapukan kerak bumi yang sebagian besar tersusun oleh batuan feldspatik, terdiri dari batuan granit dan batuan beku. Kerak bumi terdiri dari unsur unsur seperti silikon, oksigen, dan aluminium.Aktivitas panas bumi membuat pelapukan batuan silika oleh asam karbonat.kemudian membentuk terjadinya tanah liat. Menurut Soemarjadi (1991:78), tanah Liat merupakan bahan baku pembuatan keramik pada umunnya. Plastisitasnya (sifat lunak dan mudah dibentuk) cukup baik sehingga tidak banyak memerlukan pengurusan. Jenis dan warnanya cukup banyak yang disebabkan oleh tercampur dengan bahan lain. Tanah liat mempunyai warna : merah, kuning, abu-abu, cokelat, kehitamhitaman, dan sebagainya. Menurut Peter Clough (1996:21) : “In essence, all clay originates as either igneous or metamorphic rock. Which is then broken down by water and ice to from clays with different characteristics. From igneous rock, or granite, we get a very pure clay, e.g. china clay or kaolinite, whilst from combinations of igneous and metamorphic rock we obtain a similar clay, but which has a more complex structure, and which contains more chemical elements. The rock has been broken down by weathering over a long period of time and the clay has remained in that area. Since it has not been contaminated by other materials it remains a white or creamy colour. Secondary clays, however are transported from their place of origin, usually by ice and water, and then deposited elsewhere. This washing away of the decomposed rock allows the clay particles to be ground to a liner
32 size, and when they settle, the coarser particles sink to the bottom, giving a variation in the composition of the clay”. Maksud dari pernyataan tersebut yaitu semua clay yang berasal dari batuan metamorfik dan batu granit yang dipecah oleh air dan es untuk membentuk clay dengan karakteristik yang berbeda-beda. Dari batuan granit, kita bisa mendapatkan clay murni. Contohnya China clay atau kaolin. Sedangkan dari kombinasi batuan granit dan metamorfik, kita bisa mendapatkan clay yang mirip, tetapi memiliki struktur yang lebih kompleks dan mengandung banyak elemen kimia. Jenis clay menurut asal usulnya ada 2, yang pertama primary clay dan secondary clay. Primary clay dapat dijumpai di tempat clay itu terbentuk. Batuan asal primary clay terpecah melalui cuaca yang sangat lama dan clay tersebut. terbentuk di area itu. Selama clay itu tidak terkontaminasi dengan material yang lain, warna clay itu tetap berwarna putih atau krem. Namun, secondary clays, clay tersebut telah berpindah dari tempat asalnya, biasanya karena es dan air dan mengendap dimana saja. Proses pengendapan ini, membuat clay bercampur dengan material-material lainnya untuk membentuk sebuah bentuk clay yang sangat kompleks dan saat clay itu mengendap partikel-partikel kasar mengendap di bagian bawah yang memberikan sebuah variasi dalam komposisi sebuah clay. Tanah Liat atau tanah lempung memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a) tanahnya sulit menyerap air sehingga tidak cocok untuk dijadikan lahan pertanian; b) tekstur tanahnya cenderung lengket bila dalam keadaan basah dan kuat menyatu antara butiran tanah yang satu dengan lainnya; c) dalam keadaan kering, butiran tanahnya terpecah-pecah secara halus d) merupakan bahan baku pembuatan tembikar dan kerajinan tangan lainnya yang dalam pembuatannya harus dibakar dengan suhu di atas 10000 °C. Saat ini tanah liat atau lempung sudah jarang ditemukan. Selain jarangnya tanah liat ini bisa ditemukan, dulu jika kita akan membuat hasil kreasi berbahan tanah liat kita harus rela untuk menyatu dengan pekatnya tanah liat yang kotor.
