BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesehatan sangat penting bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan, daya saing bangsa dan pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan sebagai upaya pembangunan nasional diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Salah satu tanaman industri di Indonesia yang sangat membantu perekonomian rakyat dan penghasil devisa negara adalah tembakau, yang merupakan bahan baku industri rokok. Hal itu dapat dilihat dari pemasukan pendapatan negara dari sektor industri rokok yang telah dilaporkan sebesar Rp. 27 triliun per tahun yang merupakan hasil dari pembelian pita cukai rokok oleh industri rokok, dimana seluruh Indonesia tercatat sekitar 720 pabrik rokok. Cukup dilematis saat diketahui bahwa rokok dapat
1
membahayakan kesehatan masyarakat, sementara pemerintah belum bisa mengalihkan ketergantungannya kepada sektor ekonomi lain.1 Merokok adalah salah satu kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat, merokok dilihat dari sudut pandang manapun sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang sekelilingnya. Perilaku merokok dapat dilihat dari sisi individu yang bersangkutan maupun dilihat dari sisi kesehatan. Pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti Nikotin, karbonmonoksida (CO) dan Tar, dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, kanker, stroke, kanker kulit, diabetes, gigi keropos dan tekanan darah tinggi, dalam kehidupan sehari-hari sering kali ditemukan orang merokok dimana-mana baik di kantor, di pasar, di tempat-tempat umum lainya bahkan di
kalangan rumah tangga
sendiri.2 Menurut estimasi World Health Organization (WHO), jumlah perokok di dunia diperkirakan sebanyak 1,1 miliar dan sepertiganya berumur 15 tahun. Sedangkan di Indonesia, dari hasil survei tahun 1998 di 14 propinsi, terdapat sekitar 60% penduduk usia 10 tahun ke atas termasuk golongan perokok. Kecenderungan peningkatan jumlah perokok terutama kelompok
1
Dani Ali Kusuma, Sudarminto S. Yuwono dan Siti Narsito Wulan, 2004, “Studi Kadar Nikotin dan Tar Sembilan Merk Rokok Kretek Filter yang Beredar di Wilayah Kabupaten Nganjuk”, Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Vol. 5 No. 3, hlm. 151. 2 Hardinge dan Shryock, 2001, Mengapa Remaja Merokok, Aditya Media, Yogyakarta, hlm. 295296.
2
anak/remaja disebabkan oleh gencarnya iklan dan promosi rokok di media massa.3 Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.Tidak terkecuali jumlah perokok usia muda. Berdasarkan data terakhir Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 10 tahun ke atas berjumlah 58.750.592 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 56.860.457 perokok laki-laki dan 1.890.135 perokok perempuan. Hasil penelitian menunjukkan, setiap hari ada 616.881.205 batang di Indonesia atau 225.161.640.007 batang rokok dibakar setiap tahunnya. Jika harga 1 batang rokok Rp 1.000, maka uang yang dikeluarkan lebih dari 225 trilyun Rupiah.4 Berdasarkan kesepakatan dari negara-negara anggota WHO untuk regulasi pengendalian masalah rokok di dunia internasional, maka dibuatlah suatu instrumen yang diberi nama Framework Convention In Tobacco Control (FCTC), yang diadopsi oleh seluruh negara anggota WHO berjumlah 192 negara dan dalam sidang World Health Assembly pada bulan Mei 2003. FCTC adalah suatu instrumen kesehatan bagi masyarakat global bagi pengendalian tembakau ditingkat nasional untuk menekan kematian dan penyakit yang berhubungan dengan penggunaan tembakau. Saat ini FTFC telah berlaku sebagai traktat internasional.5 Indonesia merupakan salah satu dari 20 negara yang belum meratifikasi FCTC hingga saat ini.
3
Menurut Syahban, dalam Dani Ali Kusuma, Sudarminto S. Yuwono dan Siti Narsito Wulan, Op.cit, hlm. 152. 4 Dian Maharani, 2015, “Jumlah Perokok Indonesia, 10 Kali Lipat Penduduk Singapura”, http://health.kompas.com, diakses 17 November 2015. 5 A. Achadi, 2007, “Regulasi Pengendalian Masalah Rokok”, Seminar Update of Tobacco Control Research in Indonesia, Yogyakarta.
