BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 2 dan 3 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan non diskriminatif dan norma-norma agama. Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014a). Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN ) adalah program nasional yang telah diresmikan oleh pemerintah sejak tanggal 1 Januari 2014 yang lalu. Jaminan
kesehatan menurut Peraturan mentreri kesehatan (PMK) nomor 71 tahun 2013 didefinisikan sebagai jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Setiap Peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan (Pemerintah Republik Indoesia, 2013). Pada era JKN ini untuk pelayanan kesehatan diselenggarakan oleh semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berupa Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Pelayanan jaminan kesehatan dapat terlaksana secara nasional dengan dilakukannya perjanjian kerjasama antara BPJS dan fasilitas kesehatan yang ada diseluruh Indonesia. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menerapkan sistem kendali mutu, sistem kendali biaya dan sistem pembayaran untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi jaminan kesehatan serta
untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan. Berdasar Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014, fasilitas kesehatan wajib memberikan pelayanan secara paripurna termasuk penyediaan obat, bahan medis habis pakai, alat kesehatan dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang diberikan kepada peserta berpedoman pada daftar obat, dan bahan medis habis pakai, dan alat kesehatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu komponen yang dibayarkan dalam paket INA-CBG’s. Pelayanan obat yang sudah termasuk dalam paket INA-CBGs, baik mengacu pada Formularium Nasional, tidak dapat ditagihkan tersendiri kepada BPJS Kesehatan serta tidak dapat dibebankan kepada Peserta (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, 2014). Berdasar Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 167 Tahun
2014,
pengadaan
obat
harus
dilaksanakan
berdasarkan
prinsip
penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bersih, prinsip keadilan, transparansi, profesional, dan akuntabel untuk mendapatkan produk yang berkualitas dengan harga yang wajar baik untuk program Jaminan Kesehatan Nasional maupun program kesehatan lainnya. Untuk mempermudah pengadaan obat, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) telah menetapkan Katalog Elektronik (e-catalogue) Obat yang berisi daftar harga, spesifikasi dan penyedia obat. Surat Edaran ini dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan obat yang aman, bermutu, dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan, perlu dilaksanakan pengadaan obat secara transparan, efektif, efisien serta hasilnya dapat dipertanggungjawabkan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014b). Berdasarkan Permenkes No 63 tahun 2014 tentang Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik (e-catalogue) pasal 2: pengaturan pengadaan obat berdasarkan Katalog Elektronik (E-catalogue) bertujuan untuk menjamin transparansi/keterbukaan, efektifitas dan efisiensi proses pengadaan obat dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014a). Efektivitas pengelolaan obat mulai dari pengadaan, penyimpanan, pengamanan, distribusi sampai pelayanan tercermin dari penyelenggaraan praktik kefarmasian yang benar. Untuk menjamin pelayanan kesehatan yang baik, maka rumah sakit harus berupaya keras dalam pengadaan obat agar obat tersedia dan tidak pernah kosong melalui penerapan sistem e-catalog (Ningsih, 2014). Sistem e-catalog obat adalah sistem informasi elektronik yang memuat informasi seputar daftar nama obat, jenis, spesifikasi teknis, harga satuan terkecil, dan pabrik penyedia. Harga yang tercantum dalam e-catalog adalah harga satuan terkecil, dimana sudah termasuk pajak dan biaya distribusi. Pengadaan obat generik yang sudah termuat dalam e-catalog dilaksanakan melalui mekanisme e-purchasing (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Untuk mempermudah pengadaan obat, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) telah menetapkan Katalog Elektronik (ecatalogue) Obat. Sistem e-catalog obat adalah sistem informasi elektronik yang
memuat informasi seputar daftar nama obat, jenis, spesifikasi teknis, harga satuan terkecil, dan pabrik penyedia. Pengadaan obat generik yang sudah termuat dalam e-catalog dilaksanakan melalui mekanisme e-purchasing (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Berdasarkan Permenkes No 63 tahun 2014 tentang Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik (e-catalogue) pasal 3 ayat 1: Seluruh Satuan Kerja di bidang kesehatan baik Pusat maupun Daerah dan FKTP atau FKRTL Pemerintah melaksanakan pengadaan obat melalui E-purchasing berdasarkan Katalog Elektronik (E-catalogue) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014a). Saat ini BPJS Kesehatan masih sering bermasalah dengan ketersediaan obat di rumah sakit. Menurut Pambagio, 2014, dari sisi jenis obat, melalui ecatalog hanya dapat dijaring 200 jenis obat sementara dengan sistem DPHO bisa mencakup 600 jenis obat. Dari sisi harga obat, melalui sistem DPHO harga obat bisa ditekan hingga 50% karena volume pemesanannya besar dan mencakup seluruh Indonesia. Dengan e-catalog, jika RS kekurangan obat maka mereka harus membeli sendiri. Sementara banyak RS (terutama RS kecil) yang tidak mempunyai cukup dana dan pengalaman membeli obat melalui e-catalog. Selain itu, jarang ada pabrik obat yang mau melayani pembelian obat oleh RS dalam jumlah sedikit dan mendadak. Ini yang menyebabkan banyak RS saat ini sering kekurangan atau kehabisan obat sejak BPJS Kesehatan beroperasi (Pambagio, 2014). Menurut Susilowati, 2015, permasalahan obat BPJS saat ini adalah: produsen obat kosong, pengiriman terlambat, kosong distributor, harga obat tidak sesuai dengan e-