33 Masih sulitnya memeperoleh bahan clay dan harganya yang relaif mahal, menyebabkan seni kerajinan ini masah jarang ditekuni masyarakat Indonesia selain itu apabila menggunakan tanah liat, tanah liat belum tentu mudah diperoleh dan tanah liat sering dianggap kotor dan proses pengeringan memerlukan pembakaran dengan suhu yang sangat tinggi. Semakin berkembangnya zaman, sekarang tanah liat dapat digantikan dengan menggunakan bahan lain dengan tekstur liat yang sama. Saat ini, clay dibuat dengan bahan yang mudah didapat dan bersih dari kotoran sehingga aman untuk anak-anak. Karena berbagai alasan tersebut, maka dibuatlah adonan menyerupai tanah liat atau clay buatan yang cukup mudah pengerjaanya, yang proses pengeringannya hanya diangin-anginkan saja. Menurut Stephani (2011:2), berkreasi dengan clay mengingatkan kita pada kegiatan bermain dengan lilin mainan. Bedanya lilin mainan sudah mempunyai warna dan tidak bisa mengeras. Sementra clay yang terbuat dari bahan lain atau adonan (tepung, roti, bubur kertas) bisa kita beri warna dan bisa mengeras. Fisiknya lentur dan halus, membuatnya mudah dibentuk menjadi apa saja. Menurut Peter Clough (1996:12) “Anyone who has ever given clay to young children, be they teachers or parents, we will know how excited and focused children become when they start to handle it. The apparent ease with which it can be worked, changedand formed by even very young children, and their immediate physical involvement shows how important it is as a creative material”. Maksud dari pernyataan di atas adalah semua orang tahu, bahwa anakanak kecil jika diberikan clay, baik oleh guru mereka ataupun orang tuanya, mereka akan tertarik dan fokus untuk membentuk sesuatu yang berbau seni. clay juga mudah diubah dan dibentuk oleh anak, sangat kecil sekalipun. Menurut David BainBridge (1996) Clay buatan ada beberapa macam yaitu :
34 a) Paper Clay Clay ini dibuat dari bubur kertas, dan pengeringanya cukup dengan cara diangin-anginkan.
Gambar 2.1 Paper Clay b) Polymer Clay Pengeringan clay ini dilakukan dengan cara dipanggang dalam oven. Hasilnya ada yang menyerupai batu alam, plastik, atau metal.
Gambar 2.2 Polymer Clay c) Air Dry Clay Clay ini sering disebut clay jepang atau clay korea karena umunya clay ini didatangkan dari kedua Negara tersebut. Clay ini dijual dengan berbagai macam warna dan pengeringannya cukup dengan cara dianginanginkan.
35
Gambar 2.3 Air Dry Clay d) Jumping Clay Clay ini menyerupai air dry clay, tetapi hasil akhirnya lebih ringan dan pengeringanya cukup dengan cara diangin-anginkan berbagai macam warna dan pengeringannya cukup dengan cara diangin-anginkan.
Gambar 2.4 Jumpling Clay e) Clay Tepung Clay ini dibuat dari campuran tepung makanan dan bahan lain yang murah dan mudah. Clay ini bersifat lunak menyerupai malam / lilin mainan, mudah dibentuk serta dapat mengeras dengan sendirinya apabila dianginanginkan Menurut Joyce (2009:1) Seni kerajinan ini sangat baik untuk anakanak, orang dewasa bahkan para lansia.Selain mengasah kemampuan otak kanan dan meningkatkan kreativitas, seni kerajinan ini juga dapat meningkatkan daya konsentrasi, melatih kesabaran dan ketekunan, serta melatih kerja saraf motorik. Menurut Stephani (2011: 10), terdapat bahan untuk membuat clay berbahan dasar tepung, antara lain : a) 100 gram tepung kanji; b) 100 gram tepung beras; c) tepung maizena; d) 2 sdm benzoat; e) 300 gram lem PVAc/lem putih; f) minyak bayi (baby oil) secukupnya dan; g) cat poster/cat akrilik.
