KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
BAB II ARAH PENGEMBANGAN SEKTOR SANITASI KOTA
2.1
Gambaran Umum Sanitasi Kota Batu Kondisi sanitasi Kota Batu yang dalam hal ini meliputi Sub-sektor
persampahan, air limbah, dan drainase lingkungan serta aspek perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), secara umum diuraikan seperti berikut ini. Persampahan, seperti halnya kota-kota di Indonesia, masalah persampahan adalah masalah yang harus mendapat perhatian dengan serius. Mengingat persampahan dapat menjadi salah satu sumber munculnya penyakit. Di Kota Batu tingkat pelayanan sampah belum optimal baru mencapai 60 %. Air Limbah (grey water), masyarakat Kota Batu pada umumnya belum memberikan perhatian terhadap pembuangan air limbah rumah tangga. Hal ini masih nampak dari prilaku masyarakat yang membuang limbah rumah tangga ke saluran umum/drainase/sungai. Drainase lingkungan selain sebagai saluran air hujan, juga berfungsi sebagai saluran pembuangan air limbah rumah tangga yaitu sebesar 62 %. Air Limbah (black water), masyarakat Kota Batu 84,2 % telah memiliki jamban lengkap dengan septic tank. Jika dilihat persentasenya relatif cukup besar, namun secara teknis belum diketahui secara pasti kelayakannya. Drainase Lingkungan, di beberapa tempat di wilayah Kota Batu, kondisi drainase lingkungan kurang memenuhi syarat teknis dan fungsi. Meskipun Kota Batu terletak di perbukitan, pada saat musim hujan dibeberapa ruas jalan masih terdapat luberan air karena drainase masih berfungsi sebagai saluran air hujan dan limbah rumah tangga. Prosentasenya sebesar 62 %. Aspek PHBS, Di Kota Batu pada saat ini angka penyakit berbasis lingkungan masih relatif tinggi khususnya diare. Perilaku masyarakat yang masih BAB di sungai dan parit sebesar 13,8 %. Selain itu, cuci tangan pakai sabun pada 3 waktu penting masih belum membudaya yaitu sebesar
21.2 %. Hal ini menunjukkan bahwa
sanitasi masih memerlukan perhatian yang serius.
2.1.1 Gambaran Umum Kota Batu Kota Batu secara geografis terletak antara 112°17’-112º57’ Bujur Timur dan 7°44’-8º26’ Lintang Selatan. Secara administratif Kota batu dibatasi oleh :
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-1
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Pasuruan. Sebelah Timur dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Malang. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Blitar dan Malang. Kota Batu dibagi
menjadi
3 (tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Batu,
Kecamatan Junrejo dan Kecamatan Bumiaji yang terinci 20 Desa, 4 Kelurahan, 226 RW dan 1.059 RT. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk masing-masing desa/kelurahan seperti ditunjukkan pada Tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Nama Desa/Kelurahan dan Kepadatan Penduduk Luas Penduduk (ha) (jiwa) Batu Kel. Songgokerto 5.669 6.497 Kel. Ngaglik 3.203 10.441 Kel. Sisir 2.634 20.292 el. Temas 4.611 12.601 Ds. Sumberejo 2.918 6.194 Ds. Pesanggrahan 6.994 10.725 Ds. Sidomulyo 2.514 7.277 Ds. Oro-Oro Ombo 16.916 7.038 Bumiaji Ds. Bumiaji 8.448 5.932 Ds. Bulukerto 10.070 5.503 Ds. Gunungsari 6.884 6.018 Ds. Punten 2.457 5.206 Ds. Giripurno 9.806 8.400 Ds. Tulungrejo 64.828 8.047 Ds. Sumbergondo 13.792 3.352 Ds. Pandanrejo 6.282 4.914 Ds. Sumber Brantas 5.417 3.948 Junrejo Ds. Beji 2.525 6.579 Ds. Mojorejo 2.045 3.727 Ds. Torongrejo 3.440 4.145 Ds. Pendem 3.642 2.593 Ds. Junrejo 2.888 6.685 Ds. Tlekung 8.983 5.399 Ds. Dadaprejo 2.127 9.676 Sumber : BPS/Batu dalam Angka dan Pokja
No. Kecamatan 1
2
3
Desa/Kelurahan
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
Kepadatan (jiwa/ha) 1.146 3.260 7.704 2.733 2.123 1.533 2.514 416 702 546 874 2.119 857 124 243 782 729 2.606 1.822 1.205 712 2.315 601 4.594
Jumlah RW 9 15 13 11 5 13 12 13 12 10 8 12 15 3 11 6 6 8 6 12 10 5 8
Jumlah RT 29 77 81 55 26 69 50 36 38 63 35 78 76 17 59 34 24 21 33 50 32 37 30
II-2
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
Luas wilayah Kota Batu 19.908,72 ha, untuk Kecamatan Batu seluas 4.545,81 ha, Kecamatan Junrejo seluas 2.565,02 ha dan Kecamatan Bumiaji 12.797,89 ha. Wilayah Kota Batu merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Di antara gunung-gunung yang ada di Kota Batu, ada tiga gunung yang telah diakui secara nasional, yaitu Gunung Panderman (2.010 m), Gunung Welirang (3.156 m) dan Gunung Arjuno (3.339 m). 2.1.2 Arah Pengembangan Kota Secara umum, pengembangan permukiman di Kota Batu secara keseluruhan didasari oleh 2 pendekatan yaitu pendekatan pada kawasan permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan. Secara administrasi, wilayah Batu merupakan wilayah perkotaan tetapi secara faktual Kota Batu masih didominasi oleh wilayah perdesaan. a.
