BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Gerak Dasar a. Hakekat Gerak Dasar Kemampuan gerak yang perlu ditingkatkan pada peserta didik sekolah dasar adalah kemampuan gerak dasar, yaitu suatu pola gerakan yang mendasari suatu gerakan mulai dari kemampuan gerak yang sederhana hingga kemampuan gerak yang kompleks. Pada dasarnya gerak dasar manusia adalah jalan, lari, lompat, dan lempar. Semua kemampuan tersebut harus dimiliki anak dengan baik, agar anak memiliki landasan untuk mengembangkan kemampuan gerak yang lebih kompleks. Kemampuan tersebut menurut beberapa ahli mempunyai pengertian yang sama dengan kemampuan gerak (motor ability), yang berarti keadaan dari seseorang untuk menampilkan berbagai variasi kemampuan gerak. Menurut Samsudin (2008:8), menyatakan bahwa: Gerak (motor) sebagai istilah umum untuk berbagai bentuk perilaku gerak manusia, Sedangkan psikomotor digunakan untuk mempelajari perkembangan gerak pada manusia. Jadi gerak (motor) ruang lingkupnya lebih luas daripada psikomotorik. Meskipun secara umum sinonim digunakan dengan istilah motor (gerak), sebenarnya psikomotor mengacu pada gerakan-gerakan yang dinamakan alih getaran elektorik dari pusat otot besar . Kemampuan gerak dasar atau sering disebut dengan istilah “kemampuan motorik”. Kemampuan gerak dasar merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir. Aip Syarifuddin dan Muhadi (1991: 24) menyatakan, “Gerak dasar manusia adalah jalan, lari, lompat dan lempar”. Sedangkan Department of Education (2013: 15), “Fundamental Movement Skills (FMS) are movement patterns that involve such skills as running, hopping, catching, throwing, striking and balancing”. Maksudnya keterampilan gerak dasar adalah pola gerakan yang melibatkan bagian6
7 bagian tubuh yang berbeda seperti berlari, melompat, menangkap, melempar, memukul, dan keseimbangan. Dalam mempelajari kemampuan gerak dasar terdapat beberapa perubahan yang dapat kita amati dari sejak manusia lahir sampai dewasa. Perubahan tersebut yaitu dari gerak bebas yang tidak bermakna menjadi gerak yang terarah dan tidak bermakna, dari gerak kasar menjadi gerak halus, dari gerak yang tidak beraturan menjadi beraturan. Dengan adanya perubahan tersebut akan sangat membantu terhadap kemampuan gerak tertentu, yang dapat diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya kemampuan gerak dasar dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu lokomotor, non-lokomotor dan manipulatif. Ketiga klasifikasi tersebut merupakan gerakan yang mendasari aktivitas fisik yang kompleks. Adapun tiga kategori tersebut, meliputi: 1) Keterampilan lokomotor merupakan gerakan yang sangat penting bagi transportasi manusia. Keterampilan ini diidentifikasi sebagai keterampilan yang menggerakan individu dalam suatu ruang atau dari tempat ke tempat lain. Gerak lokomotor terdiri dari jalan, lari, loncat, lompat dll. 2) Keterampilan non-lokomotor dalam istilah lain disebut keterampilan stabilitas, yaitu gerakan yang dilakukan dengan meminimalisasi atau tanpa bergerak dari tempatnya atau landasan, sebagai contoh meliukkan badan, mengayunkan anggota badan, membungkuk dll. 3) Keterampilan manipulatif, ada dua klasifikasi dalam keterampilan manipulatif yaitu receptive dan propulsive, keterampilan receptive adalah keterampilan menerima sesuatu objek seperti menangkap, trapping (menerima dan mengontrol bola) dll, sedangkan keterampilan propulsive ditandai dengan penerapan gaya terhadap suatu objek seperti melempar, dan memukul dll (Samsudin, 2008: 75-103). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, gerak dasar dapat diartikan sebagai gerak pengulangan yang dilakukan terusmenerus dari kebiasaan serta menjadikannya sebagai dasar dari pengalaman yang dibagi menjadi tiga pola atau kategori, yaitu gerak lokomotor, gerak non-lokomotor dan gerak manipulatif.
8 b. Hakekat Gerak Dasar Lompat Gerakan yang perlu dilakukan dalam cabang olahraga atletik salah satunya adalah lompat. Lompat bagi peserta didik sekolah dasar merupakan gerakan lokomotor, yang artinya adalah gerakan memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain dengan cara menolak kaki sehingga tercipta suatu lompatan. Menurut Aip Syarifuddin & Muhadi (1991: 72) mengartikan bahwa, “Lompat adalah suatu bentuk gerakan lompatan dengan tujuan untuk memperoleh hasil lompatan yang sejauhjauhnya atau setinggi-tingginya dengan menggunakan tolakan satu kaki”. Sedangkan, Munasifah (2008: 10), “Lompat juga dapat diartikan sebagai suatu gerakan yang menolakkan tubuh dengan kedua kaki atau satu kaki ke berbagai arah”. Dalam cabang lompat dapat dibagi menjadi beberapa nomer yaitu lompat jauh, lompat tinggi, lompat jangkit, dan lompat galah. Cabang lompat terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu awalan, tumpuan, melayang di udara, dan pendaratan. Semua rangkaian tersebut perlu dikuasai setiap tahapnya secara maksimal, dan didalam pelaksanaannya harus dilakukan dengan baik agar diperoleh hasil lompatan sejauhjauhnya. Menurut
Yoyo
Bahagia
dalam
bukunya
yang
berjudul
Pembelajaran atletik. Dalam pembelajaran atletik di sekolah dasar, gerak dasar lompatdibagi kedalam dua jenis lompatan yaitu lompatan horizontal dan vertikal. Kedua jenis lompat ini menggunakan salah satu kaki sebagai tolakannya. Adapun kedua jenis lompatan tersebut yaitu, sebagai berikut: 1) Jenis Lompatan horizontal. Tujuan jenis lompatan ini adalah memindahkan jarak horizontal titik berat badan pelompat sejauh mungkin. Termasuk dalam jenis lompatan horizontal adalah lompat jauh dan lompat jangkit. Pada jenis lompatan horizontal, jarak lompatan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: a) Jarak horizontal antara tumpuan kaki tolak dengan letak titik berat badan atlet.
