BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia, seperti yang termuat di dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa : “Kesehatan merupakan hak asasi manusia salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Kesehatan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang, pangan, dan papan. Dalam menunjang kualitas kesehatan manusia salah satunya dengan pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas, agar dapat terselenggara hal tersebut dengan cara pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan dan kualifikasi minimum. Dalam peningkatan pelayanan kesehatan salah satu yang memiliki peran penting yaitu tenaga kesehatan, berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undangundang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
2
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan dibagi menjadi beberapa kelompok, salah satunya berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yaitu tenaga kebidanan, selanjutnya dijelasakan dalam Pasal 11 ayat (5) menyebutkan Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah bidan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Pasal 1 ayat (1) Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang terregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-udangan. Sementara itu yang dimaksud dengan bidan desa merupakan bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi satu atau dua desa yang dalam melaksanakan tugas pelayanan medik baik di dalam maupun di luar jam kerjanya bertanggung jawab langsung kepada kepala Puskesmas dan bekerja sama dengan perangkat desa dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak.1 Jumlah bidan yang berada di Kabupaten Bantul sebanyak 199 orang, yang dengan kualifikasi
1
http://www.profesibidan.com/2015/04/bidan-desa.html?m=1 diakses tanggal 3 Januari 2017 Pukul 13:48 WIB
3
pendidikan yang berbeda-beda D4 Bidan berjumlah 22 orang, D3 Bidan berjumlah 125 orang, dan D1 Bidan berjumlah 52 orang.2 Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang memiliki peranan cukup penting dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi (AKB). Masyarakat yang berdomisi di daerah pedesaan lebih cenderung menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan Puskesmas, hal ini karena rata-rata masyarakat desa hidup dengan ekonomi menengah kebawah dan akses ke rumah sakit sangat jauh. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, dalam menjalankan praktik bidan berwenang untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu, kesehatan anak, kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Pelayanan kesehatan ibu tersebut meliputi pelayanan konseling masa pra hamil, pelayanan antenatal pada kehamilan normal, pelayanan persalinan normal, pelayanan ibu nifas normal, pelayanan ibu menyusui, dan pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan. Hak atas pelayanan dan perlindungan bagi Ibu dan Bayi di Indonesia merupakan hak dasar yang terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, seperti yang termuat dalam Pasal 28 huruf H yaitu “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tingal, dan mendapatkan
2
Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2015
4
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Selanjutnya Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan “Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Berdasarkan laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) mencatat rentang AKI tahun 2007 yaitu 228 kematian (132-323) per 100 ribu kelahiran hidup. Tetapi lima tahun kemudian atau 2012, AKI meningkat yaitu 359 (239-478) per 100.000 kelahiran hidup.3 Sementara itu untuk Kabupaten Bantul berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2015 angka kematian ibu sebanyak 11 kematian atau sebesar 87,5 per 100.000 kelahiran hidup, menurun secara signifikan dibanding tahun 2014 sebanyak 14 kasus kematian ibu atau sebesar 104,7 per 100.000 kelahiran hidup. Pencapaian angka kematian ibu ini belum mencapai target Kabupaten Bantul sebesar 70/100.000 KH.4 Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang menduduki posisi pertama kematian ibu di Provinsi DI Yogyakarta dengan 11 kasus kematian dari 9.835 ibu hamil, menyusul di posisi kedua yakni Kabupaten Gunungkidul dengan 7 kasus dari 6.215 ibu hamil, Kota Yogyakarta terdapat 5 kasus dari 3.163 ibu hamil, sementara Kabupaten Sleman terdapat
3
http://pkbi.or.id/kematian-ibu-melahirkan-terus-meningkat/, diakses pada tanggal 28 Februari 2016 Pukul 14:23 WIB 4 Laporan Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tahun 2015
5
