BAB II
DATA DAN ANALISA
2.1 SUMBER DATA Data data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proyek tugas akhir ini akan diambil dari berbagai sumber, diantaranya: 1. Literatur: artikel dari media elektronik maupun non elektronik 2. Wawancara / Interview dengan pihak-pihak terkait BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Jl. Ir.H.Juanda No. 36 Jakarta Pusat Telp. 021-3442734, 3442985, 3443079
2.2 BANJIR DI JAKARTA Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hujan yang terus turun di wilayah Bogor dan sekitarnya, mengakibatkan sejumlah wilayah di DKI Jakarta dan sekitarnya terendam banjir. Menurut Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, daerah yang terendam banjir akibat meluapnya Sungai Ciliwung dan sungai lainnya di wilayah Jakarta terus bertambah. Hingga Selasa (15/1) pukul 20.00 Wib, data sementara terdapat 50 kelurahan terendam
banjir.
“Sebanyak 6.101 jiwa mengungsi ke tempat pengungsian yang telah disiapkan,” kata Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Selasa (15/1/2013). Dalam rilisnya Sutopo menjelaskan, banjir sudah merendam sejumlah wilayah, diantaranya Jakarta Timur daerah yang terendam banjir adalah Kecamatan Jatinegara yang meliputi Kelurahan Bidara Cina dan Kampung Melayu, Kecamatan Kramat Jati meliputi Kelurahan Cawang dan Cililitan.
4
3
Di Jakarta Selatan, banjir menggenangi Kecamatan Tebet meliputi Kelurahan Bukit Duri dan Kebon Baru, Kecamatan Pancoran meliputi Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pasar Minggu Kelurahan Pejaten Timur dan Cilandak Timur, Kecamatan Kebayoran Lama meliputi Kelurahan Pondok Pinang dan Kebayoran Lama Utara, Kecamatan Pesanggrahan Kelurahan Petukangan Selatan, Bintaro, Ulujami dan Cipulir, Kecamatan Cilandak meliputi Kelurahan Cilandak Barat dan Kelurahan Pondok Labu, Kec Kebayoran Baru meliputi Kelurahan Petogogan dan Kecamatan Jagakarsa.
“Di Jakarta Pusat banjir di 3 kelurahan, Kelurahan Galur, Kecamatan Johar Baru, lalu di Kelurahan Petamburan Kec Tanah Abang serta di Kelurahan Cideng Kecamatam
Gambir.”
Untuk wilayah Jakarta Barat, banjir terjadi di Kecamatan Kebon Jeruk meliputi Kelurahan Kedoya Utara, Duri Kepa dan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kembangan meliputi Kelurahan Kembangan Utara, Joglo dan Meruya, Kecamatan Grogol Petamburan meliputi Kelurahan Grogol, Tomang, Tanjung Duren Selatan, Tanjung Duren Utara, Jelambar, Jelambar Baru, dan Wijaya Kusuma, Kecamatan Cengkareng meliputi Kelurahan Kapuk, Cengkareng Timur, Duri Kosambi, Cengkareng Barat, Kedaung,Kaliangke.
“Jakarta Utara, banjir terjadi di Kecamatan Kelapa Gading meliputi Kelurahan Kepala Gading Timur dan Pegangsaan Dua, Kecamatan Tanjung Priok Kelurahan Tanjung Priok, Sunter Agung dan Kebon Bawang, Kecamatan Pademangan meliputi Kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Penjaringan meliputi Kelurahan Penjaringan, Pejagalan, Kamal Muara, Kapuk Muara dan Pluit,” paparnya lagi.
Ia memperkirakan, wilayah yang terendam banjir akan bertambah karena pendataan masih terus dilakukan. Pengungsi terbanyak terdapat di Kelurahan Durikosambi 2.645 orang, yang ditempatkan di markas karang taruna dan Terminal Bus
5
Transjakarta.
“Di Kelurahan Rawa Buaya terdapat pengungsi 2.102 orang. Kelurahan lain yang terendam banjir, Kelurahan Bidaracina sebanyak 214 orang,” ungkapnya. 2.3 KAPASITAS MASYARAKAT Di samping itu, aspek budaya masyarakat menjadi satu pekerjaan rumah lagi yang perlu dibenahi. Banjir menggenangi kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (17/1). Para pekerja di sekitar
lokasi
terpaksa
dievakuasi
menggunakan
perahu
karet.