9 b) Jarak titik berat badan atlet selama fase melayang. c) Jarak horizontal titik berat badan atlet dengan tumit ketika kontak pertama saat pendaratan. 2) Jenis lompatan vertikal Tujuan dari jenis lompatan ini adalah memindahkan jarak vertikal titik berat badan setinggi mungkin. Termasuk ke dalam kategori ini adalah nomor lompat tinggi dan lompat tinggi galah. Sedangkan pada lompatan jenis vertikal, jarak ketinggian lompatan ditentukan oleh tiga faktor pula, yaitu: a) Ketinggian letak titik berat badan atlet saat tolakan b) Ketinggian perpindahan titik berat badan setelah menolak c) Perbedaan ketinggian maksimum titik berat badan saat melewati mistar. (http://file.upi.edu/Direktori/fpok/jur. pend. olahraga /yoyo bahagia/pembelajaran atletik (buku).pdf). Berdasarkan pengertian lompat yang dikemukakan di atas disimpulkan bahwa, “Lompat merupakan salah satu gerak lokomotor yang berguna, untuk meningkatkan aktivitas pengembangan kemampuan gerak dasar peserta didik. Dalam pembelajaran gerak dasar lompat, guru penjasorkes perlu merancang gerakan-gerakan yang menarik bagi peserta didik khususnya peserta didik sekolah dasar. c. Prinsip Gerak Dasar Lompat Di dalam melakukan gerak dasar manapun harus memenuhi beberapa prinsip, salah satunya dalam gerak dasar lompat. Dalam lompat komponen yang berperan penting yaitu seperti kecepatan, kelincahan, kelentukan, dan daya ledak otot tungkai. Semua komponen tersebut merupakan salah satu faktor penunjang dalam gerak dasar lompat. Toho Cholik dan Rusli Lutan (2001: 84) menyatakan bahwa: Prinsip gerak dasar lompat juga terkait dengan gerakan dasar lari yaitu saat melakukan awalan.kecepatan, kelincahan, kelenturan, dan daya ledak otot tungkai. Kecepatan lari sangat menentukan dalam pengambilan awalan saat melakukan lompat jauh. Daya ledak otot tungkai dalam nomor lompat juga berperan pada saat gerakan
10 menolak untuk melewati tiang dalam lompat tinggi atau bak pasir dalam lompat jauh. Mengajar lompat pada siswa sekolah dasar, tujuan yang diharapkan adalah memberikan pengenalan gerak dasar. Anak-anak sekolah dasar diharapkan mempunyai keterampilan dasar yang masih bisa dikembangkan lebih lanjut. Modifikasi pembelajaran untuk nomor lompat diarahkan pada faktor-faktor seperti kecepatan lari, kemampuan menolak, kelincahan dan kelenturan. Komponen-komponen gerak tersebut merupakan bagian dari gerak yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, komponen-komponen gerak tersebut juga dilibatkan ke dalam sebagian besar cabang olahraga. Sehingga hal tersebut sesuai dengan prinsip gerak dasar, yakni dengan mempelajari gerak dasar akan membantu anak terhadap keterampilan olahraga tertentu. d. Pembelajaran Gerak Dasar Lompat di Sekolah Dasar Dalam pembelajaran gerak dasar lompat dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya gerak dasar lompat dapat diajarkan secara bertahap mulai dari gerakan-gerakan yang sederhana. Adapun tujuan yang diharapkan adalah memberikan pengenalan gerakan dasar. Menurut Muhadjir (2007: 90-92), Melompat dapat dilakukan dalam berbagai bentuk latihan. Adapun bentuk-bentuk latihannya antara lain: 1) Melompat tanpa awalan dengan tolakan dua kaki mendarat dengan dua kaki. Mula-mula berdiri dalam sikap jongkok dengan ujung kaki jinjit. Kemudian, ayunkan tangan ke depan yang diikuti oleh tolakan kedua kaki. Selanjutnya, lakukan gerakan mendarat, kedua lutut mengeper. Usahakan pada saat mendarat, kedua lutut mengeper.
Gambar 1. Melompat tanpa awalan dengan tolakan dua kaki mendarat dengan dua kaki. (Muhadjir, 2007: 90-92)
11 2) Melompat tanpa awalan dengan tolakan dua kaki mendarat dengan satu kaki. Mula-mula berdiri dengan satu kaki dengan ujung kaki jinjit. Kemudian, ayunkan tangan ke depan yang diikuti oleh tolakan kedua kaki. Lakukan gerakan mendarat dengan salah satu tumit kaki kiri/kanan. Usahakan pada saat mendarat lutut harus mengeper.
Gambar 2. Melompat tanpa awalan dengan tolakan dua kaki mendarat dengan satu kaki. (Muhadjir, 2007: 90-92). 3) Melompat tinggi meraih sasaran di atas. Mula-mula berdiri tegak dengan kaki kanan berada di depan dan kaki kiri di belakang. Kemudian berjongkok lalu mengayunkan tangan ke atas yang diikuti oleh tolakan kedua kaki. Raihlah sasaran yang berada di atas dengan setinggi-tingginya. Pada saat mendarat kedua kaki bersamaan dan kedua lutut mengeper.
