BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan sektor yang sangat menarik untuk dibahas karena menjadi perhatian penting bagi banyak pemerintah diberbagai negara. Begitu pula halnya dengan Malaysia, Negeri Jiran ini cukup besar dalam memberikan dukungan terhadap sektor UKM. Perkembangan UKM di Malaysia cukup menarik karena berangkat dari permasalahan sosial dan ekonomi yang ada. Ketimpangan ekonomi terjadi di Malaysia yang ditandai dengan pengusaan sektor ekonomi oleh masyarakat non-bumiputera (etnis cina dan pendatang)
yang sangat besar. Berbanding terbalik dengan etnis
melayu/bumiputera yang merupakan masyarakat mayoritas namun hidup dalam kondisi sosial dan ekonomi yang rendah. Bumiputera masih terkonsentrasi pada sektor agrikultur dan hanya segelintir dari mereka yang berada dalam taraf hidup yang baik. Data pada tahun 1976 memperlihatkan bahwa etnis melayu menguasai sektor agrikultur sebesar 68.7%. Lain halnya dengan etnis Cina yang menguasai sektor produksi sebesar 59.9% dan sektor managerial/pengelolaan usaha sebesar 65.7%.1 Perbandingan kelas antara bumiputera dan non-bumiputera ini menjadi perhatian utama pemerintah Malaysia. Menanggapi permasalahan tersebut, pemerintah pada tahun 1990-an mulai merancang sebuah paradigma baru yakni etnis Melayu harus tampil sebagai kelompok kelas menengah yang berkualitas. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi keberadaan non-bumiputera yang berada dalam kondisi sosial dan ekonomi yang baik. Gebrakan yang dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk Bumiputera Commercial and Industrial Community (BCIC) ditahun
1
T. Torii, The Mechanism for State-Led Creation of Malaysia’s Middle Calsses, The Developing Economies, 2003, p. 225.
1
1991.2 Badan ini berfungsi sebagai pusat pengembangan bumiputera yang meliputi pelatihan, kerjasama, riset dan pengembangan teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas bumiputera. Salah satu poin penting untuk menciptakan kelas menengah yang berkualitas adalah bumiputera harus aktif terlibat dalam pengelolaan sektor ekonomi yang dalam hal ini dibutuhkan pengusaha-pengusaha lokal yang handal.3 Melalui BCIC, pemerintah aktif menggencarkan
program
untuk
mencetak
usahawan
dengan
gerakan
entrepreneurial development bekerjasama dengan Ministry of Entreprenur Development (MED) ditahun 1995.4 Untuk mewujudkan kebijakan entreperenurial development secara nyata, pemerintah Malaysia melaksanakan pengembangan sektor usaha kecil dan menengah (UKM) pada tahun 1996 dengan membentuk Small & Medium Industry Development Corporation (SMIDEC).5 Badan ini memiliki tanggung jawab penuh terhadap garis besar pelaksanaan usaha kecil dan menengah yang menaungi empat bidang, yakni agrikultur, manufaktur, konstruksi, dan jasa. Pengembangan UKM melalui badan SMIDEC ini ditujukan untuk menciptakan UKM yang profesional dan kompetitif yang tentunya mendorong lahirnya usahawan berkualitas. Kebijakan affirmative action yang diberikan pemerintah terhadap bumiputera secara jelas dituangkan pada ketentuan TCL No. 4/ 1995 melalui Kementrian Keuangan yang memiliki pokok penting yakni pemerintah memberikan hak-hak istimewa pada bumiputera untuk mendirikan usaha kecil dan menengah/small and medium-sized enterprises (SMEs). Pengembangan UKM melalui SMIDEC ini memberikan dampak yang cukup baik yakni munculnya trend positif terhadap perkembangan dunia usaha di Malaysia. Pada tahun 1992, dunia usaha Malaysia masih tergolong lemah yakni hanya 23.247 pendirian bisnis. Namun setelah kebijakan SMIDEC berlangsung 2
Z. Aznam, Affirmative Action in Malaysia, Overseas Development Institute, London, 2005, p. 3. T. Torii, The Mechanism for State-Led Creation of Malaysia’s Middle Calsses, 2007, p. 223. 4 R. Rasiah & J. Dragsbaek, The New Political Economy of Southeast Asia, Edward Elgar Publishing Limited, Cheltenham, 2010, p. 8. 5 C. Harvie & B. Chye Lee, The Role of SMEs in National Economies in East Asia, Edward Elgar Publishing Inc, Massachusetts, 2002, p. 184. 3