36
Gambar 2.5 Tepung Kanji
Gambar 2.7 Tepung Maizena
Gambar 2.9 Lem Putih
Gambar 2.6 Tepung Beras
Gambar 2.8 Natrium Benzoat
Gambar 2.10 Baby Oil
Gambar 2.11 Cat Poster
37 Cara membuatnya yaitu : a) campur ketiga macam tepung dan benzoat; b) masukkan lem PVAc/lem putih kemudian uleni sampai kalis; c) campurkan minyak bayi (baby oil) agar adonan tidak lengket di tangan; d) simpan dalam plastik yang dilaminating atau yang tertutup rapat; e)
campurkan
adonan clay yang sudah jadi dengan warna yang diinginkan; f) aduk-aduk sampai semua warna tercampur rata dan; g) bungkus adonan dengan plastik supaya tidak kering. Ada beberapa tips yang harus diperhatikan dalam pembuatan dan pewarnaan adonan clay dari tepung, diantaranya: a) pakailah tepung yang masih baik, dan jangan memakai tepung yang sudah kadarluwarsa; b) gunakanlah minyak bayi (baby oil), jangan gunakan minyak goreng; c) gunakan lem PVAc yang kental dan tidak cair; d) ukuran lem harus pas dan jangan dikurangi, karena hasil clay akan retak; e) bila adonan agak kering, tambahkan sedikit air kemudian diuli kembali; f) adonan clay yang sudah agak kering, jangan dipaksakan untuk dibentuk, karena permukaan clay yang dihasilkan akan retak, sebaiknyaditambahkan sedikit air dan uli kembali baru kemudian dibentuk; g) gunakan cat air, dan cat poster, cat akrilik. Jangan menggunakan pewarna makanan, karena akan menimbulkan jamur, pakai pewarna yang kental agar hasil adonan tidak terlalu lembek; h) jika ingin membuat warna pastel, adonan harus dicampur dengan cat putih agar warnanya tidak kusam; i) jika ingin membuat warna merah, hitam, atau biru tua tidak perlu ditambah cat putih dan; (j) jika ingin membuat warna putih, adonan juga tetap dicampur dengan cat warna putih agar setelah kering warna clay tidak kusam. Adonan clay yang sudah kering warnanya terlihat lebih gelap, dibandingkan pada saat masih basah.
38 Gambar 2.12 Campuran tepung
Gambar 2.13 Adonan
dan benzoat
Clay yang di tambah lem dan baby oil
Gambar 2.14 Adonan Clay yang
Gambar 2.15 Adonan Clay
sudah kalis
berwarna
5. Pengenalan Bangun Datar dengan Media Clay Untuk Meningkatkan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Permasalahan – permasalahan yang dialami oleh anak tunagrahita yang khususnya menggalami keterbatasan dalam berpikir abstrak dan motorik halus ini tentunya harus ditangani agar mereka dapat belajar dengan optimal sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan.Berpikir abstrak erat kaitannya dengan pengenalan bangun datar (geometri). Glover (2014:54) menyatakan bahwa bangun datar merupakan bangun dua dimensi yang hanya memiliki panjang dan lebar yang dibatasi oleh garis lurus atau lengkung. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bangun datar adalah ilmu yang mempelajari bentuk dari garis lurus atau lengkung sehingga menjadi sebuah bentuk seperti persegi, persegi panjang, segitiga, lingkaran, trapesium, jajar genjang, dan belah ketupat. Menurut Rohmad dalam Ian (2010:1) bangun datar dapat didefinisikan sebagai bangun rata yang mempunyai dua dimensi yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunyai tinggi dan tebal. Bangun datar sebuah konsep abstrak, artinya bangun-bangun tersebut bukan merupakan sebuah benda konkret yang dapat dilihat maupun dipegang
39 .Demikian pula dengan konsep bangun geometri, bangun-bangun tersebut merupakan suatu sifat, sedangkan yang konkret, yang biasa dilihat maupun dipegang, adalah benda-benda yang memiliki sifat bangun geometri. Misalnya persegi panjang, konsep persegi panjang merupakan sebuah konsep abstrak yang diidentifiaksikan melalui sebuah karakteristik. Dari uraian di atas maka bangun datar dapat didefinisikan sebagai bangun yang rata yang mempunyai dua dimensi yaitu panjang dan lebar tetapi tidak mempunyai tinggi dan tebal.Dengan demikian pengertian bangun datar adalah abstrak. Macam-macam bangun datar menurut Heruman (2007:101) adalah “Persegi, persegi panjang, segitiga, lingkaran, jajar genjang, trapesium, dan belah ketupat”. Sedangkan macam-macam bangun datar menurut Sutan (Elfawati : 2012:201) “Bangun datar terdiri dari persegi, persegi panjang, segitiga, lingkaran, trapesium, jajar genjang, dan belah ketupat”. Dalam jurnalnya Pritchard (2012) menyatakan menyatakan bahwa “captured the essence of this aspect of visualization by stating that geometry fosters on students an ability to visualize and mentally manipulate geometric objects”. Pernyataan tersebut mempunyai makna bahwa dengan adanya aspek visualisasi
