BAB II DATA DAN ANALISA
2.1. Metode Penelitian Dalam proses pembuatan makalah ini, diperlukan beberapa beberapa metode, yaitu : • Kajian pustaka Berupa data yang didapat dari buku – buku mengenai batik, artikel di internet, dan media massa. • Hasil pengamatan langsung di lapangan. • Survei 2.1.1. Referensi Buku “Batik Nusantara – Makna Filosofis, Cara Pembuatan, dan Industri Batik” Buku ini berisi segala sesuatu mengenai batik, dimulai dari sejarah batik di 24 propinsi se-Indonesia – dari Mojokerto hingga Papua, pengenalan batik keraton, batik pesisiran, dan batik pedalaman, di bagian pertama. Bagian kedua membahas mengenai ragam hias batik, pola, corak dan motif. Dilanjutkan dengan pembahasan mengenai makna filosofis batik dari berbagai propinsi. 2.1.2. Karya Ilmiah “Makna Filosofi Batik” Karya ilmiah dari Sugiyem ini membahas mengenai batik secara umum sekaligus ragam jenis motif serta makna filosfisnya. Dari karya ilmiah ini, Penulis mendapat berbagai informasi dan wawasan seputar batik pada umumnya. 2.1.3. Karya Ilmiah “Analisis Perbedaan Batik Tradisional Dengan Batik Modern” Karya ilmiah ini secara garis besar membahas mengenai perbedaan mendasar antara batik tradisional dan batik modern serta respon masyarakat terhadap kedua jenis batik tersebut. 2.1.4. Karya Ilmiah “Batik Fractal : Traditional Art to Modern Complexity” Karya ilmiah ini merupakan riset yang dilakukan oleh Nancy Margreid, pencetus batik fraktal dengan kedua temannya, Muhammad Lukman dan Yun Hariadi tentang konsep fraktal yang dapat ditemukan pada motif batik. Riset ini merupakan penelitian internasional yang dalam pembuatannya telah dirujuk ke berbagai ahli batik, budayawan, pengrajin, saintis, teknolog, sejarawan, sosiolog, antropolog, dan melalui kajian pustaka yang cukup komprehensif. Hasil riset ini kemudian dilombakan dalam konferensi internasional seni generatif di Milan, Italia, akhir 2007.
3
4
2.1.5. Wawancara Penulis menyadari bahwa diperlukannya sebuah wawancara untuk mendapatkan keotentikan data yang lebih akurat. Metode yang dipakai adalah diskusi dan perbincangan dengan pencetus batik fraktal, Nancy Margreid. Berikut Hasil wawancara dengan Nancy Margreid seputar batik fraktal : 1. Saya pernah membaca, dengan bantuan ilmu fraktal batik fraktal dapat menghasilkan berbagai eksplorasi motif batik yang tidak terbatas. Ada 3 bentuk batik fraktal yang dapat dihasilkan, yaitu batik fraktal sederhana, batik hibrida, batik inovatif. Apakah benar? Tolong dijelaskan secara lebih mendalam. “Kelihatannya kamu mengambil referensi batik fisika ya. Sebuah kajian dari sekelompok periset dari Bandung yang mencoba membuat pengembangan dari inovasi yang kami ciptakan. Pada dasarnya kami tidak membuat pengelompokan baru batik fraktal. Karena bagi kami memang tidak perlu. Batik fraktal bukan seperti genus atau varietas tanaman. Batik fraktal sendiri adalah batik kontemporer atau batik modern. Satu-satunya pengelompokan yang kami lakukan adalah menurut pengelompokkan batik itu sendiri. Karena motif batik fraktal mostly memang diambil berdasarkan atau terinspirasi oleh motif batik tradisional, kami mengelompokkannya ya berdasarkan itu saja. Misalnya: Batik fraktal dengan ciri Lasem, Pekalongan, Yogyakarta, dsb. Bagi kami batik itu ya harus melekat ke akarnya, yang mana adalah motifnya yang khas dan ciri daerahnya. Jadi, batik fraktal sederhana, hibrida dan inovatif itu bagi kami tidak masuk akal (walaupun sah-sah aja ya kalau orang mau membuat kajian sesuai keinginannya) karena pengelompokan seperti ini inkonsisten dengan akar batik.” 