BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelengaraan upaya kesehatan yang dilaksanakan pemerintah, salah satunya pada Undang- Undang No. 36 Tahun 2009 pasal 11 tentang kesehatan lingkungan, penyelenggaraan usaha untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat meliputi penyehatan air, udara, pengamatan limbah cair, padat dan gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan penyehatan atau pengamanan lainnya. Pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi mengakibatkan jumlah sampah dan limbah yang dihasilkan juga bertambah (Damanhuri, 1995). Salah satunya adalah limbah cair yang dihasilkan oleh pengrajin alkohol di Desa Bekonang, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo yang mayoritas penduduknya mempunyai usaha pemanfaatan limbah tebu menjadi etanol. Setiap harinya seorang pengrajin alkohol dapat menghasilkan 13 liter limbah untuk memproduksi 1 liter alkohol. Etanol atau alkohol 90% produk industri rumahan Desa Bekonang adalah hasil tiga kali olahan dari bahan baku tetes tebu atau limbah atau cairan sisa produksi pabrik gula. Kualitas etanol yang dihasilkan para pengrajin di kawasan ini bagus tidaknya sangat dipengaruhi kemampuan pengrajin dalam mengatur suhu pembakaran selama proses destilasi atau penyulingan. Industri rumahtangga ini dapat memproduksi 90 liter etanol per hari. Dalam proses pembuatan 1 liter Etanol akan dihasilkan limbah hasil produksi alkohol (vinasse) sebanyak 13 liter (1:13), tiap hari seorang pengrajin alkohol mampu memproduksi 1170 liter limbah alkohol. Limbah etanol atau biasa disebut vinasse dalam survei awal penelitian mendapati bahwa vinasse memiliki kandungan Chemical oxygen demand (COD) sebesar 768.750 ppm dan kandungan Biological oxygen demand (BOD) sebesar 55.000 ppm. Limbah yang memiliki karakteristik seperti ini tidak bisa langsung dibuang ke lingkungan karena akan menyebabkan kerusakan lingkungan seperti rusaknya tanaman, matinya biota air dan juga bisa merembes ke dalam sumur-sumur penduduk. Oleh karena itu harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu agar tidak mencemari lingkungan, seperti yang dipersyaratkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa 1
Tengah No. 5 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri Bir dan Minuman Beralkohol yaitu kandungan BOD 40 mg/L dan COD 100 mg/L. Limbah yang dihasilkan hanya ditampung di penampungan sementara atau langsung dibuang ke saluran air. Permasalahan pengolahan limbah tersebut dapat diminimalkan dengan menerapkan pengolahan limbah terpadu, diantaranya dapat melakukan pengolahan limbah menjadi energi (Damanhuri, 2010). Salah satu bentuk energi yang dihasilkan dari limbah hasil produksi alkohol (vinasse) ini adalah biogas. Biogas adalah energi terbarukan yang dibuat dari bahan buangan organik berupa sampah, kotoran ternak, jerami, enceng gondok serta bahan lainnya melalui proses anaerob. Limbah vinasse ini memiliki kandungan organik yang tinggi, sehingga potensial menjadi bahan baku produksi biogas (Sjafrudin, 2011) Data Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo menyatakan adanya keluhan dari masyarakat Desa Bekonang tentang gangguan yang ditimbulkan dari limbah hasil produksi alkohol di wilayah Bekonang. Keluhan ini antara lain bau yang tidak sedap dari tempat produksi maupun limbah yang dibuang oleh produsen alkohol. Petani yang berada di sekitar sentra industri alkohol ini juga mengeluhkan tanaman mereka mulai terganggu akibat limbah alkohol ini yang masuk ke saluran irigasi. Keluhan penyakit akibat pencemaran limbah vinnase ini tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat, hanya terganggunya ekosistem hayati dan estetika lingkungan serta bau yang tidak sedap. Seperti matinya tanaman padi dan keadaan lingkungan yang berbau khas. Dari pengamatan yang telah dilakukan diawal pengolahan limbah alkohol yang paling mungkin bisa dilaksanakan dan memberi manfaat bagi masyarakat adalah dengan cara biologis namun harus dikolaborasikan dengan masyarakat yang membutuhkan dan juga ada dukungan dari pemerintah daerah setempat yaitu dengan pemanfatan limbah alkohol untuk menjadi energi ternatif berupa biogas. Pemanfaatan vinasse menjadi biogas dengan bantuan penambahan kotoran sapi dan lumpur selokan
yang tercemar vinasse diharapkan bisa mengatasi pencemaran lingkungan akibat vinasse yang dibuang ke lingkungan. Proses