3
Undang-undang
Nomor
36
Tahun
2009
Tentang Kesehatan
mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk mengatur penetapan Kawasan Tanpa Rokok. Pengaturan ini bertujuan untuk mencegah dan mengatasi dampak buruk dari asap rokok. Pasal 115 Ayat (2) menentukan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Kawasan tanpa rokok, mencakup: fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Konsep dari peraturan ini adalah melarang kegiatan merokok, iklan rokok dan penjualan rokok di kawasan tanpa rokok yang telah diuraikan sebelumnya kecuali di tempat umum, masih diperbolehkan transaksi jual beli rokok. Kawasan Tanpa Rokok merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu,
masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan non
pemerintah untuk melindungi hak-hak generasi sekarang maupun yang akan datang atas bersama
kesehatan
dari
lintas
diri dan lingkungan hidup yang sehat. Komitmen sektor
dan
berbagai
elemen
akan
sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan kawasan tanpa rokok.6 Provinsi Nusa Tenggara Barat khususnya Pulau Lombok merupakan pensuplai rata-rata 80% produk tembakau Virginia nasional setiap tahun. Menurut catatan Dinas Perkebunan Provinsi NTB (2012), di Pulau Lombok, komoditas tembakau dapat menyerap sekitar 124.000 tenaga kerja pedesaan
6
Penjelasan umum Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.
4
setiap tahun dengan potensi perputaran uang pada musim tembakau mencapai Rp 1,5 Trilliun.7
Tabel 1 Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Kebiasaan Merokok dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Riskesdas 2007
Sumber: Hasil Riset Kesehatan Dasar Nusa Tenggara Barat Tahun 2007, (2008:15).
Tabel 1 diatas merupakan sebaran penduduk umur 10 tahun ke atas menurut kebiasaan merokok tiap kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Barat.
7
Muhammad Nurjihadi, 2013, “Mencari Solusi Ditengah Kontroversi Tembakau: Belajar Dari Perkembangan Agribisnis Tembakau di Pulau Lombok”, http://jihadnp34.blogspot.co.id, Diakses 19 November 2015.
5
Tabel 2 Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Kebiasaan Merokok dan Karakteristik Responden di Provinsi Provinsi Nusa Tenggara Barat, Riskesdas 2007
Sumber: Hasil Riset Kesehatan Dasar Nusa Tenggara Barat Tahun 2007, (2008:16).
Tabel 2 diatas merupakan sebaran penduduk umur 10 tahun ke atas menurut karakteristik responden, yang terdiri dari umur, Jenis Kelamin, pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal dan pengeluaran per kapita di Provinsi
6
NTB lebih dari separoh penduduknya tidak merokok, yang terdiri dari mantan perokok 1,9% dan bukan perokok 68%. Proporsi penduduk di atas 10 tahun yang merokok tiap hari di Provinsi NTB rerata 25,2%, tertinggi ada di Kabupaten Sumbawa (27,7%) dan Lombok Tengah (27,5%), sedangkan yang terendah di Kota Bima (20,9%). Proporsi tertinggi penduduk tidak merokok ada di Kota Bima (75,4%) dan yang terendah ada di Kabupaten Lombok Tengah (66,8%).8 Mendukung program kawasan tanpa rokok pemerintah daerah melalui Gubernur Nusa Tenggara Barat, membentuk Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, seperti yang tertuang dalam Pasal 4 Ayat f bahwa salahsatu kawasan tanpa rokok adalah tempat kerja. Gubernur sebagai kepala daerah sekaligus menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan
produk-produk
hukum
daerah,
memiliki
tugas
dan
tanggungjawab terhadap jalannya roda organisasi pemerintahan untuk mendukung pelaksanaan program-program pemerintah daerah. Terkait hal tersebut dibutuhkan dukungan dan kerjasama seluruh elemen terkait, terutama perangkat-perangkat dibawahnya yang terdiri dari unsur-unsur staf sampai pejabat eselon tertinggi. Dalam hal ini Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) secara teknis melaksanakan dan menjabarkan kebijakan yang diambil oleh kepala daerah memiliki area dan tempat kerja masing-masing serta perangkat tersendiri untuk kenyamanan dalam menjalankan tugas-tugas kepemerintahan. Tempat kerja di SKPD memiliki ruang untuk aktifitas kerja, 8
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nusa Tenggara Barat Tahun 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Desember 2008, hlm. 115.