2. Jika di batik tradisional ada pakem pembagian motif di selembar kainnya seperti papan, Isen-isen, dan pinggir, apakah pada batik fraktal juga mempertimbangkan hal ini? Menurut Kak Nancy kalau pakem ini dihilangkan apa tetap membuat sebuah batik fraktal tetap disebut sebagai batik? apakah pernah dikonsultasikan atau mendapat pengakuan seniman batik? “Sebelum kami mempresentasikan penelitian kami di Milan akhir tahun 2007, kami riset setahun penuh. Merujuk ke banyak sekali ahli batik, budayawan, pengrajin, saintis, teknolog, sejarawan, sosiolog, antropolog, dan melakukan kajian pustaka yg cukup komprehensif karena kami akan menampilkan penelitian ini di panggung saintifik internasional, kami merasa perlu sekali membuat penelitian yang komprehensif, apalagi membawa ikon budaya Indonesia. Setelah mendapat persetujuan para ‘kepala suku’ ini, barulah kami berangkat ke Milan. Jadi pertanyaan terakhir kamu itu sudah terjawab.
5 Mengenai Isen-isen, pakem, papan, pinggir di dalam batik tradisional, batik fraktal yang masuk dalam batik modern secara otomastis terbebas dari keharusan mengikuti pakem, papan, Isen-isen, dan pinggiran. Kalau dalam batik tradisional komponen-komponen tersebut harus ada, dalam batik modern komponen-komponen tersebut masuk dalam komponen estetika. Misalnya kamu sebagai desainer batik fraktal mau mendesain selembar kain batik. Kamu bebas bila ingin ada Isen-isen, ingin pakai pinggiran atau tidak, ingin pake papan atau tidak. Itu otoritas desainernya.” 3. Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa batik fraktal bukan batik, melainkan tekstil yang bermotif batik. apa pendapat kak Nancy tentang anggapan ini? “Mungkin harus saya jelaskan dulu bahwa batik itu bisa dilihat dari 2 sisi: Motif: motif batik itu khas, tersimpan di benak kita dan pada umumnya orang Indonesia memiliki mental image yang cukup jelas untuk membedakan mana motif batik dan mana yang bukan motif batik. Contohnya: kamu pasti bisa membedakan motif bunga-bunga di kemeja Hawaii dan motif bunga-bunga di kemeja batik. It is strikingly different. Artinya, motif batik itu khas. Tehnik: kain akan disebut batik kalau prosesnya dikerjakan menempelkan malam (wax) dalam proses aplikasi motif dan pewarnaannya (resist dye coloring). Caranya bisa dicanting (batik tulis), dicap (batik cap), sekarang sudah dikembangkan sablon lilin di Pekalongan (teknik sablon tapi pakai wax, saya juga belum pernah lihat langsung bagaimana caranya). Kalau dilihat dari definisi di atas: 1. Motif batik yang diaplikasikan di atas kain dengan teknik printing/sablon disebut batik printing atau tekstil bermotif batik. Misalnya tekstil batik impor dari Cina yang banyak di Tanah Abang. 2. Motif apapun yang diaplikasikan di atas kain dengan tehnik batik disebut batik. Misalnya klub “Harley Davidson” mau bikin seragam batik, terus pesan ke pengrajin batik di Pekalongan untuk membuat kemeja batik tulis dengan logo “Harley Davidson” besar di bagian dada dan punggung. Kain bergambar logo “Harley Davidson” itu ya batik, walaupun motifnya bukan motif batik. Batik fraktal adalah batik yang motifnya bersumber dari motif batik tradisional, diolah dengan rumus matematika fraktal menggunakan software jBatik dan diaplikasikan ke atas kain dengan teknik tradisional menggunakan canting atau cap. Jadi batik fraktal ya batik. Dari segi motif ya batik, dari segi tehnik ya batik.” 4. Saya juga pernah membaca di beberapa artikel bahwa batik fraktal sendiri awalnya mendapat banyak 'serangan' dari
