BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keberhasilan setiap program kesehatan yang diselenggarakan tergantung pada manajemen yang efektif (Filerman, 2003; Mohd-Shamsudin & Chuttipattana, 2012). Manajemen yang lemah merupakan musuh terbesar bagi nilai-nilai dasar kesehatan masyarakat. Sistem kesehatan di seluruh dunia masih menghadapi masalah kurangnya manajer yang berkompeten di semua tingkatan. Pelayanan kesehatan tidak dapat mencapai sasaran karena rendahnya kompetensi manajemen di semua level (Filerman, 2003; Isouard, 2012). Puskesmas sebagai ujung tombak penyelenggara pelayanan kesehatan strata pertama dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2011) juga masih memiliki banyak kekurangan dalam kinerjanya sebagai akibat dari kurang efektifnya fungsi manajemen. Demikian juga dengan rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Riset mengenai kinerja Puskesmas di berbagai negara menunjukkan masih banyak hal yang perlu ditingkatkan dari kinerja Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan dasar. Terdapat berbagai hal terkait kualitas manajemen Puskesmas yang perlu dikembangkan. Masyarakat di Guinea merasa perlu peningkatan terkait kompetensi tenaga kesehatan (Haddad et al., 1998) sedangkan hasil studi di Saudi Arabia menunjukkan perlunya pmengembangkan manajemen program kesehatan (Al-ahmadi & Roland, 2005). Pada tingkat Rumah Sakit, sebagian besar manajer Rumah Sakit baik di Rumah Sakit Pemerintah maupun Swasta di Afrika Selatan setuju bahwa mereka membutuhkan pengembangan dalam bidang manajemen (Pillay, 2008). Perkembangan Puskesmas di Indonesia sendiri cenderung berjalan lambat, hal tersebut disampaikan oleh Heywood: “The current situation evolved slowly. When the government conscripted and assigned new graduates (doctors, nurses and midwives) to public health centers and hospitals it also gave them the right to private practice to supplement their low government salaries. The result is that almost all
1
2
doctors, nurses and midwives have a private practice.” (Heywood & Choi, 2010, p. 9) Tidak adanya kebijakan yang melarang tenaga Puskesmas untuk melakukan praktik di luar Puskesmas mengakibatkan banyak tenaga Puskesmas yang double job dan tidak fokus pada tanggungjawabnya. Efektivitas tenaga kesehatan menjadi penentu keberhasilan suatu program. Program kesehatan terdiri dari beragam upaya yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Beragamnya upaya yang menjadi bagian dari program kesehatan, membutuhkan tenaga yang ahli dalam bidang manajemen yaitu manajer untuk melakukan manajemen program dengan baik, guna peningkatan mutu (Muninjaya, 2004). Pelayanan medis berupa upaya kuratif dilakukan oleh tenaga medis yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, apoteker, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan yang bersifat administratif dan manajerial dilakukan oleh tenaga kesehatan non medis, lebih tepatnya oleh seorang manajer kesehatan. Tidak ada tujuan dari program kesehatan yang dapat tercapai tanpa manajemen yang efektif (Filerman, 2003). Masalah pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia adalah sangat kurangnya tenaga kesehatan yang tepat sebagai akibat dari sangat kurangnya pemahaman akan pentingnya keterampilan manajemen pada semua level dalam meningkatkan outcome kesehatan. Sistem kesehatan saat ini mengalami kekurangan tenaga yang memiliki dan dapat menggunakan kompetensi manajemennya
sesuai
keahliannya.