7
yang diharapkan tempat dan ruang yang dimaksud memberikan kenyamanan, bebas dari polusi dan asap rokok, karena selama ini sudah menjadi tradisi bahwa masing-masing tempat kerja tersebut orang berangggapan bahwa merokok adalah hal biasa tanpa memikirkan pegawai-pegawai lain yang tidak merokok. Dibutuhkan regulasi untuk mengatur kawasan tanpa rokok di tempat kerja masing-masing institusi pemerintah. Pelaksanaan Perda Provinsi NTB Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok memiliki arti sama dengan penegakkan hukum, dimana regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah daerah adalah Gubernur beserta perangkat daerah di level Provinsi
(Pasal 1 Perda Provinsi NTB Nomor 3 Tahun 2014), menurut
Soerjono Soekanto, unsur-unsur penegakkan hukum terdiri dari9: 1. 2. 3. 4.
Faktor regulasi (Perda itu sendiri); Faktor hukum (pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum); Faktor masyarakat (lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan); Faktor kebudayaan (sebagai hasil karya, cita dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup). Pengembangan kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud Perda
ini, salah satu tujuannya untuk meningkatkan produktivitas kerja yang optimal serta mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok. Berdasarkan tujuan ini diharapkan ada peran aktif dari setiap pelaku dalam SKPD khususnya perkantoran pemerintah terkait bidang kesehatan. 9
Soerjono Soekanto, 2003, Faktor-Faktor Penegakkan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 13.
8
Jumlah
institusi
pemerintah
berdasarkan
Struktur
Organisasi
Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat sejumlah SKPD atau Badan yang terdiri dari : 1) 5 (lima) staf ahli; 2) 3 (tiga) unsur asisten; 3) 5 (lima) unsur Setwan; 4) 16 (enam belas) unsur dinas; 5) 16 (enam belas) unsur lembaga teknis; 6) Unsur UPTD Provinsi sejumlah 73 dari 22 SKPD, sedangkan institusi terkait bidang kesehatan yaitu Dinas Kesehatan Provinsi NTB dan RSUD Provinsi NTB.10 Instansi pemerintah (Perkantoran Pemerintah), terkait bidang kesehatan sebagai leading sector dalam pelaksanaan penyusunan Perda Provinsi NTB Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, terdiri dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB dan Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Pada Perda ini dalam salah satu klausulnya sudah diuraikan mengenai sasaran yang hendak dicapai dalam pelaksanaan regulasi tersebut khususnya ditempat kerja, meliputi: 1) Pimpinana/Penanggung jawab/Pengelolah sarana penunjang ditempat kerja (kantin, toko dan perusahaan); 2) Staf/pegawai/karyawan; 3) Tamu. Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bagaimana langkah-langkah pengembangan kawasan tanpa rokok ditempat kerja Perkantoran pemerintah. Undang-undang ini perlu penjabaran teknis dalam bentuk regulasi yang lebih detail dalam bentuk Perda baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pemerintah Provinsi NTB telah menetapkan pada Mei 2014, Perda Provinsi NTB Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Perda ini seharusnya memuat acuan-acuan 10
Administrator, 2014, “Struktur Organisasi Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat”, http://www.ntbprov.go.id, Diakses 19 November 2015.
9
yang diatur oleh, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 khususnya Pasal 115 ayat (2), mekanisme atau prosedur penyelengaraan Kawasan Tanpa Rokok pada tempat kerja perkantoran pemerintah yang sesuai dengan regulasi diatasnya. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan Perda Nomor 3 Tahun 2014 khususnya Pasal 4 huruf f dan Pasal 10 huruf a, perkantoran pemerintah terkait bidang kesehatan. Mengacu kepada uraian diatas, maka setiap perkantoran pemerintah khususnya terkait bidang kesehatan sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah, dimana Dinas Kesehatan Provinsi dan Rumah Sakit Umum Provinsi sebagai leading sector dalam menerapkana Kawasan Tanpa Rokok seperti diamanatkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 dan Perda Provinsi NTB Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok untuk dijadikan sebagai panutan. Berdasarkan latar belakang diatas penulistertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf f dan Pasal 10 huruf a ditempat kerjapada perkantoran pemerintah terkait bidang kesehatan?
10
2.
Bagaimanakah kendala dan upaya yang dilakukan oleh perkantoran pemerintah terkait bidang kesehatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh mengenai: 1.
Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf f dan Pasal 10 huruf a ditempat kerja pada perkantoran pemerintah terkait bidang kesehatan.
2.
Kendala dan upaya yang dilakukan oleh perkantoran pemerintah terkait bidang kesehatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.