Gambar 3. Melompat tinggi meraih sasaran di atas. (Muhadjir, 2007: 90-92) 4) Melompat sejauh-jauhnya dengan awalan berlari.
12 Mula-mula berdiri tegak, kaki kanan berada di depan dan kaki kiri di belakang. Kemudian, berlari ± 5-7 meter, lalu menolak dengan salah satu kaki kanan/kiri. Selanjutnya, melompat sejauh-jauhnya dengan bantuan dorongan kedua tangan.
Gambar 4. Melompat sejauh-jauhnya dengan awalan berlari. (Muhadjir, 2007: 90-92). 5) Melompat setinggi-tingginya dengan awalan berlari. Mula-mula berdiri tegak, kaki kanan berada di depan dan kaki kiri di belakang. Kemudian, berlari ± 5-7 meter, lalu menolak dengan salah satu kaki kanan/kiri. Dengan tolakan salah satu kaki melompat ke atas setinggi-tingginya dan dibantu dorongan kedua tangan.
Gambar 5. Melompat setinggi-tingginya dengan awalan berlari. (Muhadjir, 2007: 90-92). e. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar (SD) Ada beberapa karakteristik anak usia sekolah dasar yang perlu diketahui
para
guru.
Jika dikaitkan dengan perkembangan dan
pertumbuhan anak sekolah dasar dapat dilihat karakteristik peserta didik
13 sekolah dasar, secara umum pembelajaran gerak dasar lompat bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan gerak peserta didik yang menuju pada terangsangnya pertumbuhan otot kaki. Dasar-dasar gerakan lompat sangatlah penting untuk diajarkan, karena gerakannya sesuai dengan anak yang energik walaupun postur tubuh belum bagus, namun otot mulai tumbuh dengan cepat. Berbagai gerakan lompat akan sangat membantu merangsang pertumbuhan otot, khususnya pertumbuhan otot tungkai. Adapun karakteristik peserta didik sekolah dasar dapat digolongkan menjadi empat, antara lain: 1) Senang bermain. Siswa di kelas rendah pada dasarnya lebih menyukai kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan. Guru sekolah dasar seharusnya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. 2) Senang bergerak. Pada dasarnya anak sekolah dasar ketika melihat suatu alat yang baru maka antusias mereka meningkat. Oleh karena itu guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. 3) Anak senang bekerja dalam kelompok. Dari pergaulan dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya di lingkungan, belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif). Guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. 4) Senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
14 Di tinjau dari teori perkembangan kognitif, anak sekolah dasar memasuki tahap operasional konkret. Dari yang di pelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dan dengan konsepkonsep lama. (http://file.upi.edu/karakteristik siswa sekolah dasar.pdf). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak sekolah dasar adalah cenderung bermain. Oleh karena itu, didalam pembelajaran seorang guru hendaknya harus mampu memberikan variasi pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran. f. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD) Kelas IV-VI Anak usia sekolah berada dalam usia dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun), dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun). Pada dasarnya anak umur 9-12 tahun (usia SD) adalah masa berkembang, baik organ tubuh maupun mentalnya. Mereka cenderung untuk diperhatikan, baik oleh orang tua, guru maupun temannya dalam kelas. Dari segi perkembangan, pertumbuhan dan pembinaan anak kelas IV–VI memasuki masa peralihan. Peralihan yang dimaksud adalah pergantian dari masa kanak-kanak memasuki masa puber, ini tentu mempengaruhi aktivitas geraknya. Dari segi pertumbuhan terlihat bahwa pada anak usia 9 – 12 tahun (kelas IV – VI) otot-otot tangan dan kakinya sudah mulai kuat, sehingga berbagai aktivitas fisik seperti menendang, melompat, melempar, menangkap dan berlari dapat dilakukan secara lebih akurat dan cepat. Desmita (2009: 35) mengatakan bahwa: Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dengan kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.
15 Jika dilihat dari karakteristik atau sifat khas anak pada masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar (IV,V,VI) ada beberapa cirinya, antara lain: 1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret; hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis. 2) Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar. 3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus. 4) Sampai kira-kira umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya; setelah kira-kira umur 11,0 pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri. 5) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah. 6) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk kegiatan bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan tradisional, mereka membuat aturan sendiri. (Noehl Nasution, M.A,dkk, 1993: 44). Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa jika dilihat dari karakteristik peserta didik kelas tinggi (IV,V,VI), tugas ajar kelas yang lebih tinggi seharusnya mempunyai bobot kesulitan lebih berat dibanding dengan kelas yang dibawahnya. Sehingga peran guru sangatlah penting didalam membentuk karakteriktik peserta didik kelas tinggi. 2. Belajar dan Pembelajaran a.
