BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri Wilayah Khusus dan Desa Tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan (PTO PNPM Mandiri Perdesaan, 2009). Dalam perjalanannya, PNPM Mandiri mengalami beberapa perubahan kebijakan yang berimplikasi pada perubahan Program. Pada tahun 2014 PNPM Mandiri terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM Mandiri Infrastruktur Perdesaan, dan PNPM Mandiri Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (Buku Daftar Lokasi dan Alokasi PNPM Mandiri, 2014). PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan di 34 Provinsi, 392 kabupaten dan 5.300 kecamatan di Indonesia (Buku Daftar Lokasi dan Alokasi PNPM Mandiri, 2014). Khusus di Daerah Istimewa Yogyakarta, PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan di 4 kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunungkidul serta mencakup 36 kecamatan. Jenis-jenis kegiatan yang dibiayai melalui BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebagai berikut.
1
2
1. Kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana sarana dasar yang dapat memberikan manfaat langsung secara ekonomi bagi Rumah Tangga Miskin (RTM). 2. Kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk kegiatan pelatihan pengembangan keterampilan masyarakat (pendidikan nonformal). 3. Kegiatan peningkatan kapasitas/keterampilan kelompok usaha ekonomi terutama bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumber daya lokal (tidak termasuk penambahan modal). 4. Penambahan permodalan simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP). Secara umum tujuan pembangunan prasarana dan sarana adalah pengembangan
kemandirian
masyarakat
melalui
peningkatan
kapasitas
masyarakat dan kelembagaan dalam penyelenggaran pembangunan desa dan atau antardesa, serta peningkatan penyedia prasarana dan sarana sosial ekonomi sesuai kebutuhan masyarakat sebagai bagian dari upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan (PTO PNPM Mandiri Perdesaan, 2009). Pembangunan prasarana di wilayah pedesaan mempunyai dampak langsung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara berkesinambungan. Prasarana yang dibangun harus dapat dimanfaatkan sampai masa yang panjang, untuk itu diperlukan upaya pemanfaatan dan pemeliharaan. Bila prasarana yang dibangun tidak memberikan manfaat jangka panjang akibat lemahnya pengelolaan, akan berakibat pada tidak tercapainya harapan masyarakat dan tujuan program. Salah satu kegiatan penting dari seluruh proses PNPM Mandiri Perdesaan, khususnya pada pendekatan
3
pelaksanaan kegiatan ini adalah kegiatan pemanfaatan dan pemeliharaan yang dilakukan melalui inisiatif dan kesadaran masyarakat. Lokasi program untuk PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten Sleman pada tahun 2014 adalah di Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Prambanan. Cangkringan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Cangkringan berada di sebelah Timur Laut dari Ibukota Kabupaten Sleman. Jarak ibukota kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota) Kabupaten Sleman adalah 25 Km. Lokasi ibu kota kecamatan Cangkringan berada di 7.66406‘ LS dan 110.46143‘ BT (Pemerintah Kabupaten Sleman, 2014). Sarana prasarana air bersih di Kecamatan Cangkringan khusus yang didanai oleh PNPM Mandiri Perdesaan terdapat di tiga desa, yaitu Wukirsari, Umbulharjo, dan Kepuharjo. Sarana prasarana air bersih yang selesai dibangun oleh PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Cangkringan mempunyai kemungkinan jangka waktu pemanfaatan yang terbatas (kurang dari umur yang direncanakan). Hal ini disebabkan karena belum adanya aturan baku manajemen pemeliharaan aset sarana prasarana khususnya air bersih, sehingga masyarakat penerima manfaat hanya memanfaatkan saja aset sarana prasarana air bersih yang terbangun sampai umur ekonomisnya habis tanpa ada pemeliharaan yang efektif. Pemeliharaan yang mencakup aktifitas direncanakan (planned) dan tidak direncanakan (unplanned) melindungi aset dalam kondisi yang diharapkan serta dengan maksud sebagaimana diharapkan (Varnier dalam Murwantara, 2009). Menginjak tahun 2015 ini PNPM Mandiri Perdesaan dihadapkan pada keberlanjutan program, di mana hal ini akan berdampak langsung terhadap
4
pengelolaan pemeliharaan aset sarana prasarana yang terbangun khususnya sarana dan
prasarana
air
bersih.
Oleh
karena
itu
perlu
adanya
ketegasan,
penanggungjawab, dan rencana pengelolaan pemeliharaan prasarana yang baik sesuai kebutuhan terhadap sarana dan prasarana air bersih yang telah dibangun. 1.1.1 Pembatasan masalah Berdasarkan latar belakang masalah, penelitian dibatasi pada aspek manajemen pemeliharaan sarana dan prasarana air bersih PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Cangkringan. Penelitian dilakukan dengan cara mengukur faktor-faktor yang memengaruhi pemeliharaan aset sarana dan prasarana air bersih yang terbangun pada PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Cangkringan dan prioritas pemeliharaan sarana dan prasarana air bersih. 1.1.2 Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang mendasari dilakukan penelitian ini adalah belum diperhatikannya faktor-faktor yang memengaruhi pemeliharaan aset sarana dan prasarana air bersih PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang ada maka dapat ditetapkan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
5
1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pemeliharaan aset sarana dan prasarana air bersih PNPM Mandiri Perdesaaan DIY di Kecamatan Cangkringan. 2. Menentukan prioritas jenis pemeliharaan aset sarana dan prasarana air bersih PNPM Mandiri Perdesaan DIY di Kecamatan Cangkringan. 1.2.2 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti, sebagai berikut. 1.
