BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sedang mengalami masalah gizi ganda, dimana masalah penyakit menular dan gizi kurang yang belum teratasi, kini bertambah dengan adanya peningkatan penyakit tidak menular seperti obesitas. Obesitas tersebut merupakan suatu kondisi abnormal atau kelebihan lemak yang serius dalam bentuk jaringan adiposa yang berakibat seseorang memiliki berat badan yang lebih dibandingkan berat badan ideal serta gangguan kesehatan (Garrow, 1988; Misnadiarly, 2007). Pembentukan dan penyimpanan lemak yang terjadi secara kontinyu diikuti dengan mobilisasi lemak yang tidak efektif dari jaringan lemak menyebabkan terjadinya kelebihan lemak (Guyton, 1994). Kondisi di atas merupakan faktor risiko dari beberapa penyakit degeneratif (Lee et al., 2009). Asosiasi Jantung Amerika mengidentifikasi bahwa obesitas merupakan faktor risiko dari penyakit jantung koroner. Orang obes memiliki risiko menderita hipertensi dan diabetes tipe 2 dua kali lebih besar dibandingkan orang normal (Jafar et al., 2006). Kejadian obesitas akan meningkat pada usia dewasa dan akan mencapai puncaknya pada usia 45-50 tahun untuk laki-laki dan 50-60 tahun untuk wanita (Khomsan, 2003). WHO telah menyatakan bahwa obesitas merupakan masalah epidemi global yang harus ditangani. Negara yang telah mengalami epidemi obesitas diantaranya adalah Eropa, USA, dan Australia. Prevalensi obesitas telah mengalami peningkatan. Hasil survei gizi nasional di China tahun 1982 dan tahun 1992 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi obesitas pada dewasa muda yang tinggal di perkotaan yaitu dari 9,7 % menjadi 14,9 %. Peningkatan tersebut juga terjadi di pedasaan China yaitu dari 6,2 % menjadi 8,4 % (Keyou, 2001). Peningkatan prevalensi obesitas juga terjadi di Indonesia. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 (Depkes, 2008) dan tahun 2010 (Kemenkes, 2010) 1
2
menunjukkan adanya peningkatan prevalensi obesitas dari 19,1 % menjadi 21,7%. Tahun 2007 Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki prevalensi obesitas di atas prevalensi nasional yaitu 20,4 % (Depkes, 2008) namun tahun 2010 Jawa Timur memiliki prevalensi obesitas di bawah prevalensi nasional yaitu 20,6 % (Kemenkes, 2010). Obesitas terjadi karena berbagai faktor penyebab yang kompleks antara lain genetik, konsumsi makan, aktivitas fisik dan faktor sosial budaya (Nammi et al., 2004). Perubahan pola makan (diet tinggi lemak dan tinggi kalori serta rendah serat) dan menurunnya aktivitas fisik berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu mengalami obesitas (Almatsier, 2005). Sudikno et al., (2010) menyatakan bahwa kelompok orang yang bekerja sebagai TNI/PNS/BUMN memiliki aktifitas fisik yang kurang. Mereka memiliki risiko obesitas 3,54 kali lebih besar jika di bandingkan dengan petani. Hasil studi pendahuluan tahun 2013 menunjukkan bahwa sebanyak 18,34 % polisi di Kepolisian Resor (Polres) Madiun mengalami obesitas. Prevalensi tersebut hampir mendekati prevalensi obesitas nasional. Penyebab lain dari obesitas adalah konsumsi energi yang melebihi pengeluaran (Renakusuma, 1990). Hasil penelitian Wahdani (2010) menunjukkan bahwa polisi obes memiliki tingkat konsumsi energi ≥ 110% angka kecukupan gizi (AKG), mengkonsumsi karbohidrat ≥ 60% dan lemak ≥ 25% dari total konsumsi energi. Ketika polisi sedang menjalani pendidikan kemiliteran dituntut untuk memiliki berat badan yang ideal oleh karena itu mereka mengendalikan berat badan melalui aktifitas fisik dan konsumsi makanan. Mereka mengendalikan konsumsi makanan yang disukai. Namun setelah pendidikan kemiliteran berakhir mereka cenderung tidak mengendalikan berat badan. Mereka kurang melakukan aktifitas fisik dan mengkonsumsi secara berlebihan makanan yang disukai. Tinggi rendahnya konsumsi makan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ketersediaan pangan, psikologis, regulasi hipotalamus dan preferensi
3