Permukiman Perkotaan Permukiman Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Untuk pengembangan permukiman perkotaan di Kota Batu lebih diarahkan di Kecamatan Batu dan sebagian Kecamatan Junrejo. Untuk Kecamatan Junrejo, pengembangan permukiman perkotaan lebih ditekankan pada desa-desa yang dilihat dari karakter fisik, sosial budayanya maupun kegiatan ekonominya berorientasi pada kegiatan perkotaan.
b.
Permukiman Perdesaan Kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan
sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Untuk pengembangan permukiman perdesaan lebih diarahkan pada karakter fisik, sosial budaya masayrakat dan kegiatan ekonomi dan cenderung mengarah pada kegiatan perdesaan dan pertanian terutama di Kecamatan Bumiaji dan sebagian di Kecamatan Batu dan Junrejo.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka gambaran dan kecenderungan persebaran permukiman di Kota Batu sebagai berikut :
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-3
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
Permukiman Kampung Perkembangan permukiman yang dikategorikan sebagai perkampungan
cenderung berkembang secara alami dan berpola linier, adapun permukiman kampung mempunyai intensitas bangunan sedang-padat dan pemusatan kegiatan terjadi pada kawasan-kawasan yang mempunyai intensitas kegiatan yang cukup tinggi (kawasan perdagangan dan jasa, perkantoran dan lain sebagainya). Perkembangan yang lebih kuat dapat diidentifikasi bersifat linier terutama pada jalan-jalan yang menghubungkan antara pusat kegiatan/perkotaan. Semakin besar
interaksi
kawasan
perkotaan,
maka semakin
besar
kecenderungan
perkembangan kawasan permukimannya. Hal di atas dapat dilihat pada beberapa kawasan di Kota Batu, khususnya pada poros jalan arteri dan kolektor antara lain perkembangan antara Batu-Jombang, Batu-Mojokerto.
Permukiman Estat Perkembangan permukiman estat cenderung berkembang pesat dan
tersebar di kawasan yang mamiliki view pemandangan bagus meliputi Green Apple Regency, Perum Pondok Batu Indah dan Villa Bukit Mas. Pangsa pasar dari permukiman ini adalah dominasi penduduk dengan kalangan menengah keatas. Untuk pengembangan ke depan maka permukiman estat diarahkan di Desa Junrejo, Kecamatan Junrejo. 2.1.3 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Dengan mengacu pada jumlah penduduk pada tahun 2007 dan diasumsikan perkembangan jumlah penduduk sebesar 2,7 % per tahun, maka proyeksi jumlah penduduk di masing-masing desa/kelurahan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.2 Proyeksi Jumlah Penduduk Kota Batu 2007, 2010 – 2014
No. I. 1 2 3 4 5 6 7 8
Kelurahan/Desa Kec. Batu Kel.Songgokerto Kel. Ngaglik Kel. Sisir Kel.Temas Ds. Sumberejo Ds.Pesanggrahan Ds. Sidomulyo Ds.Oro-oro Ombo
2007 20.292 12.601 6.497 10.441 10.725 7.038 6.194 7.277
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
Jumlah Penduduk (jiwa) 2010 2011 2012 2013 2014 87.810 90.181 92.616 95.117 97.685 21.980 22.574 23.183 23.809 24.452 13.649 14.018 14.397 14.785 15.184 7.038 7.228 7.423 7.623 7.829 11.310 11.615 11.929 12.251 12.582 11.617 11.931 12.253 12.584 12.924 7.624 7.829 8.041 8.258 8.481 6.709 6.891 7.077 7.268 7.464 7.882 8.095 8.314 8.538 8.769
II-4
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
II 1 2 3 4 5 6 7 8 9 III 1 2 3 4 5 6 7
Kec. Bumiaji Ds. Bumiaji Ds. Bulukerto Ds. Gunungsari Ds. Punten Ds. Giripurno Ds. Tulungrejo
Ds.Sumber Brantas
5.206 5.503 6.018 8.400 5.932 4.914 8.047 3.352 3.948
Kec. Junrejo Ds. Beji Ds. Mojorejo Ds. Torongrejo Ds. Pendem Ds. Junrejo Ds. Tlekung Ds. Dadaprejo
7.987 3.777 4.935 4.174 6.665 5.446 9.926
Ds. Sumbergondo
Ds. Pandanrejo
55.590 57.091 58.633 60.216 61.841 5.639 5.791 5.948 6.108 6.273 5.961 6.122 6.287 6.457 6.631 6.519 6.695 6.876 7.061 7.252 9.099 9.345 9.597 9.856 10.122 6.426 6.599 6.777 6.960 7.148 5.323 5.467 5.614 5.766 5.921 8.717 8.952 9.194 9.442 9.697 3.631 3.729 3.830 3.933 4.039 4.276 4.392 4.511 4.632 4.757 46.480 47.735 49.024 50.348 51.707 8.652 8.885 9.125 9.371 9.624 4.091 4.202 4.315 4.432 4.551 5.346 5.490 5.638 5.790 5.947 4.521 4.643 4.769 4.898 5.030 7.220 7.415 7.615 7.820 8.031 5.899 6.058 6.222 6.390 6.563 10.752 11.042 11.340 11.647 11.961
Jumlah penduduk seluruh Kota Batu pada tahun 2014 diperkirakan sebesar 211.232 jiwa. Pada tahun tersebut Kota Batu merupakan kota sedang. 2.1.4 Profil Kesehatan Masyarakat Kota Perilaku berperan penting dalam menentukan derajad kesehatan selain ketiga faktor lainnya seperti lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan maupun genetika masih dapat dipengaruhi oleh perilaku. Selain itu banyak penyakit yang muncul diakibatkan dari perilaku yang tidak sehat dan kondisi sanitasi lingkungan yang jelek. Pada tahun 2003 sampai dengan 2008 angka kejadian penyakit berbasis lingkungan (ISPA, Diare, TBC, Kulit, Mata dan Demam berdarah) di Kota Batu terjadi peningkatan (khususnya Diare). Hal ini menunjukkan bahwa sanitasi masih memerlukan perhatian yang serius. Tabel 2.3 Data Jenis Penyakit Berbasis Lingkungan No.