Bagi pemerintah, sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pemeliharaan aset sarana prasarana dasar terbangun PNPM Mandiri Perdesaan khususnya sarana dan prasarana air bersih di Kecamatan Cangkringan dan cakupan wilayah PNPM Mandiri Perdesaan yang lain.
2.
Bagi praktisi, sebagai bahan informasi dalam menentukan strategi pemeliharaan aset.
3.
Bagi akademisi, sebagai landasan atau bahan informasi untuk penelitianpenelitian serupa di masa yang akan datang dan diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan ilmu pengetahuan
4.
Bagi penulis, sebagai ilmu untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya di bidang pemeliharaan aset berbasis pemberdayaan masyarakat, serta sebagai salah satu syarat bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahannya.
6
1.3 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pemeliharan aset sarana dan prasarana dasar terbangun PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Cangkringan khususnya sarana dan prasarana air bersih sepengetahuan peneliti sampai saat ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian tentang pemeliharaan aset dengan menitikberatkan pada faktor-faktor yang memengaruhi pemeliharaan aset dan prioritas dalam pemeliharaan aset, secara umum diklasifikasikan ke dalam pembuatan keputusan pemeliharaan (maintenance decision making) dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP), atau dengan menggunakan metode yang berbeda dan dilakukan di tempat lain. Fazlollahtabar dan Yousefpoor (2008) dalam penelitiannya menggunakan kriteria-kriteria keamanan (safety), nilai tambah (added-value), biaya (cost) dan kelayakan (feasibility). Alternatif-altematif pemeliharaan yang dipakai adalah korektif (corrective maintenance), time-based preventive maintenance, conditionbased maintenance, dan pemeliharaan prediktif (predictive maintenance) sebagai strategi pemeliharaan yang optimal pada lingkungan pembelajaran virtual. Hastutiputri (2008) menentukan bobot kriteria dalam menentukan prioritas obyek wisata kegiatan pemeliharaan dan pelestarian dengan menerapkan metode Analytic Hierarchy process (AHP). Berdasarkan identifikasi terhadap kriteria didapatkan 3 kriteria utama, yaitu kriteria potensi maintenance operations, potensi pengembangan kawasan, dan kenyamanan wisatawan. Hasilnya menunjukkan bahwa bobot kriteria yang paling tinggi adalah kriteria kenyamanan wisatawan sebesar 39,35, yang kedua adalah kriteria potensi maintenance operations sebesar
7
31,54, dan yang terendah adalah kriteria potensi pengembangan kawasan sebesar 28,51. Rochim dan Prajitno (2007) melakukan penelitian tentang prioritas penanganan jalan di wilayah Balai Pemeliharaan Jalan Mojokerto dengan menggunakan Analytic Hierarchy process (AHP). Penerapan AHP yaitu menentukan urutan prioritas/peringkat ruas-ruas jalan yang akan ditangani. Kriteria yang memperoleh intensitas pentingnya/prioritas paling tinggi adalah “kerusakan pada perkerasan jalan” yaitu 56 persen. Hal ini didukung dengan subkriteria crack/retak-retak (19 persen) dan deformasi/lubang-lubang (32 persen) yang mana bila kedua subkriteria tersebut terjadi maka ruas jalan tersebut harus mendapat penanganan segera. Kriteria “perilaku lalu lintas” bobot tingkat pentingnya adalah pada posisi kedua yaitu 24 persen, karena terdapat subkriteria derajad kejenuhan (14 persen). Kriteria “kerusakan pada samping jalan” dan “ publik komplain” walaupun ada sedikit pengaruh, dianggap kurang penting terhadap penyebab penanganan jalan sehingga mendapatkan bobot 14 persen dan 6 persen. Hidayatullah, dkk. (2009) melakukan penelitian tentang analisis urutan penentuan prioritas pemeliharaan jalan di Kota Bima dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan tujuan untuk menganalisis dan mendapatkan urutan prioritas pemeliharaan jalan di Kota Bima dengan menggunakan berbagai kriteria. Hasil analisis dengan metode AHP didapatkan urutan prioritas pemeliharaan jalan di Kota Bima berdasarkan nilai bobot tertinggi sampai dengan bobot terendah adalah ruas Jalan Bandeng dengan bobot sebesar
8
0,0779 merupakan prioritas pertama karena memiliki nilai bobot tertinggi. Prioritas selanjutnya adalah ruas jalan komplek Terminal Dara dengan bobot 0,0605, ruas Jalan Terminal Dara-Pasar Raya dengan bobot 0,0566, ruas Jalan Mujair dengan bobot 0,0447, ruas Jalan Rite-Ntobo dengan bobot 0,0407, dan urutan terakhir adalah ruas Jalan Uswatun Hasanah dengan bobot 0,0025. Sukarno (2009) melakukan penelitian tentang analisis pemeliharaan aset pusat penelitiaan biologi studi pada museum Zoologi Bogor dengan menerapkan Analytic Hierarchy process (AHP). Penerapan AHP, yaitu untuk menentukan bobot alternatif yang paling tinggi untuk teknik pemeliharaan yang tepat yaitu alternatif