makanan (Sanjur, 1982). Preferensi makanan adalah ukuran suka atau tidak suka pada makanan (Suhardjo, 1989). Preferensi makanan merupakan prediktor asupan zat gizi. Preferensi makanan dapat digunakan untuk penilaian kualitas asupan zat gizi (Drewnowski dan Hann, 1999). Derajat kesukaan seseorang diperoleh dari pengalamannya terhadap makan yang akan memberikan pengaruh pada angka preferensinya (Sanjur, 1982). Preferensi makanan lebih ditekankan berkaitan dengan risiko terjadinya penyakit yang ditimbulkan dari makanan seperti jantung, diabetes mellitus, obesitas, dan kanker (Rozin, 2001). Preferensi terhadap makanan berkarbohidrat atau berkalori menentukan status gizi orang obes. Lieberman, et al (1986) dan Wurtman, et al (1985) menyatakan bahwa orang obes memiliki selera pada makanan berkarbohidrat seperti daging atau makanan ringan meskipun tersedia beberapa makanan lain. Makanan berlemak juga merupakan preferensi orang obes. Tingginya lemak tubuh berhubungan dengan diet lemak (Dreon et al., 1988) dan preferensi pada makanan berlemak (Mela & Sacchetti, 1991). Makanan berlemak dan berkarbohidrat merupakan sumber energi berkonsentrasi tinggi. Penelitian Handayani (2000) menunjukkan bahwa lansia obes (33,3%) lebih menyukai makanan tinggi lemak seperti gulai, rendang dan tunjang dibandingkan lansia tidak obes (16,7%) serta hanya sedikit dari mereka yang menyukai buah (6,7%) dan sayur (13,3%). Pengetahuan gizi mempengaruhi seseorang dalam menyukai serta memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Kemampuan menerapkan pengetahuan gizi dalam pemilihan dan pemanfaatan pangan akan mempengaruhi status gizi. Seseorang yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan cenderung menyukai makanan yang baik untuk kesehatan (Suhardjo, 1989). Pendapatan tinggi dan keragaman pangan subtitusi mendorong seseorang untuk mengikuti preferensinya. Orang dengan pendapatan menengah ke atas cenderung menyukai makanan yang berlemak dan bergula serta rendah serat. Makanan tersebut merupakan makanan tinggi energi yang dapat menyebabkan kegemukan (Galler, 1984). Preferensi
4
makanan juga dipengaruhi oleh harga makanan. Harga merupakan faktor penting dalam preferensi makanan. Seseorang dapat menyukai suatu makanan, namun karena harga membuat seseorang menyukai makanan yang lain (Honkanen, 2010). Saat ini polisi obes telah menerima intervensi berupa peningkatan aktivitas fisik melalui olah raga. Peningkatan aktivitas fisik tanpa pengendalian makan kurang berhasil dalam mengatasi masalah obesitas. Oleh karena itu, untuk keberhasilan penurunan prevalensi obesitas pada polisi perlu dikendalikan juga konsumsi makan dengan melihat preferensi makanan khususnya pada makanan tinggi kalori dan tinggi lemak. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah : 1. Apakah terdapat hubungan antara preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak dan konsumsi makanan? 2. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak? 3. Apakah terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak? 4. Apakah terdapat hubungan antara harga makanan dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak? C. Tujuan penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui konsumsi dan preferensi makanan pada polisi obesitas di Polres Madiun Kota, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
5
1. Mengetahui hubungan antara preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak dan konsumsi makanan pada polisi obes di Polres Madiun Kota. 2. Mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak pada polisi obes di Polres Madiun Kota. 3. Mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak pada polisi obes di Polres Madiun Kota. 4. Mengetahui hubungan antara harga makanan dan preferensi makanan tinggi kalori tinggi lemak pada polisi obes di Polres Madiun Kota. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi : memberikan informasi bagi Polres Madiun Kota mengenai makanan tinggi kalori tinggi lemak yang menjadi preferensi bagi polisi obes serta sebagai dasar untuk menentukan program untuk meningkatkan kesehatan. 