Efektifitas
dapat
diperoleh
dengan
menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat (Filerman, 2003). Dibutuhkan tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan manajerial untuk menempati posisi manajer. Fasilitas-fasilitas
pelayanan
kesehatan
di
Indonesia
masih
sering
menempatkan tenaga klinis untuk menempati posisi manajerial, termasuk di Puskesmas dan Rumah Sakit. Puskesmas di Indonesia masih banyak yang dipimpin oleh tenaga dengan latar belakang pendidikan klinis, contohnya tujuh dari delapan Puskesmas di kota Mataram dipimpin oleh dokter (Supardi, 2008). Para ahli mengganggap tenaga klinis kurang efektif jika menjalankan fungsi
3
manajemen (Heywood & Choi, 2010). Beberapa manajer berpendapat bahwa dokter yang merangkap menjalankan fungsi manajemen tidak dapat fokus dalam menjalankan tanggungjawabnya karena mengerjakan tanggungjawab lain di luar tanggungjawab manajerial, yaitu upaya kuratif mengobati pasien (Briggs et al., 2012). Hal serupa dikemukakan Pillay bahwa orang yang berlatar belakang pendidikan manajemen lebih berkompeten tentang manajemen Rumah Sakit dibanding yang berlatar belakang klinis (Pillay, 2008). Memiliki kompetensi kesehatan masyarakat tanpa memiliki kompetensi manajemen sebagai fondasi utama tidak akan menghasilkan hasil yang maksimal (Filerman, 2003). Peran manajer sebaiknya dilakukan oleh tenaga yang memiliki kompetensi di bidang manajemen kesehatan masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2014a). Tenaga yang dianggap paling tepat adalah tenaga kesehatan masyarakat karena mempelajari tentang manajemen kesehatan dan penerapannya, lebih khusus bidang minat Administrasi Kebijakan Kesehatan (AKK). AKK merupakan bidang minat khusus dalam pendidikan kesehatan masyarakat yang mengajarkan lebih spesifik tentang administrasi dan manajemen di bidang kesehatan. Manajer memiliki peran yang unik karena perannya yang sangat bervariasi dan terlibat secara kompleks di dalam sistem yang terus-menerus mengalami perubahan (Briggs et al., 2012). Karena itu kemampuan seorang manajer kesehatan serta ciri khas dari seorang manajer kesehatan masih menjadi hal yang tidak mudah untuk diklasifikasikan secara pasti. Selain itu standar kompetensi nasional baku seorang manajer kesehatan masyarakat atau Sarjana Kesehatan Masyarakat belum ada di Indonesia hingga saat ini. Banyak teori yang disampaikan mengenai peran manajer, keterampilan manajerial dan kompetensi manajerial (Anderson, 2002; Mohd-Shamsudin & Chuttipattana, 2012). Sebagian besar manajer pelayanan kesehatan memanfaatkan teori manajemen rasional dan normatif tersebut sebagai pedoman dalam pelaksanaan praktek manajerial mereka (Briggs et al., 2012). Berbagai macam teori manajerial yang disampaikan oleh beberapa ahli tersebut telah terangkum dalam fungsi-fungsi utama manajemen. Pengetahuan mengenai fungsi manajemen, merupakan
4
kompetensi dasar yang wajib dimiliki oleh seorang manajer. Fungsi manajemen yang dikemukakan oleh Terry ditambahkan fungsi evaluasi yaitu: planning (perencanaan),
organizing
(pengorganisasian),
actuating
(pelaksanaan),
controlling (pengawasan/ pembimbingan) dan evaluating (penilaian) yang disingkat dengan POACE (Sulaeman, 2011). Kompetensi manajerial seorang manajer dipengaruhi oleh pendidikan serta pelatihan yang diterimanya (Mansour et al., 2010; Milicevic et al., 2010; Pillay, 2008; Stergiopoulos et al., 2010). Milicevic menyimpulkan bahwa terdapat kesenjangan yang signifikan terhadap kompetensi para manajer kesehatan di pelayanan kesehatan primer di Belgrade, Serbia saat sebelum dan setelah pelatihan. Kompetensi manajemen meningkat secara signifikan setelah diberikan pelatihan (Milicevic et al., 2010). Brdasarkan standar ketenagaan Puskesmas yang berlaku, maka pada tahun 2010 masih terdapat kekurangan tenaga kesehatan masyarakat di Puskesmas sejumlah 13.019 (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Secara umum untuk daerah Sulawesi Utara sendiri telah memiliki tenaga kesehatan masyarakat dengan jumlah yang cukup pada tahun 2015 yaitu sebanyak 420 orang, berdasarkan rasio jumlah SKM per 100.000 penduduk sesuai standar dalam SKN (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Namun belum ada data yang dapat menunjukkan tentang kompetensi, mutu dan keahlian mereka serta belum diketahui pasti berapa banyak dari tenaga SKM tersebut yang benar-benar menempati posisi manajerial. Perguruan tinggi merupakan penghasil tenaga kerja yang bermutu (qualified manpower), menurut Barnett (1992) dalam Sudha (2013). Oleh karena itu, untuk memenuhi kekurangan tenaga kesehatan diperlukan peningkatan kapasitas dan kualitas perguruan tinggi sebagai satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi (Presiden RI, 2014). Perguruan tinggi memegang peranan penting dalam meningkatkan wawasan dan keterampilan. Perdebatan mengenai tenaga medis atau SKM yang lebih pantas menjadi manajer Puskesmas seharusnya tidak dipandang dari gelar atau latar belakang institusi namun dari keterampilan manajerial yang dimiliki. Keterampilan tersebut diperoleh melalui pendidikan yang didukung oleh proses pembelajaran yang efektif. Pendidikan dan
5