6 pengrajin ataupun pemerhati batik tradisional, untuk sekarang apakah masih ada pihak yang kurang setuju dengan batik fraktal? “Sesuatu yang baru pasti menimbulkan kontroversi. Sejak awal penemuan kami menimbulkan reaksi yang terpolarisasi, sangat setuju atau sangat menentang. Memang kami harapkan begitu, karena kalau semua adem ayem saja, berarti inovasi ini tidak secara radikal membawa efek dan perubahan yang kami inginkan. Dan memang demikian, batik fraktal sudah mengubah dan memberikan perspektif baru dalam sejarah batik Indonesia. Kalau pihak yang kurang setuju sampai sekarang saya yakin masih ada, banyak bahkan, like expected. Biasanya yang tidak setuju adalah para tradisionalis dan ingin mempertahankan batik untuk tetap di jalur tradisional saja tanpa menghiraukan kemajuan jaman. Atau orangorang yang belum mengerti apa sih batik fraktal sehingga menganggap batik fraktal merusak batik Indonesia. Like I said, it is expected. Dengan semakin majunya pekerjaan kami, dan akan ada beberapa inovasi yang akan kami ciptakan di masa depan, pro-kontra itu kami harapkan akan terus terjadi.” 5. Lalu apa sih yang menjadi poin plus batik fraktal itu sendiri(contohnya SWOT), apakah sekedar pada proses pengembangannya saja yang menggunakan ilmu fraktal? “Batik Fraktal ini hanya bisa didesain dengan software jBatik. Untuk konsumen batik fraktal poin plusnya adalah motifnya yang berbeda dari motif batik tradisional dan konsumen bisa memesan custom design sesuai keinginan mereka dengan proses yang sangat cepat. Tapi untuk pengrajin pengguna JBatik yang membuat batik fraktal banyak sekali poin plusnya. Namun di sini kita sudah bicara hal yang berbeda lagi. Kita bicara batik fraktal sebagai ekosistem bisnis, penjelasannya panjang lagi, dan saya gak yakin kamu menujukan pertanyaannya ke arah ini.” 6. Dari berbagai sumber saya pernah membaca bahwa batik fraktal membawa batik menjadi lebih modern, menurut kak Nancy tolok ukur batik modern itu seperti apa? menurut kak Nancy mengapa batik tradisional kesannya kuno? “Wah ini bisa-bisanya si penulis saja. Batik fraktal tidak membawa batik menjadi modern, karena batik modern itu sudah ada puluhan tahun sebelum Batik fraktal muncul. Batik fraktal membawa batik menuju era teknologi mungkin benar, tapi itu juga masih harus dibuktikan dengan studi lebih lanjut. Bagi saya pribadi, tolok ukur batik modern itu kalau dia keluar dari aturan-aturan batik tradisional dan dari bentuk motifnya sudah berubah dari motif tradisional.
7
Batik tradisional kesannya kuno karena kita melihatnya di jaman sekarang. Cita rasa, pengalaman, keadaan sekitar manusia terus berubah dari jaman ke jaman. Jadi yang dulunya baru, semakin lama ya jadi kuno juga. Tapi untuk menjawab pertanyaan kamu, kenapa batik tradisional kesannya kuno karena ragam hias yang menjadi motif batik tradisional maupun warna yang digunakan adalah motif dan warna yang sesuai dengan kebiasaan jaman itu sehingga bila dilihat dengan konteks jaman sekarang akan terlihat kuno atau klasik.”