Belajar Belajar merupakan proses perubahan yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan tidak pernah dibatasi usia. Bukti bahwa seseorang telah melakukan belajar ialah adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut baik secara kognitif, afektif dan psikomotor. Abdillah (2002) menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif
16 dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu” (Annurahman, 2009: 35). Dalam kegiatan pendidikan formal di sekolah, istilah belajar dipergunakan untuk menyatakan aktivitas keseharian peserta didik yang berkenaan dengan upaya untuk mendapatkan informasi dan untuk memperluas pengetahuan tentang sesuatu yang telah dimiliki sebelumnya. Menurut Oemar Hamalik (2014: 37), mengatakan bahwa, “Belajar juga merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Perubahan tingkah laku dalam proses belajar merupakan akibat dari interaksi peserta didik dengan lingkungannya, interaksi ini berlangsung secara disengaja. Hal ini terbukti dari adanya tujuan ingin dicapai, motivasi untuk belajar, dan kesiapan peserta didik untuk belajar baik secara fisik maupun psikis. Berdasarkan pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa, belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan disengaja, yang dapat menimbulkan perubahan perilaku, penguasaan pengetahuan dan menghasilkan keterampilan dari hasil pengalaman yang menyangkut aspek-aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. b. Pembelajaran Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang dalam mempelajari sesuatu yang baru yang dapat berupa nilai atau kemampuan. Di dalam sebuah pembelajaran terjadi kegiatan timbal balik antara guru dan peserta didik yang saling mempengaruhi satu sama lain. Aunurrahman (2009: 34) mengatakan bahwa, “Pembelajaran adalah sebagai upaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum mengetahui pengetahuan tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan”. Sedangkan, Dimyati dan Mudjiono (2010: 297) bahwa, “Pembelajaran juga dapat diartikan kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”.
17 Dalam pembelajaran tujuan yang harus dicapai adalah berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pencapaian tujuan-tujuan itu akanmenjadi indikator keberhasilan dari proses pembelajaran. Berkaitan dengan tujuan pembelajaran Husdarta & Yudha M. Saputra (2010: 9) mengatakan bahwa, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menggariskan penjabaran tujuan kedalam berbagai tingkatan, yaitu tujuan nasional, tujuan institusional (lembaga), tujuan kurikuler (bidang studi), dan tujuan pembelajaran (instruksional) umum dan khusus”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang diciptakan oleh guru secara terencana dan sistematis untuk membuat peserta didik aktif dalam berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkah laku peserta didik sesuai dengan apa yang diharapkan. c. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Supaya tujuan belajar dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan, guru hendaknya memperhatikan secara cermat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi atau menentukan ketercapaian tujuan belajar tersebut. Salah satu yang harus diperhatikan guru adalah berkenaan dengan prinsip-prinsip belajar dan asas-asas pembelajaran. Dimyati dan Mudjiono menyebutkan bahwa, “Prinsip-prinsip pembelajaran meliputi perhatian, motivasi, keaktifan siswa, keterlibatan langsung atau berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual” (2010: 42). Prinsip-prinsip pembelajaran merupakan hal yang penting untuk diterapkandalam proses belajar mengajar sehingga guru dapat memahami, menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam diri peserta didik. Menurut Davies (1991: 32), berikut ini penerapan prinsip-prinsip belajar dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
18 1) Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak seorangpun yang dapat melakukan kegiatan tersebut untuknya. 2) Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar. 3) Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah segera diberikan penguatan (reinforcement). 4) Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran, memungkinkan murid belajar secara lebih berarti. 5) Apabila murid diberikan tanggungjawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan mengingat lebih baik (Aunurrahman, 2009: 113-114). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, prinsip belajar diartikan sebagai pandangan mendasar dan dianggap penting untuk dijadikan sebagai pegangan didalam melaksanakan kegiatan belajar. Oleh sebab itu ketika menyusun perencanaan pembelajaran, disamping memilih dan menentukan metode pembelajaran, guru juga perlu mengkaji prinsipprinsip belajar secara cermat agar peserta didik aktif dalam proses belajar. d. Hasil Belajar Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yaitu hasil dan belajar. Hasil menunjukan suatu perolehan, sementara belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan. Dalam hubungannya dengan belajar, hasil belajar dilakukan guna untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah menguasai bahan yang sudah diajarkan. Menurut Nana Sudjana (2009: 3) menyatakan bahwa, “Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan terjadi pada siswa setelah melalui proses belajar mengajar, perubahan tingkah laku tersebut mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor”. Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2010: 200) mengemukakan, “Tujuan utama hasil belajar yaitu untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan
19 tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau symbol”. Di sekolah, hasil belajar atau prestasi belajar ini dapat dilihat dari penguasaan peserta didik akan mata pelajaran yang telah ditempuhnya. Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek yaitu ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Ketiga ranah tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, Krathwol & Simpson membagi hasil belajar dalam tiga kategori ranah antara lain: 1) Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. 2) Ranah Afektif Ranah afektif meliputi lima aspek yaitu: penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, pembentukan pola hidup. 3) Ranah Psikomotor Berkenaan dengan kemampuan motorik yang terdiri dari tujuh aspek yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan
kompleks,
penyesuaian
pola
gerakan,
kreativitas.
(Aunurrahman, 2009: 49-53). Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang sebagai hasil yang diperoleh peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar dapat dicapai apabila peserta didik sudah memahami belajar dengan diringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Ketiga ranah tersebut bukan merupakan bagian-bagian yang terpisahkan, akan tetapi merupakan satu kesatuan yang saling terkait antara satu dengan yang lain.
20 e. Komponen Pembelajaran. Menurut Nana Sudjana (2009: 30), “komponen-komponen dalam belajar dan mengajar adalah sebagai berikut: (1) Tujuan proses pengajaran, (2) Materi atau bahan pelajaran, (3) Metode dan alat yang digunakan dalam proses pengajaran, (4) Penilaian dalam proses pengajaran”. Tujuan pembelajaran merupakan hal yang paling penting dalam proses pengajaran sebagai indikator keberhasilan pembelajaran. Bahan pelajaran diharapkan dapat melengkapi dan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Metode dan alat berfungsi sebagai jembatan atau media pelajaran terhadap tujuan yang ingin dicapai, sehingga harus efektif dan efisien. Sedangkan penilaian berperan untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan pengajaran. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2011: 9) bahwa komponen sistem pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Siswa sebagai subjek dalam pembelajaran dijadikan pusat dari segala kegiatan. Artinya perencanaan dan desain pembelajaran disesuaikan dengan kondisi siswa yang bersangkutan, baik sesuai dengan kemampuan dasar, minat dan bakat, motivasi belajar, dan gaya belajar siswa itu sendiri. b. Tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah komponen siswa sebagai subjek belajar. Tujuan merupakan persoalan tentang visi dan misi suatu lembaga pendidikan. c. Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Pengalaman belajar harus mendorong siswa aktif belajar baik secara fisik maupun nonfisik. d. Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar meliputi: lingkungan fisik seperti tempat belajar, bahan dan alat yang dapat digunakan, personal seperti guru, petugas perpustakaan dan ahli media, siapa saja yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan dalam pengalaman belajar. e. Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.