D. Keaslian Penelitian Sepanjang sepengetahuan penulis, baik melalui penelusuran di perpustakaan Hukum dan Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada, media internet dan sumber lainnya belum pernah dilakukan, namun ada beberapa penelitian sejenis dengan objek yang hampir sama tetapi berbeda fokus penelitian, yaitu sebagai berikut :
11
1.
Penelitian tesis dengan judul “Evaluasi Proses Penerapan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Padang Panjang Sumatra Barat”, ditulis oleh Abd. Gafar mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011. Penulisan tesis ini mengambil permasalahan mengenai peran tokoh masyarakat dalam proses pembuatan Perda. Hasil penelitian menunjukkan pembuatan kebijakan adanya kesepahaman antara pejabat eksekutif dan legislatitif, adanya dukungan dari tokoh masyarakat dalam penerapan Perda. Penelitian ini mengkaji proses pembentukan kebijakan yang dilakukan antara anggota
Dewan
Perwakilan Daerah Kota Padang Panjang, pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang dengan tokoh adat di Kota Padang Panjang, dan lokasi penelitian berada di Kota Padang Panjang Provinsi Sumatra Barat.11 Sedangkan penelitian yang akan dilakukan saat ini oleh penulis yakni mengkaji bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 10 huruf a pada perkantoran pemerintah serta bagaimana kendala dan upaya yang dilakukan instansi pemerintah dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja Pada Institusi Pemerintah. 2.
Penelitian tesis dengan judul “Efektivitas Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Taha Saifudin Kabupaten
11
Abd. Gafar, 2011, “Evaluasi Proses Penerapan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Kota Padang Panjang Provinsi Sumatra Barat”, Tesis, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
12
Tebo Provinsi Jambi”, ditulis oleh Apriwal mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada tahun 2009. Penulisan tesis ini mengambil permasalahan mengenai cara menimbulkan kesadaran bahaya merokok bagi petugas kesehatan di Rumah Sakit. Hasil penelitan menunjukkan kebijakan kawasan tanpa rokok menggunakan media promosi dan SK Direktur memberikan pengaruh positif pada kesadaran perilaku merokok petugas kesehatan di rumah sakit. Subyek penelitan ini adalah dokter dan perawat yang berkerja di rumah sakit dan Direktur rumah sakit, lokasi penelitian berada di Kabupaten Tebo Provinsi Jambi.12 Penelitian yang dilakukan oleh penulis yakni mengkaji bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 10 huruf a pada perkantoran pemerintah serta bagaimana kendala dan upaya yang dilakukan instansi pemerintah dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja Pada Institusi Pemerintah. 3.
Penelitian tesis dengan judul “Implementasi Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 487/SK-Bup/HK/2010 Tentang Kawasan Tanpa Rokok”, ditulis oleh Ferry Fadzlul Rahman mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015. Lokasi penelitian dilaksanakan di Puskesmas Rapak Mahang,
12
Apriwal, 2009, “Efektifitas Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Rumah Sakit Sultan Taha Saifudin Kabupaten Tebo Provinsi Jambi”, Tesis, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
13
Puskesmas Loa Duri dan Puskesmas Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Hasil
penelitiannya
menyimpulkan
bahwa
kendala
Implementasi Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 487/SkBup/Hk/2010 tentang Kawasan Tanpa Rokok adalah tidak terdapatnya satuan pengawasan anti-rokok, keterbatasan fasilitas gedung tidak memiliki tempat khusus untuk merokok dan budaya setempat.13 Perbedaan dengan yang dilakukan oleh penulis yakni mengkaji bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 10 huruf a pada perkantoran pemerintah serta bagaimana kendala dan upaya yang dilakukan instansi pemerintah dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja Pada Institusi Pemerintah.
E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat pada penelitian ini dibedakan atas dua (2) yaitu: 1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan bagi ilmu hukum pada umumnya dan khususnya pada ilmu hukum kesehatan dan kesehatan masyarakat.
13
Ferry Fadzlul Rahman, 2015, “Implementasi Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 487/SK-Bup/HK/2010 Tentang Kawasan Tanpa Rokok”, Tesis, Program Studi Pascasarjana, Magister Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
14
2.
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi: a.
Program Studi Magister Hukum Kesehatan Pemenuhan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir pada Magister Hukum Kesehatan
b.
Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan stakeholders terkait sebagai bahan masukan untuk mengetahui Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja Pada Institusi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat juga bahan masukan guna mengefektifkan
penerapan
Peraturan
Daerah
Provinsi
Nusa
Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.
15