fermentasi
vinasse
menjadi
biogas
memerlukan
bantuan
mikroorganime yang dapat membantu mendegradasi bahan organik. Sumber mikroorganisme pembuatan biogas biasa didapatkan dari bahan-bahan di sekitar kita. Kotoran sapi yang sudah terbukti dapat memproduksi biogas menjadi pilihan bahan tambahan untuk pembuatan biogas. Di dalam isi kotoran sapi telah terkandung bakteri Methanosarcina sp. yang berperan dalam proses pembentukan biogas (Fithry, 2010). Selama ini, limbah isi kotoran sapi jarang dimanfaatkan dan biasanya ditumpuk atau langsung dibuang ke badan air, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Irawan, 2009). Mikroorganisme harus melalui serangkaian adaptasi hingga dapat hidup dan mendegradasi limbah, karena itu lumpur selokan yang sudah tercemar vinasse dipilih dengan pertimbangan bahwa mikroorganisme dalam lumpur ini sudah terbiasa dengan karakteristik vinasse dan mempersingkat masa adaptasi. Pemanfaatan vinasse menjadi biogas selain diharapkan dapat memproduksi bahan energi alternatif juga dapat mendegradasi zat organik berupa reduksi nilai BOD dan COD. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektifitas pembuatan biogas dari vinasse dalam menurunkan BOD dan COD sebagai upaya meningkatkan kesehatan lingkungan di Desa Bekonang. B. Rumusan Masalah 1. Manakah variasi yang paling efektif dalam penurunan kadar BOD, COD, dan jumlah gas dalam pembuatan biogas dari vinasse?. 2. Adakah perbedaan penurunan kadar BOD, COD, dan jumlah gas dalam pembuatan biogas antara kelompok penam?. 3. Ada pengaruh penambahan lumpur dan kotoran sapi pada kadar BOD, COD, dan jumlah gas antara penambahan kelompok variasi 25%, 33,3% dan 50%?.
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui variasi yang paling efektif dalam penurunan kadar BOD, COD dan jumlah gas dalam pembuatan biogas dari limbah produksi alkohol (vinasse). 2. Mengetahui perbedaan penurunan kadar BOD, COD, dan jumlah gas dalam pembuatan biogas antara penambahan kelompok perlakuan dengan penambahan lumpur dan kelompok kotoran sapi. 3. Mengetahui pengaruh penambahan kotoran sapi dan lumpur selokan terhadap penurunan BOD, COD dan jumlah gas dalam pembuatan biogas antara penambahan kelompok variasi 25%, 33,3% dan 50%. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi industri Menjadi masukan bagi pelaku industri pengrajin alkohol agar memanfaatkan vinasse sebagai bahan baku biogas sebagai alternatif pengolahan limbah sehingga dapat mewujudkan pengembangan industri yang ramah lingkungan. 2. Bagi masyarakat Menambah pengetahuan masyarakat umum Desa Bekonang selain produsen alkohol untuk lebih peka terhadap situasi lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan. E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Daftar Penelitian yang Lalu Nama pengarang Belhadj et al.
Tahun
Sugi Rahayu et al.
2013
Gita Khaerunnisa et al. Trisno Saputra et al.
2013
2012
2010
Judul
Perbedaan
The Biogas Production From Mesophilic Memiliki metode Anaerob Degestion Of Vinasse penelitian yang berdeda Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi Bahan penelitian Sebagai Energi Alternatif Ramah yang berbeda Likungan Beserta Aspek Sosio Kulturalnya Pengaruh pH dan Rasio C/N Terhadap variabel yang diteliti Produksi Biogas dengan Bahan Baku berbeda Limbah Industri Alkohol (Vinasse). Produksi Biogas dari Campuran Feses Perbedaaan jenis Sapi dan Ampas Tebu dengan Rasio C/N variasi yang yang Berbeda dilakukan
Eni Susana et al.
2012
Studi Kemampuan Mikroorganisme Media solusi yang Anaerob dalam Mendegradasi Limbah berbeda penanganan Spesifik vinasse
Tesis ini berbeda dengan kelima penelitian tersebut di atas. Penelitian yang pertama lebih berfokus pada variasi komposisi antara air, bahan organik dan bahan tambahan (starter). Pada penelitian kedua fokus pada variasi nutrien dan starter untuk mendapatkan hasil yang paling efektif untuk menghasilkan biogas dengan bahan dari kotoran sapi. Sementara tesis yang ketiga lebih mengarah pada faktor yang mempengaruhi dalam kualitas biogas seperti pH dan rasio C/N. Tesis yang ke empat menggunakan bahan baku yang berbeda dengan penelitian ini. Solusi penanganan masalah vinasse menjadi perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan ini dengan tesis ke lima. Keaslian tesis ini dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritisi yang sifatnya konstruktif (membangun).