7. Menurut Kak Nancy ini keberadaan batik fraktal tujuannya untuk mengincar masyarakat yang seperti apa? Harganya sendiri bila dibandingkan dengan batik tradisional bagaimana? “Batik fraktal dari segi produk yang kami keluarkan punya 2 line: White Label dan Gold Label. Kalau yg White Label arahan demografisnya pria dan wanita, usia 20-40, dan memiliki spending decision, dengan harga produk di bawah Rp. 1.000.000. Sedangkan yang Gold Label secara demografis pria dan wanita, usia 35 ke atas dan memiliki spending power atau spending decision yang kuat karena harganya mulai dari Rp.1.5000.000. Harganya dibanding batik tradisional ya hampir sama saja, karena proses pembuatannya sama dengan proses pembuatan batik tradisional.” 8. Batik fraktal menitikberatkan konsepnya pada ilmu matematika yang digunakan untuk mendesain motifnya. Namun pada aplikasinya batik fraktal mengunakan cara tradisional, sedangkan dalam proses tulis/ cap tentu tangan manusia mungkin tidak bisa seakurat software sehingga tidak sama persis dengan desain yang ada? Menurut kak Nancy, karena hal ini apakah nilai matematis dari batik fraktal dapat tetap dipertanggungjawabkan? “Sebenarnya tidak tepat kalau dibilang nilai matematisnya berkurang. Lebih tepat dikatakan kalau hasilnya tidak sedetil desain di komputer, Tidak ada hubungannya dengan nilai matematisnya karena rumus matematikanya sudah tidak terlihat lagi di motif dan sudah di convert dari rumus jadi motif. Intinya tidak ada nilai matematis yang berkurang. Masalah akurat atau tidak itu kadang-kadang tergantung tangan pembatiknya. Ada yang bagus sekali membatiknya hingga interpretasi dia terhadap motif batik fraktal sangat bagus, tidak akurat tapi bagus sekali. Baru-baru ini saya membuat batik fraktal di Cirebon. Ada satu motif yang dikerjakan 4 rumah batik. Hasilnya 4 kain batik yang berbeda karena tangan pembatiknya beda-beda.”
8
9. Selama ini motif batik yang sudah bisa di terjemahkan ke fraktal contohnya motif apa saja? “Cukup banyak. Motif yang umum seperti Parang, Kawung, Garuda, Nagaseba, Mega Mendung, Lunglungan, Kangkungan, Buketan sudah diterjemahkan ke fraktal.” 2.1.6. Hasil Survey Penulis melakukan survey dengan membagikan kuisioner kepada 100 orang responden untuk mengetahui minat masyarakat terhadap batik dan pengetahuan mereka terhadap batik fraktal. 1. 44 orang (44%) responden adalah pria dan 56 orang (56%) sisanya adalah wanita. 5 orang (5%) berusia dibawah 20 tahun. 69 orang (69%) responden dengan usia 20-30 tahun. 19 orang (19%) responden dengan usia 30-40 tahun. 7 orang (7%) sisanya berusia di atas 40 tahun. 2. 79 orang (79%) responden suka membaca buku dan 21 orang (21%) sisanya tidak suka membaca buku. 3. 43 orang (43%) responden menyukai buku bacaan yang lebih banyak menampilkan gambar daripada text atau tulisan. 53 orang (53%) menyukai buku bacaan dengan porsi gambar serta tulisan yang seimbang 50%- 50%. Sedangkan 4 orang (4%) responden sisanya menyukai buku dengan banyak informasi daripada gambar. 5. 53 orang (53%) rela mengeluarkan uang sebanyak 100.000 hingga 300.000 rupiah untuk sebuah buku berkualitas, 39 orang (39%) rela mengeluarkan uang sebanyak 50.000 hingga 100.000 rupiah. 8 orang (8%) sisanya rela mengeluarkan uang 300.000 rupiah ke atas untuk membeli sebuah buku. 6. Berikut segi-segi/ hal-hal yang menjadi pertimbangan seseorang dalam membeli buku:
9 Tabel 2.1 7. Dari 100 responden, 48% sering menggunakan produk batik Indonesia (sebagai pakaian atau produk lainnya). 46% responden pernah menggunakan produk batik Indonesia. Sedangkan 6% responden tidak pernah menggunakan produk batik Indonesia sama sekali. 8. Dari 100 responden, 48% responden berpendapat batik Indonesia memiliki kesan kultural dan kuno yang kuat. 29% responden raguragu. Sedangkan 21% responden berpendapat batik Indonesia masih tetap menarik dan modern. 9. Dari 100 responden, 87% responden tidak tahu dan tidak pernah mendengar apa yang disebut sebagai batik fraktal. Sedangkan 6% responden pernah mendengar namun tidak mengetahui apa yang disebut batik fraktal 7% responden pernah mendengar dan tahu tentang batik fraktal. 