21 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, komponenkomponen dalam pembelajaran terdiri dari beberapa aspek yang saling terkait. Adapun komponen-komponen pembelajaran tersebut merupakan hal yang penting didalam proses pengajaran sebagai indikator keberhasilan pembelajaran. 3. Bermain a. Hakikat Bermain Bermain sangat disukai oleh anak karena sifat dari bermain itu sendiri menyenangkan. Bagi seorang anak kegiatan bermain dapat dilakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak-anak umumnya sangat menikmati permainan dan akan terus melakukannya dimanapun mereka memiliki kesempatan. Fadillah (2014: 25) menyatakan, “Bermain adalah aktivitas yang membuat hati seorang anak menjadi senang, nyaman dan bersemangat”. Sedangkan Piaget dan Mayesty (Yuliani Nurani Sujiono & Bambang Sujiono, 2010: 34) mengatakan bahwa, Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan atau kepuasan bagi diri seseorang. Kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi di mana diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup, serta lingkungan tempat di mana ia hidup. Loy, Mc Pherson, dan Kenyon (1978) mendefinisikan bahwa bermain adalah berbagai aktivitas yang bersifat: 1) Bebas. 2) Terpisah. 3) Tak pasti atau berubah-ubah. 4) Secara spontan. 5) Tidak mempertimbangkan hasil.
22 6) Diatur
oleh
peraturan
serta
membuat
kepercayaan.(M.Furqon
Hidayatullah, 2008: 4). Menurut Hughes (1999), bermain merupakan hal yang berbeda dengan belajar dan bekerja. Suatu kegiatan yang disebut bermain harus ada lima unsur di dalamnya, yaitu: 1. Mempunyai tujuan, yaitu permainan itu sendiri untuk mendapat kepuasan. 2. Memilih dengan bebas dan atas kehendak sendiri, tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa. 3. Menyenangkan dan dapat menikmati. 4. Mengkhayal untuk mengembangkan daya imajinatif dan kreativitas. 5. Melakukan secara aktif dan sadar (DWP, 2005).(Adang Ismail, 2006: 14). Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa, bermain merupakan suatu luapan ekspresi anak tanpa paksaan dan sungguhan yang dilakukan dalam waktu luang tanpa terikat pada peraturan. Banyak hal yang didapat dari bermain melalui bermain dapat memberikan pengalaman belajar yang sangat berharga untuk anak misalnya, membina hubungan sesama teman, saling menghargai dan sebagainya. b. Manfaat Bermain Bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Anak yang bermain akan melakukan aktifitas bermain dengan sukarela dan akan melakukan aktivitas bermain tersebut dengan kesungguhan, demi untuk memperoleh kesenangan dari aktivitas tersebut. Ketika bermain, anak berimajinasi dan mengeluarkan ide-ide yang tersimpan didalam dirinya. Kegiatan bermain sangat disukai oleh anak-anak. Fadillah (2014: 33) mengatakan, dalam kegiatan bermain terdapat beberapa manfaat bermain bagi anak usia dini, yaitu: 1) Manfaat motorik, yaitu manfaat yang berhubungan dengan nilainilai positif mainan yang terjadi pada jasmani anak. Misalnya, unsur-unsur kesehatan, keterampilan, ketangkasan, maupun kemampuan fisik tertentu.
23 2) Manfaat afeksi, yaitu manfaat permainan yang berhubungan dengan psikologis anak. Misalnya, naluri/insting, perasaan, emosi, sifat, karakter, watak, maupun kepribadian seseorang. 3) Manfaat kognitif, yaitu manfaat mainan untuk perkembangan kecerdasan anak, yang meliputi kemampuan imajinatif, pembentukan nalar, logika, maupun pengetahuan-pengetahuan sistematis. 4) Manfaat spiritual, yaitu manfaat mainan yang menjadi dasar pembentukan nilai-nilai kesucian maupun keluhuran akhlak manusia. 5) Manfaat keseimbangan, yaitu manfaat mainan yang berfungsi melatih dan mengembangkan panduan antara nilai-nilai positif dan negative suatu mainan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, bermain yang dilakukan secara tertata sangat bermanfaat untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan kegiatan bermain kita dapat mengembangkan berbagai potensi pada anak, baik potensi fisik, kognitif, bahasa, sosial, emosi, kreativitas, dan pada akhirnya prestasi akademik. c. Pengaruh Bermain bagi Perkembangan Gerak Bermain merupakan kebutuhan atau dorongan dari dalam diri anak. Dorongan dari dalam ini harus disalurkan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Bermain dapat digunakan untuk membantu anak dalam mengembangkan potensi fisik, kognitif, sosial, dan emosi. Oleh karena itu, pada masa kanak-kanak kesempatan bermain harus diberikan seluas-luasnya. M. Furqon Hidayatullah (2008:7-9) menyatakan, pengaruh bermain terhadap perkembangan anak, yaitu: 1) Pengembangan keterampilan gerak Bermain berisi berbagai keterampilan gerak, mulai dari keterampilan gerak yang sederhana atau dasar hingga keterampilan gerak yang kompleks. Anak perlu belajar keterampilan gerak dasar, seperti lari, lompat, loncat, berbelok, menendang, melempar. 2) Perkembangan fisik dan kesegaran jasmani Bermain penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuh, termasuk mengembangkan daya tahan kardiovaskuler. 3) Dorongan berkomunikasi
