BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang menggalakkan pembangunan, termasuk di bidang industri. Pertumbuhan industri memiliki prospek untuk meningkatkan devisa negara dan mengurangi pengangguran di Indonesia.
Alil klorida atau 3-kloropropena dengan rumus molekul C3H5Cl merupakan senyawa kloro hidrokarbon yang berupa cairan tak berwarna, berbau tajam dan menyengat, larut dalam alkohol, kloroform, eter, aseton, benzena, karbon tetraklorida, heptana, serta toluena. Alil Klorida memiliki berat molekul 76,53, titik leleh (101 kPa) -134oC, titik didih (101 kPa) 44,4oC (Ullmann, 2014). Dalam industri kimia, alil klorida merupakan bahan intermediet untuk pembuatan epiklorohidrin. Selain itu, alil klorida juga digunakan dalam pembuatan senyawa alil sintesis seperti alil alkohol, alil ester, alil amina, dan poliester (Kirk, 2007). Kebutuhan epiklorohidrin di dunia sebagai bahan baku pembuatan epoxy resin dan gliserin sintetik diperkirakan meningkat 1.520 kton di tahun 2012 menjadi 1.926 kton di tahun 2017 (marketsandmarket.com) sehingga permintaan alil klorida diperkirakan meningkat. Oleh karena itu, pabrik alil klorida menarik untuk didirikan untuk memenuhi kebutuhan epiklorohidrin. Selain itu, dengan didirikannya pabrik alil klorida di Indonesia diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri epiklorohidrin di Indonesia sehingga impor epiklorohidrin untuk pembuatan epoxy resin berkurang. Alil klorida dibuat dari bahan dasar propilen dan klorin. Ketersedian bahan baku tersebut cukup banyak di Indonesia. Pemasok propilen terbesar di Indonesia adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. yaitu sebesar 480.000 ton/tahun (kemenperin.go.id), yang kedua adalah PT Pertamina dengan kapasitas produksi 230.000 ton/tahun (pertamina.com) sedangkan salah satu produsen klorin di Indonesia adalah PT. Asahimas Subentra Chemical, Cilegon dengan kapasitas produksi 360.000 ton/tahun. Dengan mempertimbangkan lokasi bahan baku tersebut, pabrik alil klorida direncanakan didirikan di Cilegon.
1
B. Tinjauan Pustaka Umumnya, alil klorida dihasilkan melalui proses klorinasi propilen. Ada beberapa proses lain, namun tidak dapat dioperasikan secara komersial. Berikut ini adalah berbagai macam proses pembuatan alil klorida. 1. Klorinasi Propilen Alil klorida diproduksi dalam skala besar dengan menggunakan proses klorinasi propilen suhu tinggi (300-600oC).
CH 2
CH
CH 3
Cl 2
CH 2
CH
CH 2 Cl
HCl
(1)
Alil klorida Pada suhu tersebut, hasil klorinasi dengan mekanisme rantai radikal bebas dimana atom hidrogen pada posisi alil digantikan oleh klorin menghasilkan alil klorida. Pada suhu di bawah 200oC, kecepatan reaksi pembentukan 1,2dikloropropana hampir sama dengan kecepatan reaksi pembentukan alil klorida. Namun pada suhu tinggi, yaitu di atas suhu 300oC lebih didominasi oleh pembentukan alil klorida. Komponen 1,3-dikloropropena muncul dari reaksi kedua alil klorida, dimana atom hidrogen lainnya disubstitusi oleh klorin. Sedikit dari hasil klorinasi lainnya juga terbentuk, seperti 2-kloropropena dan 2kloropropana.