10. Setelah diberi penjelasan bahwa batik fraktal merupakan batik Indonesia yang proses pembuatanya menggunakan perhitungan matematika, 79% responden tertarik untuk mengetahui batik fraktal lebih lanjut. 13% biasa saja, dan 18 % sisanya tidak tertarik sama sekali. 11. Jika ada buku mengenai batik fraktal yang visualnya dikemas secara menarik, 71 orang (71%) responden tertarik untuk membelinya. 2.1.7. Literatur Internet 1. www.facebook.com/notes/intel-indonesia/intel-ekspresikanbatikmu-interview-with-nancy-margried-penggagas-batikfractal/10150295779649550 Sebuah artikel dari Intel Indonesia yang berisi wawancara Intel Indonesia dengan Nancy Margreid seputar batik fraktal, mulai dari ketertarikan Nancy terhadap batik sampai dengan konsep batik fraktal yang membedakannya dengan batik tradisional lainnya. 2. www.ristek.go.id Website dari Kementrian Riset dan Teknologi yang berisi beberapa artikel yang menjelaskan secara lengkap pandangan Kementrian Riset dan Teknologi terhadap keberadaan batik fraktal di industri batik tanah air. 3. www.netsains.net/2009/10/proses-pembuatan-batik-fractal-vsbatik-tradisional/
10 Artikel ini dibuat oleh pemilik gerai “Batik Komar” yang merupakan salah satu gerai yang menjual batik fraktal di Bandung. Lewat artikel ini. Komar, sang pemilik menjelaskan secara urut proses pembuatan batik fraktal dari awal sampai akhir. 2.2. Sekilas Tentang Budaya Batik Indonesia Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah(jamak) atau buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Dalam Bahasa Indonesia sendiri culture sering disebut sebagai ‘kultur’. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sebagai pola hidup menyeluruh yang sifatnya komples, abstrak, dan luas, budaya terbentuk terbentuk dari banyak unsur yang juga rumit, termasuk agama, politik, adat istiadat, seni, bahasa, dan lain sebagainya. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari diri manusia, unsur-unsur sosial budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Kebudayaan tradisional Indonesia merupakan suatu ekosistem kebudayaan yang terbentuk dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia. Kebudayaan tradisional beraneka ragam suku ini banyak dipengaruhi oleh sejarah dan kebiasaan atau adat istiadat masa lalu, dari proses belajarnya manusia. Cermin budaya nusantara dapat dilihat dari beragam aspek, salah satunya adalah batik. Batik sudah sudah sejak dahulu menjadi bagian kain tradisional Indonesia yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Di beberapa daerah, batik berarti lebih dari sekedar bahan baku sandang. Batik mengandung berbagai filosofi dan erat hubungannya dengan kepercayaan masyarakat di masa itu. Pada masa lampau, batik banyak dipakai oleh orang Indonesia khususnya di daerah Jawa, itupun terbatas pada golongan ningrat keraton dengan aturan yang sangat ketat. Artinya, tidak sembarang orang boleh mengenakan Batik, terutama pada motif-motif tertentu yang ditetapkan sebagai motif larangan bagi khalayak luas. Namun, pada perkembangannya, batik bukanlah sesuatu yang tabu untuk dikenakan semua orang. Batik telah menjadi tradisi yang hidup dan mengakar dalam pribadi bangsa Indonesia. Bahkan di dunia internasional, Indonesia telah terkenal dengan batik tulisnya yang indah dan motif alam yang unik satu dengan yang lainnya. Sampai saat ini masih ada sekelompok orang-orang yang masih tergerak untuk melestarikan batik dan mengembangkan tehnik pembuatan batik yang membuat batik tetap modern dan mengikuti perkembangan jaman sehingga dapat dikenal sebagai salah satu ikon budaya asli Indonesia. Batik memang sudah seharusnya untuk diwariskan dan dilestarikan keberadaannya ditengah era globalisasi dimana badai budaya asing semakin kencang berhembus di tanah air karena batik sebagai salah satu warisan budaya memegang potensi dan jati diri negara kita di dunia internasional.