(Gloria
Samantha/NGI). Hery Harjono, Direktur Asia Pasific Center for Ecohydrology (APCE)—perwakilan lembaga untuk UNESCO yang dibiayai pemerintah di bawah LIPI, yang secara terpisah dijumpai National Geographic pada sebuah kesempatan di Jakarta pada awal minggu ini, menyatakan, "Pembangunan kapasitas masyarakat di segala lapisan haruslah ditingkatkan untuk mengurangi risiko bencana banjir." Hery mengingatkan, persepsi masyarakat dalam menanggapi bencana kerap menjadi hambatan di lapangan. Contoh, banyak masyarakat tidak mau mengevakuasi diri bila bencana sudah terjadi, apalagi pindah dari huniannya yang rata-rata rawan banjir tersebut. Kalau saja pembangunan kapasitas masyarakat tidak mendukung, maka segala skenario penanggulangan bencana akan percuma. Ia juga berpendapat teknologi dan pengetahuan mampu mengatasi banjir Jakarta, meski tidak mudah dalam jangka waktu pendek. "Sekarang masalahnya sudah menumpuk jadi satu. Tapi saya yakin bisa direhabilitasi, diselesaikan, dengan upaya tinggi melalui edukasi yang baik, kebijakan pengelolaan sumber daya air yang baik." Masyarakat Jakarta serta-merta diimbau menuju kepada masyarakat tangguh bencana, yang antisipatif dan adaptif menghadapi bencana. Terutama banjir yang terus berulang di saat puncak hujan sampai setumpuk masalah dapat diatasi.
6
2.4 URGENSI PARTISIPASI DALAM DARURAT BENCANA Bangsa Indonesia kembali mendapatkan cobaan bencana, kali ini justru daerah ibu kota negara Jakarta yang terkena bencana banjir besar. Tidak tanggung-tanggung musibah banjir awal tahun 2013 ini bahkan sampai melanda jatung kota Jakarta yakni bundaran Hotel Indonesia (HI) dan Istana Negara . Gubernur DKI Jakarta yang baru
Joko
Widodo
(Jokowi) teramat
disibukkan
dengan
banjir perdana
pada masa periode pemerintahannya yang baru menginjak 100 hari pasca ditetapkan sebagai
Gubernur
DKI
Jakarta
Oktober
lalu.
Manusia hanya bisa berusaha, tapi apa daya Tuhan pula yang menentukannnya. Begitulah ungkapan kepasrahan atas apa yang terjadi dengan banjir di Jakarta kali ini. Sekalipun persiapan menghadapi bencana banjir sudah cukup matang bahkan Jokowi telah melakukan gladi lapang dengan jajaran aparaturnya jauh sebelum bajir besar terjadi pada tanggal 16-17 Januari 2013. Adalah jebolnya tanggul Latuharhari sebagai pemicu banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Jakarta. Banyaknya titik genangan banjir menyebabkan
Pemerintah DKI Jakarta menetapkan
tanggap
dari
darurat
selama
10
hari
tanggal
17-27
Januari
2013.
Semua pihak dikerahkan baik dari aparatur pemerintah DKI Jakarta, TNI, Polri dan Tim SAR untuk membantu proses evakuasi dan pendistribusian bantuan bagi korban banjir. Namun takdir berkata lain, data terakhir BNPB menyebutkan ada 20 orang tercatat meninggal dunia akibat musibah banjir kali ini dan puluhan ribu terpaksa harus mengungsi karena tempat tinggal mereka terendam banjir.Penyebab kematian korban banjir pun beragam tidak hanya sekedar hanyut atau tenggelam tapi ada sebagian yang tersengat aliran listrik maupun sakit akibat kedinginan yang luar biasa.
Selama proses tanggap darurat berlangsung, tampaknya masih ada persoalan klasik yang muncul dalam situasi darurat, yakni tidak meratanya distribusi bantuan untuk korban banjir. Padahal posko-posko bantuan sangat banyak didirikan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, pekerja kemanusian nasional maupun asing, bahkan ada juga posko yang dibentuk partai politik. Pertanyaannya adalah mengapa masalah bantuan yang tidak merata selalu terjadi dalam setiap peristiwa bencana? Tanpa
bermaksud
mencari
kambing
hitam
dalam
persoalan
yang
pelik
7
ini,
ada
beberapa
analisa
hal
tersebut
bisa
terjadi.
