BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dulunya adalah bagian dari Sunda Kecil bersama dengan Bali, Lombok, dan Sumbawa. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur (2011), NTT terdiri dari 1192 pulau dengan lebih dari 900 di antaranya tidak bernama. Ketiga pulau terbesarnya adalah Sumba, Flores, dan Timor. Sebagian besar wilayah NTT adalah pegunungan dan perbukitan kapur. Tidak banyak dataran rendah. Provinsi NTT mempunyai 22 kabupaten dan kota. Seperti halnya wilayah-wilayah lain di Indonesia, NTT mengalami dua musim. Walau demikian, karena pengaruh angin yang kering dari Australia, NTT hanya mengalami musim yang basah kurang lebih empat bulan dalam setahun, yaitu Desember sampai Maret. Sisanya adalah musim yang cenderung kering. Kondisi kepulauan, pembangunan tertinggal, dan masalah cuaca ini memaparkan NTT pada tantangan yang lebih besar. Tantangan tersebut tidak hanya di bidang ekonomi, namun juga pada bidang pendidikan dan kesehatan. Terbukti bahwa indeks dalam bidang kesehatan dan ekonomi semuanya menunjukkan ketertinggalan dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Kematian ibu dan bayi menjadi masalah yang krusial. Pada tahun 2008, Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencanangkan strategi untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian ibu, bayi baru lahir, dan anak-anak. Strategi ini disebut “Revolusi KIA”. Tujuan dan kebijakan yang melandasi Revolusi KIA sejalan dengan tujuan dan kebijakan nasional (Menuju Persalinan Selamat) serta sesuai dengan tujuan Pemerintah Indonesia di bidang kesehatan ibu dan bayi baru lahir untuk mencapai MDGs ke-4 dan ke-5 pada tahun 2015. Dalam jangka pendek diperlukan upaya terobosan luar biasa untuk mendatangkan tenaga kesehatan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya penanganan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal.
1
Didanai oleh AUSAid lewat Australia Indonesia Partnership on Maternal and Neonatal Health (AIPMNH), diadakan program pendampingan RSUD di NTT oleh rumah sakit pendidikan dan non pendidikan di Jawa, Bali, dan Sulawesi. Kemitraan ini menekankan pada aspek kontrak klinik dan kontrak manajemen. Kontrak klinik berfokus pada pelayanan obstetri neonatus komprehensif (PONEK) 24 jam dengan penyediaan tenaga ahli dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan, dokter spesialis kesehatan anak, dokter spesialis anestesi, perawat neonatologi, dan teknisi bank darah. Sementara itu, kontrak manajemen berfokus pada upaya perbaikan status dan manajemen di RSUD. Saat ini, terdapat sebelas kemitraan antara sembilan rumah sakit mitra A yang terdapat di Jawa, Bali, dan Sulawesi dengan sebelas rumah sakit mitra B yang ada di sebelas kabupaten di NTT. Dua rumah sakit mitra A bermitra masingmasing dengan dua rumah sakit daerah di NTT. Semua rumah sakit mitra A adalah rumah sakit pemerintah kecuali RS Panti Rapih. Selengkapnya mengenai kemitraan ini ada di tabel 1. Kabupaten Ende, adalah salah satu kabupaten yang bergabung dalam kemitraan ini. Kontrak klinik dan manajemen di RSUD Ende dilakukan oleh RS Panti Rapih. Kabupaten Ende sendiri adalah kabupaten yang besar dan bersejarah di pulau Flores. Kabupaten ini terkenal karena pernah menjadi tempat pembuangan Presiden Republik Indonesia pertama, yaitu Ir. Soekarno. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Ende (2010), Ende berbatasan dengan Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Sikka, Laut Sawu, dan Laut Flores. Penduduk Ende sampai dengan akhir 2009 berjumlah lebih dari 250.000 jiwa. Tahun 2009, angka kematian ibu menunjukkan 197,6 per 100.000 kelahiran hidup sementara angka kematian bayi menunjukkan 5 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian ini menurut grafik dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ende (2010) berfluktuasi dari tahun ke tahun. Rumah sakit umum daerah Ende (RSUD Ende) adalah satu-satunya rumah sakit daerah di Kabupaten Ende. Pelayanan PONEK 24 jam di Kabupaten Ende dengan demikian hanya dapat dilaksanakan di RSUD Ende. Sistem ini didukung
2
oleh beberapa Puskesmas dengan kemampuan pelayanan obstetri dan neonatus dasar (PONED). Selain menerima rujukan dari dalam Kabupaten Ende, RSUD Ende juga menerima rujukan dari dua kabupaten tetangga, yaitu Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo. Peran RSUD Ende dengan demikian menjadi penting dalam upaya menurunkan kematian ibu dan bayi di Kabupaten Ende, Nagekeo, dan Ngada lewat upaya peningkatan mutu pelayanan PONEK 24 jam.