4 kasus dari 11.627 ibu hamil, dan di posisi terakhir Kabupaten Kulonprogo dengan jumlah kasus kematian ada 2 dari 3.946 ibu hamil.5 Masih tingginya angka kematian ibu dan bayi saat melahirkan bisa disebabkan karena kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan di desa tersebut dan juga minimnya pengetahuan tentang kesehatan ibu hamil dari masyarakat desa tersebut. Untuk mengurangi besarnya angka kematian ibu dan bayi pada saat proses persalinan maupun ketika sedang hamil harus terjaminnya akses ibu terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi. Bidan
dalam
melaksanakan
dan
menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Kesahatan bahwa “Tenaga kesehatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional”. Hal-hal tersebut merupakan sebagai acuan Bidan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat baik dari aspek input, process dan output. Sehingga
5
dalam
melaksanakan
tugasnya
bidan
tidak
hanya
http://jogja.tribunnews.com/2015/12/23/angka-kematian-ibu-hamil-di-diy-meningkat-di-akhirtahun?page=2, diakses pada tanggal 15 Oktober 2016 Pukul 19:01 WIB
6
bertanggungjawab kepada masyarakat namun juga kepada organisasi profesi dan harus berdasarkan kode etik bidan. Bidan dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga kesehatan terjadi suatu hubungan hukum berupa perjanjian pelayanan kesehatan atau perjanjian terapeutik antara pihak yang memberikan pelayanan kesehatan dalam hal ini bidan dengan penerima pelayanan kesehatan yaitu pasien. Perjanjian terapeutik menjadi landasan hubungan hak dasar antara tenaga kesehatan dengan pasien, maka dari itu pasien berhak mengetahui masalah kesehatan dan pelayanan yang dibutuhkannya. Hak dan kewajiban bagi para pihak dalam perjanjian terapeutik mucul atas kesepakatan bersama untuk mengikatkan diri dalam suatu perjanjian yang berdasar atas suatu persetujuan untuk melakukan hal-hal tertentu. Perjanjian pelayanan kesehatan harus dibuat dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk melindungi pihak-pihak yang membuat perjanjian dan efektifitas pelaksanaan perjanjian itu sendiri. Perjanjian yang dibuat tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan akan membawa konsekuensi bagi para pihak yang membuatnya. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dengan hal ini maka para pihak harus mentaati perjanjian pelayanan kesehatan sebagaimana layaknya mentaati undang-
7
undang. Apabila tidak dilaksanakan kewajiban oleh salah satu pihak karena adanya unsur kesalahan yang dikenal juga dengan istilah wanprestasi, maka pihak tersebut dapat dipertanggungjawabkan atas kesalahannya tersebut. Kesalahan yang mungkin terjadi pada pelayanan kesehatan pada proses persalinan di Bidan desa dapat dipengaruhi oleh keterbatasan fasilitas yang dimiliki oleh Bidan desa. Sementara itu bidan tetap memiliki kewajiban melakukan pertolongan persalinan bagi pasien walaupun peralatan medik yang dimiliki terbatas, dalam hal ini agar tidak terjadi kelalaian dalam pertolongan persalinan yang dilakukan bidan harus melakukan pertolongan sesuai dengan standar profesi kebidanan. Perjanjian akan menjadi perjanjian yang ideal apabila para pihak memahami hak dan kewajibannya masing-masing dalam perjanjian tersebut, namun hal-hal tersebut sering terabaikan karena masih kurangnya kesadaran dari masyarakat akan pentingnya perjanjian terapeutik tersebut. Faktor lain yang menjadi penyebab terabaikan hal ini adalah pasien maupun keluarga pasien berasal dari kalangan menengah kebawah. Pasien dengan kelas ekonomi dan sosial menengah kebawah seringkali tidak memahami apa saja hak dan kewajibannya. Hal ini mengakibatkan apabila terjadi kelalaian dan penyimpangan dari bidan dalam proses persalinan tersebut bidan dapat menghidar dari tanggungjawab atas perbuatannya tersebut. Masalah kesehatan yang semakin kompleks, tuntutan dari masyarakat yang saat ini semakin meningkat terhadap pelayanan kesehatan yang
8
berkualitas, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut tenaga kesehatan salah satunya bidan harus bertanggung jawab atas setiap tindakan yang dilakukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengangkat permasalah ini dalam tulisan yang berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Pelayanan Kesehatan dalam Proses Persalinan antara Bidan desa Puskesmas dengan Pasien di Kabupaten Bantul”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan permasalahan, yaitu apakah pelaksanaan perjanjian pelayanan kesehatan dalam proses persalinan yang dilakukan oleh bidan desa puskesmas dengan pasien di Kabupaten Bantul sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan ? Mengapa demikian?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Tujuan Subyektif
9
a. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. b. Sebagai sumbangan pemikiran ilmiah kepada pihak-pihak yang terkait pada khususnya, dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.