11 2.3. Sekilas Tentang Batik Secara Etimologi, batik berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”. kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam” yang diaplikasikan ke atas kain untuk menahan masuknya bahan pewarna. Dari zaman kerajaan Mataram Hindu sampai masuknya agama demi agama ke Pulau Jawa, sejak datangnya para pedagang India, Cina, Arab, yang kemudian disusul oleh para pedagang dari Eropa, sejak berdirinya kerajaan Mataram Islam yang dalam perjalanananannya memunculkan Keraton Yogyakarta dan Surakarta, batik telah hadir dengan corak dan warna yang dapat menggambarkan zaman dan lingkungan yang melahirkan. Dalam bahasa Jawa, “batik” ditulis dengan “bathik”, mengacu pada huruf jawa “tha” yang menunjukkan bahwa batik adalah rangkaian dari titik-titik yang membentuk gambaran tertentu. Namun sampai saat ini belum ada kesepakatan tentang apa sebenarnya arti kata batik. Ada yang mengatakan bahwa sebutan batik berasa; dari kata “tik” yang terdapat dalam kata titik, yang berarti juga tetes. Dan memang, di dalam membuat kain batik dilakukan pula penetesan malam diatas kain putih. Salah satu hal yang sangat menarik dari batik adalah bahwa batik merupakan konsep yang tidak sederhana bahkan dari sisi etimologinya. Batik dapat merepresentasikan ornamentasi yang unik dan rumit dalam corak dan warna dan bentuk-bentuk geometris yang ditampilkannya. Teknologi pembuatan batik di Indonesia pada prinsipnya berdasarkan Resist Dyes Technique atau Teknik celup rintang. Motif unik batik bisa mengambil bentukbentuk bangunan bersejarah, flora, fauna dan keindahan alam di Indonesia. Berikut adalah cara pembuatan batik yang cukup populer di Indonesia : • Batik tulis Kain batik yang dihias dengan tekstur dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan. • Batik cap Kain batik yang dihias dengan tekstur dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari. • Batik modern Batik yang cara pembuatannya bebas, tidak terikat oleh aturan teknik yang ada. Hal tersebut termasuk pemilihan motif dan warna, oleh karena itu pada hasil akhirnya tidak ada motif, bentuk, komposisi, dan pewarnaan yang sama di setiap produknya. • Batik printing Kain yang motifnya seperti batik. Proses pembuatan batik ini tidak menggunakan teknik batik, tetapi dengan teknik sablon (screen printing). Jenis kain ini banyak dipakai untuk kain seragam sekolah.
12 2.4. Sekilas Tentang Batik Fraktal Dalam sejarah panjangnya, batik di Indonesia sudah mengalami berbagai perkembangan dan mulai modern. Memasuki era globalisasi, ternyata tak membuat keberadaan batik punah. Malah sebaliknya, teknologi komputer yang canggih ternyata bisa digunakan untuk melestarikan kain tradisional ini. Salah satunya adalah dengan pengembangan metode pembuatan batik. Jika metode pembuatan batik sebelumnya adalah dengan dibentuk langsung dengan menggunakan canting dan pensil. Kini di zaman yang serba canggih, metode pembuatan batik baru dapat dengan mudah ditemui, seperti dengan menggunakan cap, cetak seperti sablon dan printing, serta menggunakan software untuk mendesain batik dengan beragam motif. Sekilas mungkin terdengar tidak masuk akal untuk menyatukan seni batik dengan teknologi. Namun ternyata kolaborasi seni, sains dan teknologi mampu menghasilkan produk batik berkualitas hingga menembus pasar internasional. Batik tidak hanya kaya akan filosofi. Batik juga kaya akan penghitungan matematika. Semua motif batik pasti mengandung unsur ini. Tampaknya nenek moyang kita telah meninggalkan jejak matematika fraktal pada kain batik Indonesia. Ternyata motif batik yang cantik dan geometris bisa dihasilkan