Tabel 1. Daftar lengkap rumah sakit mitra A dan mitra B RS Mitra B RSUD Soe RSUD TC Hillers Maumere
Awal Periode Pertengahan 2010
RS Pendidikan
RSUD Lembata
Pertengahan 2010
RS Pendidikan
RSUD Atambua
Awal 2012
RSUP Sanglah
RS Pendidikan
RSUD Waikabubak
Pertengahan 2010
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
RS Pendidikan
RSUD Larantuka
Awal 2012
RSUD Bajawa
Pertengahan 2010
RSUD Bajawa RSUD Ende
Awal 2011 Pertengahan 2010
RSUD Ruteng
Awal 2012
RSUD Kefamenanu RSUD Umbu Rara Meha
Awal 2012
RS Mitra A RSUD Dr. Soetomo
Keterangan Mitra A RS Pendidikan
RSUD Dr. Soetomo
RS Pendidikan
RSUD Dr. Saiful Anwar RSUD Dr. Saiful Anwar
RS Bethesda RSUP Dr. Sardjito RS Panti Rapih RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
RS Swasta - Publik Berhenti Februari 2011 digantikan RSUP Dr. Sardjito RS Pendidikan RS Swasta - Publik RS Pendidikan
RSAB Harapan Kita
RS Pemerintah
RSUP Dr. Kariadi
RS Pendidikan
Awal 2012
Awal 2012
Menurut Maine et al. (1997), fasilitas penyelenggara PONEK harus dapat memberikan antibiotika parenteral, memberikan obat oksitosik, memberikan anti kejang pada kasus eklamsia dan preeklamsia, melakukan manual plasenta, melakukan evakuasi retensi, melakukan persalinan dengan dukungan peralatan, melakukan operasi seksio sesaria, dan melakukan tranfusi darah. Untuk memenuhi syarat ini, perlu ada sistem yang dibangun terutama sumber daya manusia, budaya kerja, dan fasilitas.
3
Sistem inilah yang berupaya dibangun di RSUD Ende lewat program kemitraan dengan rumah sakit di luar NTT melalui inovasi kontrak klinik. Kontrak klinik berpotensi menjadi salah satu solusi bagi negara-negara berkembang untuk mengejar target MDGs (Loevinsohn & Harding 2005). Di Indonesia, kontrak klinik belum sepenuhnya diteliti kemanfaatannya. Kontrak antara Rumah Sakit Panti Rapih dan RSUD Ende dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama dimulai bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 dan dilanjutkan dengan program bridging sampai Juni 2011. Pada program tahap pertama ini, keseluruhan kontrak adalah kontrak klinik dengan empat cakupan pelayanan, yaitu pengiriman tenaga ahli, pembangunan kapasitas, mendidik staf menjadi spesialis, dan pembinaan rujukan dari Puskesmas. Kontrak klinik dibatasi pada penyelenggaraan sistem pelayanan obstetri neonatus komprehensif (PONEK) 24 jam. Tahap kedua dimulai bulan Juli 2011 dengan lanjutan kontrak klinik. Tahap kedua ini diwarnai dengan penambahan program performance management and leadership (PML) dengan enam cakupan layanan, yaitu transisi RSUD menjadi badan layanan umum daerah (BLUD), melengkapi standar rumah sakit tipe C, penetapan ijin operasional, pemenuhan akreditasi, manajemen aset, regulasi internal dan implementasi hasil asesmen khusus tiap pasang rumah sakit. Kedua program ini dilindungi oleh dua kontrak yang berbeda, yaitu kontrak klinik dan kontrak manajemen. Kondisi ini berlangsung sampai dengan Desember 2012 walaupun kontrak berakhir pada Juni 2013. Kontrak tahap ketiga dimulai bulan Juli 2013 dan diharapkan berakhir pada bulan Juni 2014. Pada kontrak tahap ketiga ini, telah terjadi integrasi antara kegiatan kontrak klinik dan PML sehingga tiap pasang rumah sakit mendapatkan satu kontrak dengan pemisahan program kerja klinik dan manajemen sejak program kerja Januari 2013. Pada tahap ini, kontrak disebut sebagai kontrak klinik dan manajemen dengan cakupan pelayanan minimal gabungan dari kegiatan kontrak klinik dan kontrak manajemen.