geometri
dapat
mendorong
kemampuan
siswa
untuk
memvisualisasikan dan memanipulasi objek geometri. Jadi, visualisasi sangat penting dalam memahami geometri. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi geometri bangun ruang dibutuhkan sebuah alat peraga untuk memvisualisasikan
bentuk
geometri
bangun
datar
sesuai
dengan
pembelajaran. Hal ini dilakukan sesuai dengan dasar solusi dari suatu permasalahan dalam pembelajaran yaitu penggunaan media pembelajaran. Menurut Djoko Iswadji dalam Pujiati (2004:3) alat peraga adalah suatu perangkat benda konkret yang dirancang, dibuat, dihimpun, atau disusun secara sengaja yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep maupun prinsip-prinsip dalam matematika.
40 Selain mempunyai hambatan dalam berpikir abstrak anak tunagrahita sedang juga mengalami hambatan dalam ketrampilan motorik halusnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Mahendra dalam Sumantri (2005:143) keterampilan motorik halus (fine motorik skill) merupakan keterampilanketerampilan yang memerlukan kemampuan untuk mengontrol otot-otot kecil/halus untuk mencapai pelaksanaan keterampilan yang berhasil. Sedangkan menurut Magil (dalam Sumantri, 2005:143) keterampilan ini melibatkan koordinasi neuromusculer (syaraf otot) yang memerlukan ketepatan derajat tinggi untuk berhasilnya keterampilan ini. Keterampilan jenis ini sering disebut sebagai keterampilan yang memerlukan koordinasi mata-tangan (hand-eye coordination). Menulis, menggambar, bermain piano adalah contoh-contoh keterampilan tersebut. Dibutuhkan pengembangan motorik halus untuk kesiapan anak tuna grahita sedang dalam menulis. Menurut Sumantri (2005:145) tujuan pengembangan motorik halus anak usia dini adalah untuk melatih kemampuan koordinasi motorik anak. Pengembangan motorik halus akan berpengaruh terhadap kesiapan anak dalam menulis, kegiatan melatih koordinasi antara tangan dengan mata yang dianjurkan dalam jumlah waktu yang cukup meskipun penggunaan tangan secara utuh belum mungkin tercapai. Masih menurut Sumantri (2005:146) tujuan pengembangan motorik halus di usia 4-6 tahun adalah anak mampu mengembangkan kemampuan motorik halus yang berhubungan dengan keterampilan gerak kedua tangan, mampu menggerakkan anggota tubuh yang berhubungan dengan gerak jari jemari seperti kesiapan menulis, menggambar dan memanipulasi benda-benda ,mampu mengkoordinasikan indera mata dan aktivitas tangan serta mampu mengendalikan emosi dalam beraktivitas motorik halus. Sumantri (2005: 146) juga menjelaskan bahwa fungsi pengembangan keterampilan motorik halus adalah mendukung aspek lainnya seperti kognitif dan bahasa serta sosial karena pada hakekatnya setiap pengembangan tidak dapat terpisahkan satu sama lain. Selain itu menurut Yudha dan Rudyanto (2005: 116) fungsi pengembangan motorik halus adalah sebagai alat untuk
41 mengembangkan koordinasi kecepatan tangan dengan gerakan mata, dan sebagai alat untuk melatih penguasaan emosi. Kesimpulannya adalah anak tunagrahita sedang mengalami hambatan dalam pengenalan bangun datar dan dalam motorik halus, untuk mengatasi kedua masalah tersebut dibutuhukan suatu media yang bisa menjadi alat peraga dalam pengenalan bangun datar sekaligus alat untuk pengembangan motorik halus anak tuna grahita. Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan
belajar, selain
membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu
siswa
menigkatkan
pemahaman, menyajikan, data dengan