Pertama, bencana dalam skala besar tentu saja akan sangat banyak sekali jumlah masyarakat yang terkena dampaknya. Dalam hal ini kita ketahui bahwa Jakarta merupakan kota megapolitan yang sangat padat penduduk. Tentu saja dalam saat yang bersamaan jumlah personil pemerintah atau siapapun yang membantu menangani bencana akan sangat kewalahan karena keterbatasan personil. Ada ketidakseimbangan antara yang melayani dan yang dilayani, barang kali gambaran sederhananya demikian. Hal tersebut agak mirip dengan respon erupsi Merapi 2010, dimana pemerintah sudah membuat skenario respon untuk mengungsikan warga di radius 7 Km dari puncak Merapi, tetapi kenyataan berkata lain hingga mencapai radius 20 km akibatnya jumlah pengungsi sangat banyak dan situasi menjadi sangat kacau.
Kedua, ada kemungkinan aparat yang berada di level kelurahanpun terkena banjir sehingga mereka yang juga memiliki keluarga harus pula diselamatkan atau diungsikan akibatnya tugas melayani masyarakat yang terkena bencana menjadi terabaikan (ini hanya asumsi) atau agak lambat prosesnya. Apabila hal ini benar terjadi maka masyarakatnya pun akan tercerai berai melakukan pengungsian sendirisendiri. Dari sinilah mulai mengkerucut pada akar persoalan yang mengakibatkan bantuan menjadi tidak merata atau ada yang terlewatkan, karena tidak terkoordinir dengan
baik.
Ketiga, jika seperti yang disebut dalam poin kedua diatas terjadi maka sudah dapat dipastikan sulitnya mendata masyarakat yang terkena dampak banjir, dan sulit pula mendeteksi siapa mengungsi kemana dan sudah dapat bantuan atau belum. Ketiadaan data masyarakat yang terkena banjir menjadi pangkal persoalan tidak meratanya bantuan. Ketiadaan data karena tidak ada kelompok/pihak yang mengumpulkan data warga yang terkena banjir. Akhirnya pun yang dilakukan hanya menunggu bantuan datang tanpa ada yang berinisiatif melaporkan data ke posko sekaligus meminta bantuan sebagaimana data yang ada. Semangat kolektivitas ini agaknya yang belum terlihat
pada
konteks
banjir
Jakarta
kali
ini
dibeberapa
lokasi.
Keempat, ada sebagian warga yang enggan diungsikan ketika banjir masih dibawah
8
100 cm, dimana mayoritas mereka beranggapan belum cukup “bahaya” atau ada juga karena takut ada yang melakukan penjarahan apabila ditinggal mengungsi. Hal ini akan menjadi persoalan yang rumit ketika ternyata banjir kian meninggi dan arusnya semakin deras. Pada saat seperti inilah risiko kematian menjadi hal yang tidak bisa terhindarkan. Bisa dibayangkan air yang semakin meninggi dan berbahaya baik bagi mereka yang diungsikan maupun bagi tim evakuasi sendiri. Akibatnya tidak semua bisa dievakuasi, dan hal ini mengakibatkan mereka menjadi “kurang” perhatian dan tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah karena personil yang ada diposko sedang disibukan dengan yang sudah ada dipengungsian.
Empat hal diatas merupakan analisa subyektif, bisa jadi benar bisa jadi keliru.Tetapi jika kita saksikan melalui pemberitaan media televisi maupun cetak dan informasi langsung dari posko-posko keempat hal tersebut menjadi pangkal utama masalah bantuan tidak merata. Apa yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta sebelum maupun saat banjir sebenarnya sudah mematuhi standar prosedur tanggap darurat, hanya saja masalah-masalah yang sudah diungkap diatas tadi adalah perkembangan situasi lapangan yang terjadi sacara spontan sehingga diluar skenario respon yang telah
direncanakan.