2. Tujuan Obyektif Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan perjanjian pelayanan kesehatan di bidan desa di Kabupaten Bantul apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
D. Keaslian Penelitian Sepanjang penelusuran kepustakaan yang telah penulis lakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penulis menemukan penelitian yang hanya membahas sebagaian unsur penelitian dengan kajian yang berbeda, dengan Judul “Pelaksanaan perjanjian pelayanan kesehatan dalam proses persalinan antara pasien dengan Rumah Sakit Syafira Pekanbaru” oleh Rio Yan Asrido pada Tahun 2012. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut terkait dengan kewajiban Rumah Sakit Syafira Pekanbaru kepada pasien persalinan jika terjadi wanprestasi dan juga solusi jika pasien tidak mampu melunasi biaya
10
persalinan di Rumah Sakit Syafira Pekanbaru.6 Hasil penelitian dari Penulisan Hukum tersebut adalah Rumah Sakit Syafira Pekanbaru memiliki kewajiban dari wanprestasi yang dilakukannya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pasien. Dalam hal ini pihak rumah sakit berkewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada pasien akibat dari wanprestasi tenaga medis yang berada dibawah naungan Rumah Sakit Syafira Pekanbaru; melakukan permohonan maaf kepada pasien yang bersangkutan; memberikan teguran kepada tenaga medis yang melakukan wanprestasi agar lebih profesional lagi dalam memberikan pelayanan kesehatan. Pihak Rumah Sakit Syafira Pekanbaru memberikan solusi kepada pasien yang tidak mampu membayar biaya persalinannya dengan memberikan keringanan biaya dan dapat mengangsur biaya persalinan tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini terkait dengan apakah pelaksanaan perjanjian pelayanan kesehatan dalam proses persalinan yang dilakukan oleh bidan desa dengan pasien di Kabupaten Bantul sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lokasi penelitian terdahulu berada di Rumah Sakit Syafira Pekanbaru, sedangkan lokasi penelitian ini berada di Bidan desa yang ada di Kabupaten Bantul. Berdasarkan uraian ini, maka penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Rio Yan Asrido,
6
Rio Yan Asrido, 2012. Pelaksanaan Perjanjian Pelayanan Kesehatan dalam Proses Persalinan antara Pasien dengan Rumah Sakit Syafira Pekanbaru, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
11
dilihat dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian, hasil penelitian, dan lokasi penelitian. Berdasarkan uraian terkait perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini, sepertinya belum ada penelitian terkait dengan “Pelaksanaan Perjanjian Pelayanan Kesehatan Dalam Proses Persalinan antara Bidan Desa Puskesmas dengan Pasien di Kabupaten Bantul”, sehingga peneliti dalam
hal
ini
menjamin
keaslian
dari
penelitian
dan
dapat
dipertanggungjawabkan.
E. Kegunaan Penelitian Sesuai dengan tujuan yang telah dikemukakan di atas, maka hasil penelitian ini akan digunakan : 1. Bagi penulis, yakni hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis dalam bidang keperdataan, khususnya terkait dengan hukum kesehatan tentang perjanjian pelayanan kesehatan antara bidan dan ibu hamil dalam proses persalinan. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan, yakni hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi ilmu pengetahuan hukum keperdataan terutama dalam hukum kesehatan khususnya tentang perjanjian pelayanan kesehatan antara bidan dengan ibu hamil dalam proses persalinan.
12
3. Bagi Masyarakat, yakni hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran, informasi, dan pengetahuan kepada masyarakat pada umumnya, dokter, pasien dan paramedis. 4. Bagi Pemerintah, yakni hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah maupun instansi yang berwenang dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pelaksanaan layanan kesehatan.