24 Didalam suasana bermain, memberikan peluang anak untuk berkomunikasi dengan teman bermainnya. 4) Penyaluran energi emosional yang terpendam Bermain merupakan wahana yang baik bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan lingkungan terhadap aktivitas anak. 5) Penyaluran kebutuhan dan keinginan Kebutuhan dan keinginan yang tidak terpenuhi dengan cara lain atau aktivitas lain seringkali dapat terpenuhi dengan bermain. 6) Sumber belajar Bermain dapat dikatakan sebagai bentuk miniatur dari kehidupan masyarakat. Dengan bermain berarti anak dapat memperoleh kesempatan untuk mempelajari berbagai hal. 7) Rangsangan bagi kreativitas Melalui eksperimen dan eksplorasi dalam bermain, anak akan menemukan sesuatu dan terbiasa menghadapi berbagai persoalan dalam bermain untuk dipecahkan. 8) Perkembangan wawasan diri Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan dengan teman bermainnya. Kondisi ini memungkinkan anak untuk menegmbangkan konsep diri secara lebih nyata. 9) Belajar bermasyarakat Dengan bermain bersama teman-teman lain, anak belajar tentang bagaimana membentuk hubungan social dan bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan sosial tersebut. 10) Perkembangan kepribadian Melalui bermain anak terbiasa dengan aturan-aturan yang telah disepakati dalam bermain, seperti larangan-larangan yang harus ditaati, disiplin, sportivitas, kerjasama, menghargai teman lain, jujur, dan lain-lain, secara tidak langsung kondisi tersebut membentuk kepribadian bagi anak. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, aktifitas jasmani peserta didik yang dilakukan dengan rasa senang. Sehingga melalui bermain dapat memberikan pengalaman belajar yang sangat berharga untuk peserta didik. Peserta didik dan bermain merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. 4. Pendekatan Pembelajaran Bermain a. Pendekatan Pembelajaran Metode atau model merupakan cara, untuk memperoleh jawaban terhadap pernyataan bagaimana cara mengajar sesuatu, agar dapat
25 mencapai tujuan yang efektif. Dalam menggunakan sebuah metode hendaknya harus diperhatikan beberapa hal, diantaranya yaitu sifat, situasi dan kondisi yang ada. Dalam kegiatan belajar mengajar guru dihadapkan pada siswa. Salah satu komponen dalam proses belajar adalah pendekatan pembelajaran. Menurut Muhammad Yaumi (2013: 204) mengatakan, “Pendekatan (approach) menerapkan arah umum atau lintasan yang jelas untuk pembelajaran yang mencangkup komponen yang lebih tepat atau perinci”. Sedangkan Waluyo (2013: 41) menyatakan bahwa: Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Berdasarkan pengertian pendekatan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan titik tolak atau sudut pandang guru terhadap proses pembelajaran yang sifatnya masih umum atau cara kerja yang mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan peserta didik guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Menurut Waluyo (2013: 42), strategi pembelajaran meliputi: 1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran, yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik. 2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif. 3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode, dan teknik pembelajaran. 4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan. Pendekatan pembelajaran juga merupakan salah satu bagian integral yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar. berhasil tidaknya tujuan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang ditetapkan guru. Oleh karena itu, seorang guru harus
26 tepat dalam menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan agar tujuan atau indikator pembelajaran dapat tercapai. Dilihat dari pendekatannya terdapat dua jenis pendekatan, yaitu (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik, (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru. Dari pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa pendekatan pembelajaran berfungsi sebagai cara penyajian isi pembelajaran atau merupakan kegiatan yang dipilih guru dalam proses pembelajaran guna memberikan kemudahan peserta didik menuju tercapainya tujuan yang ditetapkan. b. Pendekatan Bermain Dalam pembelajaran penjas salah satu kegiatan yang digemari anak sekolah dasar adalah gerakan lompat, karena sesuai dengan karakteristik pertumbuhan adan perkembangan anak. Namun tak jarang, pembelajaran lompat menjadi kegiatan yang membosankan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu pembelajaran atau kegiatan yang menarik dan menyenangkan. Model pembelajaran dipilih dan diterapkan sebagai suatu upaya menciptakan kondisi yang memungkinkan anak dapat belajar secara efisien dan efektif sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai. Toho Cholik dan Rusli Lutan (2001: 127), menambahkan model permainan yang dikembangkan di sekolah dasar berorientasi pada kemampuan kondisi fisik, mental, emosional, intelektual, dan sosial anak seusia mereka. Oleh karena itu, bentuk permainan yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. Permainan untuk mengembangkan fantasi 2. Permainan untuk mengembangkan kemampuan berfikir 3. Permainan untuk mengembangkan rasa seni 4. Permainan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa 5. Permainan untuk mengembangkan aspek-aspek fisik, seperti: (a) Kekuatan (b) Ketahanan