Fenomena ini nampaknya perlu kita reflesikan bersama, bahwa pentingnya menggalang partisipasi semua elemen masyarakat untuk terlibat dalam situasi darurat. Urusan penanganan bencana tidak melulu ditimpakan kepada pemerintah saja, tetapi semua pihak hingga semua lapisan masyarakat. Ini menyangkut soal bagaimana diri kita dan keluarga kita serta yang lainnya bahu membahu selamat dari bencana. Pemerintah memang menjadi pemegang tanggung jawab, tetapi masyarakatpun
harus
pula
aktif
dan
berpartsipasi
di
dalamnya.
Agar kelak ketika terjadi bencana tidak lagi muncul persoalan demikian, maka perlu menggalang partisipasi aktif masyarakat dengan membentuk kelompok-kelompok siaga bencana di setiap kelurahan/ RW/RT untuk diberi pelatihan yang memadai dan menjadi relawan untuk komunitasnya sendiri ketika terjadi bencana. Partsipasi kelompok tersebut dalam situasi darurat bencana akan sangat memudahkan semua pihak teruatama pemerintah didalam mengkoordinasikan dan mendistribusikan
9
bantuan
kepada
yang
warga
yang
terkena
bencana.
Ada beberapa tugas pokok kelompok siaga bencana dalam situasi darurat bencana. Pertama, melakukan evakuasi warga yang terkena dampak bencana dan melakukan koordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat maupun dengan pemerintah setempat dan tim relawan evakuasi. Kedua, melakukan pendataan warganya yang terkena dampak bencana serta mendata kebutuhan apa saja yang sangat mendesak untuk segera diberikan.
Pendataan
yang
dilakukan
oleh
kelompoknya
sendiri
tentunya akan lebih cepat prosesnya dan kecil kemungkinannya ada yang terlewatkan.
Ketiga, apabila sudah diperoleh data dan kebutuhan darurat maka kelompok tersebut segera menyerahkan data kepada otoritas pemerintah setempat sebagai dasar mengajukan permohonan bantuan sebagaimana data yang ada. Keempat, dengan adanya data dan kelompok yang dipercaya tersebut maka proses bantuan tentu diharapkan menjadi cepat pengadaan dan distribusinya. Pemerintah dalam hal ini tidak bisa beralasan lagi untuk tidak menanggapi permohonan bantuan dari korban bencana. Sehingga dengan demikian distribusi bantuan menjadi cepat dan tepat sasaran.
Partisipasi dalam bentuk pendataan terlihat sederhana tapi sungguh sangat fundamental. Semua pihak harus memahami dan mengerti akan pentingnya data dampak bencana, tidak hanya bagi yang menerima bantuan tapi juga pemberi bantuan (Pemerintah-Red). Didalam situasi darurat bencana tidak jarang kita mendengar atau menjumpai masalah terkait dengan data dampak bencana. Ada dua kemungkinan risiko masalah jika tidak ada data yang dapat dipertanggungjawabkan. Pertama, bagi pemohon bantuan, data diperlukan agar jelas peruntukannya dan diketahui siapa-siapa yang akan menerima bantuan. Sehingga hal ini bertujuan mengantisipasi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang hendak melakukan penimbunan barang bantuan jika permohonan bantuan tidak disertai data.Cukup banyak contoh peristiwa penimbunan bantuan bencana yang tidak bisa disebutkan
satu
persatu
dibeberapa
daerah
yang
terkena
bencana.
10
Kedua, bagi pemberi bantuan pun data itu diperlukan agar tidak terjadi perbedaan antara jumlah barang yang ada dengan jumlah calon penerima bantuan. Kalau tidak ada kesesuaian data penerima dan jumlah barang, maka sudah dapat dipastikan akan timbul chaos atau rebutan bantuan dibarak-barak pengungsian. Akibatnya justru pemberi bantuan seperti pihak yang disalahkan. Padahal niat awalnya adalah membantu meringankan korban bencana tapi justru malah mendapatkan masalah baru. Hal tersebut kerap kali menjadikan dilema bagi para pekerja dalam bidang kemanusian karena terjadi tekanan psikologis yang cukup berat. Masalah lain jika tidak ada data yang dapat dipertanggungjawabkan, bisa terjadi mark up data (data fiktif) yang justru dilakukan oknum-oknum yang memiliki kuasa terhadap barang bantuan
tersebut
(Pemberi
bantuan).
Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam situasi darurat bencana akan memiliki banyak manfaat tidak saja bagi para korban bencana yang dapat segera tertangani oleh pihak yang bertanggung jawab pada satu sisi. Sementara pada sisi lain bagi pemberi bantuan pun akan sangat dimudahkan dalam memproses barang-barang bantuan untuk segera didistribusikan kepada yang sangat membutuhkan. Partispasi masyarakat juga bisa menjadi bentuk kontrol masyarakat agar semua barang bantuan dan distribusi bantuan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik dan tepat.
Dengan pengalaman banjir Jakarta, kita tentu sangat berharap tidak lagi ada masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan sebagaimana mestinya ketika terkena bencana, kerjasama yang baik antar semua pihak terutama dalam situasi darurat menjadi kunci keberhasilan merespon dampak bencana yang terjadi. Niat baik belum tentu dapat berjalan dengan baik, oleh karena itu dibutuhkan kecermatan semua pihak tapi juga perlu kecepatan merespon untuk mengurangi risiko dan derita korban.
2.5 TIPS Berikut adalah tips untuk bersiaga bila kediaman Anda sewaktu-waktu ikut tergenang air : Sebelum kediaman tergenang banjir:
11 •
Pantau informasi lewat radio atau televisi.
•
Sebelum banjir sampai ke kediaman Anda, siapkan benda-benda penting yang harus dievakuasi, termasuk obat-obatan dalam tas.
•
Tinggalkan segera kediaman bila ada instruksi untuk evakuasi
•
Jika memungkinkan, pindahkan barang-barang penting ke lantai atas kediaman Anda.
•
Jangan lupa matikan sumber listrik agar Anda tidak tersengat listrik saat ada genangan air.
Saat banjir: •
Jangan berjalan melewati air berarus kencang atau sungai. Arus air setinggi 15 cm saja dapat membuat Anda terjatuh.
•
Jika harus melewati genangan air, berjalanlah di air yang tenang dan tidak berarus. Pakailah tongkat atau benda panjang untuk memastikan kekerasan tanah di depan Anda.
•
Jangan menyetir kendaraan ke daerah banjir. Bila air mulai naik menggenangi mobil, tinggalkan dan berlindung ke dataran lebih tinggi yang lebih aman.
•
Jangan menyentuh peralatan listrik bila Anda sedang berada di genangan air atau basah kuyup.
Setelah banjir: •
Hindari air banjir karena dapat terkontaminasi dengan minyak, bensin, atau sampah.
•
Perbaiki septic tank dan saluran pembuangan lain. Saluran pembuangan yang bocor dapat mengganggu kesehatan.
•
Bersihkan semua benda yang terendam banjir. Lumpur dari air banjir dapat mengandung kotoran dan bahan kimia.
2.6 PEMBANDING
12
Pembanding adalah berbagai kampanye yang telah dijalankan oleh BNPB sebelumnya sebagain instansi terkait yang menjadi narasumber kampanye ini.
2.6.1 Leaflet
13
2.6.2 Poster
14
15
2.7 ANALISA S.W.O.T 2.7.1 Strength (kekuatan) •
Kampanye penanggulangan banjir yang membawa unsur fun
•
Memberikan informasi cara-cara penanggulangan banjir
•
Menggunakan warna cerah yang sering ditemukan sehari-hari sebagai indikator
2.7.2 Weakness (kelemahan) •
Banjir hanyalah sebagian kecil dari bencana yang mungkin terjadi, masi banyak kampanye serupa yang menyangkut hal yang lebih penting bagi kehidupan sehari-hari target audiens.
•
Sering dianggap remeh oleh masyarakat Jakarta, padahal dapat berakibat kehilangan nyawa
2.7.3 Opportuninty (peluang) •
Sebagai pengetahuan audiens, sehingga mereka lebih tenang menghadapi banjir yang akan datang
•
Edukasi dan informasi bagi masyarakat yang belum terkena banjir dan mungkin suatu saat mungkin saja terkena banjir.
2.7.4 Threat (ancaman) •
Banyak kampanye sosial lain dengan materi yang lebih diperlukan oleh masyarakat
•
Persepsi masyarakat pada umumnya kalau kampanye adalah sesuatu yang membosankan
•
Image
pemerintah
yang
tidak
bisa
dipercaya
sehingga kampanye yang dilakukandirasa hanya menyulitkan masyarakat.