BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak adalah makhluk sosial juga seperti orang dewasa. Anak membutuhkan
orang
lain
untuk
dapat
membantu
mengembangkan
kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Augustinus (1987), mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa. Sobur (1988), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat yang berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono (1992), berpendapat bahwa anak merupakan mahkluk yang
membutuhkan
pemeliharaan,
kasih
sayang
dan
tempat
bagi
perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama (Admin, 2008). Banyak ahli dibidangnya melakukan penggolongan terhadap aspekaspek kebutuhan, dan pada umumnya bisa dikatakan sama intinya. Cole dan Bruce (1959) membagi kebutuhan menjadi 2 golongan yaitu kebutuhan fisiologis dan kebutuhan psikologis. Sedangkan A. Maslow (1954) membagi kebutuhan menjadi 7 tingkatan atau jenjang dari yang mendasar hingga kebutuhan yang paling kompleks. Hurlock (1978) menyatakan bahwa dalam pemenuhan beberapa kebutuhan anak, disiplin dapat digunakan. Sedangkan DeCecco dan Grawford (1974) dalam Lindgren (1980) mengajukan 4 sikap guru dalam memberikan dan meningkatkan motivasi siswa. Dalam kaitannya dengan perbedaan individu pada anak usia sekolah, Lindgren (1980)
1
2
menggunakan penggolongan kebutuhan berupa 4 tingkatan kebutuhan yaitu kebutuhan jasmaniah, perhatian, dan kasih sayang, serta kebutuhan untuk memiliki dan aktualisasi diri (Sofa, 2008) Teori kebutuhan Maslow berawal dari adanya berbagai kebutuhan dalam diri seseorang, yang tersusun secara hierarkis, dimana jika salah satu kebutuhan sudah terpenuhi, maka akan timbul kebutuhan lainnya yang tingkatannya lebih tinggi lagi. Secara garis besar kelima kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan dalam kebutuhan besar, yaitu basic need (kebutuhan dasar) dan meta need. Aktualisasi diri adalah kemampuan seseorang untuk mengatur diri sendiri sehingga bebas dari berbagai tekanan, baik yang berasal dari dalam diri maupun di luar diri (Asmadi, 2008). Kemampuan seseorang membebaskan diri dari tekanan internal dan eksternal dalam pengaktualisasian dirinya menunjukkan bahwa orang tersebut telah mencapai kematangan diri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aktualisasi diri pada hakekatnya adalah merupakan hasil dari pematangan diri, dan tidak semua orang dapat mencapai aktualisasi diri tersebut secara penuh. Seseorang yang telah mencapai aktualisasi diri dengan optimal akan memiliki kepribadian yang berbeda dengan manusia pada umumnya (Asmadi, 2008). Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang penting untuk memahami perkembangan anak, dimana jika anak mengarah kepada kebutuhan ini maka anak akan menggunakan sepenuhnya bakat, kapasitas dan potensi-potensinya.
Untuk
memupuk
aktualisasi
diri
anak
perlu
dipertimbangkan keunggulan dan kelemahan serta kebutuhan anak. Pada saat anak memasuki usia sekolah, anak membentuk 3 buah kebutuhan dasar, yang bentuknya tergantung dari pengalamannya yang berbeda-beda, dukungan sosial yang banyak berkaitan dengan kebudayaan dan pola asuh orang tua (Motivasi belajar, 2008). Pola asuh orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi dan berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan atau pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat
3
dirasakan oleh anak, dari segi negatif maupun positif (Irfani, 2009). Setiap orang tua pasti memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluraga yang lainnya. Dalam kegiatan pemberian pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar ataupun tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya (Candra, 2009). Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Baumrind (1967) mengenai perkembangan sosial dan proses keluarga yang telah dilakukan sejak pertengahan abad ke 20, yang kemudian menjadi kategori bentuk pola asuh berkaitan dengan perilaku anak. Secara garis besar terdapat tiga pola asuh yang berbeda yakni demokratis, otoriter, permisif (Dewi, 2008). Aktualisasi diri anak nampak dari terpenuhinya kebutuhan remaja seperti perasaan bahwa dirinya berguna, penting, dibutuhkan orang lain atau memiliki kebanggaan terhadap dirinya sendiri. Perkembangan social remaja lebih mengarah kepada kesenangan berinteraksi dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua karena memperoleh status dalam kelompok teman sebaya jauh lebih penting daripada mendapatkan status dari orang tua. Oleh karena itu orang tua dan guru harus mengerti keadaan remaja dan berusaha membantu remaja memperoleh prestasi yang tinggi, memiliki kebanggaan diri dan merasa diri berguna dalam kelompok, keluarga, maupun masyarakat. Apabila kebutuhan remaja tidak terpenuhi akan timbul perasaan kecewa atau frustasi perasaan konflik dan kecewa dapat dipastikan terjadi pada siswa remaja yang berupaya untuk mencapai dua tujuan yang bertentangan. Misalnya remaja yang berprilaku preman dengan tujuan ditakuti kelompoknya dan sekaligus bersikap terpelajar dengan tujuan dihormati akan menemui kesulitan dalam hidupnya. Siswa remaja yang kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi dapat melakukan tingkah laku mempertahankan diri seperti tingkah laku agresif, egosentris, dan menarik diri (Heidiermarilla, 2009). Usaha untuk memenuhi
4
kebutuhan remaja tersebut akan memerlukan dukungan dari orangtua dengan pola asuh yang tepat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohmat Fatoni (2006) yang meneliti hubungan pola asub over protektif orang tua dengan aktualisasi diri remaja menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan dengan koefisien korelasi sebesar -0,507 ; p < 0,01. Hasil penelitian ini menunjukkan semakin protektif orangtua dalam memberika asuhan kepada anaknya maka akan semakin rendah aktualisasi diri anak remaja tersebut. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan dengan cara interview kepada 5 orang murid kelas 7 dan seorang guru BP di SMPN 29 Semarang diperoleh data yang menarik bagi peneliti. Hasil wawancara diketahui bahwa terdapat 2 anak yang menunjukkan kecenderungan menjadi pendiam, susah untuk mengungkapkan perasaan, ada kecenderungan untuk menutup diri dan tidak pandai dalam bergaul. Hasil wawancara dengan guru BP juga menyatakan hal sama bahwa terdapat beberapa anak yang memang ada kecenderungan pendiam dan tidak dapat berbaur dengan teman-teman yang lainnya. Guru BP juga menemukan terdapat beberapa anak yang merasa minder jika ditanya oleh guru baik berkaitan dengan pelajaran maupun tentang kepribadian. Gejala-gajala tersebut di atas menunjukkan tidak terbentuknya aktualisasi diri yang baik terhadap beberapa anak sekolah di SMPN 29 Semarang. Fenomena di atas menarik untuk diteliti, dengan peneliti mengambil obyek penelitian kelas 7 di SMPN 29 Semarang. Penulis akan melakukan penelitian dengan judul: Hubungan aktualisasi diri anak dengan pola asuh secara demokratis dan otoriter pada anak usia sekolah di SMPN 29 Semarang.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan pola asuh orangtua dengan aktualisasi diri pada anak usia sekolah di SMPN 29
5
Semarang”?. Hal itu membuat peneliti tertarik untuk meneliti masalah tersebut.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orangtua dengan aktualisasi diri pada anak usia sekolah di SMPN 29 Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan tentang aktualisasi diri anak sekolah di SMPN 29 Semarang. b. Mendeskripsikan pola asuh orangtua pada anak usia sekolah di SMPN 29 Semarang. c. Menganalisis hubungan pola asuh orangtua dengan aktualisasi diri pada anak usia sekolah di SMPN 29 Semarang.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Merangsang melaksanakan
peneliti
penelitian
untuk dan
memperkaya
mengadakan
wawasan
serta
dalam
mengembangkan
penelitian yang lebih luas dimasa yang akan datang. 2. Bagi Orangtua/Keluarga/Masyarakat Dari hasil penelitian ini diharapkan supaya orangtua, keluarga atau masyarakat mampu memberikan pengasuhan yang tepat terhadap anak agar anak dapat mencapai aktualisasi diri secara optimal. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan dapat memperkaya bahasan tentang pola asuh otoriter dan demokratis dengan kemampuan aktualisasi diri pada anak usia sekolah terutama bagi anak sekolah di SMPN 29 Semarang.
6
4. Bagi Profesi Keperawtatan Memperkaya pengetahuan perawat dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan kepada klien baik individu, kelompok dan masyarakat. 5. Bagi institusi Memberi masukan kepada pengelola di SMPN 29 Semarang.