CH 2
CH
CH 3
Cl 2
CH 2 CHClCH 2 Cl
(2)
1,2-dikloropropana
CH 2
CHCH2 Cl Cl2
CHCl CHCH2 Cl HCl
(3)
1,3-dikloropropena
CH 2
CH
CH 3
Cl 2
CH 2 CHClCH 3
HCl
(4)
2-kloropropena
CH 2
CH CH 3
HCl
CH 3CHClCH3
(5)
2-kloropropana Variabel yang paling berpengaruh pada reaksi ini adalah suhu dan rasio propilen terhadap klorin dimana tekanan dan residence time hanya memiliki efek yang sedikit terhadap yield alil klorida. Reaksi yang dominan di bawah suhu
2
200oC adalah pembentukan 1,2-dikloropropana sehingga suhu pencampuran propilen dan klorin harus dijaga diatas 250-300oC. Jika suhu reaktor meningkat terlalu tinggi akan terbentuk karbon (Ullmann, 2014). Umumnya metode komersial untuk pabrik alil klorida adalah klorinasi propilen dan tidak disarankan menggunakan suhu mencapai 500oC. Pada suhu tersebut material karbon selalu terbentuk yang kemudian menyebabkan “hot spot area” pada reaktor sehingga perlu dilakukan pembersihan berkala. Suhu yang memberikan yield alil klorida optimum dan pembentukan karbon minimum adalah 420-480oC dengan yield yang dihasilkan sebesar 70-80% terhadap propilen dengan rasio mol propilen terhadap klorin sebesar 4,2 (Boozalis et al, 1982). 2. Thermal Dehydrochlorination 1,2-Dichloropropana Thermal Dehydrochlorination adalah metode cracking pada suhu tinggi untuk mengubah hidrokarbon jenuh menjadi hidrokarbon tak jenuh dan hidrohalida. Metode ini dilakukan dengan cara cracking 1,2-dikloropropana dengan reaksi utama sebagai berikut: C3H6Cl2
C3H5Cl + HCl
(6)
alil klorida Reaksi samping yang terjadi: C3H6Cl2
C3H5Cl + HCl
(7)
1-kloropropena C3H6Cl2
C3H5Cl + HCl
(8)
1-kloropropena Reaksi terjadi pada suhu 500-600oC. Pada suhu tersebut, terbentuk hasil samping berupa karbon dengan jumlah sangat banyak yang dapat menyumbat alat proses sehingga mengurangi efisiensi alat. Metode ini sudah tidak pernah digunakan karena tidak efektif, selektivitas rendah (50-60%), dan produk samping yang berupa 1-kloropropenadan 2-kloropropena tidak mempunyai nilai komersial (Boozalis et al, 1982).
3
3. Oxychlorination Oxychlorination
merupakan
proses
klorinasi
hidrokarbon
yang
mengandung tiga atom karbon dengan menggunakan asam klorida sebagai sumber klorin. Propilen, asam klorida, oksigen, dan 2-kloropropana bereaksi di dalam reaktor fluidized bed pada suhu 200-260oC dan 0,1 MPa (
-218
kJ/mol). Metode ini menggunakan katalis telerium, vanadium pentaoksida, asam fosfat, dan senyawa nitrogen. Propilen, 2-kloropropana, dan asam klorida dipisahkan dan dikembalikan ke reaktor. Yield yang dihasilkan sebesar 88-94% terhadap propilen. Proses ini tidak menguntungkan karena katalis terdeaktivasi dengan cepat. Selain itu, pemisahan alil klorida yang sangat encer dari campuran hasil reaksi sangat sulit. Untuk menghindari kerugian tersebut digunakan mangan dioksida sebagai katalis dan sumber oksigen. Reaksi yang terjadi adalah berikut (Ullmann, 2014): MnO2 + 4HCl
MnCl2 + Cl2 + 2H2O
C3H6 + Cl2
C3H5Cl + HCl
(9) (10)
Katalis kemudian diregenerasi dengan oksigen dengan reaksi sebagai berikut: MnCl2 + O2
MnO2 + Cl2
(11)
Reaksi samping yang terjadi: C3H6 + 2HCl + ½ O2
C3H6Cl2 + 2H2O
(12)
1,2-dikloropropana Dengan mempertimbangkan aspek kesederhanaan proses, ketersediaan bahan baku, dan kondisi operasi, maka dipilih proses klorinasi propilen sebagai proses produksi alil klorida. Uraian ketiga proses diatas dirangkum pada Tabel 1.1. Kekurangan proses klorinasi adalah banyaknya reaksi samping yang terjadi, yaitu 1,2-dikloropropana, 1,3-dikloropropena, 2-kloropropena, dan 2kloropropana. Untuk memperkecil reaksi samping tersebut digunakan propilen berlebih. Rasio propilen dan klorin yang digunakan sebesar 4,2:1. Propilen yang tidak bereaksi dipisahkan di suatu unit dan dikembalikan ke reaktor sehingga dapat menghemat biaya pembelian bahan baku. Kecepatan reaksi pembentukan
4
produk samping 2-kloropropena dan 2-kloropropana dapat diabaikan terhadap kecepatan
pembentukan
produk
samping
1,2-dikloropropana
dan
1,3-
dikloropropena karena reaksi (4) dan (5) jauh lebih lambat dibandingkan reaksi (2) dan (3). Kekurangan lain proses klorinasi adalah terbentuknya karbon. Reaksi klorinasi propilen adalah reaksi eksotermis yang berjalan pada suhu 300-500oC. Karbon terbentuk jika suhu reaksi di atas 500oC sedangkan reaksi optimum pada suhu 420oC-480oC. Jika digunakan multitube reaktor akan timbul hot spot akibat suhu reaktor yang tidak seragam sehingga menghasilkan karbon pada titik-titik hot spot yang menyebabkan sumbatan pada reaktor. Untuk menghindari penyumbatan pada reaktor dilakukan pembersihan berkala.
6