2
terjadi peningkatan yakni 43.143 total pendirian bisnis. Sinergi yang kuat antara kebijakan SMIDEC dengan BCIC menuai hasil positif yang ditandai dengan meningkatnya peran bumiputera dalam sektor bisnis. Pada tahun 1999 terdapat 97.500 perusahaan bumiputera yang meningkat tajam bila dibandingkan pada tahun 1995 yang hanya berjumlah 69.700 perusahaan.6 Data pada tahun 2001 menunjukkan bahwa bumiputera mendominasi UKM di Johor sebesar 53.3% sedangkan etnis non-bumiputera sebesar 41.5%.7 Pada perkembangannya hingga tahun 2000-an, UKM di Malaysia tampil menawan seiring kebijakan SMIDEC yang memberikan wajah baru bagi perkembangan ekonomi Malaysia. B. Rumusan Masalah Penulis mengajukan rumusan masalah yakni, bagaimana politik kebijakan pengembangan UKM melalui badan SMIDEC di Malaysia? C. Landasan Konseptual Abdul Rahman Embong - State-Led Creation and The Role of The State8 Pada buku ‘Policy Regimes and the Political Economy of Poverty Reduction in Malaysia’, tepatnya pada chapter Developmental State Capacity and Institutional
Reform, Abdul Rahman Embong menjelaskan konsep state led and the role of the state adalah salah satu bentuk Political Economic Development yang menegaskan bahwa suatu kebijakan pembangunan ekonomi yang berorientasikan pada kontrol pemerintah. Kebijakan ini bersifat sentralistis karena berpusat pada satu aktor penting yakni pemerintah demi terwujudnya tujuan pembangunan. Dalam hal ini, negara melakukan intervensi secara tegas dalam bidang pembangunan baik dalam hal perumusan maupun dalam pengimpelentasian kebijakan. Dalam studi kasus ini, pemerintah Malaysia melakukan strategi pembangunan
ekonomi
masyarakat
melalui
intervensi
kebijakan
dalam
6
M. Ariff & S. Yanti, Strengthening Entrepreneurship in Malaysia, Malaysian Institute of Economic Research, Kuala Lumpur, 2004, p. 3. 7 A. Hamid & R. Baharun, Comparative Analysis of Managerial Practices in Small Medium Enterprises in Malaysia, HRD Teknologi Malaysia, 2003, p. 38. 8 B. Teik Khoo, Policy Regimes and the Political Economy of Poverty Reduction in Malaysia, United Nations Research Institute for Social Development, Chippenham, 2012, p. 175.
3
pengembangan sektor usaha kecil dan menengah. Intervensi yang dilakukan oleh pemerintah tertuang secara nyata dalam ketentuan TCL No. 4/ 1995 melalui Kementrian Keuangan yang berisikan pokok penting yakni pemerintah memberikan hak-hak istimewa pada bumiputera untuk mendirikan usaha kecil dan menengah/small and medium-sized enterprises (SMEs).9 Kontrol dan intervensi pemerintah ini memang dilandasi oleh kebijakan BCIC yang mengupayakan terwujudnya kelas menengah yang berkualitas bagi bumiputera. Abdul Rahman Embong juga menjelaskan bahwa intervensi pemerintah dalam pembangunan ekonomi pada tahun 1990-an merupakan respon atas ketidakseimbangan ekonomi dan kelas antar etnis / inter-ethnic economic imbalances and inter-inequality. Penulis juga menggunakan konsep pembangunan ekonomi melalui pembentukan struktur pada studi kasus SMIDEC ini. Dengan konsep tersebut, penulis akan menyajikan data serta menganalisis bagaimana struktur SMIDEC dapat memainkan peran yang cukup sentral dalam sistem ekonomi Malaysia. Chee Peng Lim – Entrepreneurial Development.10 Pada buku ‘A Study of Small Entrepreneurs and Entreprenurial Development Programmes in Malaysia’, Chee Peng Lim menjelaskan bahwa entrepreneurial
development atau pengembangan kewirausahaan ini dapat dicapai melalui sektor UKM. Hal ini dikarenakan UKM menjadi wadah yang nyata bagi masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri dan orang lain. Karakteristik UKM yang tidak membutuhkan modal besar sangat berguna bagi pengusaha baru dalam mengasah dan meningkatkan kemampuan mereka dalam pengelolaan manajemen. Lebih lanjut Chee menjelaskan bahwa UKM ini sebagai titik lompat bagi para pengusaha kecil menuju langkah besar menjadi pengusaha handal.