4
Keterangan: Pre Kontrak: Januari 2009 – Juli 2010; Kontrak 1: Agustus 2010 – Juni 2011; Kontrak 2: Juli 2011 – Juni 2013; Kontrak 3: Juli 2013 – Desember 2013.
Gambar 1. Beberapa indikator pelayanan PONEK 24 jam di RSUD Ende sebelum dan selama kontrak RS Panti Rapih adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh Yayasan Panti Rapih. RS Panti Rapih berdiri sejak akhir tahun 1929 oleh para Suster Cinta Kasih St. Carolus Borromeus. Saat ini, RS Panti Rapih telah menjelma menjadi rumah sakit tipe B dengan 378 tempat tidur dan berbagai pelayanan spesialistik dan non spesialistik. Salah satu misi Rumah Sakit Panti Rapih yang bersesuaian dengan kontrak klinik dan manajemen ini adalah “RS Panti Rapih menyelenggarakan
5
pelayanan kesehatan menyeluruh secara ramah, adil, profesional, ikhlas, dan hormat dalam naungan iman Katolik yang gigih membela hak hidup insani dan berpihak kepada yang berkekurangan”. Kontrak yang sudah berjalan sejak Juli 2010 ini telah berlangsung tanpa henti.
Penghit ungan Aset Regulas i Internal
N/A
BLUD
N/A
Akredit asi
Syarat Kelas C
Pasangan RS Mitra A dan RS Mitra B
Ijin operasi onal
Tabel 2. Pencapaian pasangan RS mitra A dan mitra B sampai dengan akhir tahun 2013 (Andayani, 2013). Keterangan: selesai, sedang dikerjakan, belum mulai
RSUD Dr. Soetomo RSUD Soe RSUD Dr. Soetomo RSUD TC Hillers RSUD Dr. Saiful Anwar RSUD Atambua RSUD Dr. Saiful Anwar RSUD Lembata RSUP Sanglah RSUD Waikabubak RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo RSUD Larantuka RS Dr. Sardjito RSUD Bajawa RS Panti Rapih RSUD Ende RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo RSUD Ruteng RSAB Harapan Kita RSUD Kefamenanu RSUP Dr. Kariadi RSUD Umbu Rara Meha
6
N/A
Setelah berjalan sejak tahun 2010, nampak bahwa RS Panti Rapih mempunyai performa yang sama dengan rumah sakit mitra A yang lain, bahkan lebih. Disebut lebih karena pada bulan Desember 2013, RS Panti Rapih dan RSUD Ende telah menyelesaikan semua hal dalam kontrak klinik dan kontrak manajemen. Belum ada pasangan kemitraan lain yang telah menyelesaikan seluruh hal yang diminta dalam kontrak klinik dan manajemen. Saat ini, timbul pertanyaan bagaimana cara RS Panti Rapih sebagai satusatunya rumah sakit swasta dengan keterbatasan sumber daya mampu bertahan hingga tahun keempat. Rumah sakit mitra A yang lain mempunyai sumber daya dokter residen yang cukup untuk dikirim ke rumah sakit mitra B, mempunyai cara pandang yang sama terhadap berbagai masalah terkait rumah sakit pemerintah, dan pengalaman pengelolaan sistem PONEK yang matang. Semua hal ini tidak dimiliki RS Panti Rapih. Untuk dapat berkontribusi dalam kontrak ini, RS Panti Rapih membentuk tim yang dipimpin seorang team leader dan dibantu seorang sekretaris (manajer operasional) dan bendahara. Manajer operasional dan bendahara dalam tim ini berperan ganda dalam manajemen kontrak dan juga sebagai manajer dalam hal substansi kerja sama klinik dan manajemen. Belakangan, tim ini ditambah seorang sebagai koordinator data dan laporan data kuantitatif bulanan. Untuk mencukupi tenaga dokter, RS Panti Rapih bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret. Pada awalnya, RS Panti Rapih dibantu Fakultas Kedokteran Universitas Udayana untuk pelayanan anestesi dan reanimasi. Menyusul kemudian pelayanan kesehatan anak, dan obstetri-ginekologi. Setelah dokter spesialis obstetri-ginekologi yang disekolahkan Kabupaten Ende datang bertugas, kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana terbatas pada pelayanan anestesi dan reanimasi saja. Pelayanan kesehatan anak sejak pertengahan tahun 2013 juga dialihkan dari Fakultas Kedoteran Universitas Udayana ke Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret. Untuk mendukung kontrak manajemen terutama penetapan BLUD, RS Panti Rapih bekerja sama dengan RSUD Panembahan Senopati Bantul.