Desa/Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8
Kec. Batu Kel. Ngaglik Kel.Temas Kel. Sisir Kel. Songgokerto Desa Pesanggrahan Desa Oro-Oro Ombo Desa Sumberejo Desa Sidomulyo
2008 Diare Kulit 180 185 193 141 192 149 180 168
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
193 232 263 177 221 177 193 187
2007 Diare Kulit 89 92 112 89 106 105 89 83
185 169 229 140 235 156 117 112
2006 Diare Kulit 178 93 199 80 376 111 157 104
150 147 168 126 213 111 122 125
II-5
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Kec. Bumiaji Desa Bumiaji Desa Pandanrejo Desa Giripurno Desa Punten Desa Bulukerto Desa Sumbergondo Desa Gunungsari Desa Tulungrejo Desa Sumberbrantas
Kec.Junrejo Desa Beji Desa Mojorejo Desa Torongrejo Desa Pendem Desa Junrejo Desa Tlekung Desa Dadaprejo Jumlah
2.1.5
236 110 250 137 291 132 161 248 79
0 15 97 5 124 30 1 3 38
197 135 220 130 148 126 138 203 60
3 11 70 4 16 23 12 18 30
236 75 346 102 181 164 130 273 0
12 15 36 2 57 30 6 29 0
211 270 152 257 137 92 120 4.271
436 285 350 464 159 38 121 3.809
205 195 172 287 146 58 44 3.229
142 122 108 133 122 31 31 2.219
157 131 129 253 138 49 57 3.719
116 69 122 114 71 13 21 1.875
Pengelolaan Persampahan Penanganan sampah di Kota Batu dilaksanakan oleh Dinas Cipta Karya dan
Tata Ruang Bidang Kebersihan dan masyarakat/warga. Daerah pelayanan meliputi seluruh wilayah administrasi kota, yaitu: Kecamatan Batu, Bumiaji dan Junrejo. Sistem manajemen pengelolaan persampahan dari TPS (Tempat Pembuangan Sementara) menuju TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dilakukan oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Bidang Kebersihan. Untuk pelayanan pengangkutan sampah dari rumah tangga menuju TPS dilakukan secara mandiri oleh warga. Untuk kawasan perdesaan umumnya memakai sistem penimbunan, dibakar dan dijadikan kompos. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan meliputi:
Secara berkala mengadakan kerja bakti menangani sampah/kebersihan di lingkungannya.
Penanganan sampah secara swadaya dari rumah ke TPS
2.1.6
Pengelolaan Air Limbah (black water) Masyarakat Kota Batu yang berada di bantaran sungai pada umumnya
memiliki jamban, tetapi tidak dilengkapi dengan septictank dan resapan. Sehingga limbah langsung dialirkan ke sungai. Untuk masyarakat yang tinggal jauh dari
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-6
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
bantaran sungai sebagian besar sudah memiliki jamban dengan kondisi teknis yang sudah dilengkapi dengan fasilitas septictank dan resapan. Secara umum di Kota Batu, limbah cair rumah tangga non kakus/grey water (limbah kamar mandi, limbah dapur yang mengandung makanan dan tempat cuci) belum mendapatkan penanganan yang semestinya. Limbah ini masih dibuang langsung ke selokan, parit dan badan sungai tanpa diolah sedikitpun. Akibatnya ketika mengalami proses dekomposisi oleh bakteri pengurai, bau busuk tidak dapat dihindari. Udara menjadi tidak segar, terlebih pada musim kemarau. Hali ini kerap menjadi masalah di areal permukiman. Dalam air limbah terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit disentri, typus, kolera ISPA dan sebagainya. Air limbah tersebut seharusnya dibuatkan resapan yang memenuhi syarat teknis agar tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan. Karakteristik dominan limbah cair rumah tangga berupa warna hitam dan bau menyengat dengan komposisi 30 – 50% Carbohydrates, 10% Fats/Oil, 40 – 60% Proteins. Secara umum sanitasi air limbah/limbah cair domestik di Kota Batu mencakup saluran pembuangan dan sistem pengolahan air buangan rumah tangga baik yang berasal dari WC, kamar mandi maupun dapur. Terdapat dua sistem pengolahan limbah cair domestik yang digunakan yaitu sistem pengolahan secara individu di masing-masing rumah dan secara kolektif atau komunal. Pengolahan secara on-site biasanya dilakukan dengan membuat septic tank dan sumur resapan. Septic tank biasanya digunakan untuk mengolah limbah tinja yang kemudian disalurkan menuju ke bak atau sumur resapan, sedangkan untuk limbah yang berasal dari kamar mandi, kegiatan mencuci dan dapur langsung diresapkan ke dalam sumur resapan. Pengolahan secara komunal dimaksudkan adalah pengolahan dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Dalam pemanfaatan IPAL ini
dibutuhkan saluran khusus yang membawa air limbah dari rumah-rumah
menuju IPAL. Limbah dari beberapa jamban rumah tangga dialirkan kedalam satu
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-7
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
unit bangunan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Setelah mengalami proses maka limbah yang dihasilkan dapat dialirkan ke sungai dalam keadaan aman. Pada tahun 2008 Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kota Batu telah membangun IPAL Komunal di Kelurahan Sisir.
2.1.7
Pengelolaan Drainase Lingkungan Drainase lingkungan di Kota Batu masih merupakan masalah yang harus
diperhatikan dan ditangani secara serius. Di beberapa tempat/lokasi masih dijumpai adanya saluran drainase jalan yang tersumbat, ketidakmampuan menampung air
hujan dan ketidakteraturan drainase lingkungan sebagai
pembuangan limbah rumah tangga. Saluran drainase lingkungan di Kota Batu masih berfungsi ganda, sebagai saluran air hujan dan saluran air limbah rumah tangga. Ada yang perlu dibenahi dalam sistem penanganan drainase lingkungan. Penanganan yang terencana, terpadu dan berkesinambungan sangat diperlukan.
2.1.8 Pengelolaan Air Bersih Jumlah pelanggan PDAM Kota Batu s/d Desember 2008 adalah 9.209 unit. Sedangkan Cakupan pelayanan PDAM Kota Batu pada tahun 2008 adalah 27,60 %. Kategori pelanggan PDAM Kota Batu beserta jumlah pelanggan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.4 Jumlah Pelanggan PDAM Kota Batu s/d Desember 2008 NO.
KATEGORI PELANGGAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9
TNI / POLRI Industri Besar Industri Kecil Niaga Besar Niaga Kecil Instansi Pemerintah Rumah Tangga Sosial Khusus Sosial Umum TOTAL Sumber: PDAM Kota Batu
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
JUMLAH (UNIT) 6 0 8 29 218 33 8.706 170 39 9.209
II-8
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
Tabel 2.5 Data Pemasangan Meter s/d Desember 2008
NO.
PELANGGAN
NAMA DESA/KELURAHAN
AKTIF (UNIT)
1
Kel.Ngaglik
1.579
2
Kel.Songgokerto
3
Kel. Sisir
4
Kel.Temas
935
5
Desa Oro-Oro Ombo
642
6
Desa Pesanggrahan
698
7
Desa Beji
191
8
Desa Mojorejo
450
9
Desa Torongrejo
14
10
Desa Pandanrejo
424
11
Desa Sidomulyo
111
12
Desa Sumberejo
613
13
Desa Tlekung
481 3.069
2
TOTAL
9.209
Sumber: PDAM Kota Batu
Prosentase Penyediaan Air Bersih Yang Digunakan
83
PDAM & HIPPAM Sumur Mata Air Lainnya
13,7 0,2
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
3,1
II-9
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
Untuk penyediaan air bersih yang dilakukan oleh HIPPAM, jumlah desa/kelurahan yang terlayani sebanyak 14 desa dan 1 kelurahan dengan jumlah KK terlayani 7.062 KK (tahun 2007) sedangkan jumlah KK Potensi sebesar 10.725 KK. Sumber air baku PDAM Kota Batu sebagian besar berasal dari sumber mata air. Saat ini jumlah sumber mata air yang dimanfaatkan PDAM Kota Batu telah mencapai 10 buah. Kapasitas produksi yang dimiliki PDAM Kota Batu sampai tahun 2008 adalah sebesar 120.5 liter/detik. Pada Tabel berikut disajikan kapasitas air minum/bersih PDAM Kota Batu berdasarkan sumber air baku.
Tabel 2.6 Kapasitas Produksi PDAM Kota Batu
NO.
SUMBER AIR BAKU
KAPASITAS PRODUKSI (liter/detik)
1
Sumber Darmi
19
2
Sumber Banyuning
40
3
Sumber Gemulo I
8
4
Sumber Gemulo II
18
5
Sumber Torong Belok
4
6
Sumber Kasinan
2,5
7
Sumber Ngesong I
8
8
Sumber Ngesong II
4
9
Sumber Ngesong III
6
10
Sumber Cemoro Kandang
1,5
11
Kompensasi TOTAL
10 120,5
Sumber: PDAM Kota Batu
Sistem penyediaan air minum Kota Batu menggunakan sistem gravitasi. Pengaliran secara gravitasi dilaksanakan melalui reservoir yang terletak di Jl. Hasanudin (kapasitas 150 m3), Jl. Raya Songgokerto (300 m3), Jl. Abdul Gani Atas (500 m3) dan Desa Beji (300 m3).
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-10
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
Panjang pipa transmisi yang terpasang (per Desember 2006) adalah sepanjang 40.920 meter terdiri dari pipa ACP, PVC dan GI. Pipa distribusi terpasang sepanjang 109.747 meter yang terdiri dari pipa PVC dan GI. Masih adanya pipa yang mengalami kerusakan baik disambungan maupun dibadan pipa dan belum optimalnya pembacaan meter air pelanggan
mengakibatkan
tingkat
kehilangan air rata–rata pada tahun 2008 sebesar 42 % terhadap input sistem. Target penurunan kehilangan air sampai tahun 2012 adalah 17 % yaitu dari kehilangan distribusi semula 42 % diturunkan sampai 25 %. Penurunan kehilangan air
membutuhkan survei deteksi kebocoran,
perbaikan atau penggantian peralatan distribusi dan penyusunan zone/blok jaringan distribusi serta usaha yang agresif untuk mengkalibrasi atau mengganti meter air pelanggan secara teratur dan penegakan peraturan yang berlaku. Semua usaha ini sangat efektif dari segi biaya (penghematan biaya). Pada struktur tarif (sampai bulan Desember tahun 2008) ini harga air terendah (tarif dasar) untuk golongan rumah tangga sebesar Rp. 880/m3, sedangkan tarif rata-rata
sebesar Rp. 1.365/m3. Masyarakat pelanggan PDAM
membayar pemakaian air setiap bulan pada kantor PDAM. Struktur tarif yang berlaku dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.7 Struktur Tarif yang berlaku s/d Desember 2008 No. I. a. b. II a. b. III a. b. IV a. b.
Tarif Pelanggan
Kategori Sosial Umum Khusus Non Niaga Rumah Tangga Pemerintahan Niaga Niaga Kecil Niaga Besar Industri Industri Kecil Industri Besar
3
0 – 10 m Rp. Rp.
640/m3 640/m3
11 – 20 m3 Rp. Rp.
640/m3 750/m3
21 – 30 m3 Rp. Rp.
640/m3 930/m3
Rp. 880/m3 Rp. 1.320/m3
Rp. 1.210/m3 Rp. 1.820/m3
Rp. 1.380/m3 Rp. 2.070/m3
Rp. 1.880/m3 Rp. 3.010/m3
Rp. 1.880/m3 Rp. 1.880/m3
Rp. 3.010/m3 Rp. 4.820/m3
Rp. 2.160/m3 Rp. 3.460/m3
Rp. 3.460/m3 Rp. 5.540/m3
Sumber: PDAM Kota Batu
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-11
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
Permasalahan 1) Pengelolaan air bersih oleh PDAM relatif lebih mahal daripada HIPPAM, sehingga jumlah pelanggan HIPPAM lebih banyak daripada PDAM. 2) Desa sekitar mata air keberatan jika sumber air dimanfaatkan untuk dikelola PDAM dengan alasan airnya untuk kebutuhan baku sawah, sehingga pasokan dan kontinyuitas aliran air pada pelanggan kurang optimal. Pada setiap mata air/sumber air selain digunakan oleh PDAM juga digunakan oleh HIPPAM, pertanian dan perikanan. 3) Kondisi topografi yang ada menyebabkan banyak sumber air potensial yang belum bisa dimanfaatkan. Untuk memanfaatkannya memerlukan biaya investasi yang besar. 4) Koordinasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi untuk sistem PDAM belum optimal. Sementara itu koordinasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan monitoring dan evaluasi untuk sistem non-PDAM kelompok sudah cukup optimal. Kendala koordinasi ini terletak pada belum efektifnya pola pengendalian terhadap upaya-upaya pemanfaatan sumber air yang dilakukan oleh berbagai pihak di Kota Batu. Hal ini terkadang menyebabkan adanya penguasaan sumber air oleh masyarakat dan penolakan pemanfaatan sumber air tersebut untuk kebutuhan PDAM.
2.2
Visi dan Misi Sanitasi Kota Visi pembangunan sanitasi Kota Batu adalah:
" Terwujudnya Kota Batu bersih dan sehat yang berwawasan lingkungan 2014 "
Misi pembangunan sanitasi kota Batu dibuat agar visi pembangunan sanitasi Kota Batu dapat diimplementasikan secara nyata. Adapun misi pembangunan sanitasi Kota Batu adalah sebagai berikut : 1.
Mengembangkan pengelolaan sanitasi yang mandiri dan berkelanjutan
2.
Mengembangkan sistem sanitasi yang tepat guna dan inovatif.
3.
Meningkatkan penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-12
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
2.3
Kebijakan Umum dan Strategi Sektor Sanitasi Kota tahun 2008 – 2028
2.3.1 Kebijakan Umum dan Strategi Sub Sektor Persampahan Berdasarkan sumbernya, sampah dibedakan menjadi sampah domestik dan non domestik. Sampah domestik berasal dari aktivitas rumah tangga dan sampah non domestik berasal dari kawasan perdagangan dan jasa, sampah dari penyapuan jalan, sampah rumah sakit maupun sumber lainnya yang tersebar diwilayah studi. Penanganan ini dimulai dari pewadahan sampah, pengangkutan, dan sarana lokasi pembuangan sementara atau transfer depo. Sarana persampahan sebaiknya mencakup seluruh kawasan terbangun agar tidak terjadi pembuangan sampah secara liar dilahan kosong atau pembuangan disaluran pematusan. Sarana persampahan yang dibutuhkan untuk menangani timbunan sampah pada kawasan perencanaan meliputi:
Sarana pewadahan/pengumpulan, terdiri dari tong sampah 50 liter
Pengangkutan ke lokasi pembuangan sementara dengan gerobak kapasitas 2 m3.
Sarana pengumpulan sementara yang dilengkapi dengan kontainer atau transfer depo dengan kapasitas 10 m3. Sarana pengangkutan dari TPS menuju TPA dengan menggunakan Dump Truk
dengan kapasitas 6 m3. Penanganan sampah diwilayah Kota Batu pada masa mendatang terutama pada lokasi yang padat penghuninya serta tempat fasilitas pelayanan masyarakat, harus dilakukan secara kolektif dan intenstif mulai dari sistem pengumpulan kemudian dibuang ke TPA. Perencanaan sistem persampahan di wilayah Kota Batu harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1.
Perencanaan harus sudah memperhitungkan limbah sampah yang akan terjadi baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang.
2.
Harus
direncanakan
fasilitas
pembuangan
sampah
pada
tapak
yang
direncanakan. Pembuangan sampah ke TPA harus dapat segera dilakukan tanpa menimbulkan bahaya sanitasi lingkungan, dan masing-masing persil menyediakan TPS berupa tempat-tempat sampah sebagai tempat pembuangan sampah sementara. Penempatan tempat-tempat sampah tersebut harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya sanitasi lingkungan dan didesain dengan mempertimbangkan estetika lingkungan.
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-13
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
3.
Tempat pembuangan akhir (TPA) merupakan tempat pembuangan sampah terakhir kesuatu tempat yang jauh dari lingkungan tempat tinggal. Lokasi TPA untuk Kota Batu memanfaatkan tempat pengolahan TPA. Operasional pengolahan persampahan merupakan salah satu sub sistem dari
sistem pengolahan persampahan. Sub sistem operasional terdiri dari:
Sistem pewadahan,
Sistem pengumpulan,
Sistem pemindahan,
Sistem pengangkutan,
Sistem pembuangan akhir,
Bila salah satu kegiatan tersebut putus atau tidak tertangani dengan baik, maka akan timbul masalah kesehatan, genangan/banjir, pencemaran air permukaan, pencernaan air tanah, dan estetika. Oleh karena itu kelima sub-sub sistem diatas harus diupayakan berlangsung dengan lancar dan menerus dengan meniadakan segala faktor penghambat yang ada. Baik dari sub sistem organisasi dan manajemen, teknik operasional, biaya, pengaturan serta peran serta masyarakat. Rencana operasional pengelolaan persampahan di Kota Batu dapat dilihat:
SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH
Kompleks Niaga
Sekolah
Untuk rencana persampahan diarahkan pengembangan sistem pengelolaan sampah dimana TPS tidak hanya sebagai sarana pengumpulan sementara untuk
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-14
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
dibuang ke TPA, tetapi dikembangkan TPS sebagai disposal, tempat pengolahan dan pembuangan sampah. Ini sebagai alternatif untuk memperpanjang umur TPA. Di TPS sampah diolah dengan memisahkan terlebih dahulu sampah organik dengan sampah non organik dari rumah tangga. Sampah organik diolah menjadi kompos dan selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan penyubur tanaman, sampah non organik misal plastik didaur ulang sehingga meningkatkan nilai ekonomisnya. Pengelolaan sampah organik dengan metode komposting ini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya membiarkan dalam tumpukan berongga (dari bambu) atau cara Windrow, mengolah dalam drum berventilasi yang diputar setiap hari atau cara in-vessel, atau bila diinginkan pematangan kompos lebih cepat dapat diolah dengan menambahkan EM-4 yang berisi mikroba untuk membantu dekomposisi sampah organik menjadi kompos. Altenatif yang lain lagi yakni dengan membakar sampah dengan mini incenerator yang saat ini semakin banyak terdapat dipasar dan dengan beragam kapasitas disesuaikan volume timbulan di wilayah perencanaan. Rencana sistem persampahan, khususnya lokasi tempat pembuangan akhir sebaiknya terdapat diluar pusat perkotaan dan sistem pelayananya bersifat pembagian wilayah pelayanan. Rencana pengembangan lokasi TPA di Kota Batu terdapat di Desa Tlekung Kecamatan Junrejo yang memiliki luas ± 6.08 Ha. Dalam mendukung kegiatan pembuangan akhir hingga tahun 2028 maka lokasi arahan pembuangan sampah alternatif selain di Tlekung dapat dikembangkan di Desa Giripurno yakni disebrang Bendo. Rencana jaringan sampah dapat dilihat pada peta berikut:
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-15
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-16
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
2.3.2 Kebijakan Umum dan Strategi Sub Sektor Air Limbah Drainase dan sanitasi sangat erat kaitanya dengan air buangan atau limbah. Air buangan atau limbah yang terbesar dalam suatu kawasan perencanaan, berasal dari kegiatan domestik (rumah tangga). Umumnya dapat mencapai prosentase 80% dari limbah yang dihasilkan dari suatu Kota, sedangkan menggunakan sisanya adalah limbah non domestik . masyarakat Kota Batu yang berada di pusat kota, banyak menggunakan sistem on-site untuk limbah tinja dengan membangun WC di tiap-tiap rumah. Untuk limbah buangan dapur dan kamar mandi serta cuci biasanya langsung masuk kesaluran rumah masing-masing baik sungai maupun saluran pematusan. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mencemari sumber air irigasi dan sungai yang ada, karena jumlah buangan yang semakin besar seiring dengan perkembangan populasi penduduk. Rencana sistem pembuangan limbah dimaksudkan untuk memberikan pertimbangan terhadap arahan penanganan sistem pembuangan limbah di kawasan perencanaan, sehingga diperoleh suatu lingkungan yang aman dan sehat. Seperti pada umumnya, di kawasan perencanan tidak ditemukan adanya sistem pembuangan limbah, sistem pembuangan limbah semuanya menjadi satu dengan sistem pematusan yang ada dan limbah pekat/tinja diolah dalam fasilitas sanitasi yang dimiliki masing-masing penduduk adalah septik tank. Limbah cair domestik terdiri dari 2 jenis, yakni air bekas dan air kotor. Air bekas adalah buangan mandi, pencucian dan dapur yang masuk langsung ke dalam fasilitas sanitasi sumur resapan. Air kotor adalah buangan berupa limbah pekat/tinja manusia yang masuk kedalam septik tank sebelum diresapkan ke sumur resapan.
Sistem pembuangan air kotor harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. Dirancang dengan baik, meliputi penampungan dan pembuangan yang segera dari tinja manusia agar tidak menimbulkan penyebaran penyakit, kimia dan fisis. 2. Perencanaan sistem harus memperhatikan kondisi dan karakter tapak, serta harus dibuat diatas rencana letak topografi dari tapak. Produksi air limbah sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan kegiatan yang berlangsung. Dengan ansumsi 70% volume air bersih yang telah digunakan dibuang kembali dalam bentuk air limbah maka timbulan air limbah yang dihasilkan oleh setiap kegiatan adalah untuk domestik air limbah yang ditimbulkan sebanyak 70% dari kebutuhan air bersih, demikian juga untuk kegiatan non domestik limbah yang ditimbulkan adalah sebesar 70% dari kebutuhan air bersih.
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-17
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh air kotor/limbah, perlu dikembangkan penanganan sistem pembuangan air limbah. Bentuk penanganan pembuangan air limbah/kotor diwilayah Kota Batu dimasa mendatang akan dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu : a.
Air kotor dari kamar mandi, dapur, dan cucian dapat dibuang ke saluran drainase terdekat setelah melalui bak pengendapm/alat penyaring pada masing-masing rumah. Bak pengendap/alat penyaring ini diperlukan agar bahan-bahan padat kotoran (sisa-sisa makanan, pasir dan lain-lain) yang terbawa air kotor bisa tertahan di bak pengendap tersebut.
b.
Air kotor dari WC/kakus : air kotor ini disalurkan ke tangki septik, kemudian dialirkan ke sumur peresapan atau ke jaringan saluran air kotor (riool)
c.
Air kotor dari limbah kawasan perdagangan dan sejenisnya, harus disaring terlebih dahulu sebelum dibuang kesaliran drainase. Dalam satu kawasan yang sejenisnya dapat diupayakan recycling pembuangan air limbah (SPAL) dan water treatment tersendiri.
2.3.3 Kebijakan Umum dan Strategi Sub Sektor Drainase Lingkungan Perencanaan sistem drainase harus dapat memberi kontribisi pasokan air tanah/air baku, sehingga prosentase pasokan air baku dan air tanah dari wilayah Kota Batu dapat dipertahankan kontribusinya. Perencanaan sistem jaringan drainase juga harus memperhatikan kondisi lapisan tanah yang terdapat di wilayah Kota Batu, dimana mayoritas lapisan tanah yang ada adalah tanah grumosol, terutama pada Kecamatan Bumiaji, sedangkan pada kawasan pusat kota merupakan mayoritas tanah mediteran. Tindakan perencanaan sistem drainase yang akan dikembangkan di wilayah Kota Batu pada beberapa lokasi berbeda-beda berdasarkan kedalaman lapisan tanah (tanah kedap air), dan sistem drainase tanah yang ada di Kota Batu. Pada wilayah kelurahan Sisir, Kelurahan Ngaglik, Kelurahan Temas, Desa Mojorejo, Desa Dadaprejo, Desa Junrejo dan Desa Pendem dengan kelerengan datar hingga landai relatif perbandingan jumlah air yang mengalir dipermukaan tanah terhadap besarnya curah hujan relatif lambat. Aliran air dipermukaan tanah masih lambat, sehingga masih terjadi penggenangan untuk beberapa waktu. Sedangkan pada wilayah Batu yang curam, khususnya pada daerah kaki bukit yang dimanfaatkan sebagai kawasan pertanian, perbandingan relatif jumlah air yang
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-18
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
mengalir dipermukaan tanah terhadap besarnya curah hujan relatif sedang hingga cepat. Sebagian air hujan meresap kedalam tanah masih tetap basah. Di daerah ini akibat aliran air sering menimbulkan terjadi erosi tanah. Kebijakan pengembangan jairngan drainase di wilayah Kota Batu harus memperhatikan beberapa hal, yaitu : a.
Sistem jaringan drainase yang diarahkan di Kota Batu disesuaikan dengan sistem drainase tanah yang ada dan tingkat peresapan air kedalam penampangan/profil tanah, serta arah aliran memanfaatkan topografi wilayah. Sistem jaringan drainase juga diarahkan pada sungai dan kondisi lapisan tanah terhadap daya resapan yang ada di wilayah Kota Batu.
b.
Pemeliharaan kelestarian sungai-sungai melalui kegiatan normalisasi sungaisungai yang ada dan konservasi sempadan sungai.
c.
Pengembangan sistem drainase terpadu, khususnya dalam pembangunan saluran drainase kota yang buangan akhirnya akan menuju Sungai Brantas yang melintasi wilayah Kota Batu.
Untuk itu yang perlu dilakukan :
Penegasan badan sungai atau normalisasi sungai dengan memperhatikan limpasan debit air yang akan dialirkan melalui Sungai Brantas dan sungaisungai yang lain. Pada sistem pertemuan sungai yang ada di Kota Batu, besarnya
sempadan
normalisasi
dibuat
lebih
lebar
dengan
tetap
memperhatikan kondisi dasar sungai agar tidak terjadi pendangkalan, mengingat pertemuan sungai ini akan menerima limpasan debit air yang besar dari wilayah Kota Batu bagian utara dan selatan.
Perlakuan terhadap kondisi dasar sungai agar tidak mengalami pengendapan dan mengakibatkan luapan air buangan ke wilayah sekitar. Perlakuan terhadap dasar sungai untuk mengantisipasi aliran balik air buangan dari saluran akhir yang dapat menimbulkan genangan atau banjir bagi wilayah sekitar.
Pembuatan
saluran
drainase
kota
dan
normalisasi
sungai
perlu
memperhatikan besarnya debit air yang akan mengalir melalui saluran dan sungai tersebut, mengingat besarnya debit air tersebut dipengaruhi juga oleh kondisi daya serap tanah. Besarnya daya serap tanah tergantung dari kondisi geologi yang mana wilayah Kota Batu merupakan lapisan tanah Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-19
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
dengan tingkat serap yang baik sehingga air yang mengalir di permukaan akan tidak terlalu besar jumlahnya. Untuk rencana pengembangan sistem pematusan di Kota Batu di utamakan pada kawasan pusat Kota, kawasan pengembangan perumahan real estate, kawasan pengembangan pariwisata, kawasan pengembangan pusat pelayanan, jalan kolektor sekunder yang terdapat pada desa-desa pusat perkotaan. Selain itu juga pengembangan jaringan pematusan juga terdapat pada Desa Pesanggrahan Kecamatan Batu yang merupakan lokasi rawan banjir di Kota Batu. Rencana sistem drainase dapat dilihat pada peta berikut:
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-20
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-21
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
2.4
Tujuan, Sasaran dan Arahan Pentahapan Pencapaian
1.4.1 Tujuan 1.
Tersedianya sarana dan prasarana sanitasi yang berwawasan lingkungan.
2.
Memastikan pengutamaan penerapan teknologi sanitasi berbiaya rendah (low cost sanitation) dan sensistif jender.
3.
Terwujudnya pembangunan sanitasi yang partisipatif.
4.
Diterapkannya Standar Pelayanan Minimum untuk layanan sanitasi.
5.
Meningkatnya penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat secara terus menerus.
6.
Meningkatnya keterlibatan seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) dalam mengefektifkan Pola Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
1.4.2 Sasaran 1.
Penerapan SNI sepenuhnya dalam pembangunan sarana dan prasarana sanitasi pada tahun 2014
2.
Meningkatnya proporsi belanja fisik sanitasi dari 2 % hingga 5 % pada tahun 2014
3.
Meningkatnya pengetahuan seluruh stakeholder tentang pilihan (opsi) sanitasi berbiaya rendah pada tahun 2014
4.
Meningkatnya proporsi kontribusi masyarakat dalam pembangunan sanitasi dari 10 % hingga 15 % pada tahun 2014
5.
Akses sarana sanitasi meningkat 50 % dari sarana yang ada pada tahun 2014
6.
Diadopsinya Standar Pelayanan Minimum untuk layanan sanitasi pada tahun 2014
7.
Tersedianya Regulasi Sanitasi pada tahun 2014
8.
Meningkatnya upaya penegakan hukum terhadap regulasi sanitasi pada tahun 2014
9.
Mengefektifkan pemanfaatan media pilihan masyarakat dalam penyadaran berperilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2014
10. Tersedianya sarana dan prasarana promosi dan komunikasi Sadar Hidup Bersih dan Sehat pada tahun 2014 11. Meningkatnya proporsi pemberi informasi (komunikan) tentang Perilaku Hidup Bersih dan sehat dari kalangan SKPD sebesar 10% pada tahun 2014 12. Adanya kader kesehatan terlatih sebanyak 15% dari jumlah warga RT di setiap RT pada tahun 2014
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-22
KELOMPOK KERJA SANITASI PEMERINTAH KOTA BATU
13. Meningkatnya kesetaraan jender dalam pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada tahun 2014 14. Meningkatnya pertemuan kader dengan masyarakat dalam penyadaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada tahun 2014
1.4.3 Arahan Pentahapan Pencapaian Arahan pentahapan pembangunan sanitasi disesuaikan dengan arahan pentahapan
pembangunan
kota
secara
menyeluruh.
Berdasarkan
arahan
pembangunan kota maka penetapan pentahapan pembangunan sanitasi tahun 2010 – 2014 merupakan pentahapan pencapaian sasaran pembangunan secara bertahap dengan perkembangan linier yang tetap mengacu pada kebijakan pengelolaan belanja daerah dengan menitik beratkan alokasi pada bidang-bidang urusan wajib dan urusan pilihan yang sesuai dengan prioritas pembangunan daerah. Pencapaian sasaran pembangunan setiap tahun mengalami kenaikan secara bertahap atau merata sepanjang tahun dengan tetap memperhatikan kinerja sektor sanitasi pemerintah kota.
Strategi Sanitasi Kota (SSK) Batu
II-23