2. Bagi masyarakat khususnya polisi menambah wawasan tentang obesitas dan preferensi makanan. 3. Bagi penulis : menambah wawasan tentang obesitas dan preferensi makanan serta menambah pengalaman di lapangan. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini memiliki persamaan dengan beberapa penelitian lain, diantaranya adalah : 1. Kay (1987), dengan judul Food Preferences of Obese and non Obese Women After Consuming Meals High in Protein and Carbohydrate. Penelitian ini di lakukan pada 30 perempuan (15 obes dan 15 tidak obes) yang menjadi mahasiswa di Universitas Texas Tech. Penelitian ini bertujuan untuk
6
menentukan apakah terdapat perbedaan konsumsi karbohidrat, lemak dan protein pada perempuan obes dan tidak obes; menentukan apakah terdapat perbedaan preferensi makanan pada perempuan obes dan tidak obes sebelum dan setelah mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat atau protein; menentukan apakah terdapat perbedaan peringkat/rating preferensi untuk sucrose solution antara perempuan obes dan tidak obes. Desain penelitian ini adalah eksperimental. Terdapat dua variabel eksperimen yaitu makanan tinggi protein dan tinggi karbohidrat. Penilaian masing-masing eksperimen dilakukan pada hari sabtu dengan jarak waktu 1 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan konsumsi karbohidrat, lemak dan protein pada wanita obes dan tidak obes (p<0,05). Konsumsi makanan yang tinggi protein dapat menurunkan kesukaan terhadap makanan sumber protein pada kedua kelompok namun konsumsi makanan yang tinggi karbohidrat meningkatkan kesukaan terhadap makanan sumber protein pada kedua kelompok. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tujuan, desain studi, sampel dan analisis hasil penelitian. 2. Drewnoski, et al (1992), dengan judul Food Preference in Human Obesity: Carbohydrates Versus Fats. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit St Luke’sRoosevelt, Univesitas Columbia, New York dan Klinik Rehabilitasi Obesitas, rumah sakit Universitas Michigan, An Arbor dimana rumah sakit tersebut sedang menjalankan program penurunan berat badan bagi orang obes. Besar sampel adalah 479 orang obes yang terdiri dari 93 laki-laki obes dan 386 perempuan obes. Mereka mendapatkan program penurunan berat badan berupa diet, exercise, konseling dan pendidikan gizi selama 10-12 minggu. Selama mengikuti program tersebut, mereka diminta untuk mendaftar sepuluh bahan makanan yang paling disuka dan sering dimakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan favorit laki-laki obes adalah makanan sumber protein dan lemak (daging) sedangkan makanan favorit perempuan obes
7
adalah makanan sumber karbohidrat dan lemak (donat, biskuit dan kue) serta makanan yang manis. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tujuan penelitian. Penelitian ini hanya melihat perbedaan preferensi makanan pada laki-laki dan perempuan obes tampa melihat faktor yang berhubungan dengan preferensi makanan. 3. Adam, et al (1998), dengan judul Adolescent Acceptance of Different Food by Obesity Status and by Sex. Penelitian ini dilakukan di dua sekolah dasar yang berada di Osijek, Croatia dengan sampel sebanyak 101 anak (40 anak perempuan dan 61 anak laki-laki). Rata-rata usia mereka adalah 13,1 tahun. Status obesitas diukur dengan menggunakan IMT. Responden diminta untuk mengisi kuesioner preferensi makanan (dengan tujuh skala), makanan dikelompokkan dalam 9 kategori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang tidak obes lebih menyukai makanan yang manis (p=0,028), daging (p=0,018), dan sereal (p=0,005) dibandingkan anak yang obes. Anak laki-laki yang tidak obes lebih menyukai makanan manis dan daging (p=0,005 dan p=0,0004) dari pada anak perempuan yang tidak obes, hal ini dikarenakan adanya persepsi dari bentuk tubuh yang ideal. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini membedakan preferensi makanan berdasarkan jenis kelamin dan status obesitas tanpa melihat faktor yang berhubungan dengan preferensi makan.