BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Indonesia dan negara-negara peserta United Nation General Assembly Special Session on Children menegaskan kembali dan mendeklarasikan komitmen terhadap kesejahteraan anak. Komitmen tersebut dikenal sebagai “A WORLD FIT CHILDREN(WFC)”. Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut, Indonesia menyusun Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI). PNBAI menganggap penting upaya penurunan angka kematian bayi dan balita hal ini dijabarkan dalam visi Anak Indonesia 2015 yakni, menuju anak Indonesia yang sehat. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1995) terdapat tiga penyebab utama kematian bayi dan balita yakni infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), komplikasi perinatal dan diare. Pada tahun 2001 pola penyebab kematian bayi ini tidak banyak berubah dari periode sebelumnya, yaitu karena sebab-sebab perinatal, kemudian diikuti oleh infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, tetanus nenatum, saluran cerna dan penyakit saraf. Pola penyebab utama kematian balita juga hampir sama yakni, penyakit infeksi saluran pernapasan akut, diare, penyakit syaraf termasuk meningitis, encephalitis, dan tifus (Lilies, 2013).
1
Universitas Sumatera Utara
2
Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan adalah akibat ISPA. Infeksi saluran pernapasan akut lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara maju dengan persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian balita akibat ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2014 (Fitri, 2012). India, Bangladesh, Indonesia, dan Myanmar merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak (Usman, 2012). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan prevalensi nasional infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah 25% tidak jauh berbeda dengan tahun 2007. Penyakit ispa yang tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Sumatera Utara masuk kedalam 10 besar provinsi dengan kasus penyakit infeksi saluran pernapasan akut tertinggi, yaitu penemuan kasus sebesar 10,9%. Kota medan terdapat 225.494 (47%) kasus infeksi saluran pernapasan akut. Berdasarkan penelitian Simaremare (2014) yang dilakukan di Puskesmas Teladan Medan terdapat balita yang terserang infeksi saluran pernapasan akut pada tahun 2012 sebesar 1194 balita. Martubung merupakan salah satu kecamatan di Kota Medan dengan penemuan kasus infeksi saluran pernapasan akut yang tinggi yakni mencapai 57,90% atau 10.735 kasus dan sebanyak 4849 kasus terdiri dari balita (Laporan tahunan puskesmas Martubung, 2008).
Universitas Sumatera Utara
3
Sesuai data yang diperoleh dari Puskesmas Desa Binjai selama satu tahun terakhir yang merupakan lokasi penelitian, penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita menduduki urutan pertama. Jumlah yang menderita ISPA sebanyak 4.322 kasus dengan rata-rata 570 kasus setiap bulannya (Laporan Puskesmas Desa Binjai, 2014). Berdasarkan karakteristik kelompok umur penduduk, periode prevalensi penyakit ISPA yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur berikutnya. Hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai resiko mendapatkan ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak dibawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran napasnya masih sempit. Imunitas secara harafiah didapatkan oleh seseorang semenjak dia dilahirkan ke dunia ini. Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut dengan sistem imun dan reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Pertahanan imun terdiri dari sistem imun alamiah atau nonspesifik (native/innate) dan didapat atau spesifik (acquired/adaptive). Mekanisme fisiologik imunitas nonspesifik berupa komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk ke dalam tubuh
Universitas Sumatera Utara
4
dan dengan cepat menyingkirkan mikroba tersebut. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, terlah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Sistem ini merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung. Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensifitasi sel-sel imun tersebut. Imunisasi merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan seseorang secara aktif terhadap penyakit menular, sehingga bila terpapar pada penyakit yang sama maka tidak terjadi penyakit. Imunisasi ini merupakan sistem imun yang spesifik. Imunisasi terdiri dari beberapa jenis, yakni: imunisasi BCG, imunisasi DPT, imunisasi polio, imunisasi campak, dan imunisasi Hb-0 (Depkes, 2013). Sehubungan dengan hal diatas, penulis berminat meneliti hubungan status imunisasi dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita 1-5 tahun di Puskesmas Desa Binjai Medan Tahun 2015. 1.2
Rumusan Masalah Dari uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan imunisasi dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita 1-5 tahun.
Universitas Sumatera Utara
5
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi hubungan status imunisasi dengan kejadian infeksi salran pernapasan akut (ISPA) pada balita (1-5 tahun). 1.3.2 Tujuan Khusus a.
Untuk mengidentifikasi status imunisasi pada balita 1-5 tahun
b.
Untuk mengidentifikasi kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada balita 1-5 tahun
c.
Untuk mengidentifikasi hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita 1-5 tahun
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar dalam pemberian pendidikan kesehatan tentang pentingnya imunisasi bagi anak. 1.4.2 Penelitian Keperawatan Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian serta dapat menjadi bekal dalam melaksanakan penelitian dimasa yang akan datang dan dapat sebagai sumber data untuk melakukan penelitian lebih lanjut dibidang keperawatan khususnya dalam pendidikan tentang imunisasi dan ISPA.
Universitas Sumatera Utara