7
Saat ini, di Indonesia terutama di Jawa tumbuh berbagai rumah sakit swasta baik publik maupun privat. Rumah sakit-rumah sakit swasta ini ada yang berlatar keagamaan dan ada yang tidak. Banyaknya rumah sakit swasta ini adalah potensi yang cukup besar untuk dipasangkan atau terlibat dalam kontrak klinik dan manajemen rumah sakit lain di Indonesia Timur. B. Perumusan Masalah Penting untuk diteliti, bagaimana proses RS Panti Rapih sebagai satusatunya rumah sakit swasta mampu bermitra dalam kontrak klinik dan manajemen di RSUD Ende dan menunjukkan performa yang sama dengan para rumah sakit pemerintah dan rumah sakit pendidikan lain yang menjadi rumah sakit mitra A. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan RS Panti Rapih sebagai rumah sakit swasta dapat menunjukkan performa yang sama dengan para rumah sakit pemerintah dan rumah sakit pendidikan lain yang menjadi rumah sakit mitra A. D. Manfaat Penelitian Temuan dalam penelitian ini akan bermanfaat dalam kemitraan serupa di daerah yang lain. Rumah sakit daerah di daerah terpencil dengan sumber daya terbatas berpotensi menarik manfaat kemitraan dengan rumah sakit swasta lain. Dengan banyaknya rumah sakit swasta keagamaan yang mirip dengan RS Panti Rapih, timbul potensi kemitraan serupa antara rumah sakit swasta keagamaan besar dengan rumah sakit daerah di Indonesia Timur. E. Keaslian Penelitian Cappellaro & Longo (2011) melakukan penelitian kemitraan swasta dan pemerintah pada empat institusi yang dianggap menjadi satu entitas, yaitu sebuah pusat pelayanan orthopaedi, rumah sakit rehabilitasi, fasilitas primer dan ambulatori, dan fasilitas pemeliharaan kesehatan dan sosial. Penelitian ini berfokus untuk melihat manfaat peran serta swasta dalam penyelenggaraan kesehatan primer di Italia.
8
Nigenda & González (2009) meneliti perbedaan persepsi antara manajer dan pekerja pada sistem kontrak klinik yang telah berjalan lebih kurang 10 tahun di Jalisco, Mexico. Penelitian ini menemukan bahwa ada perbedaan persepsi antara manajer dan pekerja dalam memandang model kerja sama kontrak klinik yang berpotensi mempengaruhi kualitas kinerja pekerja dalam kontrak klinik ini. Loevinsohn (2000) meneliti tiga pendekatan utama pada studi pilot untuk kontrak klinik di pusat kesehatan primer dengan lembaga swadaya masyarakat di Kamboja. Penelitian ini membandingkan model kontrak penuh (LSM berwenang merekrut, membayar, dan memecat karyawan), model kontrak dalam (LSM berwenang melakukan manajemen di dalam pusat kesehatan primer), dan model pembanding (pusat kesehatan primer mendapat pembiayaan sama dengan model kontrak dalam). Mills (1998) membandingkan kontrak klinik dan non klinik pada rumah sakit di India, Papua Nugini, Thailand, Afrika Selatan, dan Zimbabwe. Penelitian ini tidak secara spesifik membahas kinerja klinik rumah sakit tersebut dan lebih berfokus pada apakah negara dengan pendapatan rendah dan menengah perlu mempertimbangkan kontrak dengan pihak lain. Sulistyo (2013) dalam disertasinya meneliti institution-based contractingout di Nias dan enam pasang kemitraan rumah sakit daerah di Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini menilai efektivitas institution-based contracting-out dari sisi akses dan kelangkaan tenaga kesehatan. Dengan desain studi kasus, penelitian ini menyimpulkan bahwa institution-based contracting-out dengan pendekatan tim dapat meningkatkan akses dan kualitas pelayanan. Selain itu, kelangkaan tenaga kesehatan tertentu dapat diatasi dengan institution-based contracting-out. Kemitraan RS Panti Rapih dan Rumah Sakit Umum Daerah Ende adalah salah satu dari keenam pasang kemitraan rumah sakit di Nusa Tenggara Timur yang menjadi subjek penelitian disertasi ini.
9