9
C. McCrudden, Buying Social Justice : Equality, Government Procurement, & Legal Change, Oxford University Press, New York, 2007, p. 239. 10 C. PengLim, D. Lee & M.C. Puthucheary, A Study of Small Entrepreneurs and Entreprenurial Development Programmes in Malaysia, University of Malaya Press, Kuala Lumpur, 1979, p.9.
4
Melalui konsep tersebut penulis akan menganalisis peran UKM sebagai strategi pembangunan kewirausahaan bagi masyarakat Malaysia. Salah satu fokus pemerintah untuk meningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat adalah dengan mengupayakan keterlibatan masyarakat dalam mengelola sektor ekonomi. Pemerintah tentu tidak bisa mengharapkan hal itu terwujud melalui masyarakat biasa. Diperlukan sebuah pengembangan entrepreneurial sehingga adanya perubahan paradigma masyarakat untuk menjadi seorang wirausaha. Hal ini dapat ditempuh dengan menggiatkan sektor UKM sehingga para pengusaha terlatih sejak ia merintis usaha dalam skala kecil. Selain itu, dengan pengembangan tersebut pengusaha-pengusaha yang telah ada dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam manajemen usaha. D. Argumentasi Utama Kebijakan
pengembangan
UKM
melalui
SMIDEC
memberikan
perubahan bagi kehidupan sosial dan ekonomi bumiputera. Kebijakan ini mampu menggerakkan bumiputera dalam pengelolaan sektor ekonomi dan menciptakan spirit entrepreneurship demi terwujudnya bumiputera sebagai kelas menengah yang berkualitas seperti yang tertuang dalam semangat kebijakan BCIC. E. Jangkauan Penelitian Skripsi ini akan menjabarkan kebijakan pengembangan UKM sebagai strategi pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah tertuang dalam BCIC. Penulis akan mengupas bagaimana awal mula perkembangan sektor UKM dibawah naungan SMIDEC pada tahun 1996. Lebih lanjut, penulis akan menganalisis kebijakan affirmative action apa saja yang dilakukan pemerintah Malaysia pada sektor UKM dan apa implikasinya terhadap peningkatan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Malaysia. Peneliti akan mengambil jangka waktu tahun 1995 hingga tahun 2008 untuk studi kasus ini. F. Metode Penelitian Penelitian tentang usaha kecil dan menengah di Malaysia ini akan dilakukan dengan metode penelitian kualitatif, studi literatur. Penulis akan 5
meneliti dengan beberapa tahap yang termasuk dalam kategori kualitatif. Pertama, penulis akan mengumpulkan data sesuai rumusan masalah penelitian. Kedua, penulis akan menyortir data-data yang telah terkumpul untuk kemudian diolah. Ketiga, penulis akan menganalisa permasalahan menggunakan data-data primer, sekunder, dan tersier yang telah tersortir sehingga penulis mampu memberikan jawaban dan kesimpulan pada penelitian ini. Data-data tersebut berasal dari buku mengenai industri usaha kecil dan menengah Malaysia, laporan perkembangan UKM di Asean, sumber-sumber online seperti web seperti surat kabar online, jurnal, dan sumber-sumber lainnya. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari empat bab, berikut ini adalah isi dari masingmasing bab tersebut: Bab I : Pendahuluan Bab ini merupakan bagian pembuka yang akan menguraikan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Kerangka Konseptual, Argumentasi Utama, Jangkauan Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Bumiputera Commercial and Industrial Community dan Small and Medium Industry Development Corporation sebagai Landasan Kebijakan Pengembangan UKM Bab ini merupakan bagian awal pembahasan terkait kebijakan pengembangan UKM di Malaysia melalui sebuah payung kebijakan yang bernama BCIC. Penulis akan memaparkan bagaimana pemerintah berupaya untuk memajukan UKM secara terstruktur dan lebih profesional melalui SMIDEC. Penulis akan mengumpulkan data dengan jangka waktu dimulai pada tahun 1991 hingga akhir BCIC ditahun 2005.
6
Bab III : Small and Medium Industry Development Corporation dan Politik Pengembangan UKM Bumiputera Bab ini akan mengupas lebih lanjut kebijakan SMIDEC dan perannya dalam merangkul bumiputera. Pada bab ini penulis akan lebih banyak menyajikan datadata UKM di Malaysia khususnya yang dimiliki oleh bumiputera. Data-data tersebut sebagai dukungan argumen yang penulis kemukakan pada bagian analisis pada bab IV.
Bab IV: Penutup Bab ini merupakan bagian penutup yang menjabarkan konklusi atau kesimpulan dari seluruh pembahasan yang telah dipaparkan dalam skripsi ini.
7