BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
mempunyai
peranan
yang sangat
menentukan
bagi
perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara. Kemajuan suatu kebudayaan suatu negara bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia. Dalam konteks ini, pendidikan adalah faktor pertama dan utama yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada. Tantangan kita dalam pendidikan ialah menyiapkan anak untuk hidup dalam lingkungan millennium ke-3, bukan semata-mata dalam lingkungan saat ini saja, tapi bagaimana kita menyiapkan seseorang untuk hidup dalam lingkungan yang sebagian besar belum dikenal dan perkembangan zaman yang berubah setiap waktunya.. Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memunkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya. Dalam hal ini pendidikan berfungsi untuk memandu, membimbing, dan mengembangkan bakat tersebut agar bisa berkembang sebagaimana mestinya. Untuk menentukan keberbakatan bukan hanya dilihat intelegensi (kecerdasan) melainkan juga kreativitas dan motivasi untuk berprestasi Dalam dunia pendidikan, pengajaran seharusnya menekankan pada penyampaian informasi faktual dan pengembangan penalaran yaitu pemikiran logis menuju pencapaian satu jawaban yang benar dan logis. Cara penemuan jawaban sering pula sudah ditentukan oleh guru. Dengan demikian pemikiran kreatif, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu memberikan macam-macam kemungkinan jawaban secara
1
2
lancer, fleksibel (luwes) dan orisinal, kurang dirangsang. Padahal bakat kreatif sesungguhnya dimiliki oleh setiap anak, tetapi bakat tersebut memerlukan kesempatan dan waktu untuk berkembang dalam lingkungan yang menghargai, memupuk, dan menunjang kreativitas (Munandar, 2005). Pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru dan peserta didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai media. Untuk membantu guru dalam mentransfer ilmu ke peserta didik, seorang guru harus memiliki kompetensi yang memadai sebagai guru profesional yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional. Di dalam empat kompetensi tersebut, guru juga harus kreatif dan inovatif dalam menggunakan metode pembelajaran yang tepat untuk peserta didik. Guru yang kompeten dan variatif dalam menggunakan metode pembelajaran akan lebih mampu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mentrasferkan ilmunya ketika proses belajar mengajar berlangsung, sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Sebuah proses pembelajaran akan dianggap berhasil apabila pembelajaran berlangsung dengan kreatif, sehingga nantinya dapat menumbuhkan minat dan motivasi yang lebih besar pada diri siswa untuk lebih giat belajar. Sebaliknya, pembelajaran akan dinilai gagal jika kegiatan belajar mengajar yang dilakukan siswa justru tidak bersemangat belajar atau mengetahui sesuatu dari yang dipelajari. Guru memiliki kedudukan yang vital, seorang guru haruslah kreatif dalam menyampaikan pembelajaran sehingga proses belajar mengajar tidak akan membosankan. Sekolah khususnya dan seluruh lembaga pendidikan mempunyai fungsi dan tanggung jawab yang sama dalam melaksanakan proses pendidikan yang di dalamnya terdapat perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi. Seluruh pihak harus saling bersinergi untuk mencetak generasi yang matang dalam segala bidang, baik sosial, sains, agama sehingga diharapkan anak didik sebagai pusat pembelajaran mampu menjadi manusia bermoral dan berpengetahuan. Pembelajaran sejarah merupakan salah satu bagian dari Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, dinyatakan
2
3