27 (c) Ketangkasan (d) Keseimbangan dan sebagainya. Pendekatan bermain merupakan suatu cara yang diterapkan seorang guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajarannya dikemas dalam bentuk bermain atau permainan. Depdiknas (2004: 28) dijelaskan bahwa, “Pendekatan permainan bertujuan untuk mengajarkan permainan agar anak memahami manfaat teknik permainan tertentu dengan cara mengenalkan situasi permainan tertentu terlebih dahulu kepada anak”. Sedangkan Benny A. Pribadi (2009: 43-44) berpendapat bahwa, “Metode pembelajaran bermain bersifat kompetitif dan mengarahkan siswa untuk dapat mencapai prestasi atau hasil belajar tertentu. Permainan harus menyenangkan dan memberi pengalaman baru bagi siswa”. Berkaitan dengan pembelajaran gerak dasar lompat hendaknya dapat menggunakan pendekatan bermain. Pendekatan bermain dipilih karena didasarkan pada suatu anggapan bahwa pada dasarnya manusia menyukai akan kegiatan bermain. Hal ini dapat kita amati bahwa hampir dari sebagian waktunya dihabiskan untuk bermain. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas disimpulkan bahwa, pendekatan bermain merupakan bentuk pembelajaran yang mengaplikasikan gerak dasar ke dalam suatu permainan atau belajar gerak dasar suatu cabang olahraga yang dikemas dalam bentuk permainan. Pemilihan metode pembelajaran permainan di SD sama sekali tidak terpisah dari tujuan dan pengalaman belajar atau tugas-tugas gerak yang dipelajari. 5. Pembelajaran Gerak Dasar Lompat Melalui Pendekatan Bermain a. Pelaksanaan pembelajaran gerak dasar lompat melalui pendekatan bermain Bertolak
dari
pengertian
pendekatan
bermain,
maka
pembelajaran gerak dasar lompat dengan pendekatan bermain merupakan cara belajar gerak dasar lompat yang dikemas dalam bentuk bermain. Di dalam proses pembelajaran, sebenarnya tidak sulit untuk memotivasi
28 peserta didik untuk melakukan aktivitas gerak dasar lompat. Sekedar hanya memberi tanda dan pola garis di tanah atau di lantai sudah cukup untuk memberikan rangsangan pada anak. Selain itu, perlu adanya dukungan sarana yang memadai untuk mengembangkan permainan melompat-lompat seperti bilah, kardus, dan ban sepeda bekas. Penggunaan alat-alat yang sederhana dalam pembelajaran lompat secara tidak langsung dapat membangkitkan motivasi dan semangat peserta didik. Dalam proses pembelajaran gerak dasar lompat terdapat beberapa bentuk pembelajaran yang dikonsep ke dalam bentuk bermain dengan menggunakan alat-alat sederhana, yakni antara lain: 1. Lompat karet berdiri Dalam permainan ini siswa dibagi menjadi 2 kelompok. Dua atau tiga anak berdiri di pusat lingkaran dengan posisi saling membelakangi. Tangan kanan dan kiri masing-masing memegang seuras karet dan pada ujung luarnya masing-masing dipegang oleh seorang anak lain. Kelompok yang memegang karet bertugas untuk memegang dan kelompok yang tidak memegang karet melompati bentangan karet satu persatu, permainan ini dilakukan secara bergantian tergantung perintah guru.
Gambar 6. Lompat karet berdiri (sumber: Yoyo Bahagia, 2015). 2. Bermain lompat karet melingkar Fungsi karet pada permainan ini adalah sebagai rintangan yang harus dilompati. Dalam permainan ini peserta didik dibagi menjadi 2 kelompok. Dalam permainan ini peserta didik berusaha melompati rintangan berupa seutas karet. 6 anak duduk membuat lingkaran sambil memegang karet yang saling menghubungkan dan anak yang lainnya
29 lari keliling. Bila ada tanda peluit dari guru semua anak berhenti berlari, kemudian berusaha melompati karet dan masuk keluar beberapa kali sampai ada tanda peluit lagi. Sedangkan peserta didik yang memegang karet bertugas untuk menjaga agar peserta didik lainnya tidak dapat masuk melompati karet. Kemudian melanjutkan lari keliling.
Gambar 7. Lompat karet melingkar (sumber: Yoyo Bahagia, 2015) 3. Bermain lompat target ban Bentuk permainan lompat ban adalah peserta didik melompat dan mendarat dengan tepat masuk ke dalam sasaran setiap ban sepeda. Pertama peserta didik dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok menempatkan diri pada lintasan yang telah disediakan. peserta didik melakukan gerakan melompat, sesuai dengan instruksi yang diberikan untuk melompat dan mendarat dengan satu atau dengan dua kaki pada setiap ban yang diberi tanda ban A berwarna merah atau ban B yang berwarna hijau dan gerakan mendarat dengan satu atau dua kaki sesuai dengan instruksi dari guru. Bentuk permainan ini dirancang untuk merangsang kemampuan peserta didik sekolah dasar dalam keterampilan gerak dasar lompat.
Gambar 8. Lompat target Ban (sumber: Sriawan, 2005)
30 4. Bermain variasi lompat ban. Susunlah simpai atau ban dilapangan sebagai target lompatan. Kelompokkan peserta didik menjadi 3 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 anak, dengan tinggi dan berat yang hampir sama. Minta setiap peserta didik melompati ban dengan variasi lompat dari garis awal hingga garis akhir. Sampai di garis akhir peserta didik bertugas untuk melompat kembali lagi sampai ke garis awal, kemudian melakukan tos dengan peserta didik berikutnya yang akan melakukan. Lompatan diawali dari peserta didik paling depan. Kemudian lakukan gerakan yang sama sampai semua anggota kelompok melakukannya.
Gambar 9. Variasi lompat ban (sumber: Yoyo Bahagia, 2015). 5. Bermain lompat kardus bergantian Guru membuat lapangan kecil yang berbentuk persegi yang diberi beberapa kardus. Masing-masing kardus ditata dengan jarak dan ketinggian yang telah ditentukan. Peserta didik dibagi menjadi 3 kelompok yang tediri dari 5 anak dan masing-masing kelompok harus melompati kardus pada lintasan yang telah disediakan. Peserta didik melakukan gerakan melompati kardus sebanyak-banyaknya dan diberi waktu yang telah ditentukan oleh guru sehingga ketiga kelompok saling bergantian.
31
Gambar 10. Lompat kardus bergantian (sumber: Yoyo Bahagia, 2015). 6. Lompat halang rintang Peserta didik dibuat menjadi 3 kelompok. Kelompok masingmasing berlari ke arah lintasan yang telah ditentukan dari titik awal sampai ke titik ujung, kemudian peserta didik melompati kardus. Setelah itu barulah, peserta didik berlari dan harus bisa melewati halang rintang yang berupa,bilah dan ban bekas, untuk kembali lagi ke titik awal kemudian melakukan tos dengan peserta didik berikutnya yang akan melakukan. Tumpuan pada saat melompat dapat menggunakan satu atau dua kaki.
Gambar 11. Melompat halang rintang
b) Kelebihan dan kelemahan pembelajaran gerak dasar lompat melalui pendekatan bermain Pembelajaran gerak dasar lompat dengan pendekatan bermain merupakan cara belajar gerak dasar lompat yang dalam pelaksanaannya
32 dikemas dalam bentuk permainan. Bentuk permainan yang dimaksud yaitu, permainan melompat-lompat yang mengarah pada pengembangan gerak dasar lompat. Peserta didik saling berlomba, sehingga pendekatan bermain dapat mendatangkan kesenangan bagi peserta didik. Ditinjau dari pelaksanaan pembelajaran gerak dasar lompat dengan pendekatan bermain, pembelajaran ini dapat diidentifikasi kelebihan dan kelemahannya. Adapun kelebihan pembelajaran gerak dasar lompat dengan pendekatan bermain, antara lain: 1) Pembelajaran dalam bentuk permainan akan menimbulkan rasa senang serta motivasi belajar meningkat. 2) Dengan bermain berarti peserta didik aktif bergerak sehingga dapat meningkatkan kesegaran jasmani siswa. 3) Peserta didik dapat terlibat aktif dalam pembelajaran serta dapat meningkatkan penampilan peserta didik dalam bermain. 4) Dapat merangsang kemampuan berfikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat sesuai situasi yang terjadi dalam permainan. 5) Dapat meningkatkan keberanian, kompetitif dan sportivitas. 6) Meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menilai dirinya sendiri dan teman bermainnya selama proses pengajaran. Sedangkan kelemahan pembelajaran gerak dasar lompat dengan pendekatan bermain, antara lain: 1) Peserta didik kurang memahami konsep gerakan yang diajarkan guru dengan dengan baik dan benar. 2) Pengorganisasian pembelajaran kurang terkendali. 3) Guru akan mengalami kesulitan untuk mengontrol kesalahan gerakan yang dilakukan peserta didik.
33 B. Kerangka Berfikir
Pada umumnya pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu melibatkan keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar dan selalu menekankan pada pencapaian hasil dari belajar itu sendiri. Salah satu pokok bahasan dalam pembelajaran penjas SD adalah gerak dasar lompat, karena setiap pembelajaran PJOK di sekolah pasti menggunakan gerakan melompat. Dalam mempelajari gerak dasar lompat, agar hasilnya maksimal peserta didik perlu menguasai beberapa rangkaian gerak. Rangkaian tersebut perlu dikuasai setiap tahapnya, sebelum peserta didik dapat melakukan rangkaian gerak dasar lompat secara utuh. Dalam pembelajaran penjasorkes terdapat tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik. Guru dituntut harus aktif dan kreatif menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan agar perhatian peserta didik lebih terarah terhadap pelajaran yang diterimanya. Untuk menciptakan suasana tersebut, seorang guru harus dapat menciptakan model pendekatan pembelajaran yang dapat dengan mudah diterima oleh peserta didik. Salah satu model pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam Penjasorkes adalah model pendekatan bermain. Dengan model pendekatan bermain, diharapkan peserta didik akan lebih aktif dan mudah untuk mencermati apa yang diperintahkan guru. Pendekatan bermain merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan seorang guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajarannya dikemas dalam bentuk bermain atau permainan. Dalam pembelajaran gerak dasar lompat dengan diterapkannya model pendekatan bermain merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan minat belajar peserta didik, sehingga memicu peserta didik untuk aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu penggunaan model pendekatan bermain dinilai lebih menarik, karena dengan pendekatan bermain anak akan merasa senang, semangat dan termotivasi, sehingga hasil belajar peserta didik dapat meningkat sesuai kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan.
34 Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini secara skematis sebagai berikut :
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Guru kurang kreatif dalam proses pembelajaran gerak dasar lompat
Meningkatkan keterampilan gerak dasar lompat menggunakan pendekatan bermain.
Melalui pendekatan bermain hasil belajar peserta didik terhadap gerak dasar lompat dapat meningkat.
Gambar.12 Alur Kerangka Berfikir
a. Kurang minatnya peserta didik didalam pembelajaran gerak dasar lompat. b. Peserta didik kurang mampu menganalisis gerak dasar lompat. c. Peserta didik kurang aktif didalam pembelajaran lompat. d. Hasil belajar gerak dasar lompat masih rendah. Siklus I: guru dan peneliti menyusun bentuk gerakan dan permainan pembelajaran lompat dengan berbagai macam permainan dengan tujuan meningkatkan kemampuan peserta didik. Siklus II : upaya perbaikan dari tindakan siklus I apabila belum mencapai target kriteria kelulusan yang di tetapkan maka siklus II dilaksanakan untuk meningkatkan hasil belajar gerak dasar lompat, melalui pendekatan bermain.