catalog, beberapa obat hanya RS pemerintah yang bisa order, serta purchasing dan pengiriman lama (Susilowati, 2015). Pada bulan Agustus 2015 Kota Yogyakarta menjadi salah satu kota yang ditetapkan sebagai pilot project pelaksanaan tata kelola dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yogyakarta merupakan kota yang sudah maju dan bisa menerima hal yang baru, termasuk pengelolaan dana kapitasi JKN (Sindo, 2015). Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh persepsi tim pengadaan obat terhadap ketersediaan obat di rumah sakit umum daerah pada era JKN di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Serta dari sudut pandang tim pengadaan obat, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketersediaan obat di rumah sakit umum daerah pada era JKN di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu pada RSUD Kab Sleman, RSUD Kab Bantul, dan RSUD Kota Yogyakarta. B. Perumusan Masalah a. Bagaimana status ketersediaan obat di rumah sakit umum daerah pada era JKN di provinsi D.I Yogyakarta? b. Apakah terdapat pengaruh faktor tim pengadaan obat rumah sakit terhadap ketersediaan obat di rumah sakit umum daerah pada era JKN di provinsi D. I. Yogyakarta? c. Apakah terdapat pengaruh faktor proses pengelolaan obat (e-catalog, formularium
nasional,
e-procurement,
perencanaan,
penyimpanan)
terhadap ketersediaan obat menurut tim pengadaan obat rumah sakit umum daerah pada era JKN di provinsi D. I. Yogyakarta?
d. Apakah terdapat pengaruh faktor supplier (spesifikasi, ketersediaan, waktu kirim) terhadap ketersediaan obat pada rumah sakit umum daerah pada era JKN di provinsi D. I. Yogyakarta?
C. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Hal yang membedakan Judul Penelitian
Riswandi Wasir (2012) Evaluasi Pengadaan dan Ketersediaan Obat di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2010, (Wasir, 2012).
Subyek penelitian
SDM yang terlibat dalam proses pengadaan obat
Metode Analisis Tempat penelitian
Deskriptif dan Studi Kasus Makassar
Andrayani Ningsih (2014)
Selma Siahaan (2013)
Penelitian yang dilakukan
Persepsi Tenaga Kesehatan Terhadap Penerapan Elektronik Purchasing dan Manual Purchasing di Rumah Sakit Yogyakarta, (Ningsih, 2014). Tenaga Kesehatan di Beberapa Rumah sakit umum daerah dan Swasta Di Yogyakarta yang Menerapkan Sistem Elektronik Purchasing dan Manual Purchasing Deskriptif Analitik
Analisis Ketersediaan dan Pola Peresepan Obat di Rumah sakit umum daerah di Indonesia, (Siahaan, 2013).
Ketersediaan Obat Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Obat Pada Era Jkn Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi D.I Yogyakarta
Rumah sakit umum daerah yang Berada di Seluruh Kabupaten/Kot a di Indonesia
Tim Pengadaan Obat, Apoteker, dan Petugas Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit Umum Daerah
Analisis non Intervensi Kabupaten / Kota di Indonesia
Deskriptif Analitik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
D. Manfaat Penelitian a. Bagi Pemerintah Bagi pemerintah dalam hal ini kementrian kesehatan dan pihak BPJS kesehatan, penelitian ini dapat memberikan masukan untuk mengevaluasi dan mengkaji kembali sistem pengadaan obat untuk mendukung ketersediaan obat dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional kedepannya. b. Bagi Rumah Sakit di Yogyakarta Untuk dapat mengkaji ulang tentang proses pengadaan obat dan pengelolaannya, serta mengevaluasi hambatan-hambatan dan alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan ketersediaan obat dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional. c. Bagi Peneliti dan Peneliti Lain Dapat mengetahui ketersediaan obat dan faktor-faktor yang berpengaruh di rumah sakit umum daerah di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. E. Tujuan Penelitian 1
Mengetahui ketersediaan obat di rumah sakit umum daerah pada era JKN di provinsi D.I Yogyakarta.
2
Mengetahui pengaruh faktor tim pengadaan obat rumah sakit pengadaan terhadap ketersediaan obat di rumah sakit umum daerah pada era JKN di provinsi D. I. Yogyakarta.
3
Mengetahui pengaruh faktor proses pengelolaan obat (e-catalog, formularium nasional, e-procurement, perencanaan, penyimpanan) terhadap ketersediaan
obat menurut tim pengadaan obat rumah sakit umum daerah pada era JKN di provinsi D. I. Yogyakarta. 4
Mengetahui pengaruh faktor supplier (spesifikasi, ketersediaan, waktu kirim) terhadap ketersediaan obat pada rumah sakit umum daerah pada era JKN di provinsi D. I. Yogyakarta.