menarik dan terpercaya. Menurut Sutirman (2013 : 15) media pembelajaran adalah perantara atau pengantar yang dapat digunakan untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Istilah clay yang sebenarnya berarti tanah liat.Namun dalam perkembanganya istilah clay digunakan untuk menyebut adonan yang menyerupai tanah liat atau clay buatan. Menurut David Bainbridge (1996) ”Seni kerajinan clay ini selain untuk mengasah kemampuan otak kanan dan meningkatkan kreativitas daya imajinasi anak juga untuk melatih kerja syaraf motorik anak, sehingga banyak yang menggunakan kerajinan clay ini sebagai alternatif untuk membantu anak yang mengalami hambatan tangan khususnya dalam mengerakan jari-jemarinya dan mengasah konsentrasi anak dalam membentuk clay. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryani, Nurfaidah, 2011 dengan judul Meningkatkan kemampuan motorik halus Anak TunaGrahita Sedang dengan Penerapan Media Pembelajaran Keterampilan Paper Clay, berkesimpulan bahwa keterampilan paper clay dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak dalam menulis, sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Ulfah Saefatul Mustaqimah (2013) yang
42 berjudul Efektivitas Penggunaan Media Fondants Untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Dalam Menulis Permulaan Siswa Cerebal Palsy Sedang di SDLB YPAC Bandung menyimpulkan bahwa hasil dari penelitian ini menunjukan peningkatan siswa dalam latihan motorik halus khususnya dalam menulis permulaan. Dari berbagai macam penelitian diatas penggunaan clay memang berbeda-beda jenisnya, tetapi semua clay prinsipnya sama yaitu bisa diremas dan dibentuk sesuai dengan keinginan. Clay yang digunakan dalam penelitian ini yaitu clay tepung. Clay ini dibuat dari campuran tepung makanan dan bahan lain yang murah dan mudah. Menurut Joyce (2009:1) clay yang terbuat dari tepung makanan bersifat lunak menyerupai malam/lilin mainan, mudah dibentuk serta dapat mengeras dengan sendirinya apabila dianginanginkan.Seni kerajinan clay memungkinkan kita membuat aneka kreasi yang unik sesuai dengan imajinasi kita sendiri karena dalam pengerjaannya tidak memerlukan cetakan, melainkan cukup dibentuk dengan tangan. Segala bentuk dapat dibuat dari adonan clay, mulai dari replica makanan, buah, sayur, bunga, binatang, orang bahkan clay dapat dibentuk bangun datar seperti persegi, segitiga dan lingkaran, maka dari itu clay dapat dijadikan alat peraga pengenalan bangun datar dalam pembelajaran matematika (geometri). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Putri Permatasari, 2013 dengan judul Penggunaan Media Clay Untuk meningkatkan Kemampuan Mengenal Bangun Datar Pada Anak Tuna Rungu kelas 1 di SDLB AzZakiyah, Bandung, berkesimpulan bahwa penggunaan media clay dapat meningkatkan kemampuan mengenal bangun datar pada anak tunarungu Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa media clay dapat dijadikan media pembelajaran pengenalan bangun datar sekaligus media untuk melatih pengembangan motorik halus anak tunagrahita sedang, dalam menulis.Karena untuk pembelajaran matematika dalam pengenalan bangun datar (geometri) dibutuhkan sebuah alat peraga yang nyata, karena bangun datar merupakan sebuah konsep abstrak yang sulit dipahami oleh anak tuna grahita sedang. Clay yang terbuat dari tepung makanan bersifat
43 lunak menyerupai malam/lilin mainan, mudah dibentuk serta dapat mengeras dengan sendirinya apabila diangin-anginkan. Segala bentuk dapat dibuat dari adonan clay termasuk macam-macam bangun datar. Hasil dari adonan clay yang dibentuk itu akan mengeras dan dapat dijadikan alat peraga nyata, dalam membentuk clay menjadi macam-macam bangun datar anak mengepal, meremas dengan memijit, memipih menekan dan menggerakkan otot dan jarijarinya yang dapat dijadikan pengembangan motorik halus, dalam menulis, jadi media clay adalah media yang sangat menarik dan multifungsi karena dengan media clay anak dapat membuat alat peraga pengenalan bangun datar sekaligus sebagai media melatih pengembangan motorik halus, karena anak dilatih meremas dengan memijit, memipih menekan clay tepung yang dapat membuat otot-otot tangan dan jari lemas,yang dapat dijadikan pengembangan motorik halus, dalam menulis karena anak tuna grahita sedang mengalami kekakuan pada otot-otot jari tangannya yang mengakibatkan hasil tulisan kurang terbaca.