bahwa “sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asalusul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan metodologi analisis. Pengetahuan masa lampau ini mengandung nilainilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian siswa. Selain itu, mata pelajaran sejarah memiliki peran yang strategis dalam upaya pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Tujuan dan harapan pembelajaran tersebut tidak sejalan dengan keadaan pembelajaran sejarah yang ada di beberapa sekolah saat ini. Secara umum, permasalahan yang terjadi di berbagai sekolah menengah atas adalah 1) Masih banyak guru yang hanya mengandalkan berfikir konvergen, tanpa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan berfikir divergen. 2) Komunikasi verbal masih satu arah, kreatifitas dan minat belajar di kelas terlihat kurang karena peran guru yang masih mendominasi pelajaran. 3) Buku pegangan siswa / buku paket yang kurang. Ketika siswa hanya memiliki satu buku pegangan (LKS) tentu saja akan menghambat kelancaran belajar. Ketika guru memberi tugas / ada soal namun jawabanya tidak terdapat di LKS, mereka akan berhenti mencari jawaban dan cenderung untuk pasrah serta malas untuk mengerjakan. Masalah tersebut juga tercemin dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 3 Boyolali. Setelah melakukan observasi (model les ketika PPL di SMA N 3 Boyolali), peneliti menemukan bahwa untuk pembelajaran sejarah selama ini belum bisa menarik antusias siswa. Meskipun sudah diterapkan beberepa model diskusi namun faktanya, banyak siswa tidak menunjukan ketertarikan pada saat pembelajaran berlangsung. Ketika guru menjelaskan atau siswa sendiri yang presentasi di depan kelas, hampir separuh dari jumlah siswas berbicara sendiri sehingga situasinya tidak kondusif. Pada saat observasi PPL, peneliti menyimpulkan bahwa di SMA Negeri 3 Boyolal kreativitas dan minat belajar siswa terhadap pembelajaran sejarah sangat kurang. Terutama dijumpai pada saat pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 3 di SMA Negeri 3 Boyolali.. Siswa di kelas ini lebih senang memilih jalan instan untuk mendapat nilai yang bagus. Ketika pelajaran kosong dan mereka dikasih tugas untuk mengerjakan soal, banyak siswa
3
4
yang megumpulkan tugas tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan. Berkaca dari pengalaman, ketika peneliti melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 3 Boyolali, dari 30 siswa di kelas XI IPA 3, pada saat peneliti mengajar dan memberi tugas hanya sekitar 60 % siswa yang mengumpulkan tugas pada akhir semester. Bentuk tugas yang dikumpulkan juga tidak sesuai dengan apa yang diinstruksikan. Seperti sewaktu diberi tugas untuk membuat makalah, isi makalah hanya copy paste tanpa dibaca terlebih dahulu. Kurangnya minat dan kreativitas belajar siswa terhadap pelajaran sejarah diperlihatkan seperti : 1.
Ketika pembelajaran sejarah berlangsung, siswa kurang antuasias dalam memperhatikan penjelasan guru. Mereka lebih suka mengobrol sendiri atau memainkan handphone masing-masing.
2.
Ketika ada kelompok teman yang mempresetasikan materi, jarang sekali siswa aktif untuk bertanya atau sekedar menyampaikan gagasannya. Ketika ada yang bertanya, seringkali pertanyaan yang diajukan sudah ada jawabannya di slide PPT, bahkan pertanyaan mengambil dari buku LKS. Inisiatif untuk mencari pertanyaan yang berbobot sama sekali tidak nampak.
3.
Banyak siswa yang menyepelekan pelajaran sejarah karena tidak masuk ke dalam ujian nasional. Dampaknya, ketika pelajaran sejarah berlangsung, siswa bukannya fokus belajar tapi sibuk mengerjakan tugas atau PR dari mata pelajaran lain.
4.
Pada saat ulangan harian, bila dicocokan rata-rata jawaban siswa satu dengan lainnya sangat mirip. Termasuk kata dan titik koma yang digunakan. Hal ini menunjukan tidak adanya greget peserta didik untuk mencari jawaban sendiri. Mereka hanya mencontoh atau menyalin buku catatan teman yang sudah mengerjakan, tanpa mencari referensi lain atau mengoreksi terlebih dahulu.
5.
Ketergantungan terhadap kisi-kisi yang diberi oleh guru. Sudah menjadi kebiasaan guru di kelas untuk memberi kisi-kisi soal apabila akan diadakan Ulangan Harian. Hal ini membuat siswa hanya fokus belajar pada kisi-kisi tersebut dan tidak mempelajari materi yang lebih luas. Dampaknya, ketika
4
5
akhir semester menghadapi UAS hasil pekerjaan siswa sangat berbeda dengan hasil pekerjaan yang ditunjukan sewaktu Ulangan Harian. 6.