pemeliharaan
perbaikan
dan
untuk
manajemen
administrasi
pemeliharaan yang baik yaitu alternatif SDM yang professional. Arunraj dan Maiti (2010) melakukan penelitian di pabrik kimia di India Timur dengan Analytic Hierarchy process (AHP) dan goal programming yaitu menentukan bobot peralatan yang berisiko tinggi dan peralatan berisiko rendah dengan penerapan berbasis risiko maupun pemeliharaan berbasis biaya. Hasil penelitian yang didapatkan adalah condition based maintenance tepat untuk digunakan pada peralatan yang berisiko tinggi dan corrective maintenance tepat untuk diterapkan pada peralatan berisiko rendah. Sahin dan Mohamed (2013) mengaplikasikan Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan kebijakan yang efektif untuk mengurangi dampak yang merusak dari naiknya permukaan air laut dan badai di kota pesisir di Australia dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi alternatif pilihan adaptasi dari para pemangku kepentingan (politisi, ahli dan masyarakat setempat). Efektivitas
9
dan keberlanjutan adalah kriteria prioritas tertinggi. Bagi politisi dan warga prioritas tertinggi adalah meningkatkan desain bangunan, sedangkan bagi ahli prioritas utama adalah meningkatkan kesadaran masyarakat. Dibandingkan dengan penelitian terdahulu terdapat kesamaan dalam menganalisis pemeliharaan aset. Adapun perbedaaannya adalah sebagai berikut. 1. Aspek lokasi yang diteliti. Lokasi yang diteliti sangat berbeda dengan penelitian terdahulu. 2. Objek penelitian. Objek penelitian ini adalah aset sarana dan prasarana dasar air bersih PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, sedangkan penelitian Fazlollahtabar dan Yousefpoor (2008) tentang strategi pemeliharaan yang optimal pada lingkungan pembelajaran virtual, Hastutiputri (2008) menentukan bobot kriteria dalam menentukan prioritas obyek wisata kegiatan pemeliharaan dan pelestarian. Rochim dan Prajitno (2007), Hidayatullah, dkk (2009) tentang urutan penentuan prioritas
pemeliharaan jalan,
Sukarno
(2009) meneiliti tentang aset bangunan pada sebuah museum. Arunraj dan Maiti (2010) meneliti mengenai penentuan bobot peralatan yang berisiko tinggi dan peralatan berisiko rendah dengan penerapan berbasis risiko maupun pemeliharaan berbasis biaya pada pabrik kimia di India timur. Sahin dan Mohamed (2013), penelitian dilakukan untuk menentukan kebijakan yang efektif untuk mengurangi dampak yang merusak dari naiknya permukaan air laut dan badai di kota pesisir di Australia dengan metode AHP.
10
3. Penentuan kriteria alternatif. Penentuan dilakukan dengan metode Focus Group Decission (FGD) dan wawancara dengan orang yang ahli di bidang pengelolaan dan pemeliharaan aset sarana dan prasarana dasar PNPM Mandiri Perdesaan khususnya air bersih. Berbagai penelitian tentang pembuatan keputusan pemeliharaan dalam manajemen pemeliharaan aset telah dilakukan. Dapat diketahui bahwa metode Analitic Hierarchy Process (AHP) sering dipakai untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi pemeliharaan aset dan penentuan prioritas pemeliharaan aset. Penggunaan Analitic Hierarchy Process (AHP) dapat dikombinasikan dengan metode yang lain. 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini terbagi dalam 4 bab, dengan sistematika penulisan Bab I Pengantar berisikan uraian tentang Latar Belakang, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, memuat hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini serta landasan teori yang berisikan referensi yang diperlukan sebagai landasan dalam menjawab masalah penelitian termasuk uraian singkat tentang alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analytic Hierarchy Process (AHP), TOPSIS, dan VIKOR, Bab III Analisis Data dan Pembahasan berisikan uraian tentang metode penelitian, model penelitian, data penelitian yang dipakai, variabel penelitian, definisi operasional dan hubungan antar variabel. Dibahas juga tentang metode
11
pengumpulan data yang terdiri tiga metode yaitu Focus Group Discussion, wawancara dan pengisian kuesioner, serta uraian tentang penentuan sampel, jalan penelitian, dan kendala penelitian. Pada bab ini juga dibahas tentang cara menganalisa data, hasil analisis dan pembahasan. Bab IV memuat kesimpulan dari penelitian yang ingin dicapai oleh tujuan penelitian pada bab pengantar serta disampaikan pula saran saran yang berupa implikasi kebijakan yang dapat dioperasionalkan berdasarkan kesimpulan-kesimpulan penelitian ini.