B. Kerangka Berpikir Untuk mengarahkan penalaran menuju jawaban sementara dan berdasarkan teori diatas dapat dikemukakan beberapa urutan kerangka pemikiran sebagai berikut : Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami keterbatasan dalam bidang intelektual dan motorik. Bidang intelektual ini berhubungan dengan kemampuan berpikir abstrak, sehingga mereka kurang mampu menerima pelajaran yang bersifat abstrak. Sedangkan kemampuan motorik yang dimaksud disini adalah motorik halus, motorik halus ini adalah dalam aspek menulis. Agar anak tunagrahita sedang mampu menerima pelajaran dengan maksimal, diperlukan media yang menyenangkan, yang mampu membangkitkan motivasi belajar anak dan mampu membantu anak untuk lebih maksimal dalam mata pelajaran yang disampaikan guru. Terlebih mereka memiliki hambatan dalam kemampuan berpikir abstrak dan motorik halus.
44 Sehingga media pembelajaran dapat mempermudah anak dalam memahami pelajaran yang abstrak seperti pelajaran matematika dalam pengenalan bangun datar. Pengenalan bangun datar tersebut akan menjadi lebih konkrit sekaligus dalam kemampuan motorik halus dalam menulis permulaan, yang dapat membantu anak bersemangat dalam berlatih menulis yang rajin. Media pembelajaran yang dimaksud dengan menggunakan clay, diharapkan dapat membantu anak dalam pelajaran matematika dalam pengenalan bangun datar dan kemampuan motorik halus dalam menulis permulaan . Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan media clay dalam pengenalan bangun datar untuk meningkatkan motorik halus anak tunagrahita sedang di SDLB Negeri Karanganyar. Berikut disajikan skema kerangka berpikir dalam penelitian tersebut :
Pembelajaran matematika materi pengenalan bangun datar dan kemampuan Menulis permulaan kelas V-C di SDLB Negeri Karanganyar
Pembelajaran belum menggunakan media clay untuk pengenalan bangun datar dan peningkatakan motorik halus
Kemampuan pengenalan bangun datar dan kemampuan menulis permulaan anak tunagrahita sedang rendah Pembelajaran menggunakan media clay
Kemampuan pengenalan bangun datar dan kemampuan menulis permulaan anak tunagrhaita sedang meningkat Gambar 2.16 Grafik Kerangka Berpikir
45 C. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2013: 96). Menurut Erwan dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:137), hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga harus diuji secara empiris. Sejalan dengan pendapat Nasution (2000:22) definisi hipotesis ialah “pernyataan tentative yang merupakan dugaan mengenai apa saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahaminya” Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berfikir di atas, maka dalam penelitian ini dapat diajukan hipotesis “Penggunaan Media Clay Dalam Pengenalan Bangun Datar Dapat Meningkatkan Motorik Halus yang Berkaitan Dengan Kemampuan Menulis Permulaan Anak Tunagrahita Sedang Kelas V-C Di SDLB Negeri Karanganyar Tahun Ajaran 2015/2016.”