dengan pola rumus matematis yang sangat erat kaitannya dengan sains. Batik dapat dimodelkan dan didesain ulang dengan formula ilmu matematika yang tentu saja dilakukan dengan menggunakan bantuan teknologi komputer. Inilah yang membuat batik menjadi seni indah yang juga saintifik. Batik fraktal adalah batik yang motifnya dirancang menggunakan software komputer bernama JBatik( “J” sendiri merupakan singkatan dari “Java” yang merupakan dasar sistem operasi software ini) menggunakan rumus-rumus matematika fraktal yang kemudian dihasilkan menjadi motif batik di atas komputer. Kemudian motif tersebut kemudian diaplikasikan ke atas kain dengan cara tradisional (canting, cap). Komputer adalah roh utama dalam batik fraktal, karena yang membedakannya dengan batik lain adalah penggunaan rumus matematika dan komputer dalam membuat desainnya, sementara biasanya batik tradisional didesain langsung secara manual menggunakan tangan diatas kain. Dengan menggunakan rumus fraktal, pola batik diterjemahkan hingga dapat dimodifikasi dengan bantuan teknologi komputer sehingga menghasilkan desain pola baru yang sangat beragam. Dengan bantuan software ini, satu pola batik akan diterjemahkan kedalam bentuk 3d di dalam komputer dan menjalar menjadi ribuan motif lainnya. Bila pola batik yang dikembangkan dengan menggunakan software ini dikombinasikan dengan proses pembuatan tradisional, maka akan menciptakan sebuah kain batik kontemporer yang variatif dan unik. Batik Fraktal atau CFB (computational fractal batik) adalah bentuk konstruksi yang menggabungkan keduanya, antara tradisi batik Indonesia dan ilmu matematika yang dilakukan secara komputasional. Desain kriya yang lahir dari tangan pembatik ditiru dalam teknik komputasional melahirkan tak terbatasnya inovasi kreasi dari apa yang disebut sebagai Batik. Apabila dimasukkan rumus matematika, maka akan muncul ribuan motif batik baru yang berbeda-beda. Batik fraktal hadir menghiasi kancah perbatikan Indonesia sebagai upaya
13 penigkatan kualitas serta menambah nilai jual batik itu sendiri di Indonesia. Batik fraktal merupakan pelengkap ragam hias motif-motif batik tradisional dan memberikan pilihan baru bagi pecinta batik Indonesia. Dengan menggunakan teknologi sebagai alat bantu membuat batik, diharapkan nantinya batik bisa lebih modern dan diminati, khususnya di negeri sendiri, Indonesia. Batik Indonesia yang kini menjadi warisan budaya dunia harus dijaga kelestariannya ditengah era globalisasi dimana badai budaya asing bertiup kencang di tanah air. Dengan menyandingkan teknologi dan budaya tradisional, yaitu batik dapat tercipta suatu inovasi yang seharusnya memudahkan pengrajin batik dalam membuat batik yang menarik tanpa menghilangkan jatidiri batik itu sendiri. Beragam motif batik fraktal kini telah tercipta sebagai dampak positif dari perkembangan teknologi. Dengan motif yang menarik, tentu batik fraktal memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang semakin bergaya hidup modern tetapi tidak ingin melupakan tradisi. 2.5. Spesifikasi Buku Judul buku
: Batik Fraktal: Keindahan Tradisional, Kompleksitas Modern Naskah : Penulis Penerbit : R&W Publishing Ukuran buku : 20 x 20 cm Harga : Rp. 250.000,00 Warna : Full color Cover : Hard cover Kerangka buku: • Cover • Halaman Judul Dalam • Pembuka • Isi • Penutup • Daftar Pustaka • Glossary Buku “Batik Fraktal: Keindahan Tradisional, Kompleksitas Modern” adalah sebuah buku non-fiksi yang membahas keunikan batik fraktal yang menarik untuk ditelusuri. Buku ini ditujukan sebagai sarana informasi tentang batik fraktal. Namun lebih dari itu, buku ini dapat juga untuk mensosialisasikan dan mempromosikan batik fraktal sebagai batik kontemporer yang unik dan modern. 2.6. Target Audience 2.6.1 Geografis • Tinggal di daerah perkotaan • Wilayah kota-kota besar di Indonesia (Khususnya Jakarta) 2.6.2 Demografis • Jenis kelamin pria dan wanita