Ketika pembelajaran usai, guru mengkonfirmasi mengenai tingkat pemahaman materi, banyak siswa yang menjawab sudah jelas namun kenyataannya mereka masih belum mengerti. Berawal dari kondisi tersebut penelitian ini dilakukan, selain untuk
memperbaiki pola pembelajaran, juga diharapkan siswa dapat meningkatkan kreatifitas dan minat belajar dalam pembelajaran secara umum dan khususnya untuk mata pelajaran sejarah. Dengan demikian, guru diharapkan memiliki kemampuan
dalam
memilih,
menentukan,
dan
menggunakan
metode
pembelajaran yang mampu menciptakan situasi yang kondusif, sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sejarah. Permasalahan pembelajaran di sekolah ini patut segera diselesaikan. Banyak sekali metodemetode inovatif yang dikembangkan para ahli. Salah satunya yaitu menggunakan metode Cooperative Learning tipe Think Pair Square Berbantu Kartu Soal. Metode Cooperative Learning (penulis menyebutnya dengan pembelajaran kooperatif) ini dapat memfasilitasi siswa untuk berperan aktif dalam proses belajar. Tidak hanya itu, siswa juga bisa saling berbagi dengan siswa yang lainnya. Peran guru sebagai fasiliator, moderator, organisator dan mediator akan terlihat jelas. Pembelajaran
kooperatif
merupakan
suatu
pengaturan
yang
memungkinkan para siswa bekerja sama dalam suatu kelompok campuran dengan kecakapan yang berbeda-beda. Dan akan memperoleh penghargaan jika kelompoknya mencapai keberhasilan. Jadi dengan berkelompok, siswa akan mendapat porsi lebih banyak di kelas untuk bebas berekspresi mengemukakan pendapatnya masing-masing. Dengan kebersamaan dalam belajar, akan dapat meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan pencapaian (Warsono & Hariyanto, 2012) Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Think Pair Square (berpikir-Berpasangan-Berempat) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan. Model pembelajaran ini menggunakan kelolompok-kelompok kecil dimana tipe 5
6
Learning Think Pair Square salah satunya adalah kartu soal. Media kartu soal adalah sarana agar siswa dapat belajar secara aktif terlibat dalam kegiatan belajar, berfikir aktif dan kritis di dalam belajar dan dapat menumbuhkan kreativitas siswa Kartu soal ini digunakan untuk membagikan secara acak permasalahan yang sebelumnya telah dipaparkan guru untuk didiskusikan dalam kelompok dan dapat juga digunakan untuk membagikan soal-soal kepada kelompok atau individu dimana setiap soal memiliki poin tertentu yang bisa didapatkan oleh kelompok tersebut apabila berhasil menjawab dengan benar. Sesuai dengan model pembelajaran Think Pair Square nantinya setiap kelompok yang paling banyak menjawab benar akan diberi reward oleh guru. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Square Berbantu Media Kartu Soal untuk Meningkatkan Minat dan Kreativitas Belajar Sejarah Siswa Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 3 Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016”.
B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana penerapan model cooperative learning tipe think pair square berbantu media kartu soal dapat meningkatkan minat belajar sejarah siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 3 Boyolali.
2.
Bagaimana penerapan model cooperative learning tipe think pair square berbantu media kartu soal dapat meningkatkan kreativitas belajar sejarah siswa Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 3 Boyolali.
6
7
C. Tujuan Penulisan 1.
Untuk meningkatkan minat belajar sejarah melalui model cooperative learning tipe think pair square berbantu media kartu soal pada siswa kelas XI IPS 3
2.
Untuk meningkatkan kreativitas belajar sejarah melalui model cooperative learning tipe think pair square berbantu media kartu soal pada siswa kelas XI IPS 3.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis a.
Merupakan suatu rintisan awal dalam rangka mengubah pandangan pembelajaran yang semula terpusat pada guru diubah menjadi pembelajaran yang terpusat pada keaktifan siswa di SMA Negeri 3 Boyolali.
b.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan rujukan pertimbangan bagi peneliti yang lain dan para pembaca.
c.
Penelitian ini diharapkan dapat memberilan sumbangan pemikiran untuk kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.
2.
Manfaat Praktis a.
Bagi Siswa 1) Membantu siswa mencapai kompetensi diri dalam menuntaskan materi pembelajaran sejarah 2) Membantu siswa meningkatkan hasil minat dan kreativitas dalam pembelajaran sejarah 3) Membantu siswa memahami konsep, kejadian, peristiwa, fakta, data dan interprestasi serta kebenaran sejarah
b.
Bagi Guru 1) Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman tentang penelitian tindakan kelas.
7
8
2) Menemukan inovasi pembelajaran yang akan memberikan perbaikan dan peningkatan 3) Memotivasi untuk selalu explorasi dalam teknik, metode, dan model pembelajaran yang kreatif serta inovatif dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan yang ada.
8