pelatihan pada strata pertama (S1) merupakan sumber utama pengetahuan manajemen (Stergiopoulos et al., 2010). Program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat memiliki salah satu bidang minat Administrasi Kebijakan Kesehatan. Secara normatif, lulusannya dipersiapkan menjadi manajer kesehatan baik di Pusksesmas, Rumah Sakit, maupun di fasilitas kesehatan lainnya. Jumlah perguruan tinggi dan institusi kesehatan di Indonesia semakin meningkat, termasuk program studi kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED) tahun 2010, diketahui bahwa program studi kesehatan masyarakat di Indonesia berjumlah 142 untuk jenjang pendidikan S1. Namun sebagian besar (67%) institusi pendidikan tenaga kesehatan tersebut belum terakreditasi (Kementerian Kesehatan RI, 2014b). Kepedulian tentang pentingnya kompetensi manajemen juga belum mendapat perhatian yang besar dalam penyusunan kurikulum (Abbas et al., 2011; Barzdins & Barzdins, 2013; Brouns et al., 2010). Hasil systematic review tentang pengembangan kurikulum yang dilakukan terhadap 26 penelitian di USA menyimpulkan bahwa relatif sedikit penekanan tentang kepemimpinan dan manajemen
di
berbagai
kurikulum
medis,
padahal
mahasiswa
merasa
membutuhkan pengembangan kompetensi kepemimpinan dan manajemen (Abbas et al., 2011). Masih terdapat gap tentang beberapa domain pengetahuan manajemen yang diharapakan dan yang diperoleh mahasiswa melalui pendidikan formal di universitas (Barzdins & Barzdins, 2013; Stergiopoulos et al., 2010). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi yang disingkat FKM Unsrat merupakan satu-satunya program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah menjadi Fakultas di daerah Sulawesi Utara. Keberadaan FKM Unsrat memberi peran besar dalam penyediaan tenaga kesehatan di wilayah Sulawesi Utara. Jumlah mahasiswa di FKM Unsrat meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai jumlah 2771 orang mahasiswa sejak tahun 2007 hingga tahun 2015. Pengajaran tentang manajemen disampaikan melalui kuliah-kuliah tatap muka dan pengalaman belajar lapangan.
6
Melihat pentingnya peran strategis dari FKM Unsrat dalam mencetak calon manajer di wilayah Sulawesi Utara, serta masih kurangnya perhatian yang diberikan terhadap penempatan manajemen dalam kurikulum pendidikan tinggi yang ditandai dengan terdapatnya gap pengetahun manajemen dalam penelitian terdahulu (Abbas et al., 2011; Barzdins & Barzdins, 2013), maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Pengetahuan tentang Manajemen pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian yang diajukan adalah Bagaimana Pengetahuan tentang Manajemen pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado?
C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado tentang keterampilan-keterampilan manajemen yang penting untuk dimiliki seorang manajer kesehatan. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Meneliti pengetahuan mahasiswa tentang lima fungsi manajemen sebagai domain pengetahuan manajemen. 2. Mengkaji karakteristik individu yang mempengaruhi pengetahuan dan keterampilan manajemen mahasiswa. 3. Mengkaji best practice dalam proses kuliah-kuliah tatap muka kaitannya dengan pengetahuan tentang fungsi manajemen. 4. Mengkaji best practice pengalaman belajar lapangan mahasiswa kaitannya dengan pengetahuan tentang fungsi manajemen.
7
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi pemerintah Sebagai bahan masukan bagi penyusunan kebijakan terkait pengembangan sistem pendidikan dalam upaya pengelolaan tenaga kesehatan, khususnya pengembangan tenaga SKM sebagai calon tenaga manajer kesehatan.
2.
Bagi institusi pendidikan Sebagai bahan masukan bagi perencanaan pengembangan kurikulum manajemen kesehatan masyarakat serta sebagai bahan referensi tentang pengetahuan manajemen mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat.
3.
Bagi penulis Menambah wawasan mengenai pengetahuan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat tentang manajemen serta pengalaman penelitian di lapangan.
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Pengetahuan tentang Manajemen pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Tetapi ada penelitian serupa dengan penelitian ini, antara lain : 1.
Barzdins & Barzdins (2013) meneliti tentang A Pilot Study on Self-Perceived Need for Management Training among Medical Students in Latvia. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada dependent variable, yaitu pengetahuan manajemen namun untuk komponen domainnya dimodifikasi sesuai kebutuhan. Persamaan lain pada desain penelitian, yaitu keduanya menggunakan desain cross sectional study. Subjek penelitian sama, yaitu mahasiswa namun perbedaannya penelitian Barzdins dilakukan pada mahasiswa kedokteran sedangkan penulis meneliti mahasiswa FKM.
2.
Milicevic et al. (2010) meneliti tentang Competencies Gaps of Management Teams in Primary Health Care. Persamaan penelitian ini adalah pada fokus penelitian, yaitu meneliti tentang kompetensi manajemen sebagai dependent variable. Perbedaannya pada independent variable, yaitu menggunakan in service training dan subjek penelitiannya adalah manajer-manajer Puskesmas.
8
3.
Mohd-Shamsudin & Chuttipattana (2012) meneliti tentang Determinants Of Managerial Competencies for Primary Care Managers in Southern Thailand. Persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian ini adalah pada dependent variable
yaitu mengenai kompetensi manajerial manajer
kesehatan. Perbedaannya terletak pada subjek penelitiannya yang merupakan manajer-manajer Puskesmas.