14 • Usia 25- 35 tahun • Status ekonomi atas dan menengah (A-B) 2.6.3 Psikografis (personality, behavior, & lifestyle) Secara lebih lanjut memiliki kepribadian sebagai berikut : • Memiliki apresiasi terhadap budaya lokal Indonesia yang semakin terlindas budaya asing. • Memiliki ketertarikan untuk mengetahui lebih lanjut tentang batik fraktal. • Bergaya hidup modern namun tetap memiliki kecintaan pada warisan budaya Indonesia. • Memiliki keinginan untuk menggunakan batik Indonesia namun belum memiliki pengetahuan mendalam tentang batik. • Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. • Berwawasan luas. • Merayakan hari batik nasional. • Menyukai visual seperti fotografi atau elemen desain lainnya. • Menyukai tempat-tempat berbelanja seperti Alun-alun Indonesia atau tempat berbelanja modern bergaya Indonesia lainnya. • Suka mengisi waktu luang antara lain dengan membaca buku. 2.7. Data Penerbit
Gambar 2.1
Rencananya Buku ini akan diterbitkan oleh Red & White Publishing. Nama Red & White Publishing sendiri berarti merah putih yang diangkat dari bendera nasional Indonesia dan merupakan penerbit internasional yang fokus menerbitkan buku-buku visual arts tentang Indonesia. Sejak tahun 2004, Red & White Publishing terus memfokuskan diri untuk mempromosikan seni dan budaya Indonesia, seperti fotografi, seni rupa, musik, arsitektur, fashion, dan lainnya ke dunia internasional. Red & White Publishing memiliki target pembaca dewasa muda keatas. Contoh beberapa buku yang telah diterbitkan Red & White Publishing yaitu : 101 Butterflies of Indonesia’s Lowland, a Walk in The Clouds, Bisikan Alam, Energi Positif: 100 Opini Tokoh Indonesia Era Kepemimpinan SBY, Kopassus : Untuk Indonesia, dan lain-lain. Oleh karena itulah, Red & White Publishing merupakan penerbit yang tepat untuk menerbitkan buku tentang batik fraktal ini karena batik fraktal merupakan bentuk inovasi kekayaan budaya Indonesia yang perlu untuk di expose lebih jauh.
15 2.8. Analisa SWOT 2.8.1. Strength • Membahas konsep batik fraktal yang belum banyak dipublikasikan dan menarik untuk diketahui lebih lanjut. • Buku berpotensi dijadikan sebagai sarana promosi dan sosialisasi batik fraktal sebagai bentuk inovasi budaya Indonesia. • Visual oriented layout sehingga memanjakan mata pembaca dan menarik bagi pembaca. • Ringan dan mudah dipahami oleh masyarakat umum. 2.8.2. Weakness • Buku menggunakan Bahasa Indonesia sehingga perlu dipertimbangkan lagi bila ingin dijadikan sebagai sarana promosi tingkat internasional. • Masih banyak orang yang memandang batik fraktal sebelah mata dan memandang bahwa batik fraktal sama dengan batik printing sehingga tidak menarik. 2.8.3. Opportunity • Menghadirkan ketertarikan lebih dari pembaca terhadap batik fraktal sehingga dapat meningkatkan keingintahuan minat masyarakat. • Dukungan dari beberapa pihak, seperti kementrian Riset dan teknologi mendorong pengembangan batik fraktal di masa depan. • Munculnya berbagai gerakan mendukung batik membuat buku juga berpotensi diterima masyarakat. • Adanya trend menggunakan pakaian fashionable yang dikreasikan dengan ragam hias batik. 2.8.4. Threat • Stereotype beberapa masyarakat bahwa batik memiliki kesan kuno dan membosankan yang kuat. • Masyarakat lebih meminati pakaian dengan pattern yang modern seperti tribal, floral